
“Kau mencurigaiku berbuat macam-macam diluar?” Teguh
Apa memang semua pernikahan seperti ini? Ketika anak bertambah peran istri lebih seperti pembantu dan baby sitter. Melaksanakan kewajiban tanpa punya hak untuk mendapat perhatian.
Teguh duduk di tepi tempat tidur dan membuka kaus kakinya tanpa melihat ke atma yang baru masuk.
“Mau makan malam?” Atma menawarkan.
“Sudah tadi di bengkel.” Teguh menjawab datar.
“Ada yang turun mesin lagi ya mobilnya?” entah kenapa Atma terpikir untuk menanyakan. Mungkin karena heran. Teguh hanya akan lembur kalau ada mobil turun mesin. Ia harus mengawasi mekanik agar tak ada spare part customer yang dicuri. Tapi turun mesin tiap malam rasanya tak masuk akal. Mana mungkin kendaraan yang servis semuanya turun mesin.
“Iya.” Teguh mengiyakan yang menimbulkan kecurigaan.
“Biaya turun mesin tak murah. Kenapa Mas berbohong?” Atma menatap lekat-lekat ke kedalaman mata suaminya.
Teguh tampak terkejut, mungkin tak mengira Atma akan bertanya selidik.
“Kau mencurigaiku berbuat macam-macam diluar?” Teguh sepertinya tersinggung. Namun Atma belum akan meminta maaf kalau teguh belum menjelaskan kenapa sikap suaminya berubah.
“Aku tak mencurigaimu. Aku hanya bingung. Belakangan kau pergi tanpa sarapan. Kau tak punya waktu lagi menjemput Faiz. Padahal sabtu kau mungkin bisa sesekali menjemputnya. Kau juga tak pernah membalas pesanku. Ada apa?” Atma menumpahkan unek-uneknya.
“Aku mulai capai direpotkan olehmu.” Teguh yang terdesak akhirnya menjawab jujur
“Direpotkan?” Atma pasti salah dengar siapa direpotkan siapa. Bukankah ini rumah tangga, semua orang dewasa berbagi tanggung jawab?
“Pagi kau menyuruhku mengantar Faiz. Siang kalau ku iyakan kau akan terus menyuruhku menjemput Faiz. Jam istirahat kantor tak ada lagi waktu luangku. Pulang kerja, kalau aku tak lembur kau hanya akan menyuruh aku memomong Elsa dan menemani Rizka.”
Atma terperanjat, Ia tak mengira begitu pemahaman suaminya. Jadi apa fungsi suami? Hanya memberi nafkah. Tanpa mau berbagi tanggung jawab? Dia yang menyuruh tidak ber KB, dia juga yang merasa direpotkan.
Sementara suaminya hanya tahu terima beres pekerjaan rumah. Pakaiannya yang Atma cuci, Atma setrika, anak-anak yang Ia asuh dengan baik. Istri yang tak sibuk menghamburkan uangnya. Dari Subuh hingga malam hanya mengerjakan pekerjaan rumah yang tak ada habisnya.
“Aku tak menyuruh memomong. Aku hanya menyuruh kau menjaga anak-anak sebentar saat aku memanaskan sayur. Apa itu begitu merepotkan?”
“Bagimu mungkin tidak. Tapi bagiku yang seharian bekerja dan pulang hanya melihat istri yang tampil lusuh dengan dasternya. Apa kebahagiaan yang bisa ku dapat dirumah?”
Atma lagi-lagi dibuat tertegun. Jadi begini setelah sepuluh tahun menikah, hanya penghinaan, hanya dianggap beban, tak lagi tampak menarik dimata suami.
Apa yang sebenarnya suami inginkan dalam pernikahan, Istri yang memanjakan mata suami dan mengabaikan anak atau kebalikannya? Apa suaminya tak berpikir dengan anak tiga yang masih kecil-kecil bagaimana Ia bisa tampil sesuai harapan suami.
Semua kekurangan istri harusnya bisa dimaklumi suami saat anak masih kecil. Saat Teguh tak sekalipun pernah menawarkannya untuk menggunakan asisten rumah tangga. Saat Teguh hanya menganggap ini kerepotan dan hanya bisa menyalahkan Atma.
“Jadi apa mau Mas?”
“Sudah tidak ada.” Teguh membaringkan tubuhnya dan tidur memunggungi istrinya yang masih berdiri terpaku .
BERSAMBUNG
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
