
INDAH GADIS INDIGO
Episode 2 (Raja Siluman Babi)
By, Rama Atmaja
Aku bangun dari tidurku dan bergegas pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka.
Ibu pun, sudah membangunkan Ayah dan aku menunggu mereka di ruang tamu bersama Mbak Ayu.
Mbak Ayu adalah tetangga om Warkam dan dia pula yang mengabari kita kalau Prapto meninggal.
Oh iya, Prapto adalah anak semata Wayang om Warkam dan tante Raeni.
Prapto, masih kelas 4 SD dan dia jauh lebih tua dariku yang sekarang, masih berumur 5 tahun.
Ayah dan ibu menghampiri, kita berjalan keluar rumah menuju rumah om Warkam yang jaraknya tak begitu jauh, hanya selisih Rt-nya saja.
Sampai rumah om Warkam, aku merasakan hawa yang tak biasa.
Didekat kerumunan warga yang melayat, ada banyak yang kepalanya tak seperti manusia pada umumnya.
Mereka bertelanjang dada dan disekujur tubuhnya ditumbuhi bulu hitam.
Siska berjalan setengah ketakutan, ia terus memegang bajuku dari belakang sambil menatap was-was ke arah mereka.
Kita mengucapkan salam dan masuk kedalam rumah.
Sedangkan mbak Ayu, memilih tak masuk kedalam rumah. Ia duduk di kursi plastik dengan beberapa orang yang tengah melayat.
Kita mendekati Prapto yang tengah terbaring diatas ranjang yang terbuat dari bambu dan ditempatkan di ruang tamu.
Ayah membuka penutup wajahnya. Ayah dan Ibu menangis begitu hebat. Sedangkan aku sendiri kebingungan, kenapa mereka menangisi batang pohon pisang?
Aku menelisik setiap sudut ruangan, mencari Prapto yang katanya meninggal.
Tetapi, aku melihat orang yang mirip om Warkam. Bedanya, dia berbulu dan berkepala seperti binatang layaknya orang-orang aneh yang berkerumun di luar.
"Y-y-yah ...," ucapku sambil menarik lengan baju ayah dan dia jongkok mendekatkan telinganya.
"Ada apa, nak," tanya ayah sambil mengusap air matanya.
"Om Warkam kok diam saja, yah? Apa, om Warkam sakit?" tanyaku berbisik.
"Oh iya, Ci! Waktu itu kamu lihat tidak, ketika ayah diajak sama om?" ayah balik bertanya dengan air mata mengambang.
"Lihat, Ayah ... waktu itu, ada bu Ijah juga kan," tanyaku balik.
"Bu Ijah," tanya Ayah kebingungan.
"Iya, Yah! Bu Ijah!" jelasku mengakhiri percakapan.
Lantas, ayah berdiri dan mendekati tante Raeni yang tengah menangis sambil bersandar di tembok.
Tante Raeni duduk disebelah om Warkam dan Ayah bertanya padanya. Tetapi, aku tak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.
Lantas, ayah memandang Kakaknya dengan Aneh.
Aku, ayah dan ibu menghadiri acara ini sampai selesai dan ayah pulang lebih dulu, meninggalkan kita yang masih dirumah om Warkam.
Oh iya, waktu proses penguburan batang pohon pisang yang dibilangnya Prapto, sebenarnya aku melihat Prapto yang asli mencoba kabur dari sosok aneh yang mirip sama mereka yang ada disini.
Sambil berlari mendekat, Prapto teriak minta tolong. Tetapi, tak ada yang mendengarnya.
Seperti sudah direncanakan sebelumnya, mereka yang sedari tadi mengikuti acara ini dari rumah menghadang Prapto dan membawanya ke sosok yang lebih besar dari mereka.
"Bu! Sebenarnya, siapa mereka dan sosok siapa yang lebih besar tersebut," tanyaku sama Ibu.
"Alah, lagi-lagi Kamu ngomongin hal yang tak bisa Aku mengerti!" ketus ibu.
Lagi-lagi, aku selalu mendapatkan jawaban yang tak diinginkan.
Ibu selalu mengira kalau aku adalah anak sering berimajinasi. Dia tak pernah menganggap apa yang aku ucapkan adalah nyata.
Aku ingin menemukan jawaban dan mencoba bertanya pada Siska.
Apakah, aku bisa berinteraksi dengan dia?
Masalahnya, ia selalu menjawab setiap pertanyaan lewat mimpi.
"Tenang saja, Aku sudah bisa berkomunikasi dengan dirimu! Cukup ucapkan dalam hati dan Aku bisa tahu apa yang ingin engkau tanyakan," ucap Siska dengan nada lirih.
"Ka! Sebenarnya mereka siapa, dan siapa pula sosok besar yang mereka puja," tanyaku dalam hati.
"Mereka adalah siluman Babi Ngepet, dan yang mereka puja, adalah ... Raja Siluman Babi Ngepet!" jelas Siska.
"Bisakah, kamu menolong Prapto? Aku mau menolongnya, tapi tak berani! Melihat mereka menatapku saja, sudah membuatku begidig ngeri," pintaku.
"Aku tak bisa! Kalau Nenekku, pasti akan dengan muda menghadapi mereka!" terang Siska.
"Minta tolonglah sama Nenekmu," pintaku lagi.
"Tak bisa! Nenek sudah tiada ratusan tahun yang lalu, dan Aku juga tak bertemu dengan arwahnya!" jawab Siska.
Aku hanya bisa memandang sedih, melihat Prapto dibawa secara paksa oleh mereka.
Yang lebih mengherankan lagi, sosok yang menyerupai om Warkam tertawa begitu keras, seakan puas dengan apa yang telah terjadi.
Tetapi, tak ada yang menyadarinya.
"Suci! Main yuk?" terdengar suaranya mirip dengan Prapto. Arah suara tersebut, datang dari dalam kamarnya.
Aku berjalan mendekati kamar Prapto dan ibu mengikutiku dari belakang.
Aku kaget bukan kepalang, saat melihat Prapto tengah duduk diatas ranjang.
"Kak Prapto? Bukannya, Kamu dibawah sama mereka," tanyaku kebingungan.
"Ci! Dia bukanlah Prapto yang kamu kenal!" jelas Siska.
Aku tak menghiraukan apa yang Siska ucapkan.
Aku berjalan mendekati Prapto dan duduk disebelahnya.
Siska hanya berdiri di depan pintu, sambil memandang kita berdua.
Ibu bergegas masuk kedalam kamar dan menembus badan Siska yang tengah berdiri didepan pintu. Aku heran, kenapa Ibu tak menabraknya dan malah menembus badan siska?
Ibu terlihat marah, dan menarik tanganku. Ia menyuruhku pulang.
Akan tetapi, aku terus membantahnya. Lantaran, Prapto menangis kalau ku tinggal.
"Aku gak mau pulang, Kak Prapto masih mau main denganku!" rintihku, mencoba melepas tangan ibu.
"Apalagi yang kamu bicarakan? Sudahlah, jangan menghayal lagi! Ayo pulang, kasihan Ayahmu, mungkin Dia sudah kelaparan!" geram Ibu, dengan raut wajah merah padam.
Ibu menggendongku secara paksa dan meninggalkan Prapto yang menangis setelah aku tinggal.
Aku terus menangis, meminta ibu membiarkanku main bersama Prapto.
Sesampainya dirumah, lagi-lagi ibu memarahiku.
Ayah mencoba menolong dan menggendongku. Lantas, Ibu langsung pergi ke dapur untuk masak.
Sambil menggendong dan menenangkanku, Ayah bertanya tentang apa yang terjadi sama Prapto.
Aku menjelaskan hal tersebut pada ayah dan nampaknya, dia mempercayai apa yang aku ucapkan.
Tak lama, Ibu teriak dari arah dapur dan menyuruh kita untuk makan.
Seperti biasa, aku memilih makan di depan televisi.
Sambil makan, aku melihat siaran televisi yang menyiarkan kehidupan binatang di hutan.
Ada satu binatang yang tampak seperti orang-orang yang aku lihat pagi tadi.
"Yah-yah ...," teriaku memanggil ayah.
"Ada apa, Ci," tanya Ayah.
"Yah! Kesini, sebentar!" pintaku.
Ayah langsung mempercepat makannya dan segera menemuiku yang tengah menunggunya.
"Ada apa, Ci," tanya ayah penasaran.
"Itu, yah, itu ...," jawabku, menunjuk kerah televisi.
"Iya, ada apa dengan televisi," tanya Ayah dengan sedikit bingung.
"Itu, yah.m! Orang yang membawa kak Prapto, wajahnya mirip seperti binatang yang ada di dalam televisi!" tegasku dengan nada tinggi.
Ayah bergidik ngeri sambil memandang ke arah televisi.
Yah, waktu itu televisi menyiarkan binatang babi. Tetapi, aku lupa nama binatang tersebut, padahal Siska sudah menjelaskannya.
Ayah bingung dan dia bertanya padaku mengenai Siska.
Aku menunjuk pada ayah kalau Siska ada di sebelahku.
Ayah masih penasaran dan mencoba bertanya tentang sosok tersebut.
Dari Siska, aku bisa menjawab apa yang ayah tanyakan.
"Raja Siluman Babi." ucapku tegas sambil menarik hidung menggunakan telunjuk. Menirukan sosok tersebut.
Ibu menghampiri dan menegur kita berdua.
Seperti biasa, ibu tak percaya.
Bersambung ... .
Episode 1 ๐๐๐
https://karyakarsa.com/RamaAtmajaHCR/indah-gadis-indigo
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐ฅฐ
