Padma - BAB 36_37_Epilog

316
83
Terkunci
Deskripsi

Ekstra Part menyusul yaaa. InsyaAllah secepatnya ^^

Bdw, buat yang merasa nggak puas sama pembalasan ke Addie, tenang aja. Nanti ada satu part di ekstra, khusus bapake Arsa, kok.

Jadi, harap sabar menanti. Saya lagi repot banget di duta soalnya. Pengennya sih kelar sebelum puasa. Doakan saja ya ….

Abis bulan puasa, niatnya mau bikin Sayap2 Plastik season 2. Siapa yang pengen lihat perjuangan Iron buat Lumi? Wkwkw ….

Yang belum kenal Lumi sama Iron, nanti insyaAllah novelnya saya masukin ke sini...

5,715 kata

Dukung suporter dengan membuka akses karya

Pilih Tipe Dukunganmu

Karya
1 konten
Akses seumur hidup
45
Sudah mendukung? Login untuk mengakses
Kategori
Padma
Selanjutnya Sayap-sayap Plastik
54
4
PROLOGSesuai kesepakatan awal. Siapa yang kalah, harus rela mutusin pacar! Pemuda itu berkata culas. Seringai licik tercetak jelas di bibir cokelatnya. Tubuh proporsionalnya bersandar santai pada pintu bagian luar sebuah mobil sport merah metalik berjenis Lamborgini. Tangan kanannya melingkar manis di pinggang seorang wanita cantik berpakaian seksi.Tepat di depannya, berdiri seorang pria sebaya, bersisian dengan seorang gadis yang sudah berusaha menahan diri untuk tak memuntahkan protes sejak awal kesepakatan konyol ini dimulai. Malam ini ia merasa menjadi perempuan paling hina. Dijadikan sebagai bahan taruhan dalam balap liar mobil mewah sialan yang dilakukan oleh kekasihnya dengan manusia sok yang baru ia ketahui bernama Iron Hanggara.Aluminia tak terima dijadikan bahan taruhan. Namun Rafdikekasihnya, meyakinkan bahwa malam ini ia akan kembali membawa kemenangan seperti biasa. Tapi, sial tiada yang tahu.Rafdi kalah. Melawan musuh terberatnya sejak SMA.Ya ... gue sih, nggak maksa. Iron menambahkan. Seringainya makin lebar. Pecundang emang nggak bisa dipegang kok, omongannya.Rafdi sukses terpancing. Ia paling tak suka disebut pecundang, apa lagi di depan teman-temannya yang lain, yang kini berkerumun membentuk lingkaran mengelilingi mereka. Gue bukan pecudang. Ia berujar tak terima, mengundang lirikan tajam dari gadis yang berdiri di sebelahnya.Menarik napas panjang, pemuda itu menatap sang lawan bicara tepat di mata. Omongan gue bisa dipegang! Ia lantas membelok tubuhnya menyerong ke kiri, menghadap Lumi yang tampak jelas sedang menahan emosi. KayaknyaLo mau mutusin gue! potong Lumi cepat. Ia menyipit tajam. Rahangnya mengetat dan bibirnya menipis, mencoba menahan segala umpatan kasar yang siap dimuntahkan terhadap semua bedebah yang berkumpul di tempat ini.Sori, Sayang, ucap Rafdi lembut. Netra biru terang itu menyorot sayu, menggambarkan ketidakrelaan harus melepas perempuan yang bahkan tadi pagi baru saja menerima lamarannya. Rafdi merupakan seorang laki-laki berego tinggi, yang mana harga diri berada di atas segalanya. Dari penerangan lampu jalan yang berdiri beberapa meter dari kerumunan, ia bisa melihat mata Lumi berkilat marah, tapi Rafdi seolah buta. Menjilat ludah bukan sifatnya. Laki-laki sejati nggak pernah ingkar janji.PLAK!Satu tamparan keras mendarat mulus di pipi Rafdi. Serempak orang-orang yang mengelilingi mereka menahan napas, tak menyangka gadis yang kini berstatus mantan dari Rafdi Zachwilli berani menampar pipi seorang yang digadang-gadang akan menduduki kursi kepemimpinan Zach Hotel & Resort itu. Kecuali Iron, ia justru menyunggingkan senyum cemooh bagi pasangan tolol yang malam ini tengah membuat drama kacangan.Namun melihat lawannya terluka, tentu menuai kepuasan tersendiri. Pemuda itu tetap bertahan menyaksikan adegan tersebut meski harus beberapa kali menguap bosan.Laki-laki sejati nggak akan menyakiti wanitanya dengan sengaja! Napas Lumi terengah lantaran amarah menyesaki dadanya. Rasa panas di telapak tangan kanan bekas menampar Rafdi tak ia pedulikan. Ada seorang lagi yang harus mendapatkan ganjaran serupa.Meluruskan pandangan, sepasang kaki berbalut skiny jeans itu maju selangkah. Iron yang tak mengerti maksud Aluminia, menaikkan satu alisnya. What are you do—PLAK!Iron membeku. Wajahnya terlempar ke kiri. Praktis tangan kanan yang sejak tadi memeluk pinggang wanita berpakaian mini di sampingnya terlepas, berganti menangkup pipi yang terasa berdenyut akibat sapaan manis dari tangan mantan pacar musuh bebuyutannya. Para penonton bukan lagi menahan napas, tatapan ngeri mereka lepas pada Lumi. Gadis yang malam ini berani bertindak kasar terhadap dua pemuda penerus bisnis ternama Indonesia.Lo! Iron mendesis mengerikan. Selama ini, tak ada satu pun perempuan yang berani menamparnya.Rafdi yang manyaksikan tingkah Aluminia, hanya bisa terpaku di tempat. Bahkan teman wanita Iron tampak berjengit atas tindakan tak terduga gadis itu.Alih-alih merasa takut, Lumi mengangkat dagu tinggi-tinggi. Menatap lurus kelereng cokelat terang milik Iron. Rafdi tak sepenuhnya salah. Pemuda inilah yang patut mendapat penghakiman, karena dia yang lebih dulu mencetuskan taruhan terkutuk ini. Rafdi sempat menolak dan menawarkan mobil kesayangannya sebagai ganti. Tapi, Iron malah mengatainya laki-laki pecundang yang sukses membuat Rafdi tertantang.Lo nampar gue?! Suaranya menggelegar di keheningan pertengahan malam. Jalan pinggiran kota Jakarta tempat mereka berkumpul memang berjarak sedikit jauh dari kebisingan lalu lintas kendaraan.Semua penonton kembali menahan napas. Iron Hanggara, dikenal sebagai seorang pemuda tegas yang tak mengenal gender pada siapa pun yang sudah berani macam-macam padanya.Mengangkat telapak ke udara, Iron siap melayangkan balasan yang sama. Namun, suara gadis itu sukses menghentikan pergerakannya.Jadi, ini yang namanya laki-laki sejati? Nada santai yang ia ucapkan kian menyulut amarah di dada sang lawan bicara. Bermain kasar pada wanita? Setengah mati Lumi berusaha terlihat baik-baik saja. Makin ia menuruti amarah, makin besar kepala manusia di depannya.Berdecih, Iron menurunkan tangan, menyentuh pundak kiri Lumi dan mencengkeram keras di sana. Ia memajukan kepala, mendekatkan bibir tepat di samping telinga Lumi lalu berbisik keji, Siapa pun yang berani macam-macam sama gue, akan mendapat balasan setimpal, Nona. Siapa pun!Lumi menelan ludah. Deru napas Iron yang menerpa tengkuk membikin bulu romannya meremang. Tak tahan dengan sensasi mengerikan dari pemuda itu beserta rasa sakit yang teramat di pundak, ditepisnya tangan besar Iron yang langsung terhempas. Lumi berjinjit, mengikis jarak di antara mereka hingga dua hidung mancung nyaris bersentuhan, lantas berbisik lirih, Lo salah mencari lawan, Tuan, balasnya penuh janji.Tak berniat menunggu balasan kata dari Iron, dia berbalik. Melangkah angkuh melewati Rafdi tanpa mau menoleh sedikit pun, diiringi tatapan setajam elang si sulung Hanggara yang seolah berusaha melubangi kepalanya, mengabaikan mereka-mereka yang mulai membicarakannya terang-terangan. Juga Rafdi yang sejak tadi memilih bungkam.°°° BAB 1Nyonya Wanna Be Hall Jakarta Convertion Center begitu ramai hari ini. Banyaknya pengunjung yang membeludak untuk menyaksikan pagelaran Indonesia Fashion Week, membuat suasana di dalam pun terasa penuh sesak. Bukan hanya masyarakat lokal, tak sedikit pula Turis ikut hadir demi menyaksikan pagelaran terbesar tahun ini, yang bahkan lebih besar dari tahun-tahun kemarin. Hal tersebut menunjukkan animo dan antusiasme masyarakat terhadap fashion yang kian membubung, menjadikan tantangan tersendiri bagi penyelenggara acara untuk menghadirkan pagelaran fashion yang berkualitas tinggi dan sebisa mungkin memberikan fasilitas terbaik yang memadai.Lebih dari 300 booths pameran dagang tersedia, 2 fashion runaway yang sangat besar, mini stage serta fasilitas-fasilitas lain yang bisa memanjakan mata para pengunjung.Terdapat dua panggung megah bertema konvensional dan edgy dalam hall yang tampak sombong terbentang menarik perhatian.Lampu-lampu sorot terfokus pada panggung utama, di mana enam model kenamaan tanah air tengah memperagakan busana menawan khas Indonesia yang lahir dari tangan-tangan dingin para desainer profesional yang ikut berpartisipasi meramaikan acara.Adalah Aluminia LaraLumi, salah satu model cantik yang tengah berlenggak-lenggok di atas catwalk, melangkah anggun di barisan depan. Gadis itu mengenakan kain songket berwarna dasar hitam yang disulap menjadi sebuah gaun cantik selutut dengan ekor memanjang di bagian belakang. Taburan swarovski tampak bersinar mengelilingi pinggang saat kilatan kamera mengenainya. Rambut gadis itu dicepol tinggi, menampakkan leher jenjang yang dilingkari kalung platina berbentuk rantai serta bagian bahu kuning langsat yang telanjang. Stilleto merah sewarna lipstik yang ia kenakan begitu pas menghiasi kakinya. Rona merah jambu di pipi menambah kecantikan Lumi, dan matanya yang tajam makin memukau dengan eye shadow gelap terpoles di sepasang kelopaknya.Sederhana nan elegan, merupakan tema yang diangkat oleh desainer busana yang kini Lumi kenakan.Berhenti di ujung depan panggung, Aluminia berpose. Mengangkat dagu, tangan kanan diletakkan di pinggang, dan tangan kiri mengibaskan ekor gaun yang ia pamerkan. Seketika, sorot kamera jatuh pada dirinya, membidik dari ujung kaki hingga kepala. Ratusan blitz yang mengabadikan gambarnya membikin rasa percaya diri gadis itu kian tinggi.Dari ekor mata, ia mendapati seorang pemuda menggenggam sebuket bunga mawar tengah duduk di kursi VVIP dengan tatapan tak lepas dari wajah cantiknya.Aluminia mendengus saat pandangan mereka bertemu. Memutar badan, ia bertukar posisi dengan model yang berdiri di sudut lain dan menampilkan pose berbeda. Terus begitu hingga beberapa kali, sampai akhirnya ia berbalik dan melangkah ke belakang menuju back stage bersama para model yang tadi tampil bersamanya.Kamu memang selalu cantik, Sayang. Suara berat dari balik punggungnya, sukses menghentikan langkah Lumi yang hendak menuju ruang ganti. Ia menoleh dan mendapati Rafdi sudah berdiri dengan membawa mawar serta dua paper bag di tangan.Memutar bola mata, Lumi bersiap melangkah lagi. Tetapi cekalan tangan besar di pergelangan tangan kirinya, membuat ia tak bisa pergi.Lumi, kita harus bicara. Ada bersitan permohonan dalam nada suara pemuda itu.Kita? tanya Lumi, mencemooh. Tatapan tajam ia gulir pada tangan Rafdi yang masih mencekal pergelangannya.Kan, udah putus! Dan sekonyong-konyong, gadis itu menyentak kasar cekalan Rafdi hingga terlepas.Tentang masalah kemarin, aku minta maaf, okey? Rafdi hendak maju selangkah lebih dekat, tapi tatapan runcing Lumi berhasil menurunkan kembali kaki kananya yang sudah terangkat.Menarik napas, Aluminia berbalik. Menghadap Rafdi dan menatapnya lurus-lurus. Semudah itu? tanyanya sarkas. Ada rasa marah setiap kali ia mengingat kejadian minggu lalu. Ia jelas kecewa. Rafdi begitu mudah mengatakan putus hanya karena kalah taruhan. Lalu sekarang, pemuda itu datang untuk sebuah kata maaf dan mengajak kembali?Lumi sakit hati. Jangan harap Rafdi bisa mendapat pengampunan semudah itu.Sayang .... Tangan Rafdi terulur hendak meraih kembali tangan Lumi, tapi rupanya ia lebih cepat menghindar. Mendesah pendek, Rafdi mencoba bersabar. Toh, dirinya masih punya jurus andalan untuk meminta maaf dari Lumi. Lihat ini, Ia mengangkat tangan kirinya yang memegang sebuket mawar dan dua paper bag sekaligus.Memindahkan mawar ke tangan kanan, ia ulurkan bunga itu pada Lumi. Aku bawa bunga kesukaan kamu.Satu alis Lumi terangkat. Dilihatnya bunga yang diajukan Rafdi. Tatapannya terarah pada buku kecil yang terselip di antara kembang mawar yang terangkai cantik.Itu bukan buku biasa, melainkan buku sertifikat deposito. Bunga kesukaan yang dimaksud Rafdi tentu bukanlah mawarnya, melainkan bunga bank yang akan Lumi terima setiap bulan dari deposito atas unjuk yang pemuda itu berikan.Aku juga bawa ini, tangan kiri Rafdi terangkat lebih tinggi. Memamerkan dua paper bag yang sejak tadi ia tengteng, tas Prada keluaran terbaru, sama jam tangan limited edition yang kamu incer.Lumi menelan ludah. Penawaran Rafdi sungguh sangat menggiurkan. Andai kesalahan pemuda itu hanya sekadar ketahuan selingkuh atau ketahuan meniduri perempuan lain, tentu saja Lumi tak akan berpikir dua kali untuk memberikan maaf. Tapi, ini masalah harga diri. Dan harga diri Lumi tak bisa dibeli dengan Rupiah atau Dollar sekali pun.Sorry. Gue nggak tertarik, tuh!Rafdi mengerjap. Spontan kedua tangannya yang terangkat, turun kembali ke sisi tubuh. Lumi biasanya tak pernah menolak jika sudah dihadapkan dengan barang-barang mewah macam yang ia bawa. Atau, ada yang lain yang kamu mau? Dan Rafdi tak akan pernah menyerah. Aku akan kasih apa pun buat kamu.Cuma satu yang gue mau. Bersedekap, Lumi sedikit menelengkan kepala ke kiri. Tatapan remeh ia tunjukkan sebagai bentuk cemooh. Jangan pernah ganggu gue lagi. Setegas biasanya. Begitu memastikan sang lawan bicara tak akan sanggup menjawab, ia pun memutar badan. Meninggalkan Rafdi yang tak akan bisa menariknya menggunakan dua tangan yang terisi benda-benda sogokan. Serta mengabaikan tatapan para model lain, penata rias serta para crew yang terbengong-bengong tak percaya. Melihat betapa mudahnya Lumi menolak benda-benda mahal sepaket dengan pemuda tampan. Dia bagai bidadari turun dari khayangan. Wajahnya rupawan, senyumnya menawan, serta matanya yang selalu penuh binar. Dan, si jelita itu tercipta hanya untuk dimiliki Iron Hanggara seorang.Bagai ada ribuan kembang api bertebaran di dada saat pemikiran itu tercetus. Kebahagiaan membuncah Iron rasakan hanya dengan menatap wajah cantik di hadapannya.Dengan bangga, Iron akan memperkenalkan gadis ini kepada seluruh dunia.Namanya, Cinta Givana Hutama. Yang tak sampai satu tahun lagi, Iron pastikan akan menempati posisi sebagai Nyonya Hanggara. Tinggal menunggu waktu luang kedua orang tuanya untuk mendatangi kediaman keluarga Hutama dan meminta putri mereka.Kenapa senyum-senyum, Pak? Ah ... bahkan dengan mendengar suaranya saja, Iron terbuai. Apa ada yang salah dengan wajah saya?Nggak, kok. Mengulum senyum, tangan Iron bergerak meraih gelas tinggi berisikan cairan oranye yang baru saja diantarkan pelayan. Meminum seteguk, rasa jeruk langsung menginvasi rongga mulutnya, menghantarkan kesegaran hingga ujung kerongkongan. Aku cuma lagi mikir, kapan bisa benar-benar miliki kamu. Ia menambahkan begitu gelas kembali diletakkan di atas meja.Pipi Cinta memanas. Alih-alih menimpali kata-kata manis Iron, gadis itu justru menunduk dalam-dalam sembari menggulung spageti dengan ujung garpu. Sejak pernyataan cinta Iron beberapa bulan lalu, pemuda itu selalu memperlakukannya bak ratu. Menggunakan kata-kata halus saat bicara, dan memberi banyak benda kendati dirinya tak meminta. Membuat Cinta kewalahan menolaknya.Saat ini, mereka sedang berada di sebuah restoran berbintang usai meeting dengan calon investor dari Jepang yang ingin menanamkan modalnya di perusahaan Hanggara Company.Oh iya, habis ini aku nggak ada jadwal, kan? Kita jalan-jalan, ya ....Menelan makanan yang sudah halus dalam mulut, tangan Cinta praktis tergerak meraih tablet di atas meja—tepat di samping piring makannya. Ia mengotak-atik sesaat lalu mendengak menatap Iron. Untuk siang ini, tidak ada, gadis itu mengembalikan tabletnya ke tempat semula, tapi nanti sore ada janji temu dengan Pak Ramli. Perwakilan dari Firma Arsitektur, untuk membahas desain bangunan perumahan elit yang akan dibangun HC di pinggiran kota.Itu kan masih nanti sore, Hun. Tangan kanan Iron yang sedari tadi memegang pisau, bergerak. Hendak meraih tangan kiri Cinta yang untuk digenggamnya erat-erat. Tapi, gadis itu dengan cepat menyembunyikannya ke balik meja dengan gerakan rikuh.Mengerti Cinta tak suka disentuh sembarangan, Iron mendesah. Jadi siang ini kita bisa jalan, kan? Dua alisnya tertarik ke atas, menunggu jawaban. Kita bisa ke pantai, belanja keperluan kamu, atau nonton. Aku suntuk kerja terus.Tapi, Pak—Paham akan penolakan Cinta yang akan. segera dicetuskan, Iron buru-buru memotong, Oke, cukup temani saya ke mal. Bisa, kan?Cinta mengangguk sembari tersenyum kecil. Sekretarisnya ini memang bukan perempuan sembarangan. Saat Iron menyampaikan perasaan dan memintanya sebagai kekasih, Cinta menjawab dengan satu kalimat yang sukses membikin Iron langsung bungkam.Kalau Bapak benar serius, datangi ayah saya, katanya.Cinta memang berbeda. Tidak seperti sekretaris yang ia miliki sebelum-sebelumnya. Semula, Iron bahkan sama sekali tidak tertarik padanya. Tapi, cara Cinta menundukkan pandangan, caranya berbicara, cara bersikap, lama-lama membikin Iron penasaran.I love you. Dan setiap kalimat tersebut terucap dari bibirnya, hati pemuda itu meringis kecil. Ia selalu mengumbar kata cinta, tapi napsu binatangnya pada gadis lain tetap aktif. Terbukti, tadi malam ia masih menyewa salah seorang super model yang terlibat dalam jaringan prostitusi online demi bisa menghangatkan ranjangnya, dengan alasan ia adalah seorang lelaki normal yang memiliki kebutuhan biologis. Sedang Cinta, wanita yang ia harapkan, merupakan gadis baik-baik dari keluarga terpandang pula. Ia terlalu berharga untuk dinodai. Tapi Iron berjanji, setelah janji suci terucap teruntuk gadisnya suatu saat, Iron akan berhenti meminta kepuasan pada wanita murahan di luar sana.Jangan katakan Iron munafik. Karena sejatinya, seberengsek apa pun laki-laki, dia tetap menginginkan perempuan baik-baik sebagai istri. Mana barang gue! ucap Lumi tanpa basa-basi. Belum sepuluh detik ia mendudukkan bokongnya berseberangan dengan wanita berambut burgundy bersetelan seksi ini, gestur tubuhnya sudah menyatakan ingin segera pergi.Yang diajak bicara mengangkat satu alis. Berpikir sesaat sebelum merogoh sesuatu di dalam tas jinjing branded yang ia pangku. Ini.  Wanita itu meletakkan satu tabung kecil ke atas meja beserta selembar kertas ukuran A4 yang dilipat tiga, lantas mendorongnya perlahan mendekat pada Lumi. Tapi sebelumnya, mana bayaran gue?Mendengus, Lumi mengangkat ponselnya yang sedari tadi berada dalam genggaman. Ia memasuki satu aplikasi Elektronik Banking, mentransfer sejumlah uang dari rekeningnya, lalu memperlihatkan bukti pengiriman pada sang lawan bicara.Masih ragu?Alih-alih menjawab, Imelda tersenyum puas. Ia melepas tabung kecil berbahan beling bening itu untuk selanjutnya segera diamankan oleh Lumi. Imel selalu suka bekerja sama dengan Aluminia Lara yang tak banyak bicara. Namun sekali dia buka suara, kau harus menebalkan hati dan telinga. Karena lidah Lumi sama tajam dengan samurai yang mampu menembus jantungmu sekali tusuk.Dasar jalang mata duitan!See?Begitulah Lumi. Andai Imel baru mengenalnya, dia tak akan segan-segan menyumpal mulut Lumi dengan kaus kaki. Tapi setelah dua tahun saling mengenal dan tergabung dalam satu agensi yang sama, sedikit banyak Imel tahu tabiat Lumi yang tak pernah mau repot-repot menjaga reputasi.Kalau gue mata duitan, terus sebutan yang cocok buat lo apa, Say? tanya Imel retoris. Matrealistis?Lumi tak ada minat meladeni. Mengibaskan rambut sebahunya sebagai gestur jengah, ia mendorong kursi duduknya ke belakang, menimbulkan suara decitan pelan akibat gesekan antara lantai dan kaki kursi. Tanpa salam perpisahan, ia berdiri lalu berbalik pergi begitu saja. Imel yang sama tak acuhnya hanya mengedik bahu tidak peduli. Dia justru mengangkat tangan, memanggil pelayan restoran guna memesan makan malam.Selang beberapa menit, kursi di seberang meja Imel kembali berderit. Wanita yang tadi sibuk mengotak-atik ponsel itu mendongak. Satu alisnya tertarik ketika menemukan Lumi yang kembali duduk manis.Ini beneran dari dia, kan? Selalu tanpa basa-basi. Imel mendengus, mulai merasa kesal akan sifat curiga Lumi yang berlebihan.Gue ada videonya juga kalo lo nggak percaya.Kirim ke e-mail gue, sekarang!Imel memutar bola mata. Ia segera melaksanakan titah si Nyonya Wanna Bejulukan yang disematkan Imel dan model satu agensi lainnya pada Lumi.Tapi inget, selesai lo tonton, langsung hapus!Hmmm .... Jam 20:30 masih terlalu pagi untuk Lumi pulang. Namun karena sedang malas clubbing, ia lebih memilih kembali ke rumah. Tubuhnya lelah sekali setelah sesiangan tadi dirinya harus lenggak-lenggok memperagakan busana dalam acara IFW. Gadis setinggi 170 senti itu sangat ingin berlama-lama menenggelamkan diri dalam jacuzzi. Dan berharap kantuk bisa cepat menjempunya ke alam mimpi.Menapaki langkah di ruang tengah, Lumi mendapati keluarganya yang tengah berkumpul bersama. Ada WandiAyahnya, RestiIbunya, GustavKakaknya, dan si bungsu Cintakembarannya. Mereka tampak terlibat obrolan seru, sesekali diselingi kekehan geli saat berhasil menggoda Cinta yang terlihat kelewat bahagia malam ini.Malas bergabung, Lumi melimbai begitu saja. Tak peduli.Kakinya hendak meniti di anak tangga pertama ketika suara berat yang ia kenal sebagai milik Wandi terdengar, berhasil menarik perhatian Lumi.Kapan Iron Hanggara-mu mau datang ke rumah dan meminta kamu secara langsung pada Papa?Iron Hanggara?Tubuh Lumi menegang seketika. Ia ingat nama yang disebut Wandi, nama lelaki brengsek penyebab putusnya ia dan Rafdi.Gadis itu memasang telinga tajam-tajam sembari menginjakkan kaki kanannya kelewat pelan, disusul kaki kiri di anak tangga yang sama. Berhenti sejenak sebelum kembali mengambil langkah sepelan mungkin agar bisa menangkap arah pembicaraan mereka di ruang tengah tanpa dicurigai tengah menguping.Mungkin sekitar bulan Mei, Pa. Tiga bulan lagi, suara Cinta mencicit pelan. Tanpa menoleh pun, Lumi tahu adiknya tengah tersipu.Sementara kening Lumi sudah berkerut-kerut dalam. Mencoba menebak-nebak, apa yang mereka bicarakan sembari mengambil satu langkah kemudian.Jadi, Iron beneran serius mau nikahin lo? suara Gustav menimpaliyang tanpa sadar telah berhasil memaku langkah Lumi di anak tangga ke empat. Bahkan, tangannya mencengkeram birai erat-erat, hingga kuku kelingkingnya bengkok akibat tekanan yang terlalu kuat menusuk birai tangga berbahan dasar besi itu. Dalam kepalanya, berputar berulang-ulang satu kalimat tanya si sulung barusan.Hening beberapa saat. Lumi yakin, Cinta menjawab peryanyaan Gustav melalui gelengan atau anggukan.Ah, berarti sebentar lagi Mama bakal punya mantu, dong? Resty ikut bertanya.Merasa cukup dapat Informasi, Lumi bergegas meneruskan langkah. Lamat-lamat, ia masih bisa mendengar percakapan seputar hubungan Cinta dan Iron dari lantai bawah.Tapi, lo nggak boleh ngelangkahin gue. Gue duluan yang tunangan sama Rency. Jadi, lo kudu belakangan!Ye ... Kakak kan, udah tunangan satu tahun, tapi nggak nikah-nikah juga. Boleh dong, kalau aku langkahin.Enak aja! Di mana-mana, yang lebih tua nikah duluan.Aturan dari mana, tuh? Niat baik kan, nggak boleh  ditunda-tunda.Dan perdebatan antara si sulung dengan si bungsu terus berlanjut hingga Lumi sampai di depan pintu kamar. Suara tawa selaras menyusul kemudian, lalu menghilang seiring bunyi bedebum pintu yang dibanting dari dalam.Tanpa tadeng aling-aling, Lumi melompat ke tempat tidur. Membuat Cattykucing hitam peliharaannyayang sedang bergelung malas di ranjang terlonjak kaget. Buru-buru Lumi merengkuh tubuh kurus Catty, dielus-elus sayang hingga si kucing pulas kembali.Iron ingin meminang Cinta. Begitulah yang dapat Lumi simpulkan untuk sementara.Sekonyong-konyong, bibir tipisnya tertarik memebentuk satu seringai. Ia bergumam pelan, Kayaknya, permainan ini akan sangat menyenangkan. Gadis itu mencondongkan tubuh, mendaratkan satu kecupan di kepala Catty sebelum bergerak perlahan, turun dari ranjang menuju kamar mandi untuk berendam. BAB 2Pertemuan Kedua Senyumnya lebih lebar. Yah, bagus!Cekrek ....Matanya melirik ke kamera. Yap ....Cekrek ....Dagunya angkat sedikit ... sip, satu ... dua ....Cekrek ....Oke! Cukup untuk hari ini. Marco, fotografer muda nan tampan itu menepuk ringan kedua tangannya. Tanda bahwa sesi pemotretan hari ini telah berakhir.Tiga meter di depannya, Lumi mengembuskan napas panjang. Dia merasa tak berbeda dengan manekin yang dipajang di toko-toko baju saat di hadapan kamera. Berganti-ganti pose sesuai keinginan sang fotografer, hingga tubuhnya serasa kaku.Dari arah samping, seorang gadis muda berambut kuncir kuda berlari tergopoh-gopoh menghampiri. Lantas mengulurkan tisu dan air mineral pada Lumi. Alih-alih menerima, Lumi melenggang begitu saja, berjalan menuju tenda tempat istirahat yang telah disediakan oleh para crew untuk kepentingan pemotretan yang pagi ini dilakukan di pantai, bertepatan dengan terbit matahari.Rusli, asisten pribadi Lumi, hanya bisa mendengus pendek akan penolakan modelnya—lagi. Rusli baru dua minggu menjadi asisten model sok cantik yang sialnya benar-benar cantik itu. Asisten sebelumnya sudah Lumi depak lantaran terlambat datang ke lokasi pemotretan selama lima detik. LIMA DETIK. Gila saja!Berlari-lari kecil, Rusli mendekati Lumi yang tengah duduk manis sambil bermain ponsel di kursi lipat. Menarik napas panjang terlebih dulu, ia mulai berkata, Minumnya, Mbak, yang justru dihadiahi delikan tajam.Gue nggak haus! ketus. Tak pernah sekalipun Lumi berkata lembut padanya. Tapi, tak apa. Rusli yakin masih cukup kuat menghadapi manusia macam begini.Menggunakan sisa kesabaran yang sudah menipishampir habisRusli undur diri. Senyum yang sedari tadi nangkring manis di bibirnya, seketika luntur begitu ia berbalik badan. Botol plastik yang tergenggam di tangan kanan, ia remas kuat-kuat hingga menimbulkan bunyi kretek yang tak terlalu kentara, tapi ternyata masih bisa tertangkap oleh indra pendengaran Lumi yang kelewat peka.Nggak usah remas-remas botol! Otomatis, langkah Rusli terhenti mendengar hardikan tajam dari balik punggungnya. Belum sempat ia mengembuskan napas yang sempat dihirup, suara sinis Lumi terdengar kembali, Kalau udah nggak betah kerja sama gue, bilang aja sama Bos.Glek. Remasan Rusli pada botol merenggang, ia waswas sekarang. Pelan-pelan Rusli memutar tubuh, berbalik ke arah Lumi kembali. Sontak mata Rusli melebar, nyaris melompat dari rongganya lalu menggelinding di pasir pantai dan berakhir tenggelam di lautan.Menggunakan otaknya yang cukup genius, gadis itu mulai mengira-ngira, sejauh apa jarak yang terbentang antara ia dengan Aluminia. Jika tak salah hitung, posisinya berdiri dan tempat Lumi bersantai lebih dari lima meter, tapi Lumi masih bisa mendengar suara samar remasan botolnya yang bahkan tak terjangkau telinga Rusli lantaran bunyi debur ombak yang saling bersahutan. Rusli tambah gamang. Sebenarnya, manusia macam apa yang kini tengah ia hadapi.Lagian, gue juga nggak butuh asisten bego kayak lo!Bego katanya? Rusli menggeram tertahan. Lumi benar-benar sudah keterlaluan. Bibir Rusli menipis. Mati-matian ia menahan emosi agar tak menyumpah-serapahi Lumi yang masih duduk tenang dengan ponsel di tangan.  Ia yakin, tanpa wajah cantik dan tubuh menarik, Lumi bukanlah siapa-siapa. Dia bahkan di-DO dari universitas lokal di tahun kedua masa kuliahnya gara-gara bermasalah dengan rektor. Sementara Rusli, gadis itu lulusan Columbia University, cumlaude pula. Andai bukan karena ingin menuntaskan satu misi, Rusli juga tak sudi menjadi asisten model.Menggigit daging pipi bagian dalam untuk mengalihkan amarah agar tak termuntahkan, Rusli membungkukkan sedikit badan, lantas bergumam kata maafsetengah hati. Ia hendak beranjak menjauh dari si model menyebalkan, tapi suara dering ponselnya berhasil menahan kaki Rusli untuk tetap berpijak di tempat semula.Satu pesan masuk.Dari    : RaniDiterima : 09.15Setelah sesi pemotretannya selesai, bilang sama Lumi, disuruh langsung dateng menemui Bos.Rusli mencebik begitu selesai membaca pesan Rani. Sekretaris Bos Damar. Adik pendiri Zera Agency, kantor agensi model yang telah membesarkan nama Aluminia Lara.Ah, Damar ... mengingat namanya saja sukses menghilangkan amarah di hati Rusli. Untuk sekadar informasi, misi yang tengah Rusli jalankan kini adalah merebut hati pemuda itu.Menarik napas untuk stok kesabaran lebih tinggi, ia melangkah setengah menghentak. Beberapa jengkal di hadapan Lumi, senyum palsunya ia pasang lagi. Setelah pemotretan, Mbak diminta menemui Bos. Selesai memberi tahu, Rusli kembali undur diri. Jangan harap Lumi mau menjawab perkataannya. Bibir si Nyonya Wanna Be hanya akan tersenyum dan terbuka dalam dua situasi saja. Di depan kamera, atau di depan orang-orang berkantung tebal. Dan Rusli cukup tahu diri bagaimana penilaian dirinya bagi Lumi. Asisten sama dengan pesuruh (baca: pembantu). Zera Agency merupakan suatu agensi yang menawarkan jasa bagi mereka yang memiliki impian menjadi model atau terjun ke dunia entertaint. Usaha ini di bangun dari nol sejak tahun 2007 oleh Samantha Arega, seorang wanita yang kehilangan adik bungsunya akibat diet terlau ketat demi bisa memiliki tubuh ideal dan bercita-cita menjadi seorang model profesional. Dari sana, Samantha berusaha mewujudkan mimpi sang adik, Zera, dengan membangun sebuah agensi modeling.Pada tahun 2012, Zera Agency mengalami pergantian kepemimpinan. Samantha yang ingin mengabdi pada suaminya setelah menikah, memandatkan satu-satunya adik yang tersisa sebagai pengganti.Di bawah kepemimpinan Damar Arega, karier Zera Agency kian cemerlang. Beberapa artis ternama tanah air yang memulai karier sebagai model adalah jebolan agensi ini. Bahkan di awal tahun 2015, Zera meresmikan sekolah modeling dan akting yang kini sudah memiliki lebih dari dua ratus peserta didik.Sebelum memimpin Zera, Damar tak pernah berpikiran akan bersinggunan langsung dengan model yang berada di bawah naungan agensinya. Tapi ternyata pemikiran itu salah, semenjak kehadiran seorang gadis berparas cantik nan bermata elang bernama Aluminia Lara.Maret 2014, gadis itu bergabung dengan Zera. Memiliki wajah rupawan dan bakat memukau, tentulah memudahkan Zera untuk mencarikan pekerjaan baginya. Hanya dalam kurun waktu satu tahun, Aluminia berhasil mengukir namanya di dunia para model. Tawaran job berdatangan meminta jasanya. Mulai dari peraga busana, model iklan, model video clip, hingga tawaran bermain filmyang ini selalu Lumi tolak.Awal-awal memulai karier, Lumi cukup mampu menyesuaikan diri. Namun setelah satu tahun berlalu, ia mulai menunjukan perangai aslinya. Membuat Remi, Manager Agensi yang ditugaskan untuk mengurusi Lumi, angkat tangan. Ia tak tahan menghadapi sikap gadis itu yang semaunya sendiri dan tak bisa diatur. Beberapa kali mengalami pergantian manager, Lumi tak juga berubah. Terpaksa Damar harus turun langsung, sebab Dendymanager Lumi saat inicuma mau mengurusi masalah keuangan, kerja sama dengan klien, dan jadwal gadis itu saja. Selebihnya, Dendy memilih mundur. Andai gadis itu bukan aset berharga Zera, dengan senang hati akan Damar depak sekarang juga.Lihat saja kelakuannya. Sejak tiga puluh menit lalu Damar berbicara ke sana ke mari sampai mulutnya nyaris berbusa, tapi yang diajak bicara justru sibuk sendiri dengan selulernya. Damar bahkan sudah menarik napas panjang lebih dari sepuluh kali untuk menambah kesabaran. Alih-alih sabar, ia makin emosi.Aluminia, dengarkan saya! geram Damar. Ia mulai tak tahan. Yang ditegur menurunkan ponsel beberapa senti dari depan wajah berdempul make up dan menatap pemuda itu skeptis. Hanya beberapa detik, dan Aluminia kembali men-scroll down layar, meneruskan membaca komentar para followers atas hasil foto tadi pagi yang ia upload di Instagram.Gue denger, kok! jawab Lumi, tak acuh. Damar tak tahan. Serta-merta ia mengebrak meja berlapis kaca di hadapannya sekuat tenaga sebagai peringatan. Bukan merasa takut, Lumi justru melirik sebal.Simpan ponselmu! Dan dengarkan saya! Damar ngos-ngosan. Berbicara dengan model ini, lebih melelahkan ketimbang lari maraton satu Km. Kendati berdecak tak suka, Lumi menurut. Ia meletakkan ponsel pintarnya di atas meja. Kedua tangan ia lipat di dada, bersiap mendengar ceramah panjang dari sang atasan.Mengatur napas sekali lagi, Damar kembali bicara, Apa yang kamu lakukan pada syuting iklan sabun kemarin?Nggak ada.Nggak ada! nada suara Damar naik satu oktaf. Lalu kenapa pihak PT. Pintagen mengatakan, kamu telah melanggar kontrak dan mereka meminta ganti rugi?Lumi mengedip sekali. Ia mengetukkan jari telunjuknya di dagu dengan gerakan konstan. Tampang polosnya membikin Damar tambah geram. Mmm ... mereka minta adegan gue mandi dengan menggunakan produk sabun mereka. Ia menjawab tanpa dosa.Dan kamu menolak?!Lumi mengangguk, kendati ia tahu Damar sudah mendengar cerita utuhnya baik dari pihak klien maupun dari Rusli. Gue cuma bilang, aroma sabun produk mereka nggak enak. Bau kemenyan. Jelas gue nolak, dong.Sinting! Damar mengusap wajah kasar. Ditatapnya Lumi tajam, mencoba mengintimidasi meski gagal. Kamu tahu, kelakuan bodohmu itu berdampak kerugian bagi kita. Jeda dua detik, Damar gunakan untuk bernapas. Perhatiannya tak lepas dari Lumi yang kini sibuk memerhatikan kutek biru yang berlapis di kukunya. Tidak seharusnya kamu menghina produk mereka!Gue cuma bilang yang sebenernya. Cara bicara Lumi yang acuh tak acuh, membuat sekujur tubuh Damar terasa gatal. Ia kehilangan kata-kata menghadapi gadis ini.Jika kelakuanmu terus begini, kariermu tidak akan bertahan lama!Lumi menguap kecil. Ia berhenti memerhatikan kuku-kuku runcingnya dan menanggapi kecaman Damar, santai, Gue nggak ngarep bisa bertahan lama di dunia intertaint. Dan Damar benar-benar kehilangan kata-kata. Pemuda itu sampai harus menggigit daging pipi bagian dalamnya supaya tak mengabsen seluruh nama penghuni binatang di Ragunan.Memukul-mukulkan kepalan tangan sedikit keras pada paha, Damar menurunkan punggungnya ke sandaran kursi. Ia memejamkan mata sejenak sembari menarik dan mengeluarkan napas panjang-panjang. Ia pusing sendiri memikirkan bagaimana cara agar Lumi bisa menurut.Dirasa dadanya sudah cukup menuai pasokan oksigen, ia membuka mata, lantas menegakkan tubuh kembali. Ketenangan dan aura tegas terpancar saat menatap Lumi yang juga balas menatapnya malas-malasan. Mulut Damar membuka, hendak bicara lagi, tapi suara derit pintu menginterupsi, menarik perhatian.Ups, sorry. Gue nggak tau kalo lo lagi nerima tamu.Lumi menegang kala suara berat itu terdengar dari balik punggungnya. Gerakan mata yang tadi meliar, terhenti pada raut wajah Damar yang kini mengulum senyum dipaksakan pada seseorang di belakang sana.Oh, Iron! Damar menyahut. Tunggu aja di sofa. Biar gue nyelesain urusan gue, bentar. Dan dari cara bicara serta gestur tubuhnya yang begitu santai, Lumi tahu, Damar memiliki hubungan yang cukup akrab dengan seseorang yang dari bunyi derap kakinya tengah melangkah ke arah sofa tamu yang berada di sudut barat ruang kerja Si Bos.Oke, Aluminia ... sampai di mana kita? Damar melipat tangan di atas meja. Kembali memusatkan perhatian pada sang lawan bicara. Lumi yang mendadak hilang fokus, mengerjap beberapa kali.Karier gue berakhir.Kepala Damar mundur dengan lipatan samar tercetak di kening. Maksud kamu?Menyadari kesalahan, Lumi berdehem pelan. Ia tidak bisa melanjutkan obrolan jika pikirannya melayang pada orang ketiga yang duduk di sudut lain dalam ruangan ini. Kita bicara lagi nanti. Gadis itu meraih ponselnya, memasukkan ke dalam tas, lantas berdiri. Urus dulu tamu lo.Mendengar dirinya diikutsertakan dalam pembicaraan, Iron mendongak dari majalah fashion yang kini ia baca. Matanya menyipit memandangi visualisasi lawan bicara Damar dari samping, dan makin sipit kala gadis itu menoleh.Iron Hanggara, kan? Ketika gadis itu melangkah anggun menujunya, spontan Iron melipat majalah di atas pangkuan dan melempar begitu saja. Ia bangkit berdiri, menyambut uluran tangan Lumi dengan senyum nakal.Ya ... dan, lo? Iron sengaja mengantung kalimat tanyanya. Tangan kecil yang ia jabat dielus ringan, bermaksud menggoda. Matanya menelusuri tubuh Lumi secara terang-terangan, mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki. Gadis ini tampak familier sekali.Aluminia Lara. Lumi mengedip genit, menanggapi godaan Iron. Damar yang jengah akan aksi dua manusia lain dalam ruangannya, berdehem keras. Berhasil membuat Iron dan Lumi saling melepas jabatan tangan mereka diiringi dengusan pendek.Kayaknya kita pernah ketemu, Iron memulai. Ia tak mungkin rela menyia-nyiakan gadis semenarik ini. Pemuda itu maju selangkah, menunduk menghadap Lumi dan mendekatkan bibir sejajar dengan telinga gadis itu. Apa kita pernah menghabiskan malam bersama?Napas Lumi tertahan sejenak. Tangannya mencengkeram handbag dalam genggaman. Ia marah, bukan karena Iron lupa akan kejadian malam pada bulan februari lalu, melainkan karena pemuda itu telah merendahkannya sedemikian rupa.Menghabiskan malam bersama? Bukankan itu pertanyaan menghina?Aluminia merupakan seorang model. Bukan pelacur.Mengangkat gigi geraham atas yang menekan kuat pada geraham bawah, Lumi mengulum senyum manis. Tangannya mendarat di dada Iron, mendorong perlahan pemuda itu agar menjauh dengan gerakan sensual.Bisa jadi, desahnya. Menepuk bahu Iron pelan, seolah membersihkan kotoran tak kasatmata di sana.Dan mungkin kita bisa ketemu lagi di malam-malam selanjutnya. Iron menangkap tangan kanan Lumi dari pundaknya, mendekatkan pada bibir dan memberi kecupan ringan. Damar yang menyaksikan adegan itu, memutar mata malas.Iya. Lain kali. Lumi menarik tangannya kembali. Senyumnya memanis. Dan jangan menyesal saat malam itu tiba.Ternggorokan Iron tercekat begitu nada penuh janji itu terucap dari bibir Lumi. Entah mengapa, Iron merasa ucapannya lebih kepada sebuah ancaman. Belum sempat kata iya terlontar sebagai bentuk kesanggupan, Lumi lebih dulu melenggang pergi setelah mendaratkan kecupan di pipi.Kalian saling kenal? Pertanyaan Damar berhasil memutus arah pandang Iron pada pintu ganda yang sudah menutup, tempat di mana Aluminia menghilang dari pandangan. Iron menoleh seraya mendesah pendek, lalu duduk kembali.Kayaknya, nggak. Tatapannya mengikuti gerak-gerik Damar yang tengah menuangkan cairan hitam dari coffee maker yang bersebelahan dengan dispenser, tepat di samping sofa. Tapi, mukanya familier, lanjutnya seraya menerima cangkir putih yang Damar sodorkan.Iyalah, familier. Dia model, Man.Tapi, kayaknya dia nggak buruk buat diajak seneng-seneng. Iron memaksakan satu seringai kecil, mengabaikan rasa waswas yang mendera sejak mendengar kalimat terakhir Lumi tadi. Pemuda itu menyeruput kopinya perlahan, kemudian meletakkan cangkir ke atas meja.Gue peringatin sama lo, Damar menandaskan sisa kopi dari cangkirnya sendiri. Wajah jenakanya berganti ekspresi sungguh-sungguh, jangan macem-macem sama Aluminia. Tangannya terangkat ke udara saat bibir Iron bergerak ingin meyela. Dia berbahaya.Dan Iron tak bisa menelan ludah semudah ia menelan cairan kopi. BAB 03Permainan Dimulai Lumi bedecak kesal. Untuk kali ketiga dalam lima menit ini, ponselnya berdering nyaring. Dia yang tengah duduk bersila sembari membaca majalah The Girls terbaru dengan cover wajahnya secara close up, meraih benda pipih persegi di atas coffee table, membaca id caller sekilas, lantas menggeser icon merah.Tak penting mengangkat telepon dari Rafdi.Setelah men-silent ponsel pintarnya, Lumi kembali menaruh benda itu ke tempat semula, kemudian lanjut membaca.Lumi! Yang dipanggil mendengus pendek mendengar suara lembut menyuarakan namanya. Detik kemudian, ia merasakan sisi kosong sofa panjang tempat duduknya melesak ketambahan beban.Mau? Aroma kentang goreng menggelitik hidung. Lumi melirik sekilas dan mendapati Cinta menyodorkan sepiring stik potato, menawari. Bibir Lumi mengernyit tak suka. Sesuatu dalam perutnya terasa bergejolak lagi, tapi mati-matian ia tahan. Malas bolak balik ke kamar mandi seperti subuh tadi, kalau pada akhirnya hanya cairan bening yang dimuntahkan. Dari kemarin Lumi merasa tak enak badan, barangkali karena masuk angin lantaran dua hari lalu ia baru menyelesaikan sesi pemotretan under water yang nyaris menghabiskan waktu tiga jam dalam air kolam. Makanya hari ini gadis itu tak bekerja dan men-cancel semua jadwal.Cinta yang lagi-lagi diabaikan, hanya tersenyum kecil. Sudah maklum menghadapi sikap tak acuh Lumi sejak sepuluh tahun terakhir. Tumben hari sabtu kamu nggak ada kegiatan? tanya Cinta ramah. Gadis itu meletakkan piring stiknya tak jauh dari ponsel Lumi setelah mencomot beberapa dan mulai memakan satu per satu....Kamu lagi cuti atau libur? Emang model kerjaannya nggak tentu, sih. Tapi pasti seru banget, ya? Tiap hari kerja di tempat berbeda dan ketemu orang-orang baru. Nggak kayak aku yang cuma duduk di balik meja doang .... Cinta terus berbicara di antara kunyahannya. Kendati ia tahu, sampai mulut berbusa pun Lumi tak akan menanggapi.Gustav yang sedang melintasi ruang tengah memutar mata jengah saat tak sengaja mendengar ocehan adiknya. Ia berhenti beberapa meter dari undakan tangga dan berujar sarkas, Ta, daripada lo ngomong sendiri, mending ke kamar gue. Kita bisa nobar di atas aja.Cinta menelan sisa-sisa kunyahan dalam mulutnya sebelum menoleh pada Gustav sambil nyengir lebar. Aku lagi cerita-cerita sama Lumi, nih! Ia menggeser posisi duduk lebih dekat dengan Aluminia, lalu menepuk sisi sebelah. Ayo dong, Kak. Gabung bareng kita.Gue mah, ogah ngobrol sama batu. Gustav sengaja menekan akhir kalimatnya. Mendelik pada Lumi yang tampak asyik sendiri. Seolah bukan dia yang dibicarakan.Berdecak kesal, si sulung Hutama meneruskan langkah menuju tangga. Membiarkan Cinta ngobrol sendiri dengan seonggok arca di sampingnya.Jangan dengerin Kak Gus, ya. Cinta bicara lagi begitu tubuh tegap Gustav menghilang. Kamu kan tahu sendiri, mulutnya nggak pernah disekolahin.Jengah, Lumi menutup kasar majalah yang tak lagi terasa menarik. Kupingnya panas mendengar kicauan Cinta pagi-pagi. Melempar majalah sembarangan, ia meraih ponsel di meja lalu berdiri. Gadis itu melenggang begitu saja, meninggalkan Cinta yang mengikuti gerakannya dengan tatapan nanar. Cinta merindukan Lumi yang dulu, terlepas dari masalah keluarga mereka yang tak berkesudahan. Namun Cinta bisa apa, saat hanya ia seorang yang mau berjuang demi ikatan persaudaraan mereka. Tidak dengan Lumi yang memilih menyerah dan membiarkan seluruh keluarga membencinya.Lumi, panggil Cinta pelan. Aluminia pura-pura tak mendengar. Tetap melangkah menaiki undakan tangga, hendak kembali ke kamar. Nanti malem jangan ke mana-mana, ya. Aku mau kamu ikut hadir dalam  acara lamaranku. Hueek ... hueek ... hueek ...!Lumi menunduk di depan wastafel. Berusaha memuntahkan apa saja yang tertampung dalam perut. Namun yang keluar hanya sedikit cairan bening.Tubuh Lumi yang sudah melemas, jatuh terduduk di lantai kamar mandi. Ia tak lagi punya tenaga untuk bangun. Bahkan suara gedoran pintu dari luar kamar tidak diacuhkannya.Tak lama berselang, pintu kamar mandi terbuka. Menggunakan tenaga yang tersisa, Lumi berusaha menggerakkan tulang lehernya, mendengak demi bisa memastikan siapa yang telah lancang memasuki kamarnya tanpa izin.Ya Allah, Non ....Bi Sumana.Lumi mendengus. Ia ingin marah, tapi tak mampu. Tubuhnya terlalu lemah. Jadilah gadis itu cuma menyipit tajam. Mengintimidasi asisten rumah tangga yang sudah hampir tiga puluh tahun mengabdi pada keluarga ini.Non Lumi, kenapa? Mengabaikan tatapan tajam sang nona majikan, Bi Sumana tergopoh menghampiri Lumi. Membantu gadis itu berdiri.Jangan cerewet deh, Bi! geram Lumi tak suka.Dengan telaten, Bi Sumana memapah tubuh kurus tinggi Lumi hingga mencapai ranjang. Membantunya berbaring lalu menyelimuti penuh kasih sayang. Wanita empat puluh tujuh tahun itu hendak meletakkan punggung tangannya di kening Lumi untuk memeriksa suhu tubuhnya, tapi justru mendapat tepisan kasar.Jangan sentuh gue pake tangan kotor lo! Lumi membentak. Ia yang tadinya akan memejamkan mata, membatalkan niatnya demi memelototi Bi Sumana. Bahkan gaji lo sebulan pun nggak akan mampu bayarin satu kali perawatan kecantikan gue!Bibi cuma ngecek aja kok, Non. Bi Sumana tersenyum keibuan, terlalu kebal terhadap bentakan nona yang satu ini. Takutnya, Non Lumi kena demam.Ck! Bawel lo, ya! Lumi mengubah posisi tidurnya menjadi duduk. Selimut yang ia kenakan melorot hingga perut. Serta-merta kedua kelopaknya menutup kala campuran rasa sakit dan berputar-putar menyerang dua sisi kepalanya secara tiba-tiba.Eugh .... Dan Lumi memilih untuk merebahkan tubuhnya kembali, tak sanggup menegakkan badan lama-lama.Non Lumi istirahat aja, dulu. Bersitan rasa kahawatir tersirat dalam nada suara Bi Sumana. Marah-marahnya ditunda aja, sampai Non sembuh. Ia kembali menyelimuti tubuh Lumi. Tapi, gadis tak tahu diri itu kembali menepis kasar tangan Bi Sum.Pergi! usirnya dengan mata menutup rapat. Kernyitan dalam di kening Lumi membuat Bi Sum prihatin. Sebagai seorang yang menyaksikan tumbuh kembangnya sedari bayi, tentulah Bi Sum teramat mengenal anak asuhnya ini. Dan seberapa kasar pun perlakuan Lumi, tidak pernah Bi Sum ambil hati.Tak ingin membuat Lumi kehabisan tenaga di saat Kondisi tubuhnya menurun, Bi Sum mundur selangkah. Tatapannya tak lepas sedikit pun dari wajah catik Aluminia yang pucat pasi. Dari tadi pagi Non Lumi belum makan. Bibi masakin bubur dulu, ya.Satu menit menunggu, Bi Sum tak dapat jawaban. Yang ia tahu, diamnya Lumi berarti iya. Buru-buru wanita itu undur diri untuk memasakkan makanan yang sudah dijanjikan.Begitu pintu tertutup dari luar, Lumi membuka matanya kembali. Ia melirik ke seluruh penjuru kamar, tersenyum kecil saat mendapati Catty sedang menjilati ekornya sendiri di dekat meja rias.Cat .... Lumi memanggil dengan nada lemah. Catty yang sudah sangat mengenali suara majikannya itu pun menoleh. Ia berhenti menjilat-jilat ketika melihat tangan Lumi terulur, memintanya ikut naik ke atas ranjang. Dan dengan patuh, Catty berlari kecil menuju Lumi lalu bergelung nyaman di sisinya.Bulu lebat kucing hitam bertubuh kurus itu terasa lembut dalam dekapan Lumi. Hanya dengan mengelus tiga kali punggung Catty, ia sudah begitu lelap memasuki alam mimpi.Suara kenop pintu yang terbuka setengah jam kemudian, menarik paksa Lumi dari lelapnya. Hidungnya mengeryit tak suka ketika membaui aroma pekat tempe dan daging ayam yang makin lama makin membuatnya mual.Cepat-cepat ia menoleh. Kemarahannya muncul lagi ke permukaan saat melihat Bi Sum mendekati ranjang dengan senyum lebar.Stop di sana! Tangan Lumi maju ke depan dengan kelima jarinya yang merentang. Sementara tangan lain menutup hidung agar tak lagi membaui aroma memuakkan yang berasal dari nampan yang Bi Sum bawa.Mendapati reaksi aneh Lumi, otomatis pergerakan Bi Sum terhenti. Dari ekspresinya saja, Bi Sum tahu, Lumi akan memarahinya lagi.Alih-alih marah, Lumi buru-buru melompat turun, berlari menuju kamar mandi. Detik selanjutnya, suara muntahan terdengar samar-samar.Khawatir, Bi Sum meletakkan nampan persegi yang dibawanya ke nakas. Segera ia menyusul Lumi kemudian.Ya ampun, Non .... Kendati tahu Lumi akan mengamuk jika dirinya lancang menyentuh, Bi Sum tak peduli. Ia mengambil tempat di sisi kiri Lumi lalu memijit tengkuknya perlahan. Anehnya, Lumi tak menghindar. Barangkali ia terlalu lelah, terbukti dari cara bernapasnya yang ngos-ngosan.Selesai mencuci mulut, Lumi berjalan gontai keluar dari kamar mandi dengan bantuan Bi Sumana. Tiga meter dari tempat tidur, kaki gadis itu terhenti berayun. Indra penciumannya yang sensitif menangkap bebauan itu lagi. Segera Lumi mengapit hidungnya rapat-rapat.Bibi bawa makanan apa? tanyanya tajam. Tatapan keji, ia arahkan pada wanita paruh baya bertubuh tambun dengan tinggi badan sebatas pundak yang masih mengamit lengannya.Dengan tampang polos, Bi Sum menjawab, Bubur ayam kesukaan Non Lumi.Kenapa bau begini? Ia masih mempertahankan nada tingginya.Ah, ndak mungkin toh, Non. Bi Sum melepaskan lengan Lumi perlahan. Ia melangkah mendekati nakas sembari melanjutkan kalimatnya barusan. Lha, wong, Bibi masaknya kayak biasa, kok. Ia mengangkat nampan berisi semangkuk bubur dan segelas air putih, hendak kembali mendekat. Tapi cepat-cepat gadis itu menghidar ke sudut ruangan.Jauhin makanan laknat itu dari gue, Bi! titahnya. Bukannya menurut, Bi Sum justru bergeming dengan kening berkerut bingung.CEPAT BAWA PERGI, BI! teriak Lumi berang. Alis dan bibirnya menukik, siap mencacah Bi Sum dengan kata-kata dan umpatan kasar bila wanita paruh baya itu tetap bebal.Tapi, Non Ucapan Bi Sum terputus kala melihat tubuh Lumi berputar dan kembali berlari menuju arah kamar mandi sambil membekap mulutnya.Non Lumi nggak mungkin hamil, kan? Dan pertanyaan spontan yang keluar dari bibir Bi Sumana, sukses memaku kaki Lumi di ambang pintu. Gejolak yang tadi siap menguras isi perutnya, surut seketika.Menelan ludah, gadis itu berbalik badan seraya bertanya gamang, Maksud Bibi, apa? Ugh, ini mendebarkan. Sangat mendebarkan. Iron tak pernah merasa sebegini gugup selama hidupnya. Malam ini untuk kali pertama, ia duduk gelisah di hadapan seseorang dan merasa sangat terintimidasi, padahal orang yang ditakutinya kini tengah mengobrol santai dengan sang papa. Entah apa yang mereka bicarakan, karena yang telinga Iron dengar hanyalah bunyi gemuruh yang berasal dari dalam dadanya.Menggunakan ekor mata, ia melirik Cinta yang duduk diapit oleh Tuan dan Nyonya Hutama di sofa panjang seberang meja. Gustav yang menempati sofa single, sesekali menimpali obrolan ringan ayahnya dan ayah Iron, Subhan Hanggara. Sementara ibu Iron, Nyonya Rosaline, wanita kelahiran Canada yang memang tak banyak bicara itu hanya tersenyum menanggapi obrolan para pria dan tertawa kecil sesekali. Begitu pun dengan Nyonya Resti.Merasa diperhatikan, Cinta yang sedari tadi sibuk menekuri meja, mendongakkan kepala. Tatapannya lansung jatuh pada Iris cokelat terang Iron. Senyum simpul gadis itu suguhkan pada lelaki yang malam ini datang untuk meminang.Gustav yang diam-diam memerhatikan dua sejoli itu, memberi kode pada orangtuanya dan orang tua calon adik iparnya, bahwa dua manusia yang tengah dimabuk asmara di antara mereka sedang asyik sendiri.Serempak, dua pasangan paruh baya itu mengikuti arah pandang Gustav. Senyum geli terbit di bibir mereka.Tak kuat menahan gemas akan sikap Cinta dan si calon menantu, Tuan Hutama berdehem pelan, tapi berhasil memecah kesadaran Iron. Laki-laki muda itu mengedip sekali sebelum menoleh pada sang tuan rumah. Saat pandangan mereka bertemu, jantung Iron benar-benar sudah menggelepar dalam perut, bergabung dengan usus-usus dan menciptakan gejolak aneh di sana.Jadi, Nak Iron, Tuan Hutama memulai sesi serius malam ini. Iron menahan napas di tempatnya duduk, ada kepentingan apa, hingga malam ini kamu datang kemari bersama kedua orang tuamu?Iron yakin, sebenarnya Tuan Hutama sudah mengetahui niatnya mendatangi kediaman beliau. Tapi, kenapa harus bertanya segala? Tak tahukah Wandi, saat ini, untuk menelan ludah pun terasa lebih sulit ketimbang menelan sebongkah batubaginya. Tapi demi keformalan pertemuan dua keluarga, ia pun menjawab dengan deheman pelan lebih dahulu.Begini, Om .... Iron berhenti sejenak saat merasa suaranya sedikit bergetar. Ia berdehem sekali lagi,  berharap gugupnya berkurang. Saya datang kemari bersama kedua orangtua saya, bermaksud untuk meminang putri Om dan Tante. Diliriknya Cinta yang sudah kembali menunduk dalam.Sekadar informasi, cepat-cepat Iron mengembalikan fokus pada ayah gadisnya, begitu suara bass Wandi terdengar memenuhi ruang tamu. Ia mengerjap beberapa kali, menahan diri agar tak terus-terusan menatap Cinta yang kini terlihat lebih cantik dari biasanya, saya memiliki dua orang putri. Yang manakah yang ingin kamu lamar, Nak?Iron tahu, Cinta merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Dia memiliki kembaran, meski selama ini tak pernah dikenalkan. Iron juga tak terlalu peduli siapa kembaran Cinta, kendati jika dipikir ulang, sebenarnya cukup aneh bila di acara penting macam ini kembaran Cinta tak ada. Lebih-lebih, dalam foto keluarga yang menggantung indah di sisi utara dinding ruang tamu pun, yang terpotret hanyalah wajah Tuan dan Nyonya Hutama, beserta Gustav dan si bungsu.Yang ingin saya lamar, tentu saja gadis cantik yang duduk di samping Om sekarang, jawab Iron mantap. Spontan Cinta mengangkat kepala, memperlihatkan dua belah pipinya yang merona. Senyum Iron melebar melihatnya.Kamu dengar itu, Cinta? tanya Wandi pada sang putri. Apa jawabanmu? Bersediakah kamu menerima Nak Iron?Tanpa menoleh pada Wandi, Cinta mengangguk malu-malu. Bukan hanya Iron saja, sejujurnya ia juga gugup sekali malam ini.Mendapat jawaban positif, praktis Iron merasa luar biasa lega. Dan lima orang lain dalam ruangan tersebut ikut tersenyum bahagia.Om nggak harus memperjelas jawaban putri Om, kan? canda Wandi, yang dibalas Iron dengan menggaruk tengkuknya, salah tingkah. Jadi, bagaimana menurutmu, Han? Ia beralih pada calon besannya. Putramu sudah melamar putriku. Kapan sebaiknya kita langsungkan pertunangan mereka?Secepatnya. Kalau bisa bulan ini, jawab Subhan mantap.Saya tidak setuju, sela satu suara dari samping Subhan, berhasil mengagetkan semua orang yang berada di sana. Bahkan senyum Cinta yang mengembang sejak tadi, ikut luntur seiring dengan penolakan Iron.Kenapa? tanya Wandi defensif. Bersitan amarah tersirat dalam ekspresi wajahnya. Takut bila iron hanya ingin mempermainkan putrinya saja.Saya ingin langsung menikahi Cinta.Sesaat, suasana menjadi hening. Terperangah. Tak menyangka akan permintaan konyol Iron yang rupanya sudah tak sabar untuk mempersunting Cinta. Detik berikutnya, suara tawa Gustav membahana, disusul tawa-tawa lainnya. Muka Cinta makin merah. Tak menyangka Iron begitu terburu-buru.Oh, Tuhan ... Iron! Gustav sampai memegangi perutnya yang terasa sakit. Ia saja yang sudah bertunangan selama dua tahun, tak ingin cepat-cepat menikah. Sedang si Iron, baru melamar sudah meminta segera dinikahkan.PRAAANGGG ...!Suara pecahan kaca yang berasal dari lorong dapur, sukses menghentikan tawa orang-orang di ruang tamu. Serempak, mereka menoleh. Dan berbagai ekspresi muncul begitu mendapati suara pecahan tersebut bersumber dari nampan dan gelas yang Lumi jatuhkan.Tuan dan Nyonya Hutama serta Gustav saling berpandangan sejenak. Ada kekhawatiran dalam mimik wajah mereka. Takut jika Lumi berbuat ulah lagi, seperti yang dilakukannya di acara pertunangan Gustav dulu.Tuan dan Nyonya Hanggara hanya mengeryitkan kening. Merasa cukup familier dengan wajah Lumi, tapi juga tak mengenalnya.Cinta sendiri semringah. Senang karena Lumi mau meluangkan waktu untuk acara malam ini, meski harus membawa kehebohan serta.Berbeda dari yang lain. Iron justru terpaku. Suara debum jantungnya yang tadi mereda, kembali berulah dengan tempo lebih cepat, seolah meminta dikeluarkan dari rongga dada.Ia tak mungkin lupa pada gadis ini. Model cantik yang ditemuinya bulan lalu di Zera Agency. Juga wanita yang sempat ia goda.Jangan bilang, jika Aluminia ini adalah ...Mereka tidak boleh menikah! seru Lumi tanpa tadeng aling-aling.Senyum Cinta mendadak musnah.Orangtua Iron makin kebingungan.Tuan-Nyonya Hutama serta Gustav segera berdiri dari tempat duduknya. Bersiap menghalau Lumi yang mungkin akan mengacaukan segalanya.Apa maksudmu? Iron ikut berdiri. Ia mengabaikan rasa waswastakut Aluminia membocorkan pertemuan mereka di Zeradengan melesatkan tatapan penuh intimidasi.Berhenti membuat ulah, Lumi! seru Wandi. Ia hendak mengambil satu langkah, tapi tertahan lantaran suara Lumi lebih dulu menyela.Iron dan Cinta nggak boleh nikah, Pa. Karena sekarang ..., gadis itu mengelus perut ratanya secara dramatis, aku sedang mengandug anaknya! 04POSITIF Kelopak mata Lumi terbuka secara perlahan. Suara gelak tawa yang terdengar dari lantai bawah sedikit mengusik tidur siangnya yang kebablasan. Memegangi sisi kiri kepala yang masih terasa pening, gadis itu menegakkan punggung sembari menurunkan kedua kakinya menapaki lantai. Ia mengernyit kala tatapannya mengarah pada jendela kamar yang terbuka. Suasana di luar sudah gelap.Teringat sesuatu, buru-buru Lumi meraih ponsel di nakas, mengecek waktu saat ini. Jam 20:00, berarti ia tertidur selama tujuh jam. Luar biasa.Tak ingin membuang waktu lebih lama, ia pun menuju kamar mandi. Malam ini akan ada kejutan besar, jadi tak boleh tampil berantakan. Setelah berganti pakaian dan memoles wajah dengan make up sampai pucatnya tersamarkan, gadis itu keluar. Dari teralis lantai dua, Lumi menyaksikan keakraban dua keluarga yang tengah bercengkerama di ruang tamu. Tatapan mata Lumi tertuju pada Cinta yang tampak malu-malu. Rona bahagia terpancar jelas dari raut wajahnya.Dari semua anggota keluarga, hanya Cinta yang belum sekali pun Lumi ganggu, karena kembarannya itu tak pernah mencari masalah dengannya. Tapi malam ini, Lumi harus mengeraskan hati menyakiti Cinta. Tidak, bukan menyakiti. Menyelamatkan, mungkin? Aluminia tahu, Iron Hanggara merupakan laki-laki sejenis Rafdi yang tak pernah bisa bertahan dengan satu wanita. Dan Cinta pantas mendapatkan yang lebih baik darinya.Laki-laki berengsek hanya untuk perempuan berengsek pula.Memalingkan pandangan, Lumi melangkah menuruni tangga. Ayunan ringan kakinya membawa gadis itu menuju dapur.Biar gue yang nganter minumannya ke depan.Bi Rahma melonjak kaget mendengar suara salah satu majikannya secara tiba-tiba. Wanita berdaster batik itu memutar badan dan mendapati sosok Lumi yang sudah berdiri angkuh, bersandar pada kusen pintu. Non Lumi! serunya pelan. Bibi bisa sendiri kok, Non. Ia menolak halus, tahu pasti bahwa Lumi bukanlah tipe majikan baik hati yang bersedia membantu pekerjaan asisten rumah tangga—kecuali ada sesuatu yang ingin gadis itu perbuat. Semacam memberi obat pencahar dalam minuman untuk para tamu, seperti yang pernah ia lakukan pada teman-teman Nyonya Resti beberapa bulan lalu.Ah, bawel! Tak mengindahkan penolakan Bi Rahma, Lumi bergegas menghampiri meja bar dan menyambar nampan dengan tujuh gelas berkaki tinggi berisikan cairan berwarna oranye.Tapi, Non .... Bi Rahma berusaha menghadang langkah Lumi. Tapi hanya dengan pelototan tajam dari sang nona majikan, keberanian Bi Rahma menciut. Dengan berat hati ia melangkah ke samping, menyingkir dari hadapan Lumi dan membiarkan gadis itu melenggang pergi.Iron ingin langsung menikahi Cinta. suara tegas dan lantang itu memaku langkah Lumi empat meter dari posisi pertemuan dua keluarga. Gelak tawa yang menyusul setelahnya, mengundang kerutan samar di antara kedua alis Lumi. Entah bagian mana yang terdengar lucu hingga Gustav bisa terpingkal begitu, pun dengan anggota keluarga lainnya yang juga ikut menertawakan penegasan Iron.Oh, Tuhan ... Iron! Gelak tawa Gustav kian menjadi. Lumi yang keberadaannya masih belum disadari, memutar bola mata ke atas. Jengah akan pemandangan indah di depan sana.Merasa saat ini merupakan waktu yang tepat untuk menghancurkan suasana hangat yang tercipta, Lumi berdehem pelan sembari mengubah ekspresi wajahnya. Gadis itu menghitung mundur.Tiga ...Dua ...SatuLalu,PRAAANGGGG ...!Permainan dimulai.Lumi melepas nampan yang dibawanya. Bunyi gaduh yang ia sengaja, praktis menghentikan tawa mereka. Dan kala semua orang menoleh, raut terkejut Lumi pasang di wajah. Dalam hati, ia tertawa puas melihat tampang para manusia-manusia itu, lebih-lebih Iron yang tampak paling terkejut.Mereka tidak boleh menikah! katanya dengan nada rendah. Mulai berakting menjadi sosok Cinderella yang lemah dan terintimidasi.Mendengar penuturannya, Tuan dan Nyonya Hutama lantas berdiri, diikuti Iron pada detik berikutnya. Sekilas, Lumi sempat melihat perubahan ekspresi Cinta yang begitu kentara. Kecerahan di wajahnya berganti mendung seketika.Apa maksudmu? sergah Iron tajam. Andai tatapan bisa mematikan, dapat dipastikan tubuh Lumi sudah terkapar tak berdaya di lantai.Berhenti membuat ulah, Lumi! teguran Wandi tak Lumi hiraukan. Gadis itu justru membalas tatapan Iron dengan kedipan polos tanpa dosa.Iron dan Cinta tidak boleh menikah! Ia mengulang kalimat sebelumnya dengan nada lebih tinggi. Karena, sekarang..., perut ratanya yang sedari pagi bergejolak, ia elus dramatis, aku mengandung anaknya.Bagai tersambar petir di siang hari, Cinta terperangah. Secepat gerak lehernya bisa berputar, ia mengarahkan mata pada Iron yang sama terkejutnya. Pun Tuan dan Nyonya Hanggara yang sudah membelalak, tak percaya sekaligus kaget akan penuturan gadis yang tiba-tiba muncul di tengah-tengah acara keluarga mereka.Aluminia! seru Wandi dan Resti, murka. Gustav bergerak maju, siap melayangkan tamparan pada Lumi andai ia tak mengingat ada siapa saja dalam ruangan ini.Tutup mulutmu, Nona! ucap Iron kasar. Ia tak peduli kalaupun gadis itu merupakan kakak kembar Cinta. Iron memang pernah menggodanya di Zera, tapi tak pernah benar-benar meniduri model yang satu ini. Kendati Iron senang menabur benih di mana-mana, dapat dipastikan ia selalu memakai pengaman. Dan tiba-tiba saja gadis ini muncul, mengaku tengah mengandung anaknya. Lucu sekali. Jangankan menghamili kamu, menyentuhmu saja aku tidak sudi!Iron! tegur Cinta, tak terima bila kakaknya dihina.  Meski masih ingin memaki, Iron memilih bungkam, tak ingin membantah kekasihnya kendati amarah masih mengebu di dada, yang tak akan reda sampai ia melampiaskannya dengan memukul sesuatu. Dan sesuatu yang ingin sekali ia pukuli, tentu saja mulut lancang Lumi. Untuk sementara, Iron berusaha menurunkan emosi dengan menarik napas panjang dan mengeluarkan secara perlahan melalui mulut.Cinta lalu bangkit berdiri. Melangkah goyah menuju Lumi dan berhenti beberapa jengkal di hadapannya.Mata mereka beradu. Goresan luka dapat dengan jelas Lumi lihat dalam bingkai bening telaga Cinta, tapi Cinta hanya bisa melihat keangkuhan dari mata kembarannya.Untuk beberapa detik, suasana menjadi sunyi. Fokus Iron dan yang lain tertuju pada dua gadis yang kini saling berhadapan. Aluminia dan Cinta memang memiliki rupa berbeda, tapi saat dilihat dari samping begini, sekilas mereka tampak sama. Keduanya sama-sama menuruni wajah rupawan Wandi dalam versi perempuan. Bedanya, hanya Cinta yang memiliki bibir dan mata sayu Resti serta kelembutan beliau. Sedang Lumi, benar-benar cetak biru ayahnya.  Sekarang, jujur. Kamu bohong kan, Lumi? Cinta bertanya tak yakin. Nada suaranya yang begitu lirih, masih bisa terdengar oleh beberapa pasang telinga di ruangan itu. Iron menatap monoton pada Cinta, yang tampak jelas tengah meragukannya.Apa gue kelihatan bohong? Lumi balik bertanya. Tak adanya nada bersalah dalam kalimatnya, membangkitkan kembali amarah Iron dan Gustav yang tadi sempat tersembunyi. Mereka ingin menyela pembicaraan dua gadis itu, tapi suara bergetar Cinta mendahului.Bagaimana bisa?Gue nggak harus ngejelasin detail  kegiatan yang kami lakukan, kan? Cinta, lo tahu gue nggak sesuci itu. Dan laki-laki yang terlibat sama  gue sama kotornya.Cinta, jangan dengarkan dia! sela Iron cepat. Ia maju, menarik lengan Cinta dan memaksa gadis itu menghadapnya. Aku nggak pernah tidur sama dia! Demi Tuhan!Sejak kapan kalian berhubungan? Cinta keras kepala. Ia terus bertanya, kali ini pada keduanya. Dengan berani menatap kelereng cokelat terang Iron, berusaha mencari sesuatu di sanasaat ia sudah hampir putus asa karena tak bisa menemukan kebohongan dari telaga bening Lumi. Dan cairan asin jatuh membasahi pipi ketika melihat Iron menggeleng, memohon agar Cinta lebih mempercayainya.Bulan Februari, jawab Lumi mantap. Praktis kepala Iron berputar mengarah padanya, kembali menunjukan tatapan tajam mengintimidasi.Alih-alih terintimidasi, Lumi menyeringai lebar hingga beberapa barisan giginya kelihatan. Seringai yang sama seperti yang pernah ia tunjukkan pada Iron beberapa bulan lalu. Seringai licik, yang untuk beberapa detik lamanya berhasil membuat Iron kehilangan pasokan udara.Seiring dengan ingatannya yang melayang, perlahan genggaman tangan Iron pada lengan kiri Cinta terlepas. Rahang pemuda itu nyaris jatuh ke lantai begitu memorinya menayangkan kembali kejadian di malam februari lalu, saat ia terlibat pertaruhan dengan Rafdi.Elo nyari lawan yang salah, Tuan!Jangan menyesal saat malam itu tiba.Janji serta ancaman tersirat Lumi yang pernah terucap, kembali tergiang. Memicu detak jantung Iron memompa darah lebih cepat.Jadi, gadis ini adalahobjek taruhannya dengan Rafdi.Lo, suara Iron menghilang di ujung tenggorokan. Dua kali ia menelan ludah, dua kali pula ia kehilangan kalimat yang ingin terlontar. Dan, hal tersebut tak luput dari perhatian Cinta yang seketika merasa tulang kakinya melemas melihat wajah keras Iron berubah pasi. Bermacam spekulasi terangkum dalam otaknya.Jadi bener, Lumi hamil anak kamu? TEGA KAMU! tuding Resti emosi. Air mata dan amarah berbaur menjadi satu. Wajah ayunya sudah basah oleh air mata yang terus menetes setelah kepergian Cinta dan kepulangan keluarga Tuan Hanggara. Tangannya teracung di udara, mengarah tepat pada wajah Lumi, meluapkan segala kemurkaan yang sejak tadi ia tahan. Cinta itu saudaramu, tapi lihat yang kamu lakukan padanya ...!Ma .... Wandi mendekat, mendekap Resti ke dalam pelukan. Mencoba menenangkan. Sudah, Ma.SUDAH?! Resti menepis kasar tangan suaminya, tatapan menghunus ia alihkan pada Wandi. Kamu lihat putrimu? Mengaku hamil anak dari calon tunangan saudaranya, mempermalukan keluarga kita! Dan Papa bilang, SUDAH?! suaranya melengking, menggema di ruang tamu yang kini hanya ditinggali ketiganya. Tak menyadari Bi Rahma dan Bi Sum mengupingi pembicaraan mereka dari balik tembok pemisah ruang tengah dan dapur.Wandi kembali bungkam. Kali ini Lumi memang benar-benar sudah keterlaluan. Ia sendiri pun tak tahu harus berbuat apa pada anak itu agar berhenti membikin ulah. Dan untuk sekarang, yang bisa ia lakukan hanya diam terpaku. Menyaksikan lagi air mata mengaliri pipi Resti gara-gara Aluminia. Istrinya sudah terlalu menderita, ditambah harus menghadapi Lumi yang makin hari kian menjadi. Sebenarnya Wandi juga ingin marah, tapi sifat Lumi benar-benar seperti daun talas. Tak bisa diperingatkan. Dinasehati pun percuma. Membuang napas lelah, ia memilih duduk di sofa single yang tadi ditempati Gustav.Setelah pertanyaan mengenai kejelasan anak dalam kandungan Lumi, Cinta utarakan, gadis itu langsung berlari menuju lantai atas, kembali ke kamarnya tanpa berniat mendengar penjelasan Iron. Tuan Hanggara yang tak ingin keadaan makin runyam, minta undur diri dengan membawa serta Ironyang memberontak, memaksa bertemu Cinta dan hendak menampar pipi mulus Lumidan berjanji akan membahas masalah ini lain waktu, setelah keadaan sudah lebih baik. Gustav menyusul adik kesangannya ke lantai dua. Ia cukup jengah akan tingkah Lumi yang makin gila.Lumi tentu saja tak bisa ke mana-mana. Ia langsung mendapat sidang dari kedua orangtuanya.Katakan, apa salah Cinta sampai kamu tega begini sama dia? Resti lanjut mengomel setelah menghapus kasar air mata di pipi. Sedari tadi, ia berdiri menghadap Lumi yang terduduk di lantai dengan kepala tertunduk dalam. Sesekali, terdengar isak tangis lolos dari bibirnya.Cinta nggak salah apa-apa ....Lalu kenapa kamu melakukan hal gila ini?!Karena aku mau anakku memiliki ayah, Ma. Lumi mendengak, mempertontonkan matanya yang sudah basah. Kalau sampai mereka nikah, gimana sama anak aku?Kamu pikir, saya percaya kalau kamu hamil? suara Resti makin meninggi. Matanya menyala-nyala menelototi Lumi. Sekalipun kamu benar-benar hamil, bisa saja anak haram itu bukan anak Iron! Bersitan celaan terkandung dalam kalimatnya yang berhasil menyayat perasaan Lumi. Gadis itu kembali menunduk, berusaha menahan getar bibir yang ia paksa mengatup agar tak balas mengeluarkan kalimat pedas, membiarkan gerahamnya saling beradu dan menggeletuk pelan, sementara tangannya mencengkeram kuat bagian bawah T-sirt yang ia kenakan.Maksud Mama apa? tanyanya tanpa mau mendongak lagi. Ia cukup muak melihat wajah Resti yang secara tak langsung menuduhnya sebagai wanita murahan yang bisa tidur dengan lelaki mana pun.Mendengus, Resti menjawab, Wanita seperti kamu akan melakukan apa saja demi mendapatkan uang! Memang benar, Aluminia akan melakukan apa saja demi uang. Tapi, tidak dengan menjual diri.Isak tangis Lumi kian kencang. Aku nggak peduli Mama mau bilang apa pun tentang aku. Tapi, aku mau Iron bertanggung jawab atas anak ini!Kamu! Resti kian murka. Ia meringsek maju, menghapus jarak di antara mereka dan menjambak keras rambut pendek Aluminia. Berani kamu merusak kebahagiaan adikmu!?Tapi, anak ini cucu Mama juga. Apa Mama tega lihat dia tumbuh tanpa sosok ayah nantinya? Lumi bertanya tersendat. Lehernya tertarik ke belakang mengikuti arah jambakan Resti, membuatnya sedikit kesulitan mengeluarkan suara.Gugurkan! perintah Resti tanpa hati. Ia melepas cengkeramannya pada rambut Lumi sembari menjorokkan kepala gadis itu hingga nyaris membentur lantai. Wandi tetap diam menyaksikan perlakuan kasar istrinya, tak tahu harus bebuat apa.Saya tidak mau tahu. Siapa pun ayah dari anak haram itu, tetap harus kamu gugurkan! Setelah mengultimatum, Resti pergi membawa amarahnya menuju kamar, tak tahan lagi menghadapi anak tak tahu diri macam Aluminia. Melihat istrinya berlalu begitu saja, Wandi berdiri dari sofa.Papa tidak tahu lagi harus menghadapimu dengan cara apa. Hanya sebaris kalimat itu yang ia ucapkan setelah sedari tadi diam. Detik berikutnya, Wandi ikut pergi menyusul Resti.Setelah ruang tamu benar-benar sepi, Lumi menghapus pelan air mata buaya di pipinya menggunakan punggung tangan. Lalu mengusapi kepalanya yang masih terasa nyut-nyutan. Ia mendengus mengingat baru kemarin melakukan perawatan rambut di salon kecantikan, dan sekarang harus rusak gara-gara tindakan barbar ibunya.Tatapan mata Lumi yang tadi sengaja dibuat kosong, kembali berkilat angkuh.Menggugurkan? Ia bertanya pada kesunyian ruangan. Nada sinisnya yang kentara, cuma bisa didengar telinganya sendiri. Sejurus kemudian, tawa licik meluncur dari bibir Lumi. Lagi, perut yang masih rata itu ia elus dramatis. Susah-susah gue dapetin anak ini, dan dia nyuruh gue menggugurkannya?!Maaf saja, Nyonya! Bi Rahma merupakan asisten rumah tangga yang baru bekerja selama dua tahun di kediaman Hutama. Ia belum terlalu bayak tahu tentang masalah-masalah dalam keluarga ini, kecuali mengenai Lumi yang memang tak pernah jera memancing emosi orangtuanya. Bahkan, Bi Rahma tadi sempat ikut menangis melihat perlakuan kasar Nyonya Resti terhadap Lumi. Sebengal-bengalnya gadis itu, Aluminia tetaplah anaknya. Dan tidak sepantasnya Nyonya Resti berbuat demikian, kendati Lumi memang sudah keterlaluan.Seharusnya mereka bisa memecahkan masalah ini secara kekeluargaan. Membuktikan kebenaran ucapan Lumi dengan membawa gadis itu periksa, bukan main gugur-menggugurkan bayi tak berdosa.Namun begitu Nyonya Resti dan Tuan Wandi pergi, rasa iba terhadap Lumi menguap begitu saja. Lumi tetawa dan kembali bersikap angkuh seperti biasa, seolah air mata dan kelemahan yang ia tunjukan tadi hanya bualan semata. Tak kuasa, Bi Rahma membekap mulutnya. Ia menoleh pada Bi Sum yang ikut mengintip, meminta penjelasan akan apa yang mereka lihat barusan.Non Lumi .... Ia berbisik setelah menurunkan tangan dari mulutnya. Maksudnya apa?Bi Sum tak langsung menjawab. Dipandanginya Lumi yang bangkit secara perlahan dari lantai, berdiri sembari menggerak-gerakkan lehernya ke kanan dan ke kiri untuk merenggangkan otot-otot yang sempat menegang, sebelum melenggang menuju tangga. Dia hanya minta haknya, jawab Bi Sum diplomatis, kalau Den Iron memang benar menghamili Non Lumi, bukankah dia harus bertanggung jawab? ada keraguan tebersit dalam kalimat Bi Sumana. Tak yakin dengan jawabannya sendiri.Saya jadi sepemikiran sama Nyonya Resti. Bi Rahma menjauhi ruang tamu dan duduk di stole bar yang terdapat di dapur. Mungkin saja Non Lumi pura-pura hamil. Saya ndak nyangka dia selicik itu. Padahal Non Cinta baik sekali sama dia.Dia benar-benar hamil. Bi Sum mengikuti jejak Bi Rahma, duduk di sebelahnya. Hasil testpack-nya positif, lanjutnya lirih. 05(Bukan) Manusia Tak Berhati Dimana Cinta? tanya Iron pada Elsa, asistennya, begitu sampai di depan ruangan direktur pemasaran dan mendapati meja Cinta masih kosong.Mendengar suara berat dan dalam milik sang atasan, Elsa yang sejak tadi sibuk memerhatikan layar monitor itu pun mendengak, lalu buru-buru berdiri dan membukuk hormat. Selamat pagi, Pak, sapanya. Mmm ... Cinta tadi menelpon saya. Katanya, hari ini dia tidak enak badan.Iron mendesah tak kentara. Kelereng cokelat terangnya ia palingkan dari Elsa dan jatuh pada pintu ganda berbahan kayu mahoni terbaik yang yang menjadi akses masuk ruangannya dengan tatapan kosong. Ia tahu bukan itu alasan Cinta izin, melainkan kejadian lamaran semalam yang berakhir kacau. Memejamkan mata sejenak, Iron menarik napas panjang, lantas kembali berujar, Apa jadwal saya hari ini?Bergerak cekatan, Elsa meraih tab di atas meja dan segera membuka lock screen. Jari lincahnhya mengklik satu aplikasi agenda yang tertera di display utama.Pagi ini Bapak ada meeting dengan divisi marketing untuk membahas strategi baru dalam mempromosikan produk properti yang bulan ini diluncurkan HC. Siang nanti, ada pertemuan dengan Mr. Chung So Hyun guna membahas kerja sama pembangunan gedung apartemen di Seoul. Dan seharusnya jam lima belas nanti, Bapak melakukan penerbangan ke Batam untuk menghadiri peresmian hotel kita yang baru besok malam. Tapi, Tuan Hanggara menghubungi saya untuk membatalkan rencana tersebut dan mengalihkannya pada Pak Theo, jelas Elsa panjang lebar. Ia mengakhiri kalimatnya dengan senyum sopan. Yang ia hadapi, bukanlah seorang bos arogan yang dingin dan kejam, melainkan atasan murah senyum tapi sangat tegas. Iron merupakan orang yang mudah bekerja sama, menerima masukan dari orang lain kendati dirinya cukup keras kepala, dan selalu bersikap ramah terhadap bawahan lebih-lebih karyawan perempuan. Namun, jangan coba-coba mencari masalah dengan pria itu, karena Iron akan buta gender terhadap siapa pun yang berusaha mengusiknya, serta akan memberi balasan setimpal.Iron tak langsung menjawab. Ia diam sesaat. Tanpa disadari Elsa, ada senyum kecut yang terbit di bibirnya. Bahkan Subhan membatalkan penerbangannya ke Batam karena kejadian kemarin malam. Cancel meeting dengan divisi marketing, dan hubungi Mr. Chung So Hyun. Katakan padanya, pertemuan diganti nanti saat jam makan malam. Tempatnya, kamu yang atur, perintahnya yang praktis Elsa angguki. Hari ini, saya tidak akan kembali ke kantor. Nanti malam temani saya meeting dengan Mr. Chung So Hyun. Oke? Lagi-lagi Elsa mengangguk.Setelah memastikan tak ada yang perlu dipusingkan untuk hari ini, Iron berbalik badan setelah sebelumnya ia memberi senyum pada si asisten. Ada satu hal penting yang harus ia selesaikan, terkait keberlangsungan hubungan asmaranya dengan Cinta.Pagi, Pak, sapa Dhani, salah satu pegawai bagian keuangan, saat mereka berpapasan di lantai dasar. Iron membalasnya dengan anggukan dan senyum kecil.Pagi, Pak. Iren, Nesya dan Hungga, resepsionis HC yang melihatnya berjalan melewati mereka, menyapa serempak. Yang Iron balas dengan senyum manis dan satu kedipan mata. Praktis membikin pipi dua gadis itu merona. Sedang Hungga hanya bisa meringis kecil. Bos mereka memang agak genit. Andai ia seorang gadis, sama seperti Ines dan Nesya, mungkin akan sama melting-nya dengan mereka.Pak Suryo, sekuriti penjaga pintu utama langsung sigap membuka bagian kiri dari double door kaca sebagai akses keluar bagi sang atasan. Ada meeting di luar ya, Pak? tanyanya.Bukan. Hanya urusan kecil, jawab Iron. Ia mengangguk sekali saat melewati tubuh tinggi besar Pak Suryo. Mari, Pak!Oh. Iya, iya. Hati-hati di jalan yo, Pak, balas Pak Suryo dengan senyum semringahnya yang begitu lebar. Dari sekian atasan HC, Pak Suryo paling suka dengan Iron. Direktur pemasaran yang merupakan anak sulung dari direktur utama itu tak sombong. Selalu menyapa balik setiap karyawan, ramah, serta murah senyum. Barangkali, sikap itulah yang membuat banyak wanita klepek-klepek memujanya. Meski tak jarang Pak Suryo mendengar desas-desus miring tentang Iron yang playboy-lah, suka balap liarlah, inilah, itulah. Tapi bagi Pak Suryo, hal tersebut wajar-wajar saja selagi tak mengganggu kinerja Iron di kantor. Toh, selama ini tak pernah ada wanita berpakaian seksi yang memaksa ingin bertemu Iron atau seorang berpenampilan preman yang datang kemari karena merasa dirugikan atas tingkah lakunya. Pak Suryo berpikir logis saja. Iron masih muda dan belum beristri, wajar kalau dia masih ingin bermain-main selama masa lajang.Sampai di lobi depan, Iron sudah disambut oleh Roni, sopir pribadi yang bekerja padanya sedari tiga tahun lalu. Setelah memberi salam hormat dengan membungkukkan sedikit badannya, Roni bergegas  menuju sebuah Ferarri merah yang terparkir manis di sana demi membukakan pintu bagian penumpang. Mempersilakan Iron untuk masuk.Mmm ... Ron. Hari ini saya mau nyetir sendiri, katanya. Kamu pulang naik taksi saja, ya.Baik, Pak, jawab Roni lugas. Ia menutup kembali pintu bagian penumpang lalu menghampiri Iron yang berdiri di sisi kiri mobilnya. Memberikan kunci.Iron segera menghidupkan mesin dan mulai melajukan mobilnya keluar dari area kantor dan mengendara dengan kecepatan sedang, membelah jalanan Ibukota yang basah, sisa-sisa air hujan yang turun subuh tadi. Gerimis kecil masih mengambang di udara, memberikan efek sejuk yang menusuk tulang Iron meski semua sisi jendela mobil tertutup rapat dan ac belum sama sekali dihidupkan.Tujuan Iron tentulah kediaman Cinta. Masalah mereka harus segera dituntaskan. Keluarganya sendiri sudah tak memercayainya. Ia tidak tahu bagaimana kelanjutan kisah mereka, bila Cinta juga tak mau percaya.Sampai di depan komplek perumahan Wandi Hutama, Iron menepikan mobil di bahu jalan. Ia menarik napas sejenak. Berpikir, kata apa yang akan ia pilih sebagai rangkaian penjelasan bagi Cinta agar gadis itu tak meragukannya. Mendadak, Iron merasa pening. Degub jantungnya meningkat. Memikirkan kemungkinan Cinta tak mau menemuinya.Berusaha menenangkan diri, pemuda itu pun menyandarkan punggung pada badan kursi dengan posisi tangan mencengkeram erat roda kemudi. Pikirannya berputar-putar, melayang pada kejadian tadi malam.Papa memberi kamu nama Iron, agar kamu memiliki tekad dan pendirian yang kuat, tahan banting menghadapi segala ujian dan tantangan. Bukan menjadi kepala besi begini! kecam Subhan selepas mereka sampai di rumah. Setelah melakukan perdebatan yang begitu alot dan tak berujung, Subhan Hanggara pada akhirnya memberi ultimatum untuk Iron bertanggung jawab atas kandungan Lumi, yang tentu saja Iron tolak mentah-mentah.  Demi Tuhan, Iron nggak pernah menidurinya, Pa! Bantah Iron keras. Nada yang digunakan sama tinggi dengan intonasi sang ayah. Steel yang sejak tadi asyik dengan stik game-nya di lantai dua, turut penasaran akan apa yang terjadi di ruang tengah keluarga mereka. Mahasiswa tingkat akhir itu pun meletakkan stiknya sembarangan dan bangkit mendekati tangga. Melangkahkan kakinya menuju ruang keluarga, lalu mengambil tempat di sofa panjang. Bersebelahan dengan ibunya yang tampak begitu lelah menyaksikan si sulung dan suaminya yang tengah menjulang saling membantah.Lalu, bagaimana dia bisa hamil? tandas Subhan. Suaranya yang keras menggema di ruang luas berbentuk persegi tersebut.  Sebelum Iron sempat menjawab, ia melanjutkan, Jangan kamu kira Papa bodoh Iron! Jadi begini kelakuan kamu? Berganti teman kencan sesuka hati, dan meniduri mereka tanpa memikirkan risikonya! Apa itu juga alasan kamu memilih tinggal di apartemen?!Mendengar tuduhan Subhan yang sepenuhnya benar, Iron mengusap wajahnya kasar. Cukup frustrasi untuk meyakinkan Subhan, bahwa ia bukanlah lelaki brengsek yang telah menghamili Aluminia. Aku selalu bemain aman, Pa!Aman?! Sejak kapan seks bebas aman? tanya Subhan sarkas. Dan Papa sudah peringatkan kamu berkali-kali. Jauhi zina, Iron! Jauhi! Kalau kamu tidak bisa menyayangi dirimu sendiri, setidaknya sayangi mamamu yang akan ikut terseret ke neraka gara-gara kelakuan bejatmu!Papa tahu sendiri laki-laki punya kebutuhan! Iron mencoba membela diri, tak berani melirik Rosaline yang duduk muram di ujung sofa.Kamu tidak akan merasa butuh sebelum kamu mencicipinya, desis Subhan murka. Dan kalau kamu memang sudah tidak bisa menahan diri, harusnya kamu menikah!Iron kehilangan kata-kata. Berdebat dengan Subhan Hanggara, sama saja dengan ia bermain bumerang. Setiap serangan yang ia lesatkan, pada akhirnya akan balik menyerang.Lelah memarahi si sulung, Subhan mengambil satu langkah mundur dan menjatuhkan diri pada sofa single yang ada di belakangnya. Dadanya naik turun tak beraturan, berusaha menurunkan kadar emosi yang butuh pelampiasan.Bukan cuma Subhan, Iron pun lelah dengan semua ini. Mengusap rambutnya ke belakang, ia bertanya, Lalu, bagaimana kelanjutan hubunganku dengan Cinta?Setelah menghamili kakaknya, kamu masih bisa bertanya begitu?Bagaimana caranya agar Papa percaya? Aku nggak pernah menidurinya, Pa! erang Iron tak tahan. Pemuda itu menoleh pada Rosaline dengan tatapan nelangsa. Mama percaya sama Iron, kan? nadanya melembut. Ia tak akan pernah bisa menggunakan volume tinggi pada wanita bermata serupa miliknya ini.Turuti saja Papamu, Iron, sahut Rosaline dengan pelafalan bahasa Indonesia yang fasih. Telaga beningnya menyorot iba. Di tempatnya berdiri, mendadak tubuh Iron menggigil. Kata-kata Rosaline bagai pecahan es batu yang disiram tepat di atas kepala. Bahkan wanita yang melahirkannya juga tak percaya. Seakan mengerti kecamuk dalam benak Iron, Rosaline menambahkan, Bukannya Mama meragukanmu, tapi pikirkanlah, Iron! Seorang wanita waras tidak akan berani mengakui dirinya hamil dari seorang laki-laki segamlang itu. Apalagi di depan seluruh keluarganya—kalau dia tidak benar-benar hamil dari benih laki-laki yang dimaksud.Aluminia memang bukan perempuan waras, Ma! geram Iron sembari menutup mata, lelah.Jangan bilang kalau Aluminia yang kalian bicarakan adalah ... Aluminia Lara? celetuk Steel yang sejak tadi hanya menjadi pemerhati.Kamu kenal? Perhatian Subhan teralih. Tatapan intimidasinya berganti mengarah pada si bungsu Hanggara. Dalam diam, Rosaline dan Iron mengikuti arah pandang Subhan.Mendapati beragam bentuk tatapan dari seluruh anggota keluarga, lelaki tanggung itu pun sedikit salah tingkah. Menggaruk tengkuk yang tak gatal, Steel menjawab, Nggak kenal sih, cuma tahu aja. Dia kan, model.Subhan mendengus pendek. Jawaban Steel sama sekali tak membantu.Jadi..., Steel kembali bersuara, Bang Iron menghamili Aluminia? Sontak, pelototan tajam Iron arahkan pada Steel. Adiknya benar-benar menambah tinggi kadar emosinya.Enggak!Kalau Abang emang beneran yakin nggak hamilin dia, kenapa nggak dibuktiin pake tes DNADan menunggu sampai bayinya lahir?! sela Subhan tak terima. Pikirkan masa depan perusahaan kalau sampai masalah ini terendus media! Saham HC akan merosot, Steel!Jadi, maksud Papa harga saham lebih penting dari perasaanku? sergah Iron tajam. Sebelah alisnya menukik tinggi. Amarah kembali menguasai.Seharusnya, kamu bertanya sebelum menghamili anak orang! desis Subhan tak kalah tajam.Aku belum selesai ngajuin pendapat, keluh Steel yang lagi-lagi berhasil menarik perhatian Subhan. Iron sendiri tak yakin dengan saran adiknya. Ia pun memilih menenangkan diri di sofa single yang berhadapan dengan sang ayah, yang hanya di batasi meja rendah berbentuk persegi panjang, sembari memijit pangkal hidung guna mengurangi rasa pusing yang mendera.Lanjutkan, pinta Rosaline.Dari artikel yang aku baca, penentuan profil DNA dalam kandungan itu sudah bisa ditentukan dengan cara mengambil cairan amnion atau dari villi chorialis pada saat usia kandungan berkisar antara sepuluh sampai dua belas minggu, lalu mencocokannya dengan si ayah.Pijatan Iron pada pangkal hidungnya terhenti. Ia menurunkan tangan pada lengan sofa dan menatap adiknya penuh minat. Kendati tak mengerti akan apa yang Steel utarakan, tapi saran adiknya itu bagai oase di padang pasir. Apa pun akan Iron lakukan untuk membuktikan, anak yang dikandung Aluminia bukan benihnya. Cinta hanya bisa menutup mulutnya sendiri saat melihat satu benda pipih panjang dengan dua garis merah itu. Tangannya gemetar memegang benda keramat tersebut.Jadi, dia benar hamil?Oh Tuhan! Bagaimana ini?Apa yang selanjutnya harus Cinta lakukan?Ia sebenarnya enggan percaya, tapi Lumi tak pernah sekalipun berbohong padanya. Meski dia sering mengelabui mama, papa dan Gustav, tapi tidak terhadap Cinta.Ini ..., kata-kata yang berputar di kepalanya tertahan di ujung tenggorokan. Katakan. Bukan Iron kan, ayahnya? Ia mendongak, menatap Lumi yang duduk santai dengan menyilang kaki di window seat sambil membaca. Tak memedulikan Cinta yang tergugu di sisi ranjang queen size-nya. Tidak sabar menunggu jawaban.Mendapat pertanyaan membosankan yang entah keberapa kalinya dari mulut Cinta, Lumi menutup kasar buku setebal lima senti yang berada di atas pangkuannya. Gue nggak harus ngomong dua kali kan, Ta?! Lumi balik bertanya, retoris. Sepasang alisnya nyaris menyatu saat menyorot tajam pada sang lawan bicara.Enggak. Nggak perlu. Tapi ..., leher Cinta tercekik, bagaimana bisa? Gadis itu menggigit bagian bibir dalamnya, menahan tangis. Sejak semalam, ia tak bisa tidur dan menghabiskan waktu dengan menangis hingga subuh. Dan saat pagi tiba, ia langsung mengedor pintu kamar Lumi untuk meminta penjelasan, berharap Lumi hanya mengerjainya. Alih-alih memberi penjelasan, Lumi justru memperlihatkan benda pipih yang membuat hati Cinta makin perih.Lo nggak mungkin mikir kalau Iron itu cowok baik-baik, kan? lagi-lagi sarkas. Ia meletakkan bukunya ke atas meja, lalu melipat tangan di dada tanpa melepas tatapan dari Cinta.Kamu yakin, bayimu bukan ... anak Rafdi? Cinta membalas tatapan Lumi takut-takut. Di balik lengan kirinya, tangan kanan Lumi terkepal erat, gerahamnya yang mengatup rapat membikin rahangnya makin tegas.Kami putus sejak tiga bulan lalu, jawabnya tanpa ekspresi berarti. Merasa ada perubahan pada aura Lumi, Cinta meliarkan gulir mata. Memandangi setiap sudut kamar Lumi yang tampak sepi. Nuansa warna abu-abu mendominasi cat dinding dengan sedikit sentuhan warna hitam di beberapa sisi. Ranjang queen size yang sekarang didudukinya membentang di tengah ruangan dengan kepala ranjang menempel pada tembok bagian utara. Ada jendela luas yang ditutupi kelambu tipis di sisi timur, serta sebuah sofa putih dan meja kecil di sampingnya yang kini di tempati Lumi. Lemari panjang berada di sisi barat, sejajar dengan pintu kamar mandi. Hanya itu, tak ada lagi. Bahkan meja rias, jam dinding, maupun hiasan tembok berupa foto, tak ada. Membikin kamar seluas 7x7 meter ini tampak dingin dan hampa. Padahal dulu, sepuluh tahun lalu, kamar Lumi sama persis dengan kamarnya yang penuh dengan pernak-pernik lucu.Mengingat itu, perasaan Cinta mencelos. Satu air matanya lolos, tapi segera ia hapus. Kalau memang bayi yang dikandung Lumi benar anak Iron, Cinta bisa apa. Walau ia mencintai Ironsangatbukan berarti ia dapat berlaku egois. Masalah ini menyangkut masa depan serta jati diri dari seorang anak yang tak lain adalah calon keponakannya sendiri.Meletakkan testpack yang dipegangnya ke atas kasur Lumi, Cinta bangkit berdiri. Tanpa pamit, gadis itu menyeret kakinya pergi dengan membawa luka yang tergores di hati sejak kemarin. Pelan Cinta menutup pintu kamar Lumi, lalu satu per satu air matanya berjatuhan lagi. Dadanya yang terasa sesak, menyulitkannya mengambil napas. Dikhianati kekasih dan saudara sendiri, lebih dari sekadar menyakitkan. Lebih sakit lagi, Cinta tak bisa marah. Salahnya yang tak pernah memberitahu Iron tentang saudarinya. Ah, dan salah Iron yang ternyata mata keranjang. Satu sisi Cinta bersyukur Tuhan menunjukkan siapa sebenarnya laki-laki itu sebelum semua terlambat. Tapi, di sisi lain hatinya hancur. Cinta terlanjur menaruh harap pada Iron. Dan harapannya kini pupus sudah.Non .... Suara Bi Rahma yang terdengar, berhasil menghentikan tangis Cinta. Cepat-cepat ia menghapus air matanya sebelum menoleh. Tak ingin orang lain tahu, bahwa ia tengah terluka.Iya, Bi? sahutnya dengan suara serak. Melihat keadaan nona majikannya yang satu ini, Bi Rahma jadi iba. Tak habis pikir, betapa teganya Lumi menyakiti orang sebaik Cinta. Ada Den Iron di bawah. Mau ketemu Non Cinta, katanya.Bibir Cinta bergetar. Sekuat tenaga ia berusaha untuk tak menangis, nyatanya cairan bening itu kembali menusuk-nusuk telaga beningnya. Mendesak minta di keluarkan.Kenapa?Kenapa Iron masih mencarinya setelah penghianatan yang pemuda itu lakukan? Tak tahukah Iron, Cinta masih ingin sendiri.Tak ingin menampakkan wajahnya yang menyedihkan, Cinta mengedip beberapa kali, berharap air matanya kembali surut. Nanti saya temui, ucapnya seraya berlalu.  Tak kuasa menahan sakit lebih lama. Ia butuh menangislagi. 06 Di luar dugaan, Cinta yang sudah ia khianati masih mau menemuinya. Gadis itu melangkah dengan begitu anggun. Mendatangi Iron yang sejak tadi duduk gelisah di ruang tamu Tuan Hutama.Sejak kemunculan Cinta dari balik sekat pemisah ruang tengah, mata Iron tak pernah lepas memandangnya. Ada detak bahagia yang berbaur dengan rasa waswas di dalam dada. Iron bersukur masih bisa melihat Cinta, lengkap dengan seulas senyum simpul yang selalu berhasil membuatnya terlena.Maaf udah bikin kamu nunggu lama, ucapnya setelah menjatuhkan diri pada sofa panjang yang bersebrangan dengan posisi Iron. Meja rendah persegi panjang berlapis kaca yang membentang di antara mereka, bagai jarak nyata yang telah memisah keduanya begitu jauh. Ditambah satu kata dalam kalimat Cinta tadi, sukses mengusik sesuatu dalam diri Iron. Ia menunduk, memandangi asbak kosong yang bertengger manis di atas meja.Maaf....Lidah Iron terasa kelu saat kata pengampunan yang baru saja Cinta lontarkan terulang dalam benak. Haruskah gadis itu yang berucap maaf, saat Iron yang membuat kesalahan besar di sinidalam sudut pandang mereka.Kenapa minta maaf? Iron sedikit mengangkat kepalanya, sebatas ia bisa menatap sepasang iris coklat gelap milik gadis yang telah berhasil membuatnya terpesona.  Kamu nggak salah apa-apa, Ta.Cinta tak menjawab. Ia hanya tersenyum kecil. Matanya menghindari tatapan Iron. Ada perlu apa ke sini?"Karena, aku ngerasa perlu ngelurusin masalah kemarin.Kamu mau bilang, kalau janin dalam kandungan Lumi benar-benar anak kamu? Ada luka tersirat dalam nada suara Cinta yang dapat dengan jelas ditangkap Iron. Membikin hati pemuda itu teriris perih.Bukan aku ...! sergah Iron, berusaha menahan diri untuk tak meninggikan nada suaranya. Aku bahkan baru tiga kali ketemu dia. Tolong percayai aku kali ini, Cinta.Selalu. Gulir mata Cinta berhenti pada titik hitam, bekas tancapan paku payung kecil di sudut meja. Ia belum berani membalas tatapan mata Iron yang sejak tadi menyorotinya. Cinta takut, dirinya akan luluh begitu saja. Aku selalu percaya sama kamu, ujarnya lagi. Aku tahu ... selama ini, aku bukan satu-satunya, kan. Ia diam sesaat, memberi waktu bagi Iron untuk mencerna baik-baik setiap kata yang dilontarkannya. Dan, saat Cinta melirik dari sudut mata, hatinya beredenyut nyeri. Ekspresi pucat pasi dan mata Iron yang membeliak, sudah cukup membuktikan, bahwa pemuda itu membenarkan tuduhan asalnya.Terpaku. Lidah Iron makin kelu. Selama ini Cinta tahu? Tapi, kenapa gadis itu diam saja?Sebelum mereka menjalin hubungan, Cinta tahu, Iron bukan pria terpuji. Dirinya sering mendapat telepon dari beberapa wanita yang mengaku sebagai pacar Iron dan memintanya dibuatkan jadwal janji temu dengan sang atasan.Awalnya, Cinta juga tak punya niatan meladeni setiap rayuan Iron yang kerap ia lancarkan setiap kali mereka selesai meeting di luar kantor. Ia pikir, Iron menargetkannya sebagai salah satu korban habis manis sepah dibuang. Namun, pikirannya salah. Iron serius. Bakan dia sering kali datang ke rumah ini, menemui Wandi hanya untuk bertanya tentang Cinta, serta mengutarakan keinginan untuk memilikinya. Cinta pikir, Iron akan berubah.Iron Hanggara, pria dengan sejuta pesona. Hanya dalam kurun waktu enam bulan, sudah berhasil mencuri hati Cinta dengan segala perhatian yang selalu pria itu berikan.Cinta terlanjur percaya bahwa kesetiaan Iron hanya miliknya. Tapi kini, saat ia mencoba mengatakan yang selama ini didengarnya untuk memancing kejujuran Iron, kenapa dia harus menampilkan ekspresi macam itu? Sejujur itu?Jadi, benar? suara Cinta tersangkut di tenggorokan. Membasahi bibir bawahnya yang mendadak kering, Cinta memberanikan diri membalas tatapan mata Iron secara terang-terangan.CintaTolong berhenti main-main, sela Cinta, memotong kalimat yang siap Iron ucapkan. Bertanggungjawablah atas kehamilan Lumi. Anak dalam kandungannya adalah keponakanku juga.Kamu nggak bisa nuduh aku tanpa bukti, Cinta, ucap Iron sembari mengusap kasar wajahnya. Hampir putus asa meyakinkan Cinta yang juga tak percaya. Dan, memang Iron tak patut untuk dipercaya.Alat tes kehamilan dan pengakuan lumi, udah cukup jadi bukti. Lidah Cinta terasa pahit kala mengucapkan kalimat ini. Ingatannya kembali pada kejadian tadi pagi.Tanpa mendengar pendapatku, begitu? tanya Iron tajam. Ia mulai kesal. Sejak kapan Cinta jadi keras kepala begini? Bagaimana kalau bayi itu nanti terbukti bukan anak aku? Ditatapnya Cinta makin dalam. Gadis itu kembali menunduk, memandangi kuku-kuku jarinya yang berada di atas pangkuan, mencoba berpikir ulang atas kalimat masuk akal Iron barusan.Aluminia adalah seorang model dengan pergaulan bebas. Suka pergi ke kelab dan pulang lewat tengah malam. Bahkan, saudarinya itu pernah nyaris membuat firma hukum ayah mereka mengalami kebangkrutan dengan menyebarkan foto telanjangnya dari belakang ke media sosialhanya karena Wandi mencabut semua fasilitas Lumi sebagai hukuman atas masalah yang ia buat dengan rektor kampusnya yang membuat dia di-DO, yang sukses menghebohkan masyarakat dan para netizen dua tahun lalu. Anehnya, karier Lumi bukan mengalami kemunduran, tapi justru makin menanjak. Kehebohan beritanya di media, membikin gadis yang  baru meniti kariernya itu kian populer dan dikenal banyak orang.Dengan pergaulan dan kelakuan sebebas itu, bukan tak mungkin Lumi sering melakukan one night stand dengan banyak pria. Tapi kenapa di antara banyak pria yang dikenalnya, sasaran Lumi justru Iron?Alumia merupakan gadis yang perhitungan. Dia tak akan mengusik seseorang bila tak berbuat salah padanya.Menarik napas panjang, Cinta mengangkat kepala. Bibir gadis itu sedikit terbuka, siap melontarkan opini, tapi disela oleh kedatangan Bi Rahma yang membawa baki berisi dua gelas teh melati.Kita bisa melakukan tes DNA pada kandungan Aluminia, putus Iron, setelah Bi Rahma pergi. Merasa tenggorokannya kering, ia meraih gelas berkaki tinggi yang sudah ditata Bi Rahma di atas meja, lantas meneguk separuh isinya. Bibir Cinta terkatup, lupa akan apa yang hendak ia sampaikan.Sekalipun nanti terbukti anak dalam kandungan Lumi bukan benih Iron, Cinta tak yakin bisa menerimanya dengan mudah. Mengingat, lelaki itu ternyata masih sering bermain di belakangnya. Cinta ingin laki-laki yang benar. Yang dapat membimbing dan menjadi penyejuk hati.Tapi sebelumnya, kita harus membuktikan kalau dia benar hamil. Ingar-bingar suara musik yang menghentak berbaur dengan kebisingan para pengunjung yang datang, membikin kepala Lumi tambah pening. Ditambah kerlip lampu disko yang berputar berganti warna, membuat kornea hitamnya tak lagi bisa fokus memandang sekitar. Suasana remang kelab yang biasanya ia suka, tak lagi berhasil menenangkan pikirannya.Lantai dansa penuh dengan kerumunan orang-orang yang asyik bergoyang, mengiringi musik Dj yang diputar, saling menggesekkan tubuh dengan lawan jenis untuk bersenang-senang. Biasanya Lumi menjadi salah satu di antara mereka, menggerakkan tubuh mengikuti irama. Tapi tidak untuk malam ini, keadaannya tak memungkinkan dia ikut menari.Baru tiga puluh menit lalu ia memijak kakinya di kelab kalangan kaum jenset yang berada di kawasan Jakarta Selatan. Tempat penuh dosa yang telah mempertemukannya dengan Rafdi Zachwilli, pemuda kaya nan tampan yang sudah menemainya dua tahun terakhir.Rafdi. Setiap nama itu melintas di benaknya, Lumi selalu merasa ada lubang kosong di sudut hati. Empat tahun berkenalan dan dua tahun menjalin asmara, tentu saja pemuda itu telah memiliki tempat sendiri di hati Lumi. Tapi hanya karena taruhan konyol, jalinan kasih mereka harus kandas.Bersama Rafdi, Aluminia tak berharap banyak. Cukup rasa aman dan nyaman yang ia inginkan dari pemuda itu. Pernikahan yang pernah Rafdi tawarkan bukan suatu mahligai penuh cinta. Melainkan satu ikatan berdasarkan kompromi belaka. Aluminia tak pernah melarang Rafdi berhubungan dengan wanita lain, asal jangan sampai ia tahu saja. Lumi mengerti, Rafdi bukan tipe lelaki yang bisa setia. Kendati begitu, hanya Rafdi yang bisa mewujudkan mimpinya menjadi seorang nyonya.Aluminia realistis saja. Ia jauh lebih butuh uang daripada cinta. Karena dengan uang, kau bisa mendapat apa saja. Sedang cinta hanya akan membuatmu mengorbankan segalanya.Aroma alkohol yang tercampur di udara, ikut terhirup saat gadis berambut pendek itu menarik napas panjang. Mimpinya menjadi Nyonya Zachwilli selamanya akan menjadi angan. Dan semua ini dikarenakan ulah putra sulung keluarga Hanggara.Tak menjadi istri Rafdi, bukan berarti dirinya tidak bisa menjadi nyonya kaya. Toh, masih ada Iron yang bisa ia incar. Calon penerus Hanggara Company itu harus bertanggung jawab atas perbuatannya.Rasa pening yang makin mendera, memaksa Lumi menyandarkan kepalanya ke atas meja bar. Zaro, bartender yang sudah mengenal Aluminia, mendekatinya setelah selesai menyuguhkan vodka pada seorang pelanggan di sudut lain meja bar.Are you okay? tanyanya khawatir.Hmm ... hanya sedikit pusing, gumam Lumi tanpa mengangkat kepala. Ia sudah sangat hafal suara serak seksi milik Zaro.Perlu gue panggilin Rafdi?Belum sempat Lumi menjawab, suara bass yang sangat dikenalnya hinggap di telinga.Lo nggak ngasih macem-macem sama cewek gue kan, Zar?Senyum kecil di bibir Lumi terukir. Bohong jika dirinya tak memiliki rasa terhadap pemilik suara itu.Zaro mengangkat kedua tangannya ke udara sambil menggelengkan kepala. Gue masih pengin hidup, jadi nggak mungkin ngasih dia alkohol. Lalu pergi setelah Rafdi mengusirnya dengan mengibaskan tangan.Siang tadi Rafdi menunggui Lumi sampai ia selesai melakukan sesi pemotretan di studio milik Marco. Mengucap maaf berkali-kali hingga berkoar-koar menarik perhatian seluruh crew. Meski dikenal sebagai perempuan tak berhati, Lumi tak akan tega membiarkan lelaki yang pernah menjadi kekasihnya selama dua tahun, terus-terusan memohon. Lumi memaafkan Rafdi dengan syarat, dia harus membelikannya tas Chanel, sepatu Loboutine, gaun rancangan Dior, dan cincin permata dari Tiffany, yang tentu saja langsung Rafdi iyakan, meski dompetnya harus menangis sesegukan di akhir bulan.Memaafkan, tak berarti Lumi menerima Rafdi kembali. Bukankah sudah pernah dikatakan harga diri Lumi tak pernah bisa dibeli dengan uang? Sekali ia dilepaskan, maka selamanya hubungan yang pernah terjalin hanya akan menjadi kenangan. Dan Rafdi, mau tidak mau harus menerima. Setidaknya, mereka masih bisa jadi teman.Sayang, kamu nggak apa-apa, kan? Elusan ringan terasa di pundak Lumi. Yang ditanya mendongak, menatap Rafdi dengan mutiara hitamnya yang meredup.Gue mau pulang.Iya, kita pulang. Segera Rafdi membantu Lumi berdiri dan memapahnya berjalan melewati lautan manusia yang memenuhi setiap sudut kelab ini. Ada setitik kekhawatiran merambati hati Rafdi melihat keadaan Lumi. Mantan gadisnya tak pernah selemah ini. Sejak siang tadi, wajah Aluminia memang agak pucat. Awalnya Rafdi pikir itu hanya efek make up belaka. Siapa sangka jika Lumi memang benar sakit.Yakin, nggak mau dianter ke rumah sakit? tanya Rafdi begitu mobilnya memasuki komplek perumahan Lumi. Gadis yang ditanya menggeleng dua kali. Matanya kian terpejam erat saat pergerakan kecil itu membikin kepalanya makin berdenyut.Atau, aku panggilin dokter aja, ya?I'm fine, Raf! Tak ingin tambah pusing, Lumi memilih menjawab dengan suara.Rafdi hanya bisa mendesah. Lumi memang terlalu keras kepala.Menghentikan laju mobil di depan gerbang kediaman Hutama, Rafdi keluar lebih dulu. Ia memutari kap depan mobil, lalu menghampiri sisi bagian penumpang dan membukakan pintu bagi sang mantan. Pemuda itu hendak memapah Lumi kembali untuk memasuki rumah mewah yang sudah dua puluh tiga tahun ini dihuninya, tapi Lumi tolak.Lo pulang aja, gue bisa masuk sendiri, ujarnya sambil berjalan sempoyongan.Tapi, Sayang kalimat Rafdi tertahan kala Lumi menganggkat tangan. Memintanya berhenti membantah.Dengan setengah hati, Rafdi menurut. Pemuda jangkung calon penerus Zachwilli Hotel dan Resort itu berjalan gontai mendekati Range Rover putihnya. Menoleh sekali lagi pada Lumi sebelum membuka pintu dan masuk ke dalam.Setelah mobil Rafdi menghilang di tikungan, Aluminia berbalik badan. Tubuhnya nyaris ambruk saat berputar, andai Pak Yamin, satpam rumah ini tak buru-buru menghampiri dan menangkapnya.Non Lumi, ndak apa-apa? tanya Pak Yamin sembari membantu Lumi berdiri tegak kembali.Lepas! Lumi menepis kasar tangan Pak Yamin, satpam yang sudah bekerja selama sepuluh tahun pada ayahnya.Gue nggak butuh bantuan lo! tambahnya kasar. Perempuan berambut cokelat hasil tatanan salon ternama itu memaksa tubuhnya yang lemah untuk melangkah maju, membawa kepalanya yang bagai dipukul palu godam dan badannya yang sedikit gemetar.Tiba di ruang tengah, Aluminia dibuat bingung. Ada keluarga Iron beserta keluarganya yang sudah berkumpul di sana, juga seorang wanita yang tak asing lagi di mata Lumi.Merasa kepalanya tambah pening, Lumi tetap meneruskan langkah, tak mau peduli. Gustav yang pertama kali melihatnya hendak melintasi ruang tengah, berseru lantang, Ini dia yang kita tunggu.Sontak, semua orang yang tadi tampak mengobrol ringan berhenti. Serempak mereka menoleh, mengikuti arah pandang Gustav.Merasa yang dimaksud Gustav adalah dirinya, Lumi menghentikan langkah. Dengan berani, ia membalas tatapan orang-orang yang tampak siap menerkamnya beramai-ramai. Tak sengaja, mata Lumi bertemu dengan sepasang telaga bening milik wanita berkemeja soft pink yang duduk di samping Cinta. Wajah wanita itu memucat, dan Lumi memberinya seringai kecil.Ada apa? tanya Lumi berani.Kami butuh bukti akurat atas kehamilan kamu. Dia benar-benar hamil, ucap Nina pada Iron, Cinta, dan Gustav yang ikut masuk ke kamar Lumi saat proses pemeriksaan berlangsung. Usia kandungannya berkisar lima minggu.Dasar jalang! Gustav mengumpat keras. Kehamilan Lumi yang tanpa suami, jelas merupakan aib bagi kelurga. Gue percaya, bayi itu bukan anak lo, Iron. Kendati bicara pada Iron, Matanya tak lepas menatap begis Lumi yang berbaring sambil memainkan ponsel di ranjang.Karena anak itu emang bukan milik gue, sahut Iron yang juga menatap Lumi, sengit. Nina, dokter kandungan yang juga merupakan teman semasa SMA pemuda itu menggigit bibir. Sesekali, ia melirik Lumi yang tampak tak peduli dengan omongan dua lelaki di kamar ini. Sementara Cinta tetap diam, suasana hatinya tambah kacau.Tapi, orang tua gue nggak percaya, Tambah Iron gusar.Ta .... Gustav mengalihkan perhatian dari Lumi pada adiknya yang sejak tadi tak bersuara. Cinta menoleh, mata sayunya menampakkan banyak spekulasi. Kamu jangan sampai termakan omongan Lumi.TapiAku akan membuktikannya dengan tes DNA, potong Iron. Ia tahu, Cinta masih meragukannya.Gustav mengangguk setuju. Sementara Nina menegang di tempatnya.Mmm .... Dokter kandungan itu membasahi bibir bawahnya sebelum turut buka suara. Bisa kalian keluar? Aluminia butuh istirahat lebih. Jangan ganggu pikirannya dengan perkataan kalian, karena itu bisa berpengaruh terhadap kandungannya yang masih rentan.Gustav mendengus kasar. Orang yang nggak punya otak, nggak akan pernah mikirin omongan orang lain.Nina, panggil Iron pada sahabat SMA-nya. Yang dipanggil menoleh. Kapan tes DNA bisa kita lakukan?Menelan ludah, Nina menatap Iron gamang. Kita harus menunggu sampai usia kandungan mencapai sepuluh sampai dua belas minggu.Apa nggak bisa dipercepat? Gustav menimbrung, yang dijawab Nina dengan gelengan kepala.Dan harus menunggu selama dua minggu untuk melihat hasilnya, tambah Nina. Jadi, bisa kalian keluar? Biarkan Aluminia istirahat.Oke, sahut Iron jengah. Ia sempat melirik tajam pada Lumi yang masih asyik sendiri dengan ponselnya, sekilas, sebelum berbalik. Diikuti Cinta dan Gustav di belakangnya.Setelah menutup pintu, Nina menghampiri Aluminia yang kini meletakkan ponselnya di nakas dan bersiap tidur, tak mempedulikan sorot nanar di mata Nina yang memandanginya lekat.Aku akan mengatakan semuanya pada Iron! ucap Nina sungguh-sunguh. Ia menarik napas panjang, sedikit gentar berhadapan dan mencari masalah dengan manusia macam Lumi.Kalau lo udah siap kehilangan anak lo! Aluminia bergidik acuh. Mata hitamnya membundar polos pada Nina yang langsung memucat. Raut wajah yang Lumi tampilkan, seolah ancaman yang dikatakannya serupa dengan: Aku tidak akan mentraktirmu makan siang.Kamu .... Nina kehilangan kata-kata. Suaranya yang gemetar terdengar menyenangkan di telinga Lumi. Jangan pernah mengusik putriku!Selama lo bisa diajak bekerja sama.Bibir Nina bergetar halus, berusaha sekuat tenaga menelan segala umpatan yang sudah bersiap di ujung tenggorokan. Dan sebagai pertahanan diri, dokter muda itu hanya bisa mengepalkan tangan di kedua sisi tubuhnya.Tak yakin bisa menjaga pertahanan diri tetap stabil, Nina memilih keluar. Dibantingnya daun pintu kamar Lumi sekuat tenaga sebagai pelampiasan. Nina tak habis pikir, bagaimana bisa ada manusia tak berhati macam Lumi. Bahkan dalam keadaan sakit seperti saat ini pun, wanita itu masih bisa bersikap menyebalkan.Nina bukan tidak tahu keadaan Aluminia sekarang. Wajahnya pucat, kulitnya panas, dan suaranya yang sudah mulai serak. Hati kecil Nina menolak merasa iba. Aluminia tak pantas dikasihani.Di dalam kamar, Lumi mendesah panjang. Susah payah ia mencoba menarik selimut yang berada di bawah kakinya. Udara malam yang masuk melewati ventilasi kamar, bagai siraman air es yang menumpahi tubuhnya, membikin seluruh persendian tulang Lumi bagai ditusuk ribuat jarum kasat mata. Ia kedinginan, pusing dan mual. Sungguh, butuh perjuangan keras menghadapi mereka-mereka, yang barang kali kini heboh di bawah sana mendengar kabar nyata mengenai kehamilannya. Lumi tak peduli.Tinggal sedikit lagi, tangan Lumi akan bisa mencapai bed cover yang hendak deraihnya. Namun, rasa pusing di kepala yang teramat sangat, menyerang tiba-tiba. Ia mengerang, tubuhhnya terpental kembali ke belakang. Matanya tak sanggup lagi bertahan.Aluminia pingsan. 07Lubang di Sudut Hati Apa tidak terlalu lama? tanya Subhan gusar, setelah mendengar penjelasan dari Nina tentang tes DNA yang direncanakan Iron.  Jika menunggu usia kandungan Aluminia sampai dua belas minggu, ditambah dua minggu untuk melihat hasilnya, tidakkah kandungan Lumi mulai terlihat. Bagaimana kalau media tahu? Lelaki paruh baya itu mengedarkan pandangan pada seluruh anggota keluarga yang berada di ruang tamu, selepas memeriksa Lumi.Maksud Papa, apa? Iron yang mulai mengerti arah pembicaraan Subhan tak ingin basa-basi. Nada datar yang ia gunakan menarik perhatian Cinta untuk menoleh padanya. Detak ganjal di balik dadanya, membikin mata gadis itu berkaca-kaca.Subhan mengeluarkan napas panjang melalui mulut. Sebenarnya tak tega pada Iron, tapi sebagai laki-laki, putranya harus bertanggung jawab atas apa pun yang telah diperbuat. Bukan berarti Subhan tak percaya pada Iron, ia hanya mencoba realistis. Seorang perempuan tak akan menunjuk sembarangan ayah dari anak yang dikandungnya tanpa alasan. Dan jika menilik dari sikap Iron, Subhan mengambil kesimpulan: putranya pernah membuat masalahentah apadengan Aluminia.Tak hanya tentang pertanggungjawaban, masa depan Hanggara Company serta firma hukum milik Wandi Hutama akan dipertaruhkan apabila kabar ini tersiar. Nikahi Aluminia secepatnya, putus Subhan kemudian.Semua orang kecuali Rosaline, terkejut mendengar putusan tersebut. Gustav yang tak setuju angkat bicara, Tapi, belum tentu yang dikandung Lumi anak Iron, Om. Sekilas ia melirik Cinta yang duduk di sampingnya. Gadis itu tertunduk dalam. Gustav tahu, adiknya akan menangis sebentar lagi jika masih memaksakan diri mendengarkan diskusi keluarga ini.Papa nggak bisa mengambil keputusan penting segegabah ini, bantah Iron tak terima.Gegabah? Subhan mengulang dengan nada mengejek. Dalam masalah ini, kamu tidak bisa menomorsatukan perasaanmu, Iron. Pikirkan HCSelalu harga saham yang menjadi alasan Papa! Iron menyela seketika, melupakan sopan santun dan mengabaikan keberadaan keluarga Cinta yang bisa jadi berpikiran buruk akan sikapnya ini. Seberharga itukah harga saham ketimbang aku? tatapan nanar ia layangkan pada Subhan yang mulai berang.Kamu selalu berpikir pendek. Subhan membalas tatapan nanar putranya dengan lebih tajam. Deru napas lelaki paruh baya itu mulai tak beraturan. Andai kini dirinya tak berada di rumah orang, sudah pasti tak akan segan ia melempar kepala Iron dengan sepatu pantofelnya. Jangan kamu pikir, Papa sepicik itu! Elusan lembut Rosaline di punggungnya, cukup berhasil menurunkan kadar emosi Subhan. Terlepas anak dalam kandungan Aluminia adalah benihmu atau bukan, pikirkan nasib nama baik keluarga kita, keluarga Cinta, dan keberlangsungan firma hukum calon mertuamu. Apakah kamu bisa menjamin semua itu akan tetap baik-baik saja, jika skandalmu dan Aluminia tercium media? cecar Subhan, bagai lesatan anak panah yang tepat mengenai sasaran.Iron hendak membantah lagi, tapi kata-katanya yang sudah berada di ujung lidah harus terpaksa ia telan kembali begitu otak cerdasnya berhasil mencerna. Iron pada akhirnya hanya bisa bungkam, tak pernah berpikir sampai sejauh itu.Gustav yang awalnya berencana ikut membantu Iron, mulai berpikir ulang. Wandi memilih diam, kelakuan Lumi cukup membuatnya tak punya muka untuk sekadar menyampaikan pendapat. Pengacara andal yang pandai mengintimidasi dan berargumen membela kliennya di depan meja hijau itu, tidak punya pembelaan untuk membuktikan dirinya cukup pantas ambil suara dalam diskusi genting ini. Di sampingnya, Resti duduk gelisah, tak terima bila akhirnya Iron harus menikahi Lumi dan meninggalkan Cinta. Sementara Cinta sendiri tertunduk kian dalam.Nina, di balik sikap tenang yang sejak tadi ia tampilkan, tersimpan rasa bersalah yang kian menggunung melihat ekspresi putus asa Iron, juga punggung Cinta yang mulai bergetar halus menyembunyikan tangisan. Karena secara tak langsung, ia ikut andil dalam masalah pelik yang Aluminia ciptakan untuk keluarganya sendiri. BRAAKKK ...!Ini sudah berkas ketiga yang Iron empas pada meja luas berlapis kaca hitam di hadapannya. Pemuda itu tak bisa fokus bekerja. Otaknya terlalu aktif memikirkan ultimatum Subhan yang semalam berhasil mendapat persetujuan semua orang dalam diskusi keluarga.Rasanya ... ini tidak adil. Memikirkan ia harus menikahi wanita yang hamil bukan benihnya, sukses membuat Iron merasa hampir gila.Melempar pulpen yang tadi hendak dipakai untuk membubuhkan tanda tangan ke sembarang arah, pemuda itu bangkit dari kursi kerja, lantas melangkah menuju jendela. Menjulang di depan kaca besar yang membentang dari ujung ke ujung, menampilkan visualisasi kota metropolitan yang tampak terik di jam menjelang makan siang. Satu tangan, Iron susurkan ke dalam kantong celana bersamaan dengan helaan napas panjang terembus dari mulutnya.Aluminia Lara.Di dalam kantong, tangan Iron terkepal. Kelopak matanya bergetar penuh kebencian saat nama itu tetlintas di kepala.Iron memang berengsek. Tapi seberengsek apa pun dirinya, ia masihlah seorang lelaki yang menginginkan gadis baik-baik untuk melahirkan anak-anaknya kelak, sebagai penerus keluarga Hanggara. Sedang Almunia Lara, demi Tuhan, tak ada kata baik untuk perempuan itu.Sejak awal bertemu, Iron tahu, Aluminia adalah jenis wanita matrealistis dan sok cantik, setipe dengan wanita murahan yang sering Iron sewa untuk menemani malam panjangnya.Tipe yang paling Iron hindari untuk dijadikan istri, kini harus ia nikahi. Demi nama baik dua keluarga dan demi keberlangsungan HC.Sial! Kenapa harus Iron yang jadi korban?Lihat saja nanti. Jika ia benar-benar menikah dengan Aluminia, jangan harap wanita itu bisa bersenang-senang dengan uangnya!Suara ketukan pintu tak Iron acuhkan. Ia masih memandang kosong gedung-gedung pencakar langit lain yang menjulang di atas bumi Jakarta dengan pandangan kebencian, berpikir bagaimana cara membunuh bayang-bayang Lumi yang sejak semalam menari-nari dalam benak, seolah menertawakan Iron atas ketidak berdayaannya menerima hasil keputusan dari diskusi keluarga mereka.Demi Tuhan, Iron! suara bariton yang sudah sangat familier, menyapa gendang telinganya. Iron memejamkan mata sejenak sembari menghirup oksigen banyak-banyak. Saat kedua kelopak matanya terbuka, saat itu pula embusan karbon dioksida keluar dari mulutnya.Tangan gue sampai merah gini dan lo nggak nyuruh masuk juga, gerutu suara tadi dari arah belakang. Bunyi tubrukan punggung dan sandaran sofa terdengar kemudian. Sori kalau gue langsung nyelonong. Udah jam makan siang juga. Jadi, nggak masalah, kan?Mengeluarkan tangan dari dalam kantong celana, Iron berbalik badan. Tanpa menyahuti ocehan sang lawan bicara, ia melangkah menuju sofa cokelat tua yang berada di tengah ruangan, lalu mengenyakkan tubuhnya di samping Damar. Suara embusan napasnya yang terdengar berat, menarik perhatian Damar untuk bertanya.Kenapa lo? Ada masalah sama kerjaan? Damar meraih paper bag berlogo nama sebuah restoran terkenal yang tadi ia bawa di atas coffee table. Noh, gue bawain makan siang buat lo! ia menunjuk paper bag lain dengan dagu.Iron mendengus pendek. Ia hanya melirik sekilas paper bag yang ditunjuk Damar dan memerhatikan temannya yang mulai makan.Aluminia hamil, ucapnya tanpa tadeng aling-aling. Membuat hasil kunyahan shusi yang masih kasar dalam mulut Damar, tertelan paksa memasuki kerongkongan.Damar tersedak.Tanpa merasa bersalah sama sekali, Iron mengambilkan air di dispenser yang berada di dekat sofa, lantas memberikannya pada Damar yang tampak begitu tersiksa.Setelah menandaskan satu gelas penuh air putih, Damar memfokuskan pandangannya pada satu arah, Iron. Pria itu meletakkan sisa makanannya yang belum habis separuh, kembali ke atas meja. Lo ngomong apa tadi? tanyanya serius.Aluminia hamil, ulang Iron tanpa membalas tatapan lawan bicaranya. Damar bergeming selama sepersekian detik sebelum kemudian mengedip dua kali, berharap bisa menjernihkan pendengaran. Lalu secara perlahan, punggungnya mulai bergetar halus. Tak lama, suara tawa membahana memenuhi seluruh ruang kerja Iron.Buahahahaha ... lo bercanda kan, Bro? ada nada ragu dalam pertanyaannya yang kemudian Iron jawab dengan gelengan kaku. Praktis, tawa Damar mereda. Ia menelan ludah susah payah. Kok, bisa? pertanyaan bodoh itu, Iron jawab dengan jitakan keras di kepala sahabatnya.Sakit, Bego! Damar bersungut-sungut. Satu tangannya terangkat mengelus bekas jitakan Iron yang mulai nyut-nyutan tepat di bagian pelipis.Pertanyaan lo bodoh banget, sih?! Gue nggak harus ngejelasin proses pembuahan secara mendetail, kan? tanya Iron sarkastik yang ditanggapi Damar dengan gerutuan pendek.Lagian, lo tau dari mana kalo si Lumi hamil? acuh tak acuh, Damar kembali memakan shusinya, berusaha nengabaikan kabar burung yang baru saja Iron tuturkan. Toh kalau Lumi hamil sungguhan, tentulah ia akan lebih dulu tahu ketimbang Iron. Lumi itu model, Man. Wajar kalau lo sering denger kabar miring tentang dia, ujarnya di sela-sela aktivitas mengunyah.Iron mendengus pendek. Andai kehamilan Lumi memang hanya sekadar kabar burung ....Dia nuduh gue sebagai ayah dari bayinya.Lagi. Damar tersedak. Kali ini, hasil kunyahan Damar yang sudah halus, sebagian nyasar ke tenggorokan saat hendak menelan. Pemimpin dari Zera Agency itu terbatuk keras sambil memukul-mukul dadanya yang terasa sesak. Dengan ekspresi tanpa dosa, Iron kembali mengambilkan air untuk Damar yang langsung tandas dalam tiga kali tegukan.Lo ... serius? suara pelan Damar, Iron sambut dengan senyum getir. Sinar mata penuh kejujuran yang terpancar dari telaga beningnya, membuat Damar mau tak mau harus percaya. Iron tidak bercanda. Dan kenyataan ini tentu memberatkan pemuda itu.Ini bencana! gumamnya yang sekarang sudah berdiri dan berjalan mondar-mandir dengan gestur gelisah, melupakan shusinya yang bahkan belum habis setengah. Iron yang melihatnya, menaikkan alis mata sebelah.Gue yang diminta pertanggungjawaban, kenapa lo yang sewot?"Aluminia hamil, Iron! Damar berhenti mondar-mandir sejenak hanya untuk menyuarakan isi kepalanya. Padahal, bulan ini dia banyak tawaran pekerjaan. Bisa lo bayangin kalau sampai tawaran itu nggak diambil, makaUang lo bakal berkurang! lanjut Iron malas. Damar menjentikkan jari sebagai pembenaran, lalu kembali mondar-mandir tak jelas.Mengesampingkan masalah uang, tiba-tiba Damar diam. Ia menoleh pada Iron yang tampak melamun di tempat duduknya. Mata Damar menyipit, mencoba menganalisa masalah ini baik-baik sebelum mengajukan pertanyaan, Apa bener, lo yang menghamili Lumi?Nyicipin tubuhnya aja belum, tutur Iron diiringi dengan dengusan kasar. Damar kembali ke sofa dan menjatuhkan diri di tempat semula, mengambil posisi lebih merapat pada Iron yang praktis mnggeser tubuhnya mendekati lengan sofa. Risih dengan jarak mereka yang nyaris tiada batas, tapi Damar tak peduli. Tatapan menyipit yang dilayangkannya tak berhasil mengintimidasi Iron.Lo yakin? Satu alis mata, Damar naikkan setinggi yang ia bisa. Bukannya waktu lo ke kantor, kalian kelihatan mesra banget? lanjutnya retoris.Dengan jari telunjuk, Iron mendorong kepala Damar menjauh darinya seraya menjawab, Dan itu awal perkenalan kami. Sebulan yang lalu. Iron memberi penekanan pada akhir kalimatnya. Tapi sekarang, dia udah hamil lima minggu!Damar menuruti keinginan Iron untuk memberi space lebih di antara mereka, tapi tatapan curiganya masih tak mau lepas membidik Iron tepat di mata.Gue kenal Aluminia, ucap Damar seketika. Dia emang pembangkang, tapi dia nggak akan pernah gangguin orang yang nggak punya masalah sama dia, dan pernyataan itu, terdengar serupa tuduhan di telinga Iron yang langsung membuang muka ke sudut ruangan.Gue yang bikin dia sama Rafdi Zachwilli putus.Mata Damar yang sedari tadi menyipit, membulat sempurna. Dia membuka mulut lebar-lebar hanya untuk menguapkan udara saking terkejutnya. Lo gila! tukas pemuda itu saat tak tahu lagi harus berkomentar apa. Pantes aja dia nunjuk lo sebagai ayah dari anak dalam kandungannya. Kalau pun gue jadi dia, gue bakal ngelakuin hal yang sama. Damar mengempaskan punggungnya pada sandaran sofa. Ikut lelah dengan permasalahan Iron, juga lelah memikirkan kehamilan salah satu modelnya yang pasti berdampak pada Zera.Denger Iron, Damar berkata sambil memutar bola matanya menekuri langit-langit ruang kerja Iron yang berselimutkan plafon putih polos, hanya ada lima lampu LED yang tersebar di setiap sudut serta di bagian tengahnya, sampai mati, Lumi nggak bakal pernah balikan lagi sama RafdiKenapa? potong Iron. Tak terlalu tertarik pada topik pembicaraan yang dipilih Damar. Masalah percintaan Lumi, jelas bukan urusannya.Damar mengangkat sedikit kepalanya dari sandaran sofa, kembali memusatkan arah pandang pada sang lawan bicara. Memutuskan untuk melanjutkan kata-katanya meski ia sadari Iron tak terlalu ingin tahu. Saat gue ngancem bakal ngeluarin dia dari Zera, Lumi bilang, sekali dia dilepaskan, jangan harap bisa kembali mengikatnya.Jadi, itu alasan kenapa dia diperlakukan sedikit lebih istimewa ketimbang model lain di Zera? Iron tampak mulai bisa menangkap benang merah dari pembicaraan mereka. Damar mengangguk sekali sebagai bentuk jawaban.Dan yang gue tahu, Lumi orangnya ambisius banget. Jangan harap lo bisa lolos dari cengkeraman dia saat lo udah mengumpankan diri. Penjelasan Damar, entah mengapa berhasil membangunkan bulu roman Iron di bagian tengkuk. Mencari masalah sama Lumi, sama aja cari mati, lanjut Damar tanpa ada niat menakuti. PUAS KAMU!? suara teriakan itu menggelegar memenuhi kediaman keluarga Hutama. Resti, nyonya besar di rumah ini berkacak pinggang di samping ranjang Lumi. Objek kemarahannya sedang duduk bersandar pada kepala ranjang sambil menundukkan kepala. Berlagak takut, padahal tangannya sedang men-scroll down layar ponsel yang ia sembunyikan di balik selimut.Nina bilang, kandungannya cukup lemah. Katanya, selama trimester pertama, diharapkan Lumi untuk bedrest total dan jangan bekerja dulu, karena bisa membahayakan janinnya bila ia terlalu banyak beraktivitas. Pesan itu Nina sampaikan lewat Bi Sumana, yang kemarin mengetahui kalau ia pingsan. Sial! Beruntung kabar pingsannya tak ia sebar kepada penghuni rumah yang lain.Apa kamu benar-benar tidak punya hati, Lumi? nada suara Resti berubah lebih pelan. Satu tangan, ia turunkan dari pinggang. Apa kamu tidak kasihan pada adikmu yang sejak kemarin tidak mau keluar kamar?Lumi tak menyahut. Netra hitamnya masih fokus membaca deretan huruf artikel yang menerangkan 'Cara Mengatasi Mual pada Ibu Hamil', enggan mengindahkan perkataan Resti yang numpang lewat di telinganya.Sentuhan lembut di pundak, menghentikan aktivitas Lumi. Perempuan itu tertegun merasai tangan dingin memegangi pundaknya yang hanya dihiasi tali spageti dari gaun tidur tipis yang biasa ia kenakan saat lelap. Ketika menoleh, kelopaknya bergetar mendapati posisi Resti yang kini belutut di samping ranjang.Tubuh Lumi melemas, genggamamannya pada ponsel di balik selimut terlepas, benda pipih itu menelusup ke dalam celah kedua pahanya yang berselonjor.Mama mohon .... Resti menarik tangannya dari pundak Lumi, meraih tangan sang putri yang melemas dari dalam selimut dan meremas pelan jemarinya.Aluminia bergeming, menatap Resti dengan pandangan yang sulit diartikan. Detak jantungnya meningkat tajam. Perempuan itu bahkan sampai menahan napas menikmati rasa hangat tangan Resti yang melingkupi tangan kirinya. Lepaskan Iron. Kasihani adikmu, Lumi.Susah payah Lumi menelan salivanya sendiri. Satu suara dalam kepala menertawai keterpakuannya.Demi Cinta, ya?Bodoh!Kenapa otak tololnya sempat berpikir, yang dilakukan Resti murni dari hati, karena ingin menyentuhnya?Tentu saja, hal itu tak mungkin.Resti hanya akan berlutut karena Cinta, demi Cinta dan untuk Cinta. Tak akan pernah ada kata 'karena Lumi, demi Lumi dan untuk Lumi', sampai kapan pun.Maaf. Ia menarik paksa tangannya dari genggaman Resti. Hampa kembali terasa kala tautan mereka terlepas. Lubang dalam di sudut hati, kembali berdenyut nyeri menyadari skinship mereka tadi hanya sandiwara Resti. Berusaha menyembunyikan sinar luka dari matanya, Lumi melarikan pandangan pada sudut kamar. Aku nggak bisa, sengaja ia memelankan suara agar getar dalam nadanya tak kentara.Kenapa? Resti mendongak. Setan dalam dirinya merongrong kembali ingin membentak, tapi sekuat tenaga ia tahan untuk meluluhkan keras hati Lumi. Jika dengan cara kasar tidak mempan, tak ada salahnya mencoba cara halus, bukan?Sekeras apa pun Mama memohon sama aku, aku akan tetap sama keputusan awal. Lumi yang sudah bisa menguasai emosi, melayangkan tatapan berani pada Resti.Wanita paruh baya itu tak mampu lagi menutupi amarahnya. Mati-matian ia menahan sabar, tapi tak mendapat hasil yang diharapkan. Ia pun bangkit berdiri, lalu melayangkan satu tamparan keras pada Lumi. Alih-alih mngaduh, Lumi justru tertawa setan. Perubahan ekspresi Resti yang begitu drastis cukup menghiburnya.Lihat saja nanti, kamu akan membayar semua kelakuan busuk kamu ini, Lumi! kecam Resti murka sebelum akhirnya memilih untuk pergi. Meninggalkan Lumi dengan suara tawa yang makin lama kian melirih. Dan mereda sepenuhnya begitu pintu kamar dibanting dari luar. 08 Pagi ini langit tak secerah biasanya. Tetes bening berjatuhan dari atas sana, membasahi bumi dengan tangisan semesta. Hujan ringan yang mengguyur Jakarta, bagai kelambu berlian yang menjuntai indah di udara. Melunturkan doa-doa serta harapan yang pernah terucap dari bibir Cinta. Membawa embusan angin dingin yang menusuk lewat celah-celah jendela ruang tengah keluarga Hutama yang akan menjadi saksi bisu kehancurannya.Cinta. Gadis itu duduk di sudut ruangan dengan mata berembun. Tubuhnya bergeming, tak mampu melakukan pergerakan sekecil apa pun selain menghirup dan mengeluarkan napas pendek-pendek. Mencoba melawan himpitan kasatmata yang menekan kuat di dalam dada.Pemandangan di depan sana sungguh menyakitkan hatinya, mengiris tipis tiap kulit jantungnya yang terasa tak mampu lagi mengalirkan pasokan darah ke sekujur tubuh. Ia hanya bisa membatu, duduk di antara para tamu undangan yang hadir untuk menyaksikan acara sakral yang akan berlangsung pagi ini.Ruangan yang sejak tadi begitu ricuh, mendadak hening seketika. Semua mata menuju satu arah yang sama. Perlahan, Cinta mengangkat kepala, mengikuti arah pandang mereka. Detik berikutnya, ia terpaku pada satu sosok di ujung tangga.Dalam balutan kebaya putih sederhana, Alumunia tampak begitu bersinar dengan diapit Bi Rahma dan Bi Sumana yang mengenakan kebaya berwarna senada—biru tua—di kanan kirinya. Langkah anggun dari sepasang kakinya yang beradu dengan lantai marmer, memacu detak jantung Cinta yang memburu. Setiap jejak yang Aluminia ambil, memicu kecepatan dentum di dalam sana. Semakin cepat ... cepat .... dan cepat, hingga Cinta tak bisa menjamin organ pemompa darah itu akan bertahan sampai esok hari.DEG!Lalu satu detak terakhir serasa menghentak hingga sistem pernapasannya ikut terhenti sejenak, begitu tubuh Aluminia telah terduduk di kursi berpita tepat di samping Iron. Berhadapan dengan seorang penghulu dan petugas dari KUA.Mata Cinta tak lagi berembun. Bulir-bulir basah mulai berjatuhan di pipi. Rasa sakit yang teramat di dada, memaksanya menundukkan kepala. Suara isak kecilnya tersamarkan oleh ocehan Master of Ceremony yang mengintruksikan bahwa akad akan segera dimulai.Iron Hanggara, suara penghulu terdengar. Di tempatnya, Cinta gemetaran. Anda siap?Gadis itu tak mendengar apa pun untuk sesaat. Barangkali Iron menjawab dengan anggkukan, karena setelahnya, suara penghulu kembali terdengar lebih tegas dan lantang dengan diawali pembacaan basmalah terlebih dahulu.Iron Hanggara, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Aluminia Lara ....Telinga Cinta berdengung, tak mampu mendengar lagi. Satu tetes keringat dingin jatuh dari pelipis, berbaur dengan air mata yang berderai-derai. Cinta megap-megap, seluruh pasokan undara seakan menghilang dari sekitar. Ia tak sanggup. Rasa sesak ini menghimpit dadanya, merambat ke atas dan mencekit tenggorokannya. Ini, lebih dari sekedar menyakitkan.Berpegangan pada sandaran kursi tamu yang ia duduki, Cinta hendak bangkit berdiri, memaksa kedua kakinya yang mendadak berubah jeli untuk melangkah pergi. Tapi, tubuhnya kembali terhempas begitu saja kala suara berat Iron terdengar menyapa telinga.Hati Cinta hancur saat itu juga.Saya terima nikah dan kawinnya Cin Detak jantung Cinta kembali menghentak. Pandangan nanarnya mengarah pada punggung Iron yang biasanya tampak kokoh, kini terlihat lesu. Cinta tahu, bukan hanya dirinya yang terluka. Iron juga.Merasa telinganya menangkap suku kata ganjil, Aluminia menoleh ke samping. Kelopak matanya menyipit kala di dapatinya Iron mematung sesaat setelah hampir menyebutkan nama yang salah. Wanita itu baru bisa bernapas lega setelah Iron memperbaiki nama yang harus ia sebut dalam kabulnya.Al ... Aluminia .... Iron tersenyum getir. Hari ini, ia tahu arti kalah yang sebenarnya.Jika katanya para lelaki akan deg-degan dan gugup setengah mati saat detik-detik melalui ijab kabul, maka hal itu tak berlaku bagi Iron. Ia hanya merasa ... hampa.Dan saat jabatan tangannya serta penghulu terlepas, serta merta sesak tak berperi memenuhi paru-paru Iron. Kata 'sah' yang menggema, bagai terpantul di gendang telinga.Pemuda itu termangu.Andai yang ia nikahi adalah Cinta Givanna ... semua pasti jauh berbeda.Sentuhan lembut di punggung tangan kanannya, bagai aliran listrik bertegangan tinggi yang berhasil menyentak Iron kembali ke dunia nyata. Pemuda itu menoleh ke samping kiri. Spontan, napasnya tertahan selama sepersekian detik kala menyadari tangannya kini sudah terangkat di udara dan berhenti tepat di depan pucuk hidung mancung Aluminia. Iron kesulitan menelan ludah, seakan ada biji kedongdong yang menyumbat lubang tenggorokannya.Dicium dong, pengantinnya. Entah siapa pemilik suara yang sudah berceletuk demikian, karena detik berikutnya Iron mendapati wajahnya maju, mendekati Lumi dan mendaratkan kecupan ringan di kening perempuan itu. Hanya sekilas, sebab batinnya meronta, jijik akan skinship mereka.Mengakhiri kecupan di kening Lumi, tubuh Iron kembali kaku. Doa-doa mulai terurai untuk kelangsungan rumah tangga baru yang akan segera dimulai dengan sang istri, tapi hati Iron merintih yang sebaliknya.See ....Dia benar-benar harus menikahi Aluminia Lara. Terhitung dua minggu dari acara diskusi keluarga.Ucapan selamat bertubi-tubi dari para tamu undangan yang hanya terdiri dari anggota keluarga dan segelintir sahabat dekat, membuat kekalahan Iron terasa lebih nyata.Pada akhirnya Iron harus mengakui, dalam permainan ini Aluminialah pemenangnya.Menggunakan ekor mata, Iron mencoba menjelajahi seluruh isi ruang tengah keluarga Hutama yang hari ini disulap menjadi ruang akad sekaligus resepsi pernikahan. Pesta kecil-kecilan memang, mengingat awal dari pernikahan ini adalah sebuah kekeliruan.Dari ujung ke ujung, tak Iron temukan seraut wajah jelita bidadari yang sudah lebih setahun mewarnai harinya. Iron mendesah resah. Rasa sakit bertubi-tubi menyerang ulu hati, berbaur dengan amarah yang menggelegak di jiwa. Rahang pemuda itu mengeras kala matanya tak sengaja melirik Aluminia yang berdiri angkuh di sampingnya. Menerima ucapan selamat dari para tamu dengan senyum palsu.Dasar penjilat!Iron, panggilan yang terdengar familier menarik perhatian. Iron menoleh ke samping dan menemukan Boby, sepupu dari pihak Subhan yang berjalan meniti dua anak tangga menuju panggung. Iron menyambutnya dengan senyum tipis begitu pemuda bertubuh tinggi besar dan berjambang itu tiba di hadapannya.Selamat ya, Bro! Boby menyalami Iron sembari menggoyangkan jabatan tangan mereka dengan sedikit hentakan ringan. Gue nggak nyangka bakal lo langkahin, kekeh Boby saat jabatan tangan keduanya terlepas. Iron tak menyahut, tak punya mood untuk sekadar mengobrol dengan Boby yang notabene adalah salah satu sepupu terdekatnya.Mengabaikan ocehannya yang tak mendapat tanggapan, Boby mendekatkan bibir pada telinga Iron dan berbisik, Hebat, lo bisa naklukin model cantik macam Aluminia! Yang Iron balas dengan dengusan pendek tak kentara. Selain keluarga inti, tidak ada yang tahu bahwa wanita yang telah sah menjadi istrinya tengah berbadan dua, hasil perbuatan mesumnya entah dengan siapa.Usai mengucapkan selamat pada Iron, Boby beralih pada Aluminia. Ia berbasa-basi sedikit, sebelum akhirnya turun kembali dan berganti dengan tamu undangan yang lain.Aluminia bukan tak mengerti keresahan Iron. Sejak tadi pemuda itu tiada sekata pun menyapanya. Oh, bukan hanya sejak tadi, tapi sejak dua minggu lalu. Hanya tatapan tajam yang selalu Iron arahkan. Kendati begitu, siapa peduli.Aluminia juga tahu alasan Iron menikahinya selain karena untuk menyelamatkan nama baik serta keberlangsungan HC, juga karena Subhan memeberi keringanan. Katanya, setelah Aluminia melahirkan dan bayinya terbukti bukan anak Iron, maka lelaki itu boleh menceraikannya.Ugh. Lumi tak pernah takut menjadi seorang janda. Toh setelah mereka bercerai, ia masih akan mendapat harta gono-gini, kan? Bonus seorang bayi cantik.Mengingat rencana dalam otaknya, Lumi tertawa dalam hati. Memikirkan betapa liciknya ia .... Eh, Aluminia nggak mau nambah? tanya Rosaline ramah. Mendengar pertanyaan ibunya, Iron menelan paksa makanan dalam mulut. Ia mendongak menatap Rosaline sejenak, yang sedang berusaha tersenyum, lalu mengalihkan tatapan pada Aluminia yang menjawab pertanyaan itu dengan gelengan pelan. Dalam hati, Iron berdecak memerhatikan tingkah Lumi yang sok kelewat anggun di meja makan.Lihat saja dia. Duduk dengan punggung tegak. Kaki menyilang di balik meja. Gemulai tangannya saat menyendok. Juga gerakan pelan rahangnya saat mengunyah. Dan lihat isi piringnya. Hanya setengah centong nasi. Tumis kangkung serta sepotong daging ayam. Menyiksa diri sekali. Tidakkah ia kasihan pada bayi dalam kandungannya yang butuh nutrisi? Atau memang begitu cara makan seorang model untuk mempertahankan bentuk tubuh tetap ideal? Sangat berbeda dengan Cinta yang makan dengan cara apa adanya.Iron, tanya istrimu dong, mau makan apa? Subhan Hutama menimpali. Walau sebenarnya ia lebih menyukai Cinta untuk dijadikan menantu, bukan berarti ia harus berlaku tak adil pada Aluminia. Mengabaikan fakta tentang jati diri ayah dari bayi yang dikandung istri dari putra sulungnya ini. Jadi suami kok, nggak ada perhatiannya sama sekali. Kasian bayi kalian.Iron yang sejak tadi merasa jengah duduk bersebelahan dengan Aluminia, meraih gelas kristal yang terisi penuh, lantas menandaskan isinya dalam tiga kali tegukan sebelum menanggapi ocehan Subhan tak acuh. Kalau memang dia nggak mau makan, ya udah. Ngapain dipaksa.Iron! tegur Subhan dan Rosaline serentak. Cukup heran dengan tingkah Iron yang akhir-akhir ini sering membangkang.Tahu teguran orangtuanya merupakan awal dari ceramah panjang, cepat-cepat Iron mendorong piring makannya yang baru habis dua sendok menjauh, seiring dengan dorongan yang ia lakukan pada kursi kayu berplitur mengkilap ke belakang.Aku udah kenyang! Pemuda itu bangkit berdiri. Dan sebelum Subhan sempat mencegah, tubuhnya berbalik pergi dari ruang makan yang penuh dengan aura kecanggungan karena kehadiran anggota keluarga baru yang tak diharapkan.Usai acara pernikahan siang tadi, Iron memutuskan untuk pulang ke rumah seorang diri. Persetan dengan Aluminia, toh yang diperlukan hanya status. Namun, ternyata pemikirannya tak sejalan dengan sang ibu. Rosaline justru mengajak serta Aluminia menuju kediaman mereka. Iron kesal, tapi ia tak mungkin mendebat Rosaline.Maafkan Iron ya, Lumi. Dia nggak biasanya bersikap begitu. Rosaline berucap tak enak hati. Menatap Lumi dengan sorot lembut sarat ketulusan yang tak dibuat-buat.Nggak apa-apa kok, Tante, balas Lumi setelah menghabiskan suapan terakhir. Ia tak begitu peduli dengan perdebatan kecil yang sempat terjadi beberapa saat lalu. Aluminia sudah biasa menghabiskan waktu makan dengan perdebatan yang lebih parah dari ini.Meneguk setengah gelas air mineral yang tersisa dalam gelasnya, ia undur diri.Pintu bercat putih dengan ukiran burung elang yang berada di ujung lantai dua, merupakan kamar suaminya. Aluminia melangkah tanpa ragu menuju pintu tersebut. Senyumnya mengembang kala mengetahui pintu kamar Iron tak terkunci.Suara gemericik air dari kamar mandi langsung menyapa telinganya begitu ia masuk. Lumi mengedarkan pupil mata, memindai seluruh isi ruangan. Seperti halnya kamar para pria pada umumnya, tak ada yang istimewa dari kamar Iron. Hanya sebuah kotak persegi berukuran 7x7 meter dengan perpaduan warna abu dan hitam. Pada dinding tempat kepala ranjang bersandar, tertempel lukisan abstrak dengan sentuhan banyak warna yang tak Lumi pahami maknanya. Smart TV berlayar empat puluh dua inchi menempel manis pada tembok yang berhadapan dengan ranjang berukuran king yang sejak tadi menggoda Lumi untuk melelapkan diri. Lemari pakaian dengan empat pintu berdiri kokoh di bagian selatandua koper bawaan Lumi teronggok di sampingnyasejajar dengan pintu kamar mandi. Gorden tipis berwarna hitam melambai-lambai dari jendela pemisah antara kamar dan balkon yang berada di sisi utara.Pandangan Lumi berhenti beredar pada meja nakas di samping ranjang.Mengabaikan apa pun yang berada di kamar ini, Aluminia merebahkan diri ke atas kasur empuk. Ia menempati sisi kiri ranjang dan mulai berselancar di dunia maya. Membuka akun twitter, path dan instagram, hingga akhirnya jatuh terlelap.Iron keluar dari kamar mandi tak lama kemudian. Rahanganya otomatis mengetat mendapati pemandangan yang sukses membuat kemarahan yang sempat mereda menggelegak kembali ke permukaan. Ia tak suka seseorangselain keluargamemasuki teritorinya tanpa izin. Tapi, untuk membangunkan dan menyeret perempuan ular itu keluar dari kamar ini pun, Iron tak sudi. Ia enggan melakukan komunikasi dalam bentuk apa pun dengan seorang Aluminia. Cukup tadi pagi ia mencium keningnya sebagai formalitas pernikahan, meski sesudahnya Iron harus berjengit jijik dalam hati.Maka setelah berganti pakaian, Iron segera pergi dari kamar. Malam ini ia akan tidur di kamar Steel saja sembari memikirkan cara membalas wanita ular itu. Jangan harap dia bisa bersenang-senang selama menjadi istri Iron.    09 Bunyi pintu terbuka, mengalihkan perhatian Steel dari layar laptopnya yang menyala. Pemuda tanggung itu memang tengah mengerjakan tugas yang harus di presentasikan besok. Dan kini, ia hanya tinggal mengetikkan referensi buku pada halaman terakhir makalahnya yang sudah rampung.Merasa heran dengan kemunculan sang kakak yang memang sangat jarang menyambangi kamarnya, alis Steel otomatis naik sebelah, dan makin tinggi kala mendapati Iron mendekat menuju ranjang, lantas menjatuhkan tubuh di sisi kanan. Bersikap tak acuh pada Steel, seolah si empunya kamar tidak berada di ruang yang sama.Ngapain Abang di sini? nada heran tak bisa Steel tutupi dari kalimat tanyanya.Numpang tidur, jawab Iron sekenanya sembari memejamkan mata dengan sebelah tangan bertengger di atas kepala.Eh?Mendengar jawaban aneh Iron, konsentrasi Steel tiba-tiba buyar. Laptop berukuran empat belas inchi dengan gambar apel tergigit yang sejak tadi ia gunakan untuk mengetik, didorong menjauh setelah menekan tombol CTRL+S untuk menyimpan file. Saat ia berdiri, kursi putar yang menjadi penyokongnya di balik meja belajar yang terdapat di sudut selatan kamar, praktis terdorong ke belakang. Mahasiswa semester enam itu melangkah menuju ranjang dan mengenyakkan diri di sisi yang kosong.Pengantin baru kok, numpang tidur di kamar orang? Nggak kasian sama istrinya? Steel meraih guling bersprei gambar club sepak bola Juventus yang tergeletak di tengah ranjang. Meletakkan di pangkuan kakinya yang bersila dengan tetap memerhatikan Iron lekat-lekat, kendati ia tahu kakaknya malas membahas topik mereka saat ini. Atau, Kak Lumi lagi PMS, ya? lanjutnya tanpa ada niatan bercanda.Menyingkirkan tangannya dari atas kepala, mata Iron terbuka. Ditatapnya sang adik jengah sebelum balik bertanya, Lo nggak lupa alasan gue nikahin perempuan itu, kan? Satu anggukan polos, Steel berikan sebagai jawaban. Terus kenapa lo masih nanya, ngapain gue di sini?Steel mengedip. Bibirnya mengerucut miring dengan kerutan samar di kening. Karena menghindari Kak Lumi? cetusnya kemudian. Belum sempat Iron menanggapi, ia bekata lagi, Kenapa nggak nerima nasib aja, sih? Punya istri cantik itu ya, dimanfaatin. Daripada meluk guling, mending melukin Aluminia yang seksi, kan?Pletak!Toyoran keras memdarat di kening Steel. Pemuda itu kontan berhenti mengoceh. Suara cemprengnya berubah menjadi ringisan tertahan.Sakit, Bang! Ia mengusap bagian pelipis yang terturupi poni pagar. Rambut mangkoknya yang semula rapi, berantakan akibat toyoran sadis Iron.Kamu masih kecil. Belajar yang bener, baru boleh mikirin cewek seksi. Iron meraih selimut di bawah kakinya, lalu menyelimuti seluruh tubuh hingga kepala dan berbaring miring memunggungi Steel. Yang dipunggungi masih bersungut-sungut lantaran rasa nyut-nyutan di kening kirinya masih belum hilang.Bangkit dari ranjang, Steel melempar gemas guling yang tadi ia pangku pada Iron, tapi si kakak tetap bergeming. Ditakdirin hidup enak, malah milih sengsara, gerutunya yang tanpa sadar berhasil membuat mata Iron kembali terbuka di balik selimut. Memikirkan gerutuan Steel yang terdengar bagai ... saran. (?)Ditakdirin hidup enak, malah milih sengsara,Memilih hidup sengsara, ya?Segaris tipis senyum keji Iron terkembang. Kini ia tahu, apa yang harus dilakukan terhadap Aluminia untuk membuatnya tersiksa.Tetap dengan seringai licik, Iron memicing. Bersiap memasuki dunia kedua. Sepertinya, malam ini ia akan disuguhi mimpi indah. Pukul enam pagi, Iron kembali ke kamarnya sendiri setelah numpang mandi di kamar SebelahSteel.Matanya membeliak begitu memdapati perempuan yang sejak kemarin telah sah menjadi istrinya masih tertidur pulas. Dan terbelalak ketika baru meyadari, ada seekor kucing kampung kurus berwarna hitam yang tampak anteng menjilati ekornya sendiri tepat di samping Lumi, di atas kasurnya. Rahang Iron nyaris membentur lantai menyaksikan visualisasi menjijikan itu.Dan Ia tahu pasti, ini semua ulah siapa. Aluminia seolah selalu punya cara menaikkan tensi darah pemuda itu.Satu kenyataan buruk bagi Catty. Iron alergi bulu kucing.Tak berniat membangunkan Lumi dengan cara berperikemanusiaan, Iron membawa kakinya menuju ranjang dengan memberi penekanan penuh pada setiap langkah. Meraih vas bunga berbahan keramik di nakas dekat pigura fotonya, Iron melempar benda tersebut ke lantai, penuh emosi.Suara benturan antara keramik dan marmer yang memekak telinga, sukses mengagetkan Lumi dan Catty sekaligus. Perempuan itu melenguh panjang sebelum membuka sepasang kelopaknya dengan rasa heran. Sementara Catty terpaksa menghentikan aktivitas menjilatnya dan melayangkan tatapan menghujam pada seseorang yang telah berani mngusik tidur nyenyak sang majikan.Apaan, sih?! desis Lumi jengkel. Ia mengubah posisi tidurnya menjadi duduk dengan menumpukan sebagian berat badan pada kepala ranjang. Rasa pusing mendera kepalanya akibat terbangun tiba-tiba.Singkirkan kucing sialan itu dari kasurku! Tanpa mengurangi kadar emosi yang nyaris mencapai puncak, ditatapnya Lumi tajam. Berusaha menusuk keangkuhan perempuan itu. Alih-alih merasa terintimidasi, Lumi dengan santai merengkuh tubuh kurus Catty. Mendudukkan si kucing di atas pangkuan, lalu balas menatap Iron dengan sebelah alis terangkat.Merasa nyaman dipangku Lumi, Catty kembali menjilati ekornya. Tak menyadari perang dingin yang terjadi antar dua manusia yang berada dalam ruangan yang sama ini.Ya? Lumi bertanya santai, bersikap bagai seorang istri yang tengah mencoba mengerti kemanjaan suami. Ia bukan tak menyadari, sikap apatisnya ini akan menyulut emosi Iron lebih tinggi lagi. Terlihat dari sepasang bibir pemuda itu yang kian menipis seiring suara gemelutuk samar dari gerahamnya yang saling beradu.Dengar Aluminia Lara, ada penekan penuh pada nada suara Iron yang rendah nan berat. Bulu halus di tengkuk Lumi sontak berdiri. Ini kamarku. Dan kamu ..., pemuda itu mengangkat jari telunjuknya, menunjuk Lumi dengan gestur menghina, tidak bisa berbuat sesuka hati di sini. Kamu cuma numpang. NUM-PANG. Ingat!Alis Lumi yang semula terangkat, makin menghilang di balik poni cokelatnya yang berantakan. Aku istri kamu. Aku berhak di kamar ini. Di rumah ini. Tangannya yang mulai gemetar akibat menahan gejolak samar yang mengeliat di dada gara-gara perkataan kasar Iron, ia gunakan untuk mengelus tubuh ringkih Catty. Kucing itu berhenti menjilat ekor saat menyadari ritme elusan tangan majikannya yang makin cepat, lantas menoleh pada Lumi dengan kedua pupil mata yang membundar lucu.Derai tawa mencemooh terurai dari bibir Iron. Istri? ulangnya. Tawa pemuda itu terhenti. Tangannya dilipat di depan dada. Berhenti bermimpi Aluminia! Hari sudah pagi.Kamu yang seharusnya belajar menerima kenyataan, Iron. Sebesar apa pun usaha kamu menyangkali status kita, aku tetap istri kamu. Dan akan selalu begitu.Delapan bulan, ucap Iron lamat-lamat. Setelah kamu melahirkan dan terbukti bayi sialan itu bukan anakku, secepat mungkin aku akan menceraikan kamu. Atau .... Iron sengaja menggantung kalimat selanjutnya. Mata tajam itu ia gunakan untuk menghujam ke arah perut rata Lumi penuh kebencian. ... Bayi itu lebih baik mati sebelum dilahirkan ke dunia agar tidak harus menanggung dosa kedua orangtuanya. Kembali menatap Lumi dengan keji. Kurasa itu akan lebih mudah?Iron mendoakan bayinya mati.Lumi menelan ludah kelu. Matanya bergetar, membidik Iron lebih tajam. Mati-matian ia menahan amarah yang membuat perutnya bergejolak panas demi tak membangunkan setan yang sedang tertidur dalam dirinya. Leher Catty yang malang, tanpa sadar ia cengkeram kuat hingga kucing itu mengeong kesakitan.Yang kamu bilang tidak akan pernah terjadi, Iron. Lagi-lagi nada penuh janji yang Aluminia ucapkan berhasil membikin Iron tertegun sejenak. Jangan lupakan, Aluminia adalah wanita licik yang bisa menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Berhadapan dengan Lumi, tidak serta-merta hanya mengandalkan rencana. Iron harus tetap berhati-hati dalam setiap mengambil kangkah. Punggung pemuda itu bergidik ngeri saat ekor matanya melirik Catty yang terlihat begitu kesakitan.Aku tidak akan kalah untuk kedua kalinya, ujar Iron pasti, setelah berhasil menguasai diri. Ketajaman matanya belum berkurang sama sekali. Netra cokelat terang itu justru makin menyala. Tak sadar, ia mengembuskan napas lega kala cengkeraman tangan Lumi pada leher Catty merenggang lalu terlepas sepenuhnya. Kucing malang itu terbatuk sesaat dan seolah tak pernah mendapat perlakuan kejam dari sang majikan, ia bergelung makin merapat di pangkuan Lumi. Iron yang melihat, nyaris mengelindingkan bola matanya ke lantai. Sepasang manusia dan hewan di hadapannya ini ... benar-benar ....Mendengus kasar, Aluminia melengos sambil merapikan poninya yang berantakan. Kamu bahkan sudah kalah dua kali, cibir perempuan itu.Iron mengerjap, mengalihkan perhatiannya dari Catty. Tangan yang semula bersedekap, kembali terkulai di sisi tubuh. Ia berdehem menyadari kesalahannya. Bagaimana ia bisa lupa, Lumi telah mengalahkannya dua kali. Dua kalimat penuh janji yang pernah perempuan itu ucapkan sudah terbukti. Dan kini, Lumi kembali mengucapkan janji yang berbeda. Aku tidak akan kalah untuk ketiga kalinya, koreksi Iron. Mengetahui dirinya tak lagi memiliki harga diri untuk menumpahkan emosi, Iron berbalik badan. Tanpa kata, ia melangkah menjauhi ranjang. Saat menyentuh kenop pintu keluar, sepintas otaknya mengingat sesuatu. Tak mau repot-repot menoleh, ia berkata, Kemasi barang-barang kamu. Sore nanti, kita pindah. Dan satu lagi, aku tidak mau melihat kucing sialan itu berada di kamarku. Lalu keluar dengan membanting pintu sekuat tenaga.Sepeninggal Iron, Aluminia memicing rapat-rapat. Tangan kanannya terangkat menyentuh kepala dengan memberi tekanan pada setiap ujung jari. Mencoba merdakan gejolak emosi tertahan yang telah berhasil Iron bangunkan. Huachim ....Iron menggosok-gosok hidungnya yang sudah semerah tomat busuk dengan ibu jari. Gara-gara berdekatan dengan kucing Lumi, kini Iron harus menanggung risikonya. Padahal tadi ia sudah berdiri cukup jauh dari kucing sialan itu, tapi kenapa masih alergi juga? Pasti karena bulunya sudah menyebar di seluruh kamar. Pasti.Pengantin baru kok, malah sakit. Sindiran menyebalkan dari Damar, Iron balas dengan delikan tajam.Untuk satu minggu ke depan, Iron mendapat izin cuti nikah dari sang Komisaris Direktur HCSubhan Hanggara. Padahal ia sudah mati-matian meminta agar dibiarkan langsung bekerja, tapi Subhan tak terima. Jadi, daripada menghabiskan waktu satu minggu di rumah dengan intensitas bertemu Aluminia lebih sering, Iron lebih memilih mengungsi ke Zera Agency yang pasti tidak akan menolak kehadirannya.Jadi, rumah itu beneran nggak dipake? Alih-alih menanggapi sindiran Damar, Iron melanjutkan pembicaraan mereka yang sempat tertunda gara-gara bersinnya.Damar berdecak sebelum menanggapi. Iron memang sulit diajak bercanda. Yep. Ia mengangguk, mulai serius. Rumah itu dulunya milik salah satu mantan model Zera dan dijadikan agunan sebagai jaminan atas sejumlah uang yang dia pinjam dari gue. Karena nggak bisa Lunasin utang, rumah itu jadi milik gue sekarang, jelasnya seraya meraih cankir teh, lalu menyeruput perlahan.Huacim .... Lagi-lagi Iron bersin. Kalau rumah itu gue tempati sementara, boleh, kan?Meletakkan cangkir teh kembali ke atas meja, Damar memusatkan perhatian penuh pada Iron. Matanya menyipit curiga. Lo nggak ada niat ngajak Lumi tinggal di sana, kan?Iron mengedikkan bahu sebagai jawaban.Gila! Damar menghempaskan punggungnya pada badan sofa. Tak habis pikir dengan ide brilian Iron. Lo emang beneran gila!Gue cuma butuh persetu ... huacim ... juan lo, Dam. Iron menggosok hidungnya makin kasar. Berharap dengan melakukan hal tersebut, hidungnya berhenti merasa gatal.Bukannya pembangunan rumah lo yang di Menteng udah kelar? Damar menoleh ke samping, tempat di mana Iron duduk. Kerutan dalam di keningnya, menunjukkan bahwa pemuda itu benar-benar heran.Rumah itu bakal gue tempatin sama Cinta, nanti.Oh, Tuhan! Damar mengusap wajah dramatis. Gue aja nggak pernah kepikiran bakal nikah sampai dua kali.Loo bakal mikir gitu, kalau yang lo nikahi cewe macam Aluminia Lara. Iron berkata setengah mendengus. Jadi? Ia menelengkan kepalanya. Meminta kepastian pada sang lawan bicara.Pernah denger istilah 'benci jadi cinta'? Bukannya menjawab, Damar malah balik bertanya. Sesaat, Iron tak bereaksi. Pemuda itu hanya menatap Damar penuh arti, mencari pancaran jenaka dari telaga bening Damar yang sayang tak ia dapati. Mengedip, sudut kiri bibir Iron mulai berkedut. Detik berikutnya, suara tawa terbahak menggema memenuhi ruangan, memecah hening yang sempat tercipta. Pertanyaan aneh Damar yang tiba-tiba, entah mengapa membuat perut Iron geli.Di tempat duduknya, Damar menahan diri untuk tak menggeplak kepala Iron yang ia kira mendadak sinting.Benci jadi cinta, ya? ulang Iron di sela gelak tawanya. Ia bahkan sampai meneteskan air mata saking gelinya dengan pertanyaan Damar yang ... mustahil. Ayolah, Dam. Kita udah dua puluh tujuh tahun. Istilah begituan berlakunya sepuluh tahun lalu, saat usia kita masih belasan. Sekarang, istilah menjijikan yang lo sebut tadi, udah nggak berlaku lagi. Lebih-lebih bagi gue dan Aluminia, gelak tawa Iron terhenti sepenuhnya begitu nama perempuan itu disebut. Gue benci sama dia, sampe pingin banget gue bunuh rasanya. suara dan raut wajah Iron berubah menyeramkan. Tatapan matanya lurus ke depan dengan kedua tangan terkepal erat hingga urat nadinya tercetak jelas di atas masing-masing paha, seolah tengah menyaksikan secara langsung sesuatu yang baru ia utarakan di depan mata.Damar menelan ludah kelat. Jika melihat gelagat Iron saat ini, ia pun yakin tak akan pernah tumbuh benih cinta di antara Iron dan Alumunia. Apalagi, Lumi merupakan perempuan yang sulit mendapat simpati. Perempuan itu tingkat liciknya selevel dengan ibu tiri Cinderella. Atau bahkan lebih parah.Oke! Damar tiba-tiba berdiri. Ia tak suka suasana mencekam yang sempat terjadi akibat kebencian Iron. Melangkah ke arah meja kerjanya, Damar membuka laci, mengambil dua kunci dari sana, lalu melemparnya pada Iron yang langsung menangkap dengan sigap. Lo boleh tinggal di sana, selama yang lo mau. Toh, gue nggak ada niatan tinggal di rumah itu.Mendesah pendek tak kentara, Iron tersenyum lebar menatap sepasang kunci di tangannya. Thanks, Brohuachim!Jauh-jauh lo dari gue. Makin lama di sini, semua virus penyakit dari tubuh lo bisa nyebar di ruangan gue! Damar menjatuhkan diri pada kursi kerjanya, dan memutar-mutar ke samping kanan-kiri, berlaga bagai bos besar. Kembali bersikap santaiSenyum Iron berubah menjadi cengiran. Mmm ... satu lagiApa? potong Damar segera. Berharap Iron lekas enyah dari ruangannya.Gue minta kontrak kerja Lumi dan Zera diakhiri.Apa!? Refleks tubuh, Damar bangkit dari kursi. Cukup shok dengan permintaan Iron yang tanpa tedeng aling-aling. Lebih-lebih, ia mengucapkannya seolah minta dibelikan es krim rasa strawberi. Mudah sekali. Jangan bercanda, Iron! Damar berkacak pinggang. Aluminia adalah salah satu aset penting Zera. Gue bisa sabar kalau lo cuma minta agar gue ngasih dia cuti sampai lahiran nanti.Ayolah, Dam ....Dengar Iron! Satu tangan Damar terangkat ke udara. Meminta Iron untuk tak menyela ucapannya. Dia bahkan masih terikat kontrak dengan beberapa perusahaan. Minggu depan, Lumi juga ada pemotretan untuk katalog fashion edisi bulan Agutus, nanti. Mutusin kerja sama Lumi dengan mereka bukan perkara mudah. Gue juga harus bayar pinalti karena dianggap telah melakukan tindakan wanprestasi. ucapan Damar diakhiri dengan geraman. Pola pikir Iron memang ajaib.Gue yang bakal nanggung semua biaya pinaltinya. Yang penting, Lumi berhenti jadi model.Damar mengerang frustrasi. Ia mengenyakkan tubuh kembali pada kursi kerja dengan cukup kasar. Kadang gue nyesel temenan sama lo, Iron! Yang dibalas Iron dengan gelak tawa membahana. 10Istri(tak)ku Sayang, Istri Ku(buat) Malang Matahari masih terjaga dengan sinarnya yang menyengat di siang menjelang sore kala itu. Sesekali, biasnya menyapa jendela kaca mobil Range Rover putih milik Iron yang melintas cepat di jalanan Ibukota, mencoba menggoda Iron yang tetap tenang di balik roda kemudi. Di sampingnya, Aluminia duduk manis dengan sebuah ponsel buatan Vietnam berlayar lima inchi tergenggam di tangan. Tak ada satu pun dari mereka yang coba membuka mulut untuk memecah kebekuan situasi, hanya suara merdu Jessy J.  melantunkan lagu Price Tag dari stereo mobil yang menjadikan suasana tak benar-benar mati.Mengangkat kepala sekadar untuk menggerakkan otot leher yang terasa kaku akibat terlalu lama menunduk, pandangan Lumi terpaku pada jalan yang kini mereka lewati.Gang?Untuk apa Iron melewati gang sempit begini?Bukankah rumah pemuda itu terbangun di komplek perumahan daerah Menteng?Rasa penasaran serta merta menyerang kepala Lumi bertubi-tubi. Mau tak mau, akhirnya ia pun bertanya juga. Kita mau ke mana?Rumah baru. Iron menjawab tanpa mau repot-repot menoleh. Nada yang ia gunakan datar tanpa intonasi berarti. Aluminia kian curiga. Matanya yang menyipit memerhatikan jejeran rumah sederhanacenderung kecildi sisi kiri dan kanan jalan yang mereka lewati, ia arahkan pada Iron yang masih anteng mengemudi.Lewat jalan sempit begini?Sampai.Alih-alih menjawab, Iron menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah kecil berlantai satu dan berpagar besi setinggi dada. Pemuda itu menoleh pada Aluminia dengan tampang tripleknya. Turun!Di sini? Lumi mulai waswas. Wanita itu mengedarkan pandangan pada sekeliling sebelum menatap Iron kembali. Kamu pasti bercanda. Ia menaikkan nada bicaranya setengah oktaf. Alisnya yang menukik tajam serta kerutan dalam di keningnya cukup menjadi hiburan bagi Iron. Pemuda bermata cokelat madu itu menyembunyikan senyum kemenangan dalam deheman kecil.Mau turun secara suka rela atau dipaksa?Bibir kecil nan tebal milik Aluminia menipis seiring hujaman tatapannya yang ia layangkan pada Iron. Kamu .... Dan ia kehilangan kata-kata ketika orang yang coba dibunuhnya dengan tatapan setajam samurai, justru mendengus sembari membuka pintu tanpa ada niatan mendengarkan luapan amarahnya, hanya untuk mengitari bagian depan kap mobil dan membukakan pintu bagi wanita itu.Turun! perintah Iron enggan. Suaranya sengaja ia pelankan, karena tak ingin membuat beberapa orang yang mulai sembunyi-sembunyi memerhatikan mereka. Iron menyadari, mobil mewah yang ia kendarai tentulah terlalu mencolok di daerah perkampungan ini, tempat yang mana akan menjadi penjara menyeramkan bagi seorang hedonis macam Aluminia.Ogah! Lumi menggeleng tegas. Gadis itu bersedekap angkuh, enggan menoleh pada Iron yang berdiri dengan satu tangan menahan pintu mobil agar Lumi tak bisa menutupnya kembali.Malas berdebat lebih lama, Iron meraih lengan Aluminia, mencengkeram keras dan menyentaknya keluar. Ponsel yang tadi Lumi pangku terjatuh ke bawah jok. Gadis itu sedikit terhuyung  akibat tarikan kasar Iron. Jangan sekali-kali membantahku, Aluminia, ancamnya yang sudah pasti tak akan berhasil menakuti Lumi. Istrinya itu malah balik menyentak hingga cengkeraman Iron terlepas. Ia hendak masuk ke dalam mobil kembali, tapi Iron lebih dulu membanting pintunya hingga menutup. Alis Lumi makin menukik tinggi.Iron! Aku nggak mau tinggal di tempat menjijikan ini! Iron mendesis akan nada tinggi yang Lumi gunakan. Praktis orang-orang yang tadi hanya mengupingi mereka diam-diam, mulai memerhatikan secara terang-terangan. Bahkan, jumlahnya makin banyak. Tentu saja. Kawasan yang akan mereka tinggali ini merupakan perkampungan di daerah pinggirang Jakarta, yang mana rumah para penduduknya berdempetan. Bahkan jalan gang yang berpaping hanya cukup dilewati satu mobil. Dan akses jalan tersebut kini dikuasai oleh Range Rover putih Iron yang terparkir gagah. Di belakangnya ada mobil pick up hitam yang membawa barang-barang mereka. Oh, bukan mereka, melainkan barang-barang Aluminia yang mencapai empat koper besar. Sementara barang Iron hanya ada satu koper yang cuma berisikan pakaian.Tak mengindahkan perkataan Lumi, Iron memanggil Mang Ujang, sopir yang ia bawa dan masih setia duduk di kursi penumpang mobil pick up, lebih memilih mengobrol santai dengan si pemilik pick up ketimbang ikut campur dalam perdebatan pasangan baru itu.Iya, Mas? Mang Ujang keluar dari mobil dan menghadap Iron dengan hormat.Masukkan barang-barang ke rumah, lalu bawa mobil saya pergi. Setelah memastikan anggukan Mang Ujang, cepat-cepat Iron membuka pintu gerbang besi bercat hitam yang warnanya mulai memudar, kemudian menyeret wanita dalam cengkeramannya masuk tanpa memedulikan rontaannya, juga bisik-bisik tetangga yang mulai terdengar di sekitar mereka.Lepas, Berengsek!Permintaan Lumi, Iron kabulkan dalam bentuk bantingan keras tubuh wanita itu pada sofa kulit yang sudah mengelupas di sana-sini. Mang Ujang dan sopir pick up yang mengekori mereka dari belakang dengan membawa koper-koper keduanya, buru-buru pergi setelah menyelesaikan tugas terakhir, tak lupa menutup pintu agar apa pun yang Iron dan Lumi lakukan luput dari pandangan orang-orang yang masih berkerumun di depan rumah. Meski demikian, Mang Ujang tak bisa menjamin suara mereka tak akan terdengar ke luar. Karena jelas, rumah yang kini Iron tinggali bukan jenis istana megah macam kediaman Subhan Hanggara, yang di setiap kamarnya kedap suara.Satu meter dari pintu rumah yang baru saja ia tutup, Mang Ujang mendengar raungan Lumi dari dalam sana. Langkahnya dan si sopir pick up praktis terhenti. Mereka menoleh lagi ke belakang, lalu saling melirik sebelum sama-sama mengedik tak acuh. Lebih baik lekas pergi daripada menguping pertengkaran rumah tangga orang.Getaran pada saku kemejanya menarik perhatian Mang Ujang. Ia pun merogoh ponselnya yang merongrong.Satu pesan masuk dari Iron.Cepat bawa pergi mobil saya. Di dalamnya ada ponsel Lumi. Tolong disimpan dulu, dan berikan pada saya besok. DASAR BERENGSEK! umpat Lumi emosi. Bokongnya sedikit ngilu akibat benturan kasar dengan sofa kulit yang entah sudah berusia berapa puluh tahun dan tak lagi empuk. Mempertahankan harga diri, wanita itu kembali bangkit meski bagian perut bawahnya agak nyeri akibat empasan tadi. Berani kamu mempermainkanku?!Uh oh, Istriku Sayang ... aku tidak tertarik main-main sama kamu. Iron memasang tampang tak bersalah. Ia berdiri menjulang di hadapan Lumi dengan wajah polos yang dibuat-buat. Sengaja membikin Lumi makin berang. Kemampuanku memang hanya segini. Tapi, bukannya kita sudah saling berjanji untuk bertahan dalam gubuk derita sekalipun, asal tetap bersama? Iron mual sendiri mendengar nada dramatisnya. Namun, melihat wajah Lumi yang merah padam dan dadanya yang naik turun karena menahan marah, cukup membuatnya menikmati peran.Jangan main-main denganku, Iron, desis Lumi yang tak ia pedulikan. Iron tak lantas menjawab. Pemuda itu justru mengambil satu langkah maju, menipiskan jarak meraka. Seringainya terbit. Tanpa Lumi sangka sebelumnya, Iron meludah ke samping. Tangannya terangkat, menyelipkan sejumput rambut nakal Lumi ke belakang telinga, dan mengelus pipi wanita itu pelan.Mendapat perlakuan semacam itu, sontak punggung Lumi menegang. Ia menatap Iron makin tajam. Napasnya kian memburu, wajahnya pun memerah, tapi bukan karena marah, melainkan karena ....Ada debaran keras di dalam dada yang tak ia pahami.Dengar, Sayang ..., suara berat Iron kembali menyapa telinga. Lumi mengepalkan tangan, berusaha tetap berdiri dan tak goyah atas perlakuan kejam yang dikover dengan akting lembut Iron. Ia tahu, seseorang yang kini berstatus suaminya ini punya maksud tertentu. Hanya tempat ini yang pantas untuk kamu. Gerakan tangan Iron menjalar ke atas, mengelus kerutan dalam yang masih tercetak di kening Lumi yang berada di balik poni tebalnya. Kamu hanya singgahan sementara, Aluminia. Karena yang benar-benar akan menjadi istriku adalah Cinta. Dan yang pantas menempati rumahku cuma dia, Cinta. Tangan Iron terus menjalar hingga rambut coklat Lumi, mengelus sebentar, lalu ....APA KAMU DENGAR? Rambut pendek istrinya ia jambak tiba-tiba, hingga wanita itu memekik tertahan. Sakit dan kaget berbaur, tapi ada satu rasa yang lebih mengganggu. Denyut jantungnya terasa nyeri.Lagi-lagi, ia dibandingkan.Lumi menolak untuk kalah. Dengan mata yang berapi, diludahinya Iron tepat di hidung mancungnya. Wanita itu tertawa melihat refleks Iron yang langsung memejamkan mata dan menggeram marah.Beraninya kamu .... Jambakan Iron makin kencang begitu matanya terbuka. Dan tambah kencang saat melihat Lumi menyeringai, tak menampakkan raut kesakitan sama sekali.Aku bukan wanita lemah yang bisa kamu perdaya. Senyum bengis Lumi pamerkan. Bibir nakalnya ia gunakan untuk mengecup kecil lengan Iron yang berada di sisi wajahnya. Sesaat ... Iron tertegun. Detik kemudian ... Aluminia! geramnya di antara rasa sakit yang menjalar di lengan.Lumi, wanita ular itu ... menggigit lengan yang tadi ia kecup. Dasar licik!Menggunakan kesempatan saat jambakan Iron melemah, Lumi menjauhkan diri. Dia memeriksa kantong celana hot pants yang dikenakannya sore ini. Kosong. Meraba-raba sofa gepeng yang tadi ia duduki juga kosong. Lumi mengedip. Di mana ia tadi menyimpan ponsel?Tak menemukan di mana pun, Lumi berlari menuju lima koper yang teronggok di dekat pintu, meraih yang berwarna ungu lalu membukanya. Baru meraba isi dalam koper tersebut, gerakan tangannya terhenti.Benda-benda itu ... asing sekali.Tak mau berpikir negatif, Lumi kembali mengacak isi koper. Mencari tas kulit berwarna peach, tempat biasa ponsel dan dompetnya disimpan.Iron yang mengelusi lengan bekas gigitan Lumi, mengangkat satu alis. Senyum setan muncul di bibirnya. Mengerti apa yang Lumi cari.Kamu menukar isi koperku? Senyum Iron melebar ketika Lumi berbalik, menatapnya dengan amarah tertatahan. Di tangannya tergenggam dompet kulit hitam yang berisi puluhan lembar uang ribuan. Batin Iron terbahak menyaksikannya.Kamu nuduh aku? Pemuda itu menelengkan kepala. Menatap Lumi sambil bersedekap dada. Memperlihatkan tampang datar, tapi sinar kemenangan berpendar jelas di matanya.Emosi Lumi yang sejak tadi naik turun tak berturan, makin menjadi. Dilemparnya dompet itu ke arah Iron yang langsung sigap menghindar. Lembar uang ribuan yang terdapat di dalamnya berhamburan di udara.Kembalikan isi dompetku, Sialan! raung keras Lumi tak lagi ditahan. Ia berlari, menerjang Iron yang berdiri kesenangan. Kepalan tangan mungil yang hendak ia pukulkan pada dada bidang pemuda itu, dapat dengan mudah Iron tangkap lalu memutarnya ke belakang. Mengunci pergerakan Lumi.Oh, istriku .... Kembali Iron bertindak dramatis. Ia menunduk, berbicara tepat di samping telinga Lumi dengan bisikan kecil. Menikah denganku, bukan berarti kamu bisa menjadi ratu. Karena kamu lebih pantas diposisikan sebagai babu. Pelintiran Iron kian menguat seiring rontaan Lumi yang ingin lepas. Perih teramat Lumi rasakan di pergelangan tangannya, tapi ia tak sudi meringis dan lebih memilih menggigit bibir keras-keras. Oh ... aku punya kabar baik, suara Iron terdengar makin dekat. Bulu roman Lumi merinding merasai embusan napas hangatnya yang menerpa tengkuk. Kontrak kerja kamu dengan Zera sudah berakhir. Praktis, Lumi berhenti meronta. Derak tulang lehernya terdengar kala ia menoleh cepat ke samping kanan, di mana wajah Iron berada—bermaksud menyerang. Namun siapa duga, gerakan tiba-tiba yang ia lakukan justru berakibat fatal.Hidung mungilnya tanpa sengaja menabrak hidung mancung Iron. Bibir mereka ... bersinggungan.Lumi membeku. Iron terpaku. Semesta seolah menghentikan waktu. Dan mata mereka bertemu.Iron ingin mengedip, berusaha mengembalikan akal sehat. Tapi, bola mata Lumi seolah menahannya. Sepasang mutiara hitam itu bagai black hole yang menarik Iron makin dalam, menenggelamkannya pada dunia yang tak ia kenal. Dan entah pemikiran ini datangnya dari mana, Iron merasa: sinar yang terpancar dari telaga bening istrinya sama indah dengan sinar Bintang Kejora di Langit Utara. Amat memesona.Tanpa sadar, cekalan Iron terlepas.Suara dering ponsel terdengar, berhasil menyedot kembali kesadaran keduanya. Segera Lumi mendorong tubuh Iron menjauh. Begitu pun sebaliknya. Detak jantung yang tadi sempat terhenti, kini berpacu di luar batas normal. Aluminia melarikan pandangannya ke mana pun asal bukan Iron, sedang Iron buru-buru merogoh ponselnya di saku kemeja. Pemuda itu sampai harus menggeser tombol hijau hingga tiga kali lantaran jari jempolnya selalu salah sasaran. Detak ganjil di dalam dada membikin tangan Iron gemetar. Ia bahkan tak bisa membaca ID si penelpon. Mendadak dirinya buta huruf.Halo .... sergahnya. Terlalu bersemangat, menjauh dari Lumi hingga tak menyadari sapaannya terlalu keras dan terlalu cepat.Halo, Iron.Serta-merta, napas Iron tertahan begitu nada lembut seorang wanita menyapa indra pendengarnya. Iron kenal suara ini. Sangat.Perlahan, detak jantungnya berangsur normal. Gemetar pada tubuhnya menghilang. Senyum simpul terkembang.Ada apa, Cinta? tanyanya. Pemuda itu melangkah menjauhi Lumi dan memasuki sebuah pintu di dekat ruang tengah, lalu menutupnya pelan. Meninggalkan Lumi yang langsung meluruh, tak mampu menopang berat badan dengan kakinya yang tiba-tiba serasa bagai jeli.Menelan ludah, tangan kanan Lumi terangkat menyenduh dada. Merasakan debaran asing dari sana, sembari bertanya pada udara hampa.Tadi itu apa? 
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan