
Naina meringis “Andai dia tahu perempuan sepertiku tak akan mampu bersaing dengannya.”
“Untung dia tak tahu.” Linggar berharap Padma tak akan pernah tahu. Akan sulit baginya lolos dari perjodohan yang direncanakan ibunya kalau Padma tahu siapa Naina yang asli. Seorang pelacur yang tak akan mampu bersaing secara bibit bebet dan bobot dengan Padma.
Ibu Linggar mendatangi kantor suaminya untuk bertemu Linggar. Linggar tengah berdiskusi dengan staf saat melihat ibunya datang.
“Nanti kita bicarakan lagi.” Linggar menyudahi perbincangannya
“Baik pak.” staf keluar dari ruangan sembari mengangguk ke arah ibu Linggar yag berpapasan dengannya
“Apa apaan kau ini?” begitu staff keluar ibu Linggar langsung bertanya gusar pada anaknya
“Linggar tak mengerti.” Ia memang tak tahu kenapa ibunya mendadak datang ke kantor dan marah- marah
“Kau membawa perempuan yang tak jelas asal usulnya ke rumah dan mengenalkan pada anakmu.”
“Kalau Mama masih ingat Naina jelas memberitahu asal usulnya saat makan malam.”
“Domisili sukabumi, bekerja dan mengontrak sendiri. Apa itu yang kau sebut jelas asal usulnya? Dia jauh berbeda dengan Padma!”
Linggar menggeleng “Padma lagi. Apa tak bosan Mama menjodohkan Linggar dengan Padma? Linggar sama sekali tak tertarik dengan Padma. Dia lebih mirip adik bagi Linggar. Tidak lebih.”
“Kau belum mencoba mengenal Padma yang sekarang. Dia cukup penyayang dan dekat dengan anakmu.”
“Dia membeli perhatian anak anak dengan materi. Kalau Andrea masih hidup ia tak akan senang anaknya dimanjakan seperti itu.”
“Aku akan menasehatinya kalau kau mau.”
“Linggar tak butuh Mama menasehatinya. Linggar hanya butuh Mama membatalkan perjodohan dengannya.”
“Linggar!” ibunya menghardik marah
“Ma, Linggar bukan anak kecil. Jangan memaksakan kehendak Mama.” Linggar memohon
“Kau tak tahu apa yang kau pilih. Perempuan yang kau kenalkan tak tampak seperti perempuan baik baik.”
“Itu karena kategori baik dimata Mama adalah mereka yang berada di kelas sosial yang sama. Seperti keluarga Andrea. Kebetulan aku menyukai Andrea makanya aku menerima. Tapi tidak Padma.”
“Kau akan tahu seberapa baik Padma kalau kau sering melihatnya di rumah.”
“Sudah ada Naina sekarang.”
“Aku akan tetap menyuruhnya datang sampai kau menyadari dan bisa membandingkan mana yang terbaik diantara kedua wanita itu.” Ibu Linggar beranjak meninggalkan kantor anaknya tanpa menoleh lagi. Seolah enggan mendengar kekeras kepalaan Linggar.
Linggar mendesah, rongga dadanya terasa menyempit. Hidup setelah kepergian Andrea tak berjalan mudah. ia jadi ingin pulang, memastikan bahwa Naina bisa akrab dengan anaknya dan bukan Padma.
Diraihnya kunci mobil di atas meja. Linggar memutuskan untuk meninggalkan kantor lebih cepat.
Naina melirik jam di dinding kamar anak Linggar, Ia tengah membacakan buku cerita untuk mereka. Biasa sore seperti ini ia akan menyiapkan makan malam untuk Yesha, lalu bersiap siap untuk malam harinya. Menanggalkan dasternya dan memilih mini dress yang paling sesuai. Yang paling menggoda begitu laki laki melihat. Sesuatu yang dulu tak mungkin dilakukannya seandainya Ia tak mudah terbujuk playboy kampus untuk tidur bersama.
“Aku akan menikahimu.” itu janjinya.
Naina yang mabuk kepayang kehilangan akal sehat. Ia membiarkan Arron menyentuh tiap jengkal tubuhnya. Membiarkan dirinya terengut kesucian.
Naina yang bodoh membiarkan Arron mendatanginya kapanpun kakak tingkatnya menginginkan. Tanpa pengaman dan membiarkan Arron menumpahkan di dalam. Dan seperti bom waktu, benih Arron tumbuh dirahimnya.
“Kau janji menikahiku.” Naina ingat menuntut Arron.
“Iya aku pasti menikahimu.” itu janjinya. Lalu tahu tahu Arron sudah mengandeng mahasiswi lain.
“Kenapa kau tega?” Naina berteriak histeris saat mendatangi kos Arron dan melihat Arron tengah bersama kekasih barunya
“Kita tak mungkin menikah Naina. Aku tak tahu kau tidur dengan siapa saja.”
jawaban Arron membuat Naina melayangkan tamparan “Bajingan kau!”
Arron mengulas senyum licik “Kau sudah tahu.”
Arron mendorong tubuh Naina menjauhi pintunya lalu ia menutup rapat. Mengabaikan gedoran Naina, hingga Naina akhirnya menyerah. Memutuskan berhenti kuliah dan mengambil jalan sesat untuk mendapatkan uang demi menyambung hidup dan membiayai persalinannya.
“Naina” suara Linggar menarik Naina dari kenangan buruk masa lalu.
Ia melihat anak anak yang terlelap dalam pangkuannya “Mereka biasa tidur siang ya?” Naina menggendong Genta ke ranjang.
Linggar membantu menggendong Gita “Iya.”
Setelah Gita baru Galang yang Linggar baringkan ke ranjang.
“Sudah makan?” Linggar menanyakan.
“Aku bisa makan malam dirumah sekalian menyiapkan untuk Yesha.” Naina pikir dia sudah harus pulang.
“Ku antar kau pulang sekalian membelikan Yesha makan.”
“Terima kasih.” Naina mengikuti Linggar ke mobilnya.
Linggar mengemudikan mobilnya. Hening sesaat. Linggar sibuk mengenang pemandangan tadi. Anak anak yang sepertinya nyaman dengan Naina. Sayang Naina bukan perempuan baik baik, mungkin kalau ia perempuan baik baik mudah bagi Linggar membawa hubungan ke jenjang lebih serius.
“Aku mau membelikan Yesha MC D.” saat melintas MC D Naina memberitahu.
Linggar segera membelokkan ke drive thru.
“Panas special tiga.” Linggar menyebutkan pesanannya.
“Kenapa tiga? kami hanya berdua.” Naina bingung.
“Untuk Yesha dua. Barangkali ia ingin tambah.”
Naina terangguk. Yesha memang kemungkinan menambah. Yesha jarang sekali ia belikan makanan diluar. Naina lebih memilih memasak agar hemat. Ia tahu kerja sebagai pelacur tak bisa selamanya. Ia butuh menabung untuk biaya hidup dan pendidikan Yesha di masa depan.
“Aku tidak melihat Padma tadi.” begitu meninggalkan drive thru Linggar mengajak berbincang kembali.
“Aku tidak mengusirnya. Aku juga tidak tahu kapan Ia pulang.” Naina menjelaskan. Khawatir Linggar menuduhnya
“Aku percaya kau tak mengusirnya. Mungkin ia pulang begitu saja karena kesal melihatmu.”
Naina meringis “Andai dia tahu perempuan sepertiku tak akan mampu bersaing dengannya.”
“Untung dia tak tahu.” Linggar berharap Padma tak akan pernah tahu. Akan sulit baginya lolos dari perjodohan yang direncanakan ibunya kalau Padma tahu siapa Naina yang asli. Seorang pelacur yang tak akan mampu bersaing secara bibit bebet dan bobot dengan Padma.
“Tante itu baik Ayah. Ayah kenal dimana?” Gita bertanya disela-sela makan malam
“Di tempat kerjanya”
“Apa ia akan datang lagi?” ganti Genta yang bertanya.
“Kalau dia tak sibuk mungkin dia akan datang.” Linggar tahu Naina tak pernah sibuk. Perempuan itu hanya bekerja malam hari untuk menjajakan tubuh. Tapi ia hanya akan menyuruhnya datang jika ada Padma. Kalau tidak, dia tak akan membiarkan anak-anak terlalu sering bertemu Naina. Bagaimanapun Naina bukan sosok yang layak untuk mengakrabi anak-anaknya.
Naina sadar diri, ia tahu tempatnya. Makanya ketika Yesha mulai bertanya tentang pria yang menjemput dan mengantar ibunya ia tak menceritakan panjang lebar.
“Bapak itu hanya pelanggan di tempat ibu bekerja.”
“Tapi dia baik.”
“Baik bukan berarti akan ada untuk kita.”
Yesha menghabiskan MC D-nya hingga tinggal tulangnya “Apa Bapak itu yang membelikan?”
“Iya.”
“Semoga Bapak itu cari ibu lagi. Biar Yesha bisa makan ini terus.”
Naina terenyuh, putrinya anak yang baik. Yesha selalu juara kelas, gadis kecilnya tak pernah mengecewakan. Sayang kehidupan mereka begitu keras hingga ia tak bisa memberi hidup yang layak untuk Yesha.
BERSAMBUNG
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
