
"Rania tak pernah bisa ditebak. Tapi menolongnya tak akan pernah membuatnya bertanggung jawab. Aku sudah mencobanya berkali kali.” Radita
Di rumah Radita kesibukan tengah berlangsung. Selamatan rumah baru, akikahan putrinya yang baru lahir dan perayaan pergantian tahun akan di gelar.
Rumah Joglo dengan dinding kaca hadiah dari Haris atas kelahiran putri mereka. anak kedua yang melengkapi kebahagiaan pernikahan karena kini mereka memiliki sepasang buah hati. Sandy putra Haris dengan Rania dan Azara putrinya dari Radita.
Dave dan Isha tamu pertama yang datang menjadi kejutan bagi Radita. Ia tak pernah mengira akan bertemu anak pelanggan ayahnya. Ayahnya pemangkas rambut, Isha putri pelanggan yang sempat datang menjenguk saat Ia kecelakaan.
Isha yang umurnya dibawahnya seperti penghiburan semenjak Ia tak lagi berkontak dengan Rania.
Kadang ada perasaan sedih di hati Radita saat mengingat adiknya. Apalagi pengurus rumah dan petugas keamanan di rumah yang ditempati Rania sudah tak lagi dipekerjakan adiknya. Keduanya sekarang ikut bekerja di rumah mereka.
Dari keduanya Radita mendapat cerita bahwa Rania terkena PHK massal akibat pandemic. Tak adanya pergerakan manusia karena Covid yang mewabah membuat industri penerbangan terpuruk.
Permintaan perjalanan yang turun drastis membuat hampir sebagian besar maskapai penerbangan mengurangi besar besaran jumlah operator penerbangan. Pilot dan pramugari yang paling terdampak. Tak terkecuali Rania yang Flight Attendant senior.
Kehidupan yang tanpa pekerjaan dan hanya mengandalkan tunjangan Haris membuat Rania lebih banyak di rumah. Makan, tidur dan mabuk mabukkan setiap hari.
Radita benar benar prihatin mendengarnya, namun tak bisa berbuat apa apa. Ia sudah letih menasehati adiknya yang selalu menyalak balik tiap kali diingatkan.
“Jadi sekarang dimana kak Rania tinggal?” pertanyaan Isha mengembalikan Radita pada perbincangan mereka.
Isha yang menanyakan kabar Rania membuatnya seperti memiliki adik lain untuk menceritakan gundahnya.
“Di rumah Pondok Kelapa.” Radita memberitahu.
Isha menggeleng “Oh tidak.”
“Apanya yang tidak?” Radita tak mengerti.
“Dave mengirim hadiah untuk kalian kesana.” Dave memberitahu saat mereka akan berangkat ke rumah Radita. Dalam perjalanan Isha menanyakan mau memberikan kado apa. Dave bilang sudah mengirim hadiahnya ke rumah lama mereka.
“Ya sudah tidak pa pa.” Radita pikir mungkin Rania hanya akan membuangnya saat menerima paket yang ditujukan padanya dan Haris. Radita tak akan mempermasalahkan. Ia memaklumi jika Rania akan membuangnya. Rania mungkin memang belum bisa menerima apa yang terjadi. Dan Ia tak memaksa Rania untuk memahami sekarang. Radita yakin suatu hari Rania pasti akan terbuka kesadaran. Ia hanya perlu bersabar menerima waktu itu datang.
Radita dan Isha sama sama belum tahu bahwa hadiah yang dikirim Dave adalah patung diri Radita yang tengah mengandung. Patung crystal yang menyulut kemarahan Rania hingga perempuan itu bertindak tanpa kendali.
Gemetar Rania menghubungi dan memencet nomer kakaknya. Sementara pria itu melolong kesakitan.
Dering terdengar dari ponsel Radita yang diletakkan di meja. Radita reflek melihat ke layar dan terkejut saat membaca nama Rania.
“Dia mungkin marah.” Radita menebak. Ia sudah siap dengan luapan kemarahan Rania.
“Maaf karena kami salah mengirim.” isha melihat Radita yang meraih ponsel untuk menerima.
“Tidak pa pa. Aku sudah biasa.” Radita mengulas senyum ke Isha agar Isha tak merasa bersalah.
Radita lalu menggeser layar dan berpikir untuk minta maaf agar semua selesai “Ya.”
“Kak, tolong aku!” suara kepanikan Rania terdengar diseberang ponsel.
Radita menarik nafas “Kalau soal hadiahnya nanti kusuruh orang mengambil.”
“Kak! Aku benar benar minta tolong!” bentakan Rania membuat Radita menjauhkan ponselnya dan menekan tombol akhiri. Radita lalu menekan tombol blokir agar Rania tak menghubunginya lagi.
Radita tak lagi mau bersikap lunak pada Rania. Rania bisa tega menyakiti Sandy, Ia juga mungkin bisa menyakiti Azara. Kali ini Radita harus tegas pada Rania. Rania bukan hanya bisa menyakiti, Ia bisa menghancurkan siapa saja dengan kebiasaannya minum.
“Rania minta tolong.” Radita tanpa diminta bercerita.
“Membawa pergi kado dari kami?” Isha menduga.
Radita mengedikkan bahu “Entahlah. Rania tak pernah bisa ditebak. Tapi menolongnya tak akan pernah membuatnya bertanggung jawab. Aku sudah mencobanya berkali kali.”
Isha yang mendengar menatap simpati. Cukup tahu bagaimana rasanya mempunyai saudara yang menyusahkan. Dua saudara tirinya Dira dan Dina tak ubahnya Rania. Selalu meminta perhatian ayahnya dan selalu berusaha menjelekkannya.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
