Rayuan Maut Lilian ~Sequel dari GBC

760
233
Deskripsi

Ini adalah cerita paralel dari GBC yang tidak bisa ditayangkan. Cerita ini tidak mengubah isi cerita di GBC.

Yuaners follow akun Rein Angg di sini dan tinggalkan jejak kalian di kolom komentar supaya Author semakin semangat menulis bab-bab romantis untuk kalian. Ke depannya, semua bab 21+ akan Author tulis di sini. 

Stay tune terus di IG @rein_angg & FB Grup Rein Angg And Friends. 

Happy Reading, Yuaners 🥳🌹

326-PART ONE

Sampai di Disneyland kota Paris saat hampir tengah malam, keluarga Wang langsung ke hotel. Lilian dan Jiong hanya berdua di kamar mereka karena anak-anak tidur bersama Ren sementara Bu Anin tidur dengan Priscilla sang baby sitter.

“Aku merindukanmu,” bisik Jiong menciumi tengkuk Lilian ketika mereka menjelang tidur. Memeluk erat, dengan tangan yang nakal menelisik masuk ke balik baju tidur. Merasakan betapa lembut kulit Jiangmi tersayang.

Gairah kelaki-lakian Jiong sungguh tergoda dengan penampilan seksi sang istri. Memakai gaun tidur mini berwarna pink fanta. Dan tentunya, hanya ada sebuah segitiga mungil di balik untaian kain tipis. Lekuk tubuh Lilian terpahat sempurna di antara siluet pakaian tidur berbahan satin tersebut.

Akan tetapi, tidak ada reaksi. Istrinya itu masih saja menatap layar ponsel dan membaca email yang masuk. Bola matanya bergerak naik dan turun, ke kiri dan ke kanan. Ibu jari juga masih melakukan scrolling meski kecupan serta rabaan sang suami sudah merajalela di balik pakaian tidurnya.

Memeluk lebih erat lagi, tangan Jiong naik ke atas. Menyentuh dada kenyal sang wanita dan mengusapnya lembut. Di antara desahan tertahan, ia berbisik dengan romantis.

“Kita belum pernah bercinta dengan latar belakang kota Paris, bukan? Menara Eiffel itu sangat indah saat malam hari dengan lampu berwarna kuning keemasan.”

Tidak hanya mencium, kini Jiong juga menyapu tengkuk dan belakang telinga Lilian dengan lidahnya. Membasahi area tersebut, dengan tujuan membangkitkan gairah bercinta sang istri agar sama panas dengan dirinya.

“Aku menginginkanmu, Sayang. Aku ... bercintalah denganku malam ini. Jadilah kembang indah di ranjang kita. Aku ingin menikmati setiap jengkal tubuh molekmu.” Kini rabaan Jiong turun ke bawah pusar sang istri.

Namun, Lilian hanya bergumam dan mendesah singkat, “ssshhh ... hmm ... ya ....”

Terkesiap, berhenti mengusap. Kesal setengah mati karena gairah yang sudah mulai meningkat tidak ditanggapi seperti harapan, Jiong menghela napas kasar. “Bisakah kamu taruh dulu ponselmu itu? Lama-lama aku lempar juga keluar jendela!” gerutunya.

Menoleh terkejut, “Oppa, kenapa kamu jadi kasar begini sampai mau buang ponselku ke luar jendela?” Tidak biasanya sang suami berucap seperti itu.

“Kalau ada kata-kata seperti itu baru kamu perhatian? Kalau aku menciumi dan mengajakmu bercinta, kamu diam saja! Apa kamu sudah tidak ada nafsu denganku? Katakan saja kalau kamu sudah bosan denganku, Lilian!” gusar sang pembunuh senyap kemudian menghempaskan diri di atas ranjang.

Lilian tersenyum lirih. Ia letakkan ponsel di meja kecil sebelah ranjang. Menaiki kasur perlahan, langsung merebahkan kepalanya di dada bidang Jiong. “Maaf, ya, Oppa. Tadi ada berbagai kiriman laporan yang harus kuperiksa.” Suara lembut terurai dari bibir merah muda dengan harapan bisa meredakan kemarahan sang suami.

“Terserah ....”

“Jangan marah, please? Aku mencintaimu, Jiong.”

“Tidak terlihat seperti itu. Kamu lebih mencintai pekerjaanmu! Kadang aku berharap kamu jadi ibu rumah tangga saja seperti keinginanku dulu.”

Berharap sesuatu yang ia tahu tidak akan mungkin diluluskan oleh istri tercinta.

“Kamu menyesal karena sudah mengijinkan aku bekerja?” Lilian bangkit dan duduk menyamping, menatap sendu kepada suaminya.

Melengos, Jiong tidak tahu harus menjawab apa. Ia hanya bernapas dengan berat.

“Jadi ibu rumah tangga, aku mau berbuat apa di rumah? Aku bisa tertekan, Jiong. Ayolah, jangan ada pikiran seperti itu."

"Apa kamu ada lelaki lain?" Pertanyaan ini sangat menusuk kalbu Lilian.

"Aku? Kamu menuduhku berselingkuh? Oh my God!” seru Lilian membelalakkan mata. “Tega sekali kamu bertanya begitu!”

“Aku hanya bertanya. Biasanya wanita tidak mau lagi melayani suaminya di ranjang karena ada lelaki lain.”

“Ya, ampun! Siapa yang tidak mau melayanimu? Aku hanya terlalu lama saja melihat email! Itu bukan masalah besar! Ah, sudahlah ... ayo, kita bercinta sekarang,” senyum Lilian merayu. Ia kembali mendekat dan merambatkan jemari lentiknya di dada sang suami.

“Aku sudah malas! Tadi aku bergairah, tapi sekarang tidak! Sudah, kita tidur saja! Besok pagi kita sudah berangkat ke Disneyland menyenangkan anak-anak.”

“Oppa, ayolah ... jangan marah. Sini, aku cium dulu, ya,” rajuk Lilian merayap di atas tubuh Jiong. Bibirnya sudah semakin dekat dengan bibir Jiong.

“Tidak mau!” tolak Jiong melengos, menolak ciuman itu.

“Benar tidak mau?” goda Lilian mengecup pipi suaminya sambil menyelipkan tangan ke tengah tubuh Jiong. Meremas sesuatu di tengah tubuh suaminya . “Aku juga merindukanmu. Kita ribut terus, aku lelah. Aku mau kita berpelukan, berciuman, dan ... bercinta.”

Ia remas perlahan bagian tengah tubuh sang lelaki tampan sambil bibirnya terus mengecup pipi, hidung, dan terakhir bibir tipis Tuan Wang. “Kenapa kamu bisa segagah ini, Oppa?” rayu Lilian tersenyum sendu.

Jiong melirik. Hati sebenarnya makin kesal. Akan tetapi, ia tatap istrinya dengan dada yang mulai kembang kempis akibat remasan Lilian di area kejantanan.

Tiba-tiba Lilian bangkit dan turun dari ranjang. Ia tarik celana tidur suaminya hingga lepas dari kaki. Meninggalkan hanya seuntai boxer menutupi Big Jiong. Mengerling manja sambil tersenyum sangat manis.

“Apa aku harus marah dulu supaya kamu seperti ini?” kesal Jiong karena sudah mulai luluh melihat tingkah menggoda Lilian. Birahi yang sudah hilang mulai naik ke ubun-ubun.

“Kamu semakin tampan kalau marah. Jadi, ya, marah terus saja,” kikik Lilian kemudian menarik sedikit demi sedikit celana boxer itu hingga kini bagian bawah tubuh gagah tersebut sudah polos.

Kembali naik ke atas kasur dengan gaya yang sangat menggoda. Ciumannya mendarat di paha Jiong, terus naik ke atas. Membuat dada lelaki itu semakin kembang kempis.

Sengaja menggoda, pada saat mendekat Big Jiong, justru ia lewati dan malah melepas kaos tipis sambil terus terkikik nakal. “Sabar, ya, Oppa. Apa kamu lupa kalau istrimu ini anak dua belas tahun?”

“Mana bisa aku sabar kalau kamu sudah seperti ini?” tawa Jiong menarik tubuh Lilian dan membaringkan di atas ranjang. “Kamu sangat cantik. Sebenarnya, aku tidak pernah ikhlas kamu bersama lelaki lain di tempat kerjamu. Mengertikah kamu betapa tersiksanya aku?”

“Tapi, siapa pun lelaki itu, tidak akan bisa menggantikan kenyataan bahwa kamulah suamiku. Apakah kamu tidak bangga memiliki istri yang sukses di dunia bisnis sepertiku?”

Jiong terdiam sejenak. Apakah ia bangga? Sejujurnya, sudah tidak tahu lagi. “Ya, aku sangat bangga denganmu.” Menjawab senormatif mungkin. “Dan yang jelas ... aku sangat mencintaimu.”

Berucap sambil melumat bibir merah sang istri dan mengangkat gaun tidur mini Lilian ke atas. Meloloskan dari atas kepala, sama seperti kemudian ia melepas kaosnya sendiri. Dua deru napas mulai memburu dengan panas. Tubuh sudah sama-sama polos tanpa sehelai kain pun.

“Jangan berpaling dariku, Lilian,” bisik Jiong lalu menyesap leher harum dengan lembut.

“Kamu pun begitu, Oppa. Jangan ada wanita lain yang menggantikan diriku,” balas Lilian membayangkan wajah cantik Chelsea Griffin.

“Mana ada yang bisa menggantikan kamu. Sejak dulu aku tidak pernah dekat dengan wanita mana pun,” sahut Jiong mengecup kening sang istri.

Maka, dengan dilatari cahaya lampu menara Eiffel, keduanya memadu kasih. Bercinta, menyatukan kedua tubuh mereka dalam liuk serta desahan tak berjeda. Setiap Jiong mendesak masuk, sebuah erangan nikmat akan muncul dari bibir Lilian.

Ada yang berbeda dalam hati mereka saat bercinta kali ini. Sebuah perasaan curiga serta kekhawatiran berseliweran di bayang. Kalau Lilian memikirkan Chelsea, maka Jiong memikirkan Raiden.

Akan tetapi, keduanya sangat mampu menutupi kegundahan masing-masing dan memberikan penampilan terbaik mereka malam ini di atas ranjang. Seiring detik berganti menjadi menit, terus bergumul, bercengkrama dalam gairah nikmat hingga mencapai titik puncak.

Tuan Jiong Wang

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Gbc
Selanjutnya Hotel Horizon Room 407
239
83
Axel memenuhi perintah Masserano untuk menjebak seorang istri ketua senat di atas ranjang. Mampukah ia menyelesaikan tugas pertamanya tersebut?
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan