Bab 1- Saat Keran Bicara Bahasa Hening

0
0
Deskripsi

Pagi yang kacau di Kosan Damai Sejahtera dimulai dengan teriakan Bunga soal air mati. Bang Wimba, sang juragan kos, harus menghadapi keluhan para penghuni, mulai dari Ariem yang butuh air untuk mandi junub, Aa Lema dengan ide penampungan air hujan absurdnya, hingga Mbak Itia yang bayinya pup. Di tengah krisis, Bang Wimba kembali jadi pahlawan dadakan.
 

post-image-684a37b0aace1.jpg

Bab 1: Saat Keran Bicara Bahasa Hening (Krisis Air PDAM)

Teriakan melengking itu bukan lagi hal baru bagi Bang Wimba Seta. Itu adalah alarm paginya yang paling efektif, lebih dari dering ponsel atau kokok ayam jago tetangga. Pukul 07.15 WIB di Kosan Damai Sejahtera, Jalan Anggrek Merah No. 21, Kota Gemuruh.

"BANG WIMBAAAA! AIRNYA MATI LAGIIII! GIMANA BUNGA MAU MANDI KE KAMPUS?!" Suara itu milik Bunga, mahasiswi fashion design dengan standar kebersihan sekelas supermodel. Suaranya menembus dinding kamar-kamar petak, mengalahkan dengkuran Ariem si gamer dan bising knalpot motor Bang Roza yang baru pulang narik.

Bang Wimba yang tadinya masih khusyuk menyeruput kopi, kini meletakkan cangkirnya dengan sedikit kasar. "Sudah saya duga," gumamnya, menarik napas panjang. PDAM di Kota Gemuruh ini memang punya hobi aneh: mematikan air di jam-jam genting. Ibaratnya, mereka tahu persis kapan mahasiswi butuh shampoo, kapan ibu muda butuh air untuk popok, dan kapan semua orang butuh buang hajat.

Ia bangkit, mengenakan sendal jepitnya yang sudah putus sambung dengan lakban hitam. Pemandangan di kamar mandi umum lantai bawah sudah seperti pasar tumpah. Bunga berdiri di depan keran yang bisu, tangannya mengepal, rambutnya yang panjang terurai acak-acakan. "Bang Wimba! Ini jam berapa? Mata kuliah saya jam delapan! Saya bisa diusir dosen kalau bau kencur!" protesnya dramatis.

"Sabar, Neng Bunga," kata Bang Wimba, mencoba menenangkan. “Mungkin lagi ada perbaikan. Semalam nggak ada info sih...”

"Perbaikan apa?! Tiap bulan kayak gini!" sembur Bunga, memutar keran berkali-kali seolah itu akan memuntahkan air secara ajaib.

Tak lama, muncul Ariem dari kamarnya, dengan rambut acak-acakan dan mata merah khas begadang nge-game. Ia membawa ember kecil yang kosong. "Air mati lagi, Bang Wimba? Gila, ini mau mandi junub gimana caranya?!" keluhnya, lebih fokus pada air daripada listrik.

"Makanya, kalau mandi itu nggak usah nunggu air mati, Diem!" balas Bang Wimba, mencoba menyindir.

Dari arah tangga, Aa Lema, mahasiswa arsitektur dengan kacamata tebal dan kaos kumal, menyahut. “Bang Wimba, saya punya ide! Gimana kalau kita bikin sistem penampungan air hujan gravitasi di atap? Jadi kalau PDAM mati, kita punya cadangan. Bisa sekalian saya jadiin proyek tugas akhir!”

Bang Wimba menatap Aa Lema dengan tatapan nanar. “Proyek tugas akhir kok di kosan, A? Itu masalah air dulu, bukan masalah desain futuristik!”

Di tengah kepanikan itu, terdengar suara tangisan bayi dari kamar Mbak Itia. Tak lama, Mbak Itia muncul dengan wajah lelah, menggendong bayinya yang rewel. "Bang Wimba... airnya... bayi saya pup..." ucapnya pelan, nyaris tak terdengar.

Bang Wimba menggaruk kepalanya. Pup bayi di tengah krisis air adalah level kesulitan paling tinggi. Ia tahu, Mang Eman si tukang sampah tidak akan sudi mengangkut popok kotor jika belum dibilas bersih.

"Baik, baik!" Bang Wimba mengibarkan tangan, menyerah. “Semua tenang! Saya coba telepon PAM Tirta Makmur lagi! Yang punya ember, siapkan! Yang punya galon kosong, kumpul!”

Krisis air di Kosan Damai Sejahtera memang selalu jadi ujian kesabaran dan kreativitas. Bang Wimba Seta, sang juragan kos, tahu betul. Hari ini, ia kembali jadi pahlawan, diplomat, sekaligus petugas customer service dadakan. Dan petualangan airnya, baru saja dimulai.

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Bab 2 - elektroda untuk listrik sakaratul
0
0
Setelah drama air reda, giliran listrik Kosan Damai Sejahtera yang padam total. Bang Wimba Seta tahu persis biang keroknya: Ariem, si gamer garis keras yang menyolok semua gadget-nya hingga konslet. Di tengah kepanikan Bunga si fashionista tanpa hair dryer dan Mbak Itia ibu muda dengan bayi rewel   Bang Wimba terpaksa jadi teknisi dadakan. Kekacauan memuncak dengan ide absurd Aa Lema dan keluhan Bang Roza, sebelum akhirnya listrik kembali menyala, hanya untuk menunggu konslet berikutnya.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan