INDO XXX Part 1

14
2
Deskripsi

Anjani terduga kasus perdagangan perempuan. Ia pemilik agensi model Indo XXX yang tak terdata dalam register kependudukan. Tuduhan kepolisian, dibalik usaha agensinya Ia menjalani bisnis pelacuran kelas atas.

Dani ingin menjerat tersangka dengan bukti yang kuat tapi Ia tak punya ide rencana operasi, Jono kemudian mengusulkan sebuah rencana. Peta rencana yang menyingkap tabir dibalik INDO XXX.

 

 

            Kesigapanku menangani kasus kriminalitas yang terjadi, mulai dari mengidentifikasi korban, mengendus pelaku hingga mengolah bukti acara pemeriksaan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya membawaku pada tahapan dipromosikan.

            “Selamat sudah menjadi komandan regu sekarang.“ beruntun ucapan dari rekan sekerja menghampiriku setelah pimpinan mengumumkan kenaikan jenjang karirku.

            ’’Jangan lupa makan-makannya.“ saat apel pagi itu ditutup dengan keriuhan yang berlangsung sekejap.

            “Nggak ada itu makan-makan. Duit sudah dijatah bini di rumah“ aku menimpali. Itu kenyataannya, aku memang mempercayakan semua pengelolaan keuangan pada Istriku. Dia yang paling tahu bagaimana mengatur gaji seorang polisi yang pas-pasan ini agar cukup untuk makan sebulan, bayar tagihan listrik dan air, juga sekolah kedua anakku yang masih SD.

            “Tenang Bro. Bentar lagi abis pegang jabatan ini bakal banyak tangkapan basah yang bisa lu jadiin tambang duit,“ salah seorang Komandan regu senior menepuk bahuku.

            Aku hanya membalas dengan senyum ucapannya. Menganggap hanya candaan, walaupun desas desus seperti ini dilingkup kerjaku sering terdengar. Aku tak terlalu mau tahu kebenarannya karena bukan areaku. Mungkin nanti, kalau aku berbenturan dengan kasus seperti ini.

            Kembali ke ruangan, pindah meja menggantikan komandan lama yang dimutasikan. Secarik kertas seperti sengaja ditinggalkan untuk penggantinya, yaitu aku.

 

            ‘Selamat menjabat dan menggantikan posisi saya.

            Jaga kehormatan dan janji Polisi.

            Jangan pernah mengkhianati amanah masyarakat.

            Saya selalu percaya masih ada polisi baik di negeri ini.’

 

            Aku sempat tertegun membacanya, bingung menafsirkan kata-katanya. Tapi semenit kemudian tersenyum, mungkin rumor tentang good cop bad cop yang beredar di lingkup organisasi kami cukup mempengaruhinya.

            ’’Pimpinan memanggilmu!” Seorang rekan menepuk bahuku dari belakang. 

            Aku menoleh, Ia melirik kertas ditanganku.

            “Kertas apa ditanganmu.“ matanya melirik selidik

            Aku melipatnya dan memasukkan ke saku seragam.

            “Bukan apa-apa” aku berlalu dari hadapannya menuju ruang pimpinan  yang mirip aquarium kecil dengan tirai vertikal blind yang memungkinkan Ia mengawasi kami para bawahanya dari dalam ruangan.

 

            Tiba di muka ruang atasanku, Ku hentikan langkah di depan pintu. Mengetuk pintu beberapa kali menunggu di persilakan

            “Masuk.“ suara atasanku terdengar dari dalam.

            Ku buka pintu ruangannya, mengangguk hormat sambil berjalan ke arah mejanya.

            “Pagi Pak.“ aku meletakkan telapak tanganku sejajar dengan alis untuk memberi hormat seperti yang biasa dilakukan prajurit pada atasannya.

            ”Duduklah.“ setelah Ia membalas salam hormatku dengan sebuah anggukan Ia mempersilakan.

            “Kepangkatanmu sudah ku naikkan, namun golongan gajimu masih ku tahan untuk sementara ini.“ Ia menjelaskan.

            Aku menatap ingin tahu maksud dari penjelasannya yang tak ku mengerti ini.

            “Aku mau melihat apakah kerjamu sebagus saat kau masih menjabat sebagai anggota regu reserse criminal.“ Ia menambahkan.

            Aku manggut-manggut, memaklumi apa yang barusan Ia sampaikan.

            “Saya dan anggota regu yang akan saya pimpin, akan berusaha sebaik mungkin menyelesaikan kasus per kasus secara cepat, dengan bukti acara pemeriksaan yang akurat, dan hasil investigasi yang mendukung.“ 

            Atasanku menanggapi janjiku dengan senyum-senyum kecil, seolah tak yakin dengan ucapanku. Ia lalu meraih beberapa map disebelah kanan mejanya dan meletakkannya dihadapanku.

            “Ada tiga kasus yang bisa kau pilih untuk kau tangani bersama tim-mu. Aku mau lihat apa hasil kerjamu sebaik yang Kau janjikan.”

            Aku meraih map yang barusan di serahkannya, lalu beranjak bangun dan memberi hormat.

            “Kepercayaan Bapak tidak akan saya sia-siakan.“ 

            Ia menganggukkan kepala beberapa kali sebelum akhirnya membiarkanku berlalu keluar dari ruangannya.

 

            Aku melangkah pelan kembali ke mejaku, dengan membawa tiga map berisi kasus-kasus yang harus Ku selesaikan. Sibuk memetakan pekerjaan baruku yang tak ada aturan bakunya bagaimana harus dijalankan.

            Memanggil bawahan untuk mendiskusikan kasus yang tercecer di dalam map ini bersama, atau sebagai komandan aku melihat isi map ini lebih dulu agar bisa mengintruksikan pada bawahan apa tindak lanjut untuk menyelesaikan kasus yang ada.

            Aku memang orang lama di Department Kepolisian ini, karirku dimulai setamat SMU dengan melamar menjadi calon Bintara. Sebagai anak nelayan, karir sebagai polisi ku anggap cukup menjanjikan bagi masa depanku kelak. Beda dengan melaut seperti yang dilakoni bapakku, harus sabar menghadapi cuaca yang tak menentu, persaingan tangkapan dengan para pemilik kapal asing dan harga ikan yang kerap kali anjlok karena masuknya ikan import. Sungguh kehidupan Bapak ironi yang tak ingin ku ulang. Dalam reinkarnasi selanjutnya pun tidak.

            Dengan nilai akademis diatas rata-rata aku diterima di akademi kepolisian, menjalani kuliah dengan penuh semangat walau praktik penindasan yang dilakukan senior ke junior kerap terjadi. Aku berusaha memaknainya dengan arif, bahwa takdir tak selalu mulus dan sempurna.

            Aku lulus tiga tahun kemudian, lalu berkarir di Departement Kepolisian Ibukota selama sepuluh tahun ini. Memiliki prestasi kerja lumayan namun kurang dipromosikan karena berhenti menimba ilmu. Padahal untuk lancarnya promosi harus mengambil gelar sarjana yang butuh biaya untuk perkuliahannya, sedangkan dua tahun pertama setelah berkarir aku langsung memutuskan menikah. Punya dua anak dan kesulitan membagi penghasilan untuk tetek bengek diluar kebutuhan rumah tangga.

            “Pak, kami menunggu perintah.“

 Sebuah suara membuyarkan lamunanku, aku menoleh. Tak sadar ternyata sudah sampai dimeja kerjaku, dan anggota regu yang merupakan lengseran dari komandan lama berdiri menunggu perintahku.

Aku melihat ke arahnya, walaupun mengenali empat anggota regu yang akan menjadi bawahanku aku belum tahu karakter masing-masing lebih jauh. Semua masih bias dan menjadi teka teki bagiku. 

“Sebentar, saya masih harus memilah kasus yang akan kita tangani. Nanti sehabis makan siang baru akan saya beritahukan apa kasus yang harus kita bereskan.“ Aku menunjuk map yang ku bawa.

“Baik Pak.“ Ia mengangguk hormat.

“Tolong sampaikan pada rekan lainnya.“ 

Ia mengangguk patuh dan segera berlalu dari hadapanku.

Aku menjatuhkan bokongku di kursi empuk meja kerjaku yang baru, meletakkan map yang sejak tadi ku apit ke atas meja. Lalu mengambil satu yang ada ditumpukan paling atas untuk ku pelajari. Secarik kertas terselip di dalam map. Aku membacanya.

 

‘Tolong kau atur perkara korupsi ini agar di peti es kan.

Kalaupun tidak bisa, tolong kau bantu agar diperingan dakwaannya.

Akan ada kompensasi untukmu jika kau meluluskannya.’.

 

Ini tulisan atasanku, aku mengenalinya. Namun cukup membuatku terperangah, tak menyangka akan ada permintaan yang diluar kewajaran. Aku tertegun, sedetik kemudian menoleh ke kanan kiri. Semua orang sibuk dengan pekerjaannya, memecahkan kasus dimeja kerja masing-masing dan menerima laporan masyarakat baik yang datang langsung maupun yang menghubungi lewat telphone. Tak ada yang sempat memperhatikanku, itu artinya aku bisa menata pikiran sejenak untuk mencerna semua ini.

Ku baca lembar hasil investigasi yang dibuat penyidik lembaga anti korupsi, kasus penggelapan dana bantuan sosial untuk korban bencana alam yang dilakukan pejabat terkait dengan angka yang cukup fantastis mencapai milyaran. Barang bukti berupa rekaman percakapan telphone antara kordinator lapangan dan pejabat ditingkat daerah,  hasil jepretan foto dari kamera tersembunyi saat mereka berdua bertemu, dan terakhir copy rekening koran yang diminta dari bank.

Sungguh menggelikan, orang-orang yang memikul jabatan dengan diambil sumpahnya terlebih dahulu untuk tidak bertindak diluar tugas dan tanggung jawabnya berani melakukan penggelapan seperti ini. Dimana moral dan agamanya yang selama ini dipamerkan dalam bentuk sedekah yang diumbar lewat media. Apakah agama sekedar tempelan bagi mereka agar di anggap bermoral? Jika agama sekedar rutinitas ibadah dan kewajiban tanpa tahu mana yang hak dan bukan masihkan bisa para pemangku jabatan tersebut di anggap sebagai manusia yang waras. Aku benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran mereka, begitupun dengan jalan pikiran atasanku yang berniat membantunya.

Kembali pada perkara yang harus ku tangani ini, semua barang bukti terlalu akurat, sulit untuk dipeti es kan. Kalau pun ingin memperingan dakwaannya aku harus menghilangkan barang bukti terlebih dahulu. Tapi apa mungkin aku orang yang siap melakukan tugas ini? 

Aku menutup map pertama yang telah selesai ku pelajari, lalu meletakkanya di meja sebelah kiri. Di seberang map yang belum ku baca. Lalu ku lirik map kedua yang masih tergeletak di atas meja, terbersit sedikit tanya dalam benakku. Akankah isi perkaranya sama, atau seperti pandora yang ketika dibuka menyimpan sebuah kejutan yang tak terduga?

Tak boleh ada keraguan dalam menjalankan tugas, harus ada ketegasan dalam bertindak. Rasa penasaran adalah proses yang harus dituntaskan untuk membuktikan kebenaran. Dan aku harus berani mengambil sikap dengan membuka dan membuktikan sendiri apa yang barusan ku prediksi.

Ku raih map kedua, membukanya dengan tenang penuh rasa keingin tahuan yang tertahan. Isinya….

 

‘Bandar Narkoba yang tertangkap tangan.

Perlakukan dengan baik.

Dengan begitu separuh barang akan jadi milikmu.’

 

Secarik kertas kembali terselip, dengan catatan yang kembali dibuat atasanku. Ku baca lembar bukti olah tempat kejadian perkara. Penggrebekan Bandar Narkoba di apartement Rainbow berdasarkan laporan petugas keamanan setempat. Barang bukti sembilan puluh dua kilogram pil psikotropika, dua telphone genggam yang menyimpan nomer para pengedar dan uang ratusan juta. 

Kasus besar yang akan cukup alot ku tangani. Tanpa bantuanku pun seorang bandar narkoba akan bisa lolos dari jerat hukum. Link penggunanya yang mulai dari kalangan biasa hingga kalangan birokrat dan aparat akan cukup memudahkannya lolos dari jeratan hukum. Mereka-mereka para pecandu yang butuh barang untuk di konsumsi tak akan membiarkan pemasoknya raib dari peredaran.

Dua perkara ini akan sangat membebaniku dan anggota regu jika tetap ku ambil. Idealisme dan harga diriku akan dipertaruhkan disini. Akankah aku tunduk pada kemauan dan perintah atasan untuk  berseberangan dari apa yang selama ini ditanamkan, bahwa polisi adalah pengayom masyarakat.

Aku menutup map kedua dan menarik nafas dalam-dalam. Berharap bahwa nantinya map terakhir yang ku buka tak ada tambahan lampiran kertas kecil dengan perintah macam-macam seperti dua map sebelumnya. Bahwa kasus dalam map tersebut benar-benar yang menuntut profesionalitas jabatan dan pekerjaanku. Bismillah…

            Ku buka map ketiga, sesuai harapanku tak ada lampiran kertas kecil. Itu artinya aku benar-benar bisa melihat kasus dengan sejernih-jernihnya. Ku baca dengan seksama  detail kronologi kasus yang ada di  dalam lampiran map, masalah perdagangan perempuan.

            Sudah ada tersangka namun dakwaan ditolak jaksa karena kurangnya bukti. Image tersangka sebagai pemilik agency model lebih kuat daripada profesi terselubungnya.

“Tak ada intervensi atasan, itu artinya ini kasusku.“ Aku menyimpulkan sendiri bahwa hanya kasus ini yang bisa ku tangani dengan baik. 

Ku tarik  lampiran berkas paling atas untuk melihat adakah lampiran lainnya, dan hasilnya sebuah foto close up yang ku dapati.

“Inikah calon tersangkanya?“ Aku menarik foto tersebut untuk mengamati lebih dekat. Wajah ayu khas perempuan Indonesia, bentuk wajah oval dengan rambut hitam terurai. Tampak begitu muda dan tak menggambarkan profesi aslinya sebagai penjual wanita.

 “Jangan-jangan mereka salah orang.“ Aku berargumen.

Tapi segera ku gelengkan kepala cepat sebagai bentuk penolakan argumenku sendiri.

            “Kesalahan fatal kalau aku hanya melihat dari tampilan fotonya saja. Harus ada penyelidikan lebih mendalam sebelum aku melakukan pembelaan.“ Aku meletakkan foto dan menceramahi diri sendiri.

            Ku tutup map yang berisi kasus yang ku pilih, lalu ku masukkan ke laci. Dua map sisanya hendak ku kembalikan pada atasanku. Sebelum kesana ku pastikan dulu dari mejaku, melongok ke ruang aquarium tempat atasanku berada, orang tua itu tampak santai membaca koran. 

            Aku menarik garis senyum, teringat ucapannya di dalam ruangan saat menyerahkan tiga map tadi.

“Kepangkatanmu sudah kunaikkan, namun golongan gajimu masih ku tahan untuk sementara ini.“ Ia menjelaskan.

            “Aku mau melihat apakah kerjamu sebagus saat kau masih menjabat sebagai anggota regu  reserse criminal.“  Ia menambahkan.

            Kini aku paham maksud dari kata-katanya, Ia menginginkan aku bergabung dalam praktik kotornya. Tapi tidak, sesusah apapun keuanganku aku tak akan melanggar janji polisiku. Lagipula orang tuaku telah menanamkan ilmu agama yang tak kurang dari yang orang lain pelajari.

            Mereka orang tuaku memang bukan orang terpelajar, mereka hanya tamatan Madrasah Diniyah. Tapi mereka mengerti bahwa Qur’an ada bukan hanya sekedar untuk dibaca, dihapal dan dikhatamkan tulisan arabnya. 

Sebaliknya dipelajari tafsirnya, diingat dan diamalkan dalam laku sehari-hari agar tahu mana yang hak dan yang bukan. Itu yang mereka tanamkan padaku sehingga aku mengerti benar bagian mana yang salah dari pesan yang di selipkan atasanku di dua map berkas perkara tadi.

 

Catatan Penulis :

Novel ini ditulis 2014, tayang pertama kali di bookslife.co sebelum akhirnya pindah ke premium storial.co

Per hari ini naskah telah selesai kontrak dan mulai tayang di aplikasi Karya Karsa. 

Bagi yang pernah membaca seri-seri saya pasti mengenal sepak terjang Dani, Anjani dan Yoga. Enjoy reading they story.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Indo Xxx
Selanjutnya INDO XXX Part 2
6
2
“Bapak mau buat selamatan kenaikan pangkat Mas.“ Sinta
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan