
Bab 13 dari Sugar Baby of The Mafia (Prequel Novel The Mafia Sugar Daddy yang tayang di Dreame)
Untuk Visual tokoh bisa follow akun IG: @rein_angg dan TikTok: @rein_angg47. Mau seru-seruan menghalu bareng pembaca lain bisa join Grup Facebook: Rein Angg And Friends.
Pertarungan antara Sean Lycus dengan Evander Xu terjadi cukup sengit. Mereka memiliki ilmu bela diri yang sama mumpuni hingga membuat satu sama lain berhasil saling memukul wajah serta bagian tubuh lain.
Satu waktu, Sean hampir berhasil menarik cadar dari wajah Evan, tetapi mata-mata terbaik pemerintah itu bisa mengimbangi gerakan sang mafia dan cepat menghindari. Sangat lucu kalau wajahnya sudah terlihat sejak awal seperti ini. Padahal, misi utama adalah menyusup ke dalam organisasi Klan Lycus untuk menjatuhkan pemimpinnya.
Setelah berhasil lepas dari Sean, dengan sangat cepat Evan kabur lewat jendela. Ia melompat naik ke atas atap. Merayap di sana hingga sampai di ujung dan cepat melompat ke atap tetangga. Selanjutnya, berlari cepat tanpa terperosok sama sekali hingga sampai di atas atap rumah ketiga.
Kemudian memerosotkan diri menuruni lereng atap hingga sampai di talang air. Berpengan di saluran tersebut, mengayun tubuh beberapa kali hingga terhempas ke atas sebuah taman dengan dedaunan rimbun setinggi satu meter. Lebih baik jatuh di atas tumbuhan dan sedikit lecet daripada jatuh di atas tanah dan mengalami retak atau patah tulang.
Berguling dari rimbunnya dedaunan tersebut ke atas tanah, cepat berdiri, dan berlari menuju pagar. Dengan keahliannya sebagai seorang agen rahasia terbaik, Evan melompati pagar itu dengan sangat mudah.
Tangan cepat menggenggam kencang bagian teratas pagar. Menggunakan sebagai tahanan saat tubuhnya kemudian menghentak ke udara hingga kaki kemudian menapak di atas pagar. Satu lompatan, satu salto, ia sudah kembali menapak tanah di luar rumah ketiga.
Sean melihatnya begitu menapak tanah. Langsung mengangkat senjata dan siap menembak.
“Fucking Lycans!” kesal Evan begitu tahu musuhnya ternyata sudah menyambut kehadirannya dan sekarang mulai membidikkan senjata.
Namun, ia tidak mau menyerah. Cepat berlari menuju Ducatti yang diparkir di bawah pohon rindang. Tahu kalau Sean sedang membidik, tetapi ia tidak peduli. Tak akan berhenti selama masih bisa bergerak.
Tuan Besar Lycus memicingkan mata. Membidik dengan sangat presisi bagian punggung Evan. Sengaja mengarah ke kiri, di mana jantung berada.
Meski biasanya ia menangkap musuh hidup-hidup agar bisa diinterogasi, khusus untuk yang satu ini Sean ingin menembak tepat di jantung agar lawannya itu langsung mati saja. Merasa wajah dipukul cukup kencang dan teringat bagaimana Claudio tertembak di kaki, nyawa Evan mati di tangannya saja rasanya tidak cukup. Sean benar-benar marah dengan sosok misterius memakai pakain serba hitam.
Suara deru mesin Ducatti dinyalakan terdengar kencang. Berbarengan dengan itu, sebuah peluru meluncur panas dari ujung Revolver Tuan Lcyus.
“Die, motherfucker,” desis Sean menyeringai bengis.
Namun, mendadak sebuah truk pengangkut barang dari tetangga blok sebelah yang akan pindahan melintas begitu saja di tengah jalan, menutupi Evan dengan sangat sempurna.
Peluru yang ditembakkan oleh Sean tidak sampai pada Evan. Sebaliknya, peluru itu mengenai kotak kontainer besi yang ada di bagian belakang trailer tersebut.
“FUUUCCCKKK!” teriak Sean murka hingga menjejakkan satu kaki ke atas tanah.
Evan mendengar teriakan itu. Menoleh ke belakang dan melihat truk trailer ada di sisinya bagai Guardian Angel yang dihadirkan Sang Maha Kuasa untuk melindunginya dari tembakan sang pemimpin organisasi mafia di belakang.
“Hell yeah!” kekehnya tahu kalau siang ini dialah pemenang pertandingan.
Menarik genggaman tangan pada pedal gas ke arah belakang, Ducatti hitam nan gagah langsung berjalan kencang. Ia mensejajarkan diri dengan trailer hingga sampai ke ujung jalan di mana kendaraan segera melesat menjauh.
Sean hanya bisa pasrah melihat sepeda motor Evan berlalu begitu saja. Napasnya terengah dan dada kembang kempis menahan beban.
“Siapa pun kamu, aku pasti akan menemukanmu, you fucking shit!” desis Sean mengusap peluh di kening dan area wajah lainnya.
Kembali masuk ke dalam rumah, ia melihat anak buahnya menggotong Claudio serta dua bodyguard lain yang terluka parah di bagian perut. “Bawa mereka ke rumah sakit sekarang juga!” engahnya.
“Kamu hanya terkena di kaki?” tanya sang pemimpin pada pengawal kepercayaannya.
“Ya, Tuan. Tapi mereka terkena di perut,” erang Claudio sambil menunjuk ke kedua temannya yang sudah tak sadarkan diri akibat mulai kehabisan darah.
Sean mengembus napas panas, “Cepat, bawa mereka ke rumah sakit. Aku akan kembali ke kantor.”
“Siap, Tuan Besar Lycus.”
***
Evander Xu telah kembali ke apartemennya dengan selamat. Ia parkir Ducatti di parkiran basement dan ditutupi dengan kain hitam. Cepat masuk kamar mandi, lalu membersihkan diri dari sisa-sisa pertarungan singkatnya dengan Tuan Besar Lycus.
Mengusap rambut dengan shampo sambil berpikir sendiri di dalam hati. “Kenapa dia datang ke rumah itu? Kenapa dia menyuruh anak buahnya untuk menyisir seluruh penjuru rumah? Dia sedang mencari sesuatu?”
Otaknya terus menerus berpikir. “Aku kira hanya aku yang tahu tentang data rahasia itu. Tapi, kalau hanya aku yang tahu, buat apa Sean juga mendatangi rumah lama Ghea? Ia pun berkata tentang data rahasia itu kepada anak buahnya!”
Kemudian, ia tertegun, “Apakah Sean Lycus juga mencari data yang sama? Shit … kalau seorang mafia besar sepertinya juga menginginkan barang itu, tugasku semakin susah!”
Melanjutkan bersih diri, mematikan shower saat sudah selesai, dan keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk. Tubuh gagah berkulit putih pucat memamerkan deretan otot berurat yang sungguh macho.
Masih dengan tubuh yang sedikit basah, ia mengambil koper rahasia dari bawah ranjang. Seperti biasa, memasukkan password di kotak berpanel angka. Mengangkat gagang teleponnya dan menekan satu-satunya saluran yang ada di alat komunikasi canggih tersebut.
“Ya, Evan?” jawab Bower tak seberapa lama.
“Kenapa aku bertemu Sean Lycus di rumah lama Marcus Kingston? Dia juga sedang mencari sesuatu.”
Bower terdiam sesaat. “Dia melihat wajahmu?”
“Tidak, aku tidak sebodoh itu, Bower. Aku memakai cadar hitam! Jawab pertanyaanku, kenapa Sean juga sedang mencari sesuatu di rumah itu? Apa dia juga mencari data rahasia yang sama?” desak Evander sambil berjalan menuju lemari pakaian.
“Aku tidak tahu. Aku tidak mendapat informasi apa pun. Apa kamu berhasil menemukan data rahasia itu? Flashdisk-nya ada?”
“Tidak, aku tidak menemukannya. Tapi, aku menemukan bukti bahwa Marcus Kingston tahu dirinya sedang diburu dan hendak kabur. Siapa sebenarnya Marcus Kingston? Aku butuh tahu lebih banyak tentang dirinya supaya bisa mengetahui di mana ia meletakkan barang rahasia itu!”
“Aku hanya tahu sejauh berkas yang kuberikan kepadamu, Evan,” jawab Bower mengendikkan bahu, lalu membenarkan kacamata tebalnya. “Aku hanya tahu Marcus memiliki flashdisk rahasia, berisi data penting, dan kemungkinan besar ada pada putrinya.”
“Makanya aku menugasimu untuk mendekati Ghea. Dari semua agen rahasia yang ada di bawahku, hanya kamu yang paling tampan!” kekeh Bower mengulang kembali apa yang sudah pernah mereka bahas.
“Iyakah?” tandas Evan dengan nada ketidakpercayaan. “Yakin hanya itu?”
“Iya!” jawab Bower kencang menegaskan.
Menarik satu napas panjang, Evan tidak puas dengan jawaban tersebut. Akan tetapi, ia akan berdiam dulu sampai bisa merangkai ulang berbagai puzzle yang berserakkan di dalam akalnya.
“Lycus sudah melihat Ducatti-ku. Tolong suruh orang mengambilnya dan mengganti dengan motor cepat yang lain,” ucapnya memungkas pembicaraan.
“Oke, aku akan segera menyuruh agen datang ke sana untuk mengambilnya. Terus laporkan perkembanganmu, Evan. Aku yakin kamu berhasil meringkus Sean Lycus dan meletakkannya di belakang jeruji penjara. Kamu adalah agen terbaik,” ucap Bower menyemangati.
“Hmm,” angguk Evan datar. “I’m out, bye.” Lalu, ia mengentikan pembicaraan.
Menyelesaikan berpakaian seperti anak berusia 20 tahun dan menatap kaca ketika menyisir rambut hitam.
“Kita ada janji temu, bukankah begitu, Miss Kingston?” senyumnya tipis mengingat wajah manis Ghea dan bahwa ia diundang ke acara hangout sore ini di sebuah café dekat kampus.
Mengambil baju kotornya yang tergeletak di lantai dan memasukkan dalam sebuah plastik besar. Ia keluar dari apartemen, melangkah menuju lift. Sebuah tong sampah besar ia datangi, lalu membuang pakaiannya yang baru saja terlihat oleh Sean Lycus.
Ia harus memusnahkan semua barang bukti sebelum bertemu dengan target operasi selanjutnya, Ghea Kingston.
***
Tuan Besar Lycus duduk di kantor dengan dada kembang kempis dan wajah menahan ledakan amarah. Abigail sedang membersihkan wajah dan tangan bosnya itu. Menyingkirkan sisa-sia mesiu serta serpihan kayu yang terpental saat terkena peluru.
“Tenangkan dirimu, Darling. Kita akan mengetahui siapa dia, kamu selalu berhasil menangkap musuh-musuhmu,” hibur wanita cantik itu membelai lembut pipi sang lelaki.
“Dia bukan orang sembarangan. Semua gerakannya sangat terlatih. Ia bisa kabur lewat jendela hingga naik ke atap. Hanya orang-orang terlatih yang bisa berbuat itu,” desis Sean sedang menganalisa ulang.
“Mukanya tertutup cadar hitam. Aku hanya bisa melihat matanya yang sipit seperti Ghea,” utasnya lagi mengingat ciri-ciri Evander Xu.
Abigail menitikkan obat luka di beberapa spot memerah. “Menurutmu, semua itu ada hubungannya dengan Ghea?” tanya sang asisten melirik datar.
“Aku tidak bilang dia berhubungan dengan Ghea. Aku hanya bilang matanya sipit seperti Ghea, itu saja. Fuck! Bicara soal Ghea, aku janji untuk mengajaknya ke showroom mobil siang ini dan ternyata aku lupa!” dengkus Sean mengembus kasar.
Tawa ringan meluncur dari bibir merah. Dengan manja, Abigail duduk di pangkuan Tuannya, memberi obat di luka terakhir daerah pelipis.
Lalu, ia mengecup lembut bibir Sean yang sejak datang terus mengomel dan mengumpat marah. “Aku sudah mengabari Ghea, mengatakan kamu ada urusan. Tenang saja, urusan mobil untuknya bukanlah masalah besar.”
Dalam hati, Abigail senang pembelian tertunda. Berharap kalau bisa dibatalkan saja. Bibit iri terus bergulir di hatinya yang sempit dan buta karena memendam cinta pada Sean selama sekian tahun.
Kaki seksi berlapis stocking hitam dilebarkan dengan sengaja. Bahkan, Abigail menarik rok span mininya ke atas, ke arah pinggang, hingga persis mengenai bagian bawah segitiga mungil berwarna merah tua yang sedang ia kenakan.
“Feel me, Darling,” desahnya sambil menjulurkan lidah dan menyapu bibir Sean hingga basah. Bersamaan dengan itu, ia tarik tangan kanan sang lelaki dan meletakkan di antara dua kaki, di pangkal paha, tepat di depan kewanitaannya yang teramat ingin disentuh.
Sean tersenyum nakal. Memandang lekat pada netra kecokelatan sang asisten. Memang, bercinta dengan panas adalah healing terbaik untuk mengembalikan mood ke posisi semula.
Ibu jarinya digunakan untuk mengusap ceruk kecil yang masih terlapisi kain tipis. Sedikit menekan di sana, membuat mata Abigail sontak memejam, bokong sintalnya bergoyang di atas kejantanan sang lelaki.
“Teruskan, Darling, aku menyukainya,” desah Abigail merangkul tengkuk bosnya dan menjilati belakang tengkuk dengan ganas. “Faster, please?”
Baru saja Sean yang sudah larut dalam rangsangan manis sang asisten hendak menggerakkan jari-jarinya dengan lebih cepat, mendadak ponselnya berbunyi. Sebuah nama yang hanya tertulis X tertera di layar.
Berhenti dari melakukan foreplay kepada Abigail, ia menerima panggilan tersebut. “Ya?”
“Kamu meneleponku? Aku sedang ada urusan tadi,” jawab seseorang di ujung sambungan. “Ada apa?”
“Aku baru saja beradu peluru dengan seseorang yang kurasa bukan orang sembarangan. Dia begitu terlatih secara khusus. Apa ada berita khusus tentang ini di tempatmu bekerja?” ucap Sean tenang, dingin.
“Aku belum mendengar berita apa pun. Tapi, aku akan menghubungimu kalau memang ada berita dari markas pusat,” jawab lelaki entah siapa.
Sean menarik napas panjang, Abigail turun dari atas pangkuan, bersimpuh di depannya. Ia lebarkan kaki bos tampan tersebut dan tersenyum nakal sambil membuka resleting celana.
“Apa kamu ada keterangan khusus tentang orang itu?” tanya lelaki asing lebih lanjut. “Misal ciri fisik, atau dia berkata sesuatu?”
“Tidak ada. Dia memakai cadar dan pakaian serba hitam. Tingginya hampir sama denganku. Mata sipit, gerakannya sangat cepat dan lincah. Dia bisa melompati pagar setinggi 3 meter dengan mudah. Makanya, aku bilang dia terlatih khusus.”
“Menurutmu, dia kiriman pemerintah?”
“Mmmhhh! Yeah!” Sean mendadak melenguh ketika mulut Abigail telah melahap kelaki-lakiannya hingga masuk sempurna ke balik bibir merah.
“Yeah … dalam artian … benar dia kiriman pemerintah?” Lelaki itu tidak paham kalau Sean sedang dibuat menggelora hingga kata-kata meluncur begitu saja.
“Fuck ….” Desis sang mafia dengan napas memburu.
“Apanya yang fuck?” tanya lelaki itu karena tidak tahu Sean sedang dilanda kenikmatan tersendiri. “Aku tidak bisa mengerti bahasamu!”
“Tidak, tidak ada apa-apa,” tukas Sean mengatur napas agar tidak sampai mendesah lebih kencang. “Beri kabar kalau sudah ada info!”
Dan Tuan Besar Lycus langsung menekan ikon bundar merah, lalu melempar ponselnya ke atas meja. Menarik tubuh Abigail yang masih bersimpuh di depannya dengan napas penuh memburu.
Membalik tubuh seksi sang asisten hingga dada Abigail kini menyentuh meja kerja Sean dan bokong padat itu menyembul ke belakang. Dengan sigap ia naikkan pula rok span hingga ke atas pinggang, dan menurunkan segitiga tipis mungil berwarna merah.
Ada sesuatu yang merekah di sana, menyambutnya dengan kehangatan.
“Sssshhh!” desis Tuan Besar Lycus ketika mulai menerabas tubuh Abigail dari belakang. “Fuck …!”
Bercinta dengan bebas, tanpa takut harus bertanggung jawab apa pun terhadap sang wanita. Satu tamparan dari telapak tangan besar ke bokong Abigail hingga menimbulkan bekas lima jari di bundaran kenyal.
Sean mencintai gaya bercinta yang memang sedikit kasar dan menggelora. Sesuai dengan jiwanya yang selalu meledak-ledak.
***
Sementara itu, di sebuah rumah yang juga mewah dan megah, beberapa orang sedang berbicara dengan serius. Ada Javier Blast bersama beberapa lelaki lain di sana.
“Apa kita akan diam saja dengan penghinaan Sean Lycus kepadaku?” gusarnya menatap kepada lelaki yang mirip dengan wajahnya, tetapi terlihat lebih tua.
Dia adalah Marcello Blast, kakak sang lelaki mesum yang hendak membeli keperawanan Ghea. “Melawan Klan Lycus bukanlah hal yang mudah. Kita semua tahu itu. Mereka memiliki anggota ribuan di seluruh penjuru dunia.”
“Tapi, dia dengan enaknya membatalkan perjanjianku dengan Horace Kingston! Aku sudah sepakat membeli gadis perawan itu! Dia merendahkan nama Blast dengan sangat arogan!” Javier tetap mendesak sang kakak.
Lelaki lain menyela, “Kakakmu benar. Untuk melawan Klan Lycus tidak mudah. Kita tidak bisa perang terbuka. Harus sangat hati-hati! Buat apa cari masalah hanya karena wanita?”
“Ah, Paman Gio selalu penakut dari dulu,” kekeh Javier mencibir adik almarhum ayahnya.
“Jangan berkata begitu, Javier. Hormati yang lebih tua!” tandas Marcello. “Aku juga tidak suka direndahkan oleh Sean Lycus! Tapi, kita harus bermain pintar!”
“Lalu, apa yang mau kamu lakukan? Apa idenya?” angguk Javier memakan steak dengan lahap hingga area sekitar mulutnya penuh dengan saos berwarna cokelat.
“Apa kamu tahu keberadaan Ghea Kingston sekarang?” tanya Marcello pada adiknya.
“Hanya bahwa dia sudah dibawa Sean, dan pasti ada dalam pengawasannya. Kenapa?”
Marcello terdiam sesaat sebelum menyeringai. “Kita akan mengambil kembali Ghea Kingston. Akan tetapi, kita tidak akan memperlihatkan kalau Klan Blast yang ada dibalik penyerangan ini.”
“Akan kita buat seolah klan lain yang melakukannya. Bukankah Lycus dan Marayan adalah musuh bebuyutan? Kita buat saja seolah Victor Marayan yang menculik Ghea!”
Javier terkekeh senang hingga perut buncitnya itu bergerak naik turun secara menggelikan. “Nah, itu baru kakakku yang tersayang! Aku setuju!”
“Ambil kembali apa yang menjadi hakku! Aku tidak sabar untuk mencicipi keperawanan Ghea!” gelaknya sampai memuncratkan banyak sisa daging terkunyah ke atas meja makan. “Kalian bisa mencicipinya juga kalau aku sudah selesai bermain-main dengannya!”
Marcello menoleh pada pamannya. “Siapkan semua, Paman Gio. Kita akan berburu kelinci mungil bernama Ghea Kingston.”
BERSAMBUNG

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
