Ch.01 Jangan Libatkan Suamiku

18
1
Deskripsi

Bab 01 Novel Love Is Blind ~ Jiong & Lilian Story. Kebutaan Oppa Jiong akankah membawa kehancuran pada rumah tangga keduanya?

BAB 1 JANGAN LIBATKAN SUAMIKU

Follow IG: @rein_angg // FB: Rein Angg // TikTok: @rein_angg47 // FB Group: Rein Angg And Friends

“Kalau saja kamu ikut denganku ke lorong rahasia, kamu tidak akan menjadi buta seperti ini! Kamu terus saja mendahulukan orang lain daripada keluargamu sendiri!”

“Aku adalah petarung! Mau sampai kapan pun hidup dan matiku adalah untuk Klan Naga Langit! Aku sudah ada di sini bertarung demi Kak Michael dan Jia Li jauh sebelum kamu ada!”

“Tapi, lihat sekarang! Kamu buta, dan kamu membuat aku menderita! Apa salahku kepadamu! Kamu mendiamkan aku, seolah aku ini musuhmu! Kamu bahkan tidak mau kusentuh!”

“Tidak usah membesarkan masalah! Aku hanya butuh sendiri untuk menguatkan diriku lagi!”

“Kamu pengecut, Oppa!”

“Tutup mulutmu, Lilian!”

“Jiong, sudah, sudah! Jangan diteruskan pertengkaran dengan Lilian! Istrimu memang tidak akan pernah mengerti apa yang kamu butuhkan! Hanya aku yang paling mengerti kamu! Aku yang selalu mencintaimu apa adanya!”

“Diam kamu, Mayleen! Kamu itu perusak rumah tangga orang! Awas, kamu, ya! Hiyaaak!”

Lilian melompat dan menyerang ke arah Mayleen dengan kaki siap menendang sekuat tenaga serta tangan siap menampar mantan suaminya.

Namun, Mayleen tidak bisa dilumpuhkan atau dihajar dengan semudah itu, bukan?

Yang terjadi justru Lilian ditendang balik perutnya dan ibu dua anak itu terhempas ke belakang mengenai tiang balok di lorong perguruan Sensei Hinata.

Terkapar di atas lantai, Jiangmi merasakan punggungnya sakit luar biasa! Pandangan menjadi buram. Ia merintih, menangis karena sedikit demi sedikit semua menjadi gelap dan ….

“Mommy, are you okay?”

Terengah, mata Lilian terbuka lebar. Menoleh ke kanan dan ke kiri, menyatukan otak kembali. “Aku di rumah?”

Areum dan Akira saling lirik. “Iya, Mommy di rumah. Apakah Mommy mimpi buruk? Mommy berteriak dan memanggil nama Daddy serta seorang wanita.”

“Wanita?” engah Lilian, duduk di atas ranjang besar yang kini hanya ditiduri seorang diri.

“Namanya Mayleen,” jawab Akira. “Mommy menyebutnya beberapa kali.”

Lilian menunduk sambil memejamkan mata selama beberapa detik. Ia tersenyum lirih, menggeleng sesekali, dan kembali menatap kedua buah hati. “Mommy baik-baik saja. Hanya sedikit mimpi buruk. Tidak usah dikhawatirkan.”

Areum terkekeh, “Untung Mommy tidak memiliki kelebihan seperti Kak Ryu. Kalau Kak Ryu sudah bermimpi buruk, seluruh Klan Naga Langit langsung bingung dan ketakutan.”

Tertawa kecil, Lilian membelai pipi kedua anaknya. “Jam berapa ini? Kalian sudah selesai les?”

“Baru saja selesai. Paman Gao ada di ruang tamu lantai satu, Mommy. Kami kemari karena Paman Gao datang mencari Mommy,” ucap Akira.

Melirik pada jam dinding, ingatan Lilian kembali pada permasalahan utama yang akan ia bahas malam ini. “Apa pengacara Fox Maldini sudah datang juga?”

Areum menggeleng, “Hanya ada lelaki yang kata Akira namanya Paman Gao.”

Lilian memandangi putranya. “Akira, jawab yang jujur. Apa yang terjadi sebelum atau sesudah insiden kamu didorong di tangga?”

Sedikit terkejut, wajah Akira sontak berubah. Ia cepat menggeleng, “Apa maksud Mommy? Terjadi apa?”

Menghela napas panjang, Lilian menjelaskan dengan suara parau. Wanita itu sudah exhausted atau kelelahan. Saking letihnya hingga ia ketiduran tanpa disadari barusan ini da bermimpi buruk.

“Kepala sekolahmu menelepon Mommy. Ada beberapa orang tua murid yang nampaknya marah kepadamu, atau kepada kita. Apa yang terjadi? Apa kamu melakukan sesuatu yang tidak kamu ceritakan pada Mommy?”

Belum sempat Akira menjawab, pintu ruangan diketuk. Ada suara Alma terdengar. “Aunty Lilian. Ada pengacara Fox Maldini ingin menemui di ruang tamu.”

Lilian beranjak turun dari ranjang. “Ayo, ikut Mommy menemui tamu di bawah.”

Akira menggigit bibir, lalu menunduk. Wajahnya nampak memikirkan sesuatu. Ia biarkan ibunya berjalan di depan terlebih dahulu.

Setelah jarak cukup berjeda dengan sang Bunda, Areum berhenti berjalan dan menghadang Akira. “Apa yang sudah kamu lakukan?”

“Apa maksudmu, Kak? Aku tidak tahu apa-apa!” sangkal Akira mengendikkan bahu.

“Jangan bohong! Aku tahu gelagatmu kalau sedang terlibat masalah! Saat kamu memecahkan vas bunga antik Aunty Vivi yang dari Cina, begini ini ekspresimu!” kejar Areum tidak percaya.

Alma mendengar percakapan kedua adik sepupunya. Ia mengerutkan kening, lalu bertanya, “Ada apa? Apa ada yang mengganggumu lagi, Akira?”

“Mengganggu apa, Kak Alma?” Areum ganti memandangi Blondie.

“Bukankah Akira kemarin lusa didorong dari tangga hingga kepalanya bocor?” tanya Alma.

“Iya, aku tahu itu. Tapi, tadi kata Mommy, kepala sekolah menelepon dan mengatakan ada orang tua murid yang tidak suka dengan Akira, atau dengan keluarga kita. Sepertinya ada masalah berat? Ayo, Akira! Mengaku saja!” Areum terus memojokkan adiknya.

Sementara Akira, ia memandangi Alma dengan bingung. Mau bilang apa? Bukankah kejadian pembalasan kemarin adalah rahasia mereka bersama?

Dipandang begitu, Alma langsung paham. Gadis berambut pirang tersebut mendengkus kasar. Ia mengambil ponsel dari saku celana. “Ken, sepertinya kita ada masalah.”

***

Berkumpulah sekian orang di ruang tamu. Fox Maldini mendengar dengan seksama kejadian awal. Mengenai kebutaan Jiong dan bagaimana Akira serta Areum terus di-bully oleh teman-temannya di sekolah.

“Kamu menyerang teman-temanmu lebih dulu, Akira?” tanya Fox.

“Ya, Paman. Tiga orang yang seumur aku. Setelah itu, kakak-kakak mereka datang dan kami berkelahi. Dua dari mereka yang kelas 12 menyerangku, mendorongku dari tangga,” angguk Akira. Ia lalu memandang resah pada ibunya. “Apa aku akan masuk penjara, Mommy?”

“No! Kamu tidak akan masuk penjara, tenang saja!” geleng Gao. Ia duduk di samping sang bocah, mengusap punggungnya, menenangkan.

Lilian menghela, “Kamu tidak akan masuk penjara. Sudah, jangan berpikir yang tidak-tidak.”

“Yang kelas 12 dan menyerang Akira, kalau dia sudah memiliki ID Card sendiri, di atas umur 17 tahun bisa kita urus melalui jalur hukum,” tandas Gao memandang Fox.

Pengacara itu mengangguk, “Itu bisa diurus. Akan tetapi, yang mengherankan bagiku adalah, kenapa seakan kepala sekolah justru menekankan seolah kita yang akan dituntut?”

“Itulah, aku juga heran. Akira yang diserang, anakku yang disakiti sampai kepalanya bocor, tapi kenapa kita yang seolah berbuat salah dan hendak dibawa ke jalur hukum. Apa mereka sudah gila?” desis Lilian.

Gao menatap lekat pada Akira. Ia tersenyum tenang, bertanya juga dengan nada yang tenang. Sedari tadi, ia melihat bocah itu gugup sendiri, seperti orang bingung. Bahkan, beberapa kali saling lirik dengan kakaknya.

“Akira, apa ada sesuatu yang tidak kamu katakan pada kami?” tanya Gao, tanpa ada nada mencurigai. Hanya sebagai seseorang yang peduli, sahabat.

Cepat menggeleng, bibir Akira dikulum ke dalam. “Tidak ada,” jawabnya tanpa berani menatap balik.

Gao kembali mengusap punggung sang bocah lelaki tampan, “Kalau memang ada sesuatu, katakan saja. Kami di sini menyayangimu, kami ingin membantumu menyelesaikan masalah. Tapi, kamu harus jujur.”

Dan bocah tampan hanya menunduk serta terdiam.

“Akira, apa yang terjadi sebenarnya?” tanya Lilian. Dia duduk di sebelah kiri Akira, sementara Gao di sebelah kanan.

Sekilas, keduanya seperti sepasang suami istri dengan Akira adalah anak mereka.

Areum mendengkus, “Akira! Katakan saja semuanya!”

“Diamlah, Kak!” marah Akira pada kakaknya. “Kamu di atas tadi sudah janji tidak akan membocorkannya!"

Dan di sinilah dada Lilian bagai dihantam pasak bumi. “Apa yang kalian rahasiakan?”

***

-Sekitar 30 Menit Kemudian-

“Mommy tidak percaya kalian telah melakukan hal itu! Luar biasa! Apa yang ada di pikiran kalian!” engah Nyonya Besar Yuan pada ketiga anaknya.

“Kami hanya ingin melindungi Akira,” jawab Ken menyeringai, berusaha membenarkan apa yang sudah dia lakukan.

Alma mendukung adik lelakinya. “Ini adalah cara Klan Naga Langit menyelesaikan masalah, Mommy. Bukankah Daddy selalu membawa musuh kita ke gudang untuk disiksa Paman Kahn?”

“Musuh ayah kalian sudah dewasa! Yang kalian seret ke gedung kosong itu masi anak-anak!” bentak Lilian melotot, terengah. “Aku tidak percaya kalian bisa segila ini! Ya, Tuhan! Pantas saja Nyonya Dorianne ingin kamu datang juga, Kak Vivi!”

Fox menengahi, “Tenang dulu. Apa ada bukti otentik kalau anak-anak menculik teman-teman Akira?”

Ren menjawab, “Seharusnya tidak. Kami memancing mereka untuk datang ke belakang sekolah yang tidak ada CCTV-nya. Lalu, Paman Kahn dan yang lain menutup kepala mereka dan cepat membawa ke dalam mobil.”

“This is insane!” desis Lilian. Ia tidak bisa lagi duduk. Berdiri, mondar-mandir di belakang sofa, pindah ke depan, pindah ke belakang lagi, ke pojok ruangan, terus saja begitu.

Gao bertanya pada Akira, “Apa kakak-kakakmu menyakiti enam anak tersebut?”

“Tidak. Kak Alma dan Kak Ken hanya menendangi sedikit perut Jacob dan Rocky. Tidak ada yang terluka. Kak Ren juga hanya menakut-nakuti dengan suntikan beracun.”

“Ren Maraville Yuan! Kalau ayahmu tidak koma, kamu pasti sudah dima—”

“Kalau Daddy ada, beliau akan menyetujui tindakan kami, Mommy,” potong Ren. “Anak jaman sekarang itu tidak akan berhenti me-bully jika tidak diberi pelajaran!”

Mata Vivian melotot, “Tapi tidak dengan cara begini! My God! Ini … ya, Tuhan! Kita harus menghubungi Neil dan meminta dia mengecek semua CCTV di sekolah! My God! Seandainya Ryu di sini, dia pasti ….” Vivian terhenti sesaat, suara nyaris terisak.

“Ini … Mommy sungguh marah kepada kalian bertiga!” gelengnya memandang nanar pada ketiga pemuda Yuan.

“Siapa yang membela Akira kalau bukan kami? Paman Jiong di Jepang, Aunty Lili kerja keras mempertahankan perusahaan kita. Bukankah kewajiban kami untuk melindungi Akira?” tanggap Ken masih menyeringai dengan wajah konyolnya.

Fox menyahut, “Tidakkah kita seharusnya melibatkan Tuan Wang dalam pembicaraan ini?”

Lilian menggeleng, “Tidak usah! Tidak usah libatkan suamiku,” desis sang wanita menolak permintaan itu dengan jelas.

Namun, Vivian tidak setuju. “Lilian! Kamu harus menelepon Jiong! Dia suamimu! Dia harus tahu masalah ini dan ikut menyelesaikan!”

“Alma, Ken, dan Ren yang membuat masalah. Mereka bertiga adalah anakmu, Kak! Jiong tidak usah dilibatkan!” engah Lilian tetap tidak mau menghubungi suaminya.

Vivian semakin kesal, “Apa maksudmu Alma, Ken, dan Ren adalah anakku? Tentu saja mereka anakku! Tapi, masalah ini juga melibatkan Akira! Karenanya, Jiong harus tahu! Telepon dia sekarang juga!”

“Di sana jam tiga pagi, Kak! Dia pasti sedang tertidur!”

“Kata Mommy, orang di sana bangun dari jam dua pagi? Siapa tahu Daddy sudah bangung?” tanya Areum dengan polos.

Lilian mendadak menjerit kencang, “Pokoknya, aku tidak mau Jiong dilibatkan!”

“Kenapa?” balas Vivian sama kencangnya. “Dia suamimu! Dia harus tahu dan terlibat dalam masalah yang menyangkut a—”

“KARENA SEJAK LAMA AKU MEMINTANYA PULANG DAN DIA TIDAK MAU! BAHKAN, SAAT KEPALA AKIRA BOCOR PUN DIA TIDAK ADA PIKIRAN UNTUK PULANG! DIA TIDAK PEDULI KEPADA AKU ATAU ANAK-ANAK! DIA LEBIH SUKA DI SANA BERSAMA MAYLEEN, MANTAN SIALANNYA ITU!”

Teriakan Lilian tidak bisa dicegah lagi. Terlontar semua apa yang selama ini ia pendam sendiri.

Terdengarlah suara Areum tergetar ….

“Daddy sudah tidak peduli lagi dengan kita, Mommy?”

BERSAMBUNG


 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Lib
Selanjutnya Ch.02 Penghibur Masing-Masing
7
0
Kenapa setiap kalimat antara Lilian dan Jiong berakhir dengan air mata?
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan