Bab 1 : Pernikahan Dadakan

2
0
Deskripsi

Kurang dari satu jam pertemuan pertama mereka, Naruto dan Hinata sah menjadi suami istri.

Dengan berbagai fakta yang mengejutkan dan membuat frustrasi, keduanya dengan rela tak rela menyetujui segala hal yang harusnya terjadi sesuai keinginan kedua orang tua.

Dalam hitungan menit, status lajang keduanya telah berganti. Apa lagi yang bisa terjadi?

🍁🍁🍁🍁🍁

Ganti Status Kilat 
NaruHina Fanfiction by Rameen
Disclaimer : Masasi Kishimoto

“Uzumaki Naruto, apa kau bersedia menerima Hyuuga Hinata sebagai istrimu yang akan kau jaga di kala sehat ataupun sakit, dan akan kau sayangi susah ataupun senang?”

“….”

Pendeta menghela napas saat pengantin pria hanya menatapnya terdiam. “Uzumaki Naruto, apa kau bersedia menerima Hyuuga Hinata sebagai istrimu yang akan kau jaga di kala sehat ataupun sakit, dan akan kau sayangi susah ataupun senang?” Ulangnya lagi dengan suara sedikit meninggi.

Mampu membuat Naruto berkedip dan menoleh ke sampingnya, melihat kedua orang tuanya yang mengangguk dengan sorot mata mengancam. Menelan ludah, akhirnya ia menjawab, “Ya, Saya bersedia.”

“Hyuuga Hinata, apa kau menerima Uzumaki Naruto sebagai suamimu yang akan kau jaga di kala sehat ataupun sakit, dan akan kau hormati di kala susah ataupun senang?”

“….”

Lagi–sang pendeta menghela napas kasar saat mendapati sorot kosong dari mata pengantin perempuan.

Senggolan pelan dari sang ibu yang ada di sampingnya, menyadarkan gadis Hyuuga itu dari lamunannya dan segera menatap pendeta dengan penuh tanya.

“Hyuuga Hinata, apa kau menerima Uzumaki Naruto sebagai suamimu yang akan kau jaga di kala sehat ataupun sakit, dan akan kau hormati di kala susah ataupun senang?”

Ini pertama kalinya pendeta itu mengulang janji pernikahan hingga dua kali baik bagi pengantin pria maupun wanita, dan dia tidak akan melupakan hal ini.

Hinata menoleh menatap memohon kepada ibunya, tapi ibunya justru tersenyum penuh makna, yang membuatnya rela tak rela menjawab, “Ya, Saya bersedia.”

Menghembus napas lega, sang pendeta kembali berbicara, “Dengan ini, kunyatakan kalian sebagai suami istri yang sah. Kalian boleh bertukar cincin dan berciuman.”

Saat Kushina menyodorkan sepasang cincin ke hadapan Naruto dan Hinata, saat itu juga tatapan tajam mereka arahkan ke cincin itu. Cincin yang mereka gunakan sebagai bandul kalung selama ini ternyata telah menjadi milik seseorang yang tak bisa diubah.

Perlahan mereka saling berhadapan dan menghela napas—lagi—sebelum memasangkan cincin itu dengan enggan. Dan saat sesi ciuman, orang-orang terkaget lantaran Naruto hanya mencium kening sang pengantin wanita sekilas tanpa minat.

Namun,walau hanya di kening, sedikit getaran aneh mulai mereka rasakan.


🍃🍃🍃 
Ganti Status Kilat by Rameen

Disclaimer : Naruto by Masasi Kishimoto

[U. Naruto x H. Hinata]

🍃🍃🍃
 

Cepat. Semua terasa begitu cepat terjadi.

Hinata dan Naruto tidak pernah menyangka status mereka telah berubah sekarang. Padahal baru tadi siang mereka berjalan bersama teman-teman mereka dan bercanda tentang pernikahan mereka yang mungkin masih dua atau tiga tahun lagi. Namun yang namanya jodoh, tidak pernah bisa tertebak.

Lihatlah! Hanya dalam waktu kurang dari satu jam, mereka telah menyandang status suami dan istri.

Semua bermula ketika mereka bertemu di Restaurant Six Star. Awalnya Naruto bersama tema-temannya, begitu pula dengan Hinata yang bersama teman-temannya.

Dua kelompok itu lantas melewatu suatu tempat di mana pasangan Minato Kushina sedang mengobrol dengan pasangan Hiashi Hikaru.

Melihat hal tersebut, muncullah niatan untuk bergabung dengan orang tua masing-masing.

Jadilah, keduanya lebih dulu berpamit dengan teman-teman mereka, lalu menuju tempat yang diinginkan.

Di sanalah mereka pertama kali bertemu. Dapat dilihat juga raut terkejut dari sepasang Hyuuga dan Uzumaki di sana saat mendapati anak-anak ikut bergabung. Lima menit bercerita, baru mereka ketahui satu fakta tentang diri mereka sendiri.

Apa lagi jika bukan perjodohan. Parahnya, perjanjian perjodohan itu mengharuskan mereka untuk langsung menikah di pertemuan pertama.

“Hah!?” Teriakan itu terdengar bersamaan dari mulut Naruto dan Hinata.

“Ayah, apa yang baru saja kau lakukan?”

“Hm?” Minato menaruh kembali ponselnya ke dalam saku sebelum menaruh perhatian pada putranya. “Ayah menghubungi pendeta yang Ayah kenal. Kebetulan dia tinggal di gereja yang berada di dekat sini, jadi akan mudah baginya untuk datang.” Minato mengelilingkan pandangannya dan mengangguk puas. “Tempat ini lumayan bagus untuk pernikahan kalian.”

Naruto dan Hinata melongo akan penjelasan itu. Tolong! Baru saja beberapa menit yang lalu mereka diberi tahu kalau dijodohkan, dan sudah akan dinikahkan?

Awalnya mereka hanya berpikir kalau itu lelucon, tapi saat pembicaraan itu semakin serius dan Minato mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi yang katanya pendeta, barulah kedua makhluk beda gender itu shock atau melongo atau cengok atau kaget atau apapun itu.

“Kalian … serius?” Pertanyaan lirih itu membuat Hiashi dan Hikaru mengangguk sebagai jawaban untuk putrinya. “Bagaimana bisa? Maksudku, aku masih kuliah dan masih 20 tahun.”

“Tiga bulan lagi kau 21 tahun, Sayang,” koreksi sang ibunda yang tidak dia hiraukan.

“Ayah, bukankah Ayah yang bilang kalau aku tidak boleh pacaran sampai lulus kuliah? Tapi kenapa justru menikah?”

Hiashi berdeham pelan dan menyamankan duduknya sebelum menatap sang putri dengan sorot penuh wibawa. “Ayah melarangmu pacaran karena Ayah tidak ingin kau pacaran dengan laki-laki lain. Di samping itu, saat kau bertemu dengan jodohmu maka kau akan langsung menikah, jadi keputusan Ayah melarangmu pacaran itu tidak salah.”

Bolehkah Hinata jujur kalau itu adalah kalimat pertama sang ayah yang menurutnya … terasa berkelit. Dia memajukan bibirnya sembari menyipitkan pandangannya, sukses membuat Hiashi lebih dulu mengalihkan tatapan penuh curiga itu.

“Pokoknya kalian harus menikah sekarang,” putus Hikaru cepat.

Kembali suasana itu sepi.

Terlihat kedua calon mempelai sedang berpikir untuk mencari alasan agar pernikahan itu batal. Karena apa? Karena hal itu adalah hal terkonyol yang pernah mereka dengar.

“Ayah, aku masih kuliah.”

“Kau masih bisa kuliah setelah menikah, Naruto. Itu bukan hal yang bisa kau jadikan alasan.” Jawaban Minato seperti anak panah yang tepat sasaran. Bagaimana ayahnya bisa tahu kalau dia hanya mencari alasan.

“Ayah, bukankah kau bilang akan lebih baik jika aku menikah di usia 24 tahun?”

“Setelah dipikir-pikir, seorang perempuan lebih baik menikah di usia 20 sampai 24 tahun.” Kedua kalinya Hiashi mengubah beberapa keputusannya di masa lalu.

Tidakkah pria paruh baya itu sadar jika Hinata membatasi dirinya dengan pria lain karena perkataan di masa lalu ayahnya? Lalu kenapa Hiashi dengan mudah mengubah hal-hal itu?

“Bukankah lebih baik jika kami saling mengenal satu sama lain lebih dulu?”

“Ide bagus,” jawab Kushina. Membuat wajah Naruto dan Hinata berbinar, sementara Minato, Hikaru dan Hiashi hanya mengerutkan alis. “Kalian memang perlu waktu untuk saling mengenal lebih dulu.”

NaruHina mengangguk sambil tersenyum.

“Sambil menunggu pendetanya datang, kalian bisa saling bertanya dan mengenal tentang apapun juga.”

Senyum mereka memudar seketika.

“Ibu, maksudku kami membutuhkan waktu yang lebih lama seperti setidaknya setahun,” protes Naruto.

“Itu terlalu lama, Naru-chan. Lagipula kalian bisa memiliki banyak waktu setelah pernikahan.”

Senyuman yang selalu dikira Naruto manis, maka untuk pertama kalinya, dia menganggap senyuman itu sadis.

“Tapi—“

“Tapi—“

“Naruto!”

“Hinata!”

Bantahan keduanya yang bersamaan langsung terputus karena suara tegas dari masing-masing ayah. Membuat mereka terdiam dengan penuh tanya.

“Kalian sudah besar dan sudah bisa berumah tangga dengan baik. Dan apa kau tidak ingat, Uzumaki selalu menepati janji mereka.”

Naruto kehilangan kata-kata.

“Hinata, kepercayaan adalah satu hal penting bagi Hyuuga. Lagipula Ayah yakin kau pasti bisa menjalani semuanya dengan baik.”

Hinata hanya diam dan menunduk.

“Kami percaya jika kalian bisa menjalaninya, bukankah kalian anak-anak yang baik?” ucap Kushina.

Naruto hanya menghela napas.

“Hinata-chan juga pasti bisa menjadi istri yang baik, bukan?” lanjutnya.

Hinata menunjukkan respon yang sama, menghela napas.

Tepat setelah 7 menit 48 detik, pembicaraan itu berakhir dengan kekalahan Naruto dan Hinata.

Sang pendeta datang dengan tersenyum dan beberapa berkas di tanganny, tapi malang, senyum ramah sang pendeta malah di sambut dengan tatapan menusuk dari kedua calon mempelai.

Atas nama Namikaze, tentu tidak sulit untuk mendapatkan sedikit wilayah yang bisa dijadikan tempat sakral pernikahan di restoran itu. Pengunjung lain yang terlihat penasaran pun menjadi saksi pernikahan mendadak tersebut.

Namun, sebelum semua terjadi, Naruto mencari alasan terakhir untuk setidaknya menunda pernikahan itu beberapa hari saja. “Bagaimana dengan cincin? Apa kami tidak memakai cincin?” 

Tatapan berharap Naruto dan Hinata justru disambut senyuman manis kedua orang tua mereka.

“Kenapa kalian tersenyum?” tanya Naruto gelisah.

“Apa kau memakai kalung yang Ibu berikan?”

Naruto tersentak dan meraba kalung yang tersembunyi di balik kaosnya. Begitu pun dengan Hinata yang menyadari situasi yang sama, gadis itu menoleh menatap ibunya dan dibalas senyuman serta anggukan.

Gerakan mereka serentak saat mengeluarkan kalung dengan bandul cincin itu. Sekilas ingatan saat kalung itu diberikan, melintas di pikiran keduanya.

Kalung itu diberikan oleh ibu mereka saat keduanya berusia tujuh tahun, dan saat mereka bertanya kenapa bandulnya cincin dengan ukuran besar, ibu mereka menjawab,

Itu cincin untuk pasanganmu ketika kau menikah, jadi jaga baik-baik karena itu hanya ada satu di dunia.’

Sedetik setelah ingatan itu muncul, maka di saat itulah—untuk pertama kalinya—cincin yang mereka jaga sepenuh hati selama bertahun-tahun, kini mendapat umpatan kesal dari keduanya.

Oh, seharusnya mereka menghilangkan, membuang atau bahkan menyembunyikan cincin itu ke tempat yang tidak bisa ditemukan oleh siapa pun. Dengan begitu, alasan sempurna mereka dapatkan.

Helaan napas putus asa itu semakin menjadi saat formulir pernikahan yang entah sejak kapan dipersiapkan, ada di hadapan mereka. Baru keduanya sadari, jika orang tua mereka benar-benar serius ingin berbesan.

🍃🍃🍃

Dan begitulah ceritanya bagaimana mereka bisa menjalani semua hal yang seolah seperti mimpi di siang bolong. Setelah mereka bertemu, 2 menit saling mengenal, 3 menit pembicaraan tentang perjanjian perjodohan, 10 menit perdebatan plus persiapan, 7 menit menunggu pendeta, 8 menit prosesi pernikahan.

Setelah dihitung dan di pertimbangkan, mereka bukan menjadi suami istri kurang dari satu jam, tapi mereka menjadi suami istri yang sah di mata hukum dan agama dalam waktu setengah jam setelah pertemuan pertama.

.
.
.


 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Bab 2 : Malam Pertama Setelah Pernikahan
3
0
Neji antara percaya tak percaya saat sang ibu menelpon dan bilang kalau dia sudah dilangkahi oleh adiknya sendiri. Dia memang sudah tahu perihal perjodohan dan detail perjanjian itu, tapi dia tidak menyangka jika harus secepat ini.🍁🍁🍁🍁🍁Ganti Status Kilat by Rameen Naruto x Hinata Disclaimer : Masasi Kishimoto
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan