
Warning! Story content of skinship, high level of romance and adult (21+)
Naruto yang lepas kendali, hampir saja memperkosa gadisnya sendiri
Naruto x Hinata
Cover : Canva
Hari libur memang selalu menjadi kesenangan bagi semua orang, apalagi setelah berkutat dengan beberapa pekerjaan yang melelahkan jiwa dan raga beberapa hari sebelumnya. Sinar matahari pagi menerangi seluruh ruangan, sehingga membangunkan seorang pria yang beberapa waktu lalu masih terlelap dalam tidurnya.
Dengan masih mengantuk, Naruto membuka matanya dan meregangkan tubuh yang hanya di tutupi oleh celana panjang hitam rumahan dengan tubuh atas yang tidak dilapisi pakaian apapun, memang pria itu selalu tidur dengan bertelanjang dada.
Melihat sekeliling ruangan kamar Apartemen yang di tempatinya beberapa tahun ini dengan tatapan tidak puas. Ya, tentu saja itu berantakan. Dia perlu membersihkan sebelum kekasihnya, Hinata tiba.
Hinata. Ketika mengingat kecantikan gadis yang berambut gelap panjang itu, semua menjadi kegembiraan yang menyenangkan bagi Naruto. Hinata adalah satu-satunya gadis tercinta dalam hidupnya. Orang terdekat di dunia ini setelah orang tuanya, tentu saja.
Dia tahu pasti bahwa Hinata adalah belahan jiwanya. Dan dia tidak akan pernah melepaskan gadis itu. Mungkin nanti, dia hanya akan mencintai putri mereka kelak sebanyak dia mencintai Hinata.
Dengan pemikiran itu, Pria Uzumaki menarik bibirnya lebar, sedikit dengan tersenyum vulgar. Hinatanya yang tidak tersentuh, tetapi dia ingin tetap seperti itu sebelum pernikahan mereka nanti. Naruto tidak keberatan. Tapi, ohhh, betapa sulitnya dia untuk menahan diri kadang-kadang di dekat gadis cantik itu.
Bagaimanapun, tubuhnya yang cantik memberi isyarat pada Naruto, kalau itu tercipta untuk di belai mesra. Khayalan gila itu membangunkan binatang buas di dalam diri Naruto tentang kekasihnya Hinata.
Ya, Naruto sangat ingin mengambil makhluk cantik itu di pelukannya dan membawa gadis itu ke atas ranjangnya, menelanjanginya dan menghujaminya dengan hentakan yang bersemangat. Naruto sudah menginginkannya, sudah sangat lama sekali, dia tidak akan munafik.
Naruto tersentak dari duduknya. Hari ini adalah ulang tahun perayaan dua tahun hubungan mereka! Sial, dia benar-benar lupa. Hinata pasti akan datang lebih awal. Naruto turun dari tempat tidur dan bergegas membersihkan kamar, menarik celana jeans, pakaian dan beberapa bungkus makanan yang berserakan di lantai.
Sepuluh menit kemudian semua sudah lumayan bersih, Naruto berdiri di tengah ruangan kamar itu, menatapnya dengan tatapan evaluatif. Pria itu cukup puas, bahwa dia bisa melakukannya dengan cukup baik dalam waktu sesingkat itu, Hinata pasti akan memujinya.
Kekasihnya itu menyukai kedisiplinan dan kebersihan. Setelah melihat sekeliling, pria itu puas dengan usahanya. Melangkahkan kakinya untuk pergi ke kamar mandi, membersihkan diri. Tapi langkahnya terhenti, tiba- tiba dia mendengar suara yang datang dari arah dapur. Hinata sudah sampai!
Lupa tentang kamar mandi ataupun membersihkan diri, pria itu langsung menuju ke sumber suara itu. Semakin dekat, semakin tercium bau masakan yang lezat. Perutnya yang lapar merespons dengan gemuruh sedih.
Naruto mencibir pada perutnya dan diam-diam membuka pintu, yang memang tidak sengaja dibiarkan terbuka. Nyanyian lembut suara gadis itu terdengar dari sana.
Suara Hinata yang menenangkan dan cukup membuat darah Naruto berdesir menyenangkan. Pria itu ingin melihat sang gadis dengan suara dan wajah bak malaikat itu sesegera mungkin.
Naruto diam-diam mendorong pintu dan berhenti seperti mematung. Sebuah pemandangan yang menyenangkan ada di depannya saat ini. Hinata, mengenakan celemek ungu muda dengan hiasan bunga-bunga putih kecil yang selalu gadis itu bawa dari rumah, memasak di dapurnya dengan gerakan yang ringan.
Sesuatu yang sedang gadis itu masak di atas wajan, menyebarkan aroma lezat ke seluruh ruangan, Naruto jadi semakin lapar.
Tapi tidak hanya tentang lapar di perut. Naruto sepertinya sudah benar- benar lupa tentang makanan. Sekarang semua perhatian pria itu terfokus pada gadis yang merasa begitu nyaman dikelilingi oleh piring dan wajan.
Sosoknya yang cantik dengan lincah bergerak dari satu ujung dapur ke ujung lainnya, dengan riang menyanyikan sesuatu. Rambut panjang yang berkilau dan gelap, di ikat rendah dalam kuncir kuda di belakang kepalanya, menjutai indah di bawah punggung Hinata.
Apa yang ada di bawah punggung gadis itu, membuat Naruto sulit meraih udara. Pinggul Hinata hanya ditutupi dengan celana pendek denim ketat, sangat pendek. Naruto belum pernah melihat kekasihnya dengan pakaian yang begitu menggoda seperti saat ini.
Ujung celemek gadis itu terus-menerus menyentuh kaki panjang nan putih mulus. Si pirang dengan sadar membayangkan bagaimana Hinata mengapit pinggulnya dengan kaki jenjang putih nan mulus itu dan... oh, fantasi sialan.
Dia tidak melihat bagian atas dengan baik karena celemeknya, tetapi terlihat seperti kemeja putih berlengan pendek yang nampak manis dan santai, sedangkan bagian bawahnya di masukan kedalam celana, terlihat casual, tapi mampu membangunkan iblis cabul dalam tubuh Naruto.
Hinata tidak menyadari kehadiran kekasihnya dan masih dengan santai memasak, bernyanyi, dengan gerakan badan pelan kiri kanan seolah menari. Naruto terkekeh pada dirinya sendiri, gadis itu terlihat sangat manis dan mengacaukan akal sehatnya di saat bersamaan.
Tiba-tiba Hinata membungkuk untuk memeriksa sesuatu di dalam oven. Menciumi baunya, gadis itu sepertinya tengah membuat cake favoritnya dan Naruto dengan kayu manis yang terasa sekali menyentuh hidung.
Tapi tentu Naruto juga mengabaikan wangi cake itu, karena fokusnya tercuri sepenuhnya pada hal lain. Pose Hinata saat ini, menampilkan pikiran tidak senonoh dalam kepala pria itu kembali.
Gerakan gadis itu sebenarnya biasa, tapi terlihat sangat menarik sekarang sehingga perlahan-lahan menghancurkan pertahanannya dan membangkitkan sesuatu. Gadis itu berjongkok, memeriksa apa cake itu sudah matang atau belum, menjilati jari-jarinya yang mungil dan mengangguk singkat, dengan anggun bangkit berdiri kembali.
Naruto jadi membayangkan hal lain dengan gerakan gadis itu yang menjilati jarinya, seandainya Hinata juga bisa menjilati bagian bawah tubuhnya seperti itu juga.
Naruto menikmati semua hal indah itu dengan matanya. Gadisnya yang cantik dan sederhana namum membuat sarapan yang luar biasa untuknya, betapa bersyukurnya Naruto pada tuhan, karena sudah menciptakan keajaibannya dalam bentuk Hinata.
Naruto sebenarnya masih ingin menyaksikan keajaiban yang terjadi di dapurnya selama beberapa menit lagi. Tapi kemudian, dia tidak tahan, diam-diam mendekati kekasihnya dari belakang.
Hinata baru saja meletakkan telur dadar kecoklatan di atas piring besar saat Naruto meraih pinggangnya. Dia bergidik sangat terkejut. Teriakan pelan keluar dari bibirnya. Tapi dia sadar bahwa itu adalah kekasihnya yang bermata biru.
"Naruto-kun, kau membuatku takut!" menggembungkan bibirnya dan tersipu, tapi mungkin Naruto tidak bisa melihat rona di pipinya karena masih memunggungi pria itu.
"Selamat pagi sayang" Naruto berucap tepat di telinga gadisnya, mengecup pipi gadis itu singkat. Hinata merespon ucapan pria itu dengan pelan. Tangan Naruto memeluk pinggangnya lebih erat lagi.
Gadis itu merasa ada yang salah dengan perilaku kekasihnya itu karena aura tubuh Naruto terasa sedikit panas dan pria itu bernapas seperti terengah-engah.
Hinata yang penasaran, mencoba membalikan tubuhnya, ingin menatap pria itu secara berhadapan, tetapi lengan kekar Naruto tidak mengizinkannya, butuh upaya ketiga kali untuk Hinata berhasil membalikan tubuhnya dan menghadap pria itu. Jarak mereka yang sangat dekat, memberikan sensasi yang lain pada tubuh satu sama lain.
Hinata tersipu melihat tubuh atas seorang pria yang telanjang dan cukup menggairahkan, hasil dari latihan harian Naruto di gym selama ini. Pipi Hinata merona, dia dengan malu-malu mengangkat mata ungu mudanya yang besar dengan bintik-bintik merah di wajahnya dan memandang Naruto.
Pria itu tersenyum manis, dengan terus terang menatap ke arah tubuh atas Hinata, yang terlihat melalui garis leher kemeja yang di gunanakannya. Hinata menghembuskan napas dengan berat.
"Mandilah dulu, setelah itu sarapan, aku sudah buatkan makanan kesukaan Naruto-kun" Hinata mencoba menghilangkan canggungnya, entah kenapa dia malu, biasanya dia juga sudah sering sedekat ini dengan pria itu.
Naruto hanya berguman, tidak melepaskan rangkulannya dari pinggul gadis itu. Entah kenapa Naruto merasa Hinata malu padanya.
Hal itu mengalihkan perhatian pria itu, Naruto menatap wajah gadisnya yang memerah dengan bibir merah muda pucatnya yang setengah terbuka.
Dengan cepat, mata Naruto menjadi gelap dan sedikit tertutupi kabut gairah atas keinginan. Dia menekan gadisnya itu ke counter dapur dengan kompor yang sudah dimatikan oleh Hinata beberapa waktu lalu. Gadis itu terentak kaget.
"Hinata... -" Naruto berbisik serak, menekan tubuh rapuh kekasihnya lebih dekat dengannya. Bernafas berat, dia dengan lembut membelai punggung ringkih gadis itu, perlahan turun lebih rendah ke bawah. Memberikan rangsangan tersendiri pada tubuh gadis itu yang mulai bergetar pelan.
Setiap sentuhannya di tubuh cantik Hinata memberikan kenikmatan yang tak terbayangkan. Dia menginginkan semuanya, ingin gadis itu sekarang juga dan hampir tidak bisa menahan diri agar tidak menerkamnya dan memberikan kesenangan pada Hinata dan dirinya sendiri.
"Aku....menginginkanmu." Naruto berkata dengan sensual. Kata-kata pria itu dan sentuhan pada tubuhnya membuat Hinata sedikit menggigil. Dia sangat malu, gadis itu memalingkan wajah dan menggigit bibirnya. Namun tindakan yang tampaknya tidak bersalah itu membuat Naruto benar-benar terpesona dan dia ingin ikut mengigit bibir ranum indah itu juga.
Gadis itu tidak mengharapkan terburu-buru seperti ini. Hinata mencoba dengan pelan mendorong dada Naruto untuk sedikit menjauh darinya tapi pria itu sepertinya tidak bergerak satu sentipun dari depan gadis itu.
Pria itu benar-benar terjun ke dalam perasaan dan keinginannya untuk menguasai Hinata saat ini juga.
Naruto dengan cepat mencium wajah Hinata, setelah itu beralih ke bibir merah muda gadis itu, mengulum lama bibir yang sudah ratusan kali dia sentuh tanpa ada rasa bosan sedikitpun, jatuh di leher Hinata yang harum.
Naruto kembali menikmati bibir gadis itu yang manis dan rasa kulitnya yang luar biasa menyenangkan, kegiatan itu berlangsung cukup lama karena Naruto tidak mau berhenti dan Hinata tidak kuasa menolak sentuhan dan ciuman menuntut pria itu yang selalu terasa luar biasa.
Keduanya sudah terengah-engah.
Naruto, tanpa melepaskan bibirnya dari bibir yang menawan Hinata, mulai membuka kancing kancing bajunya, ingin segera sampai di sana dan menyentuh tubuh gadis itu yang lembut lebih banyak. Hinata seperti tersadar dari kegiatan yang mereka lakukan saat ini. Gadis itu pikir semuanya sudah terlalu jauh.
Dia mencintai Naruto, tapi jujur dia belum siap untuk keintiman yang lebih jauh seperti ini. Hinata dengan pelan mencoba mendorong Naruto menjauh, melepaskan diri dari pelukannya yang erat dan ciumannya yang penuh gairah menuntut.
Tapi si pirang tidak mau membiarkannya pergi begitu cepat. Pria itu sudah membuka kemeja gadis itu dan membuangnya ke lantai, memperlihatkan bra hitam lembut yang gadis itu gunakan, sangat cantik, tubuh atas gadis itu sangat sempurna di mata Naruto. Ketika pria itu menyentuh dadanya di balik bra, erangan lirih keluar dari bibir gadis yang berambut gelap itu.
Naruto tidak tahan, dia mengangkat Hinata dari bawah bokongnya, Naruto mendudukannya di atas meja makan. Pada saat yang sama, dia merentangkan kaki Hinata, berdiri di tangah kaki gadis itu yang terbuka lebar, beristirahat di sudut paling intim dari bagian tubuh Hinata dengan kelakiannya yang sudah tegang bersemangat melalui celana sweatpants hitam rumahan.
Gadis itu membungkukan tubuhnya kebelakang. Semua pikiran terbang menjauh, hanya ada kesenangan membara yang diberikan oleh pria itu, orang yang dicintainya.
Naruto meraih kembali Hinata untuk lebih dekat padanya. Lidahnya yang panas ada di mulut gadis itu. Lidah mereka terjalin dalam tarian liar, saliva sudah bergabung jadi satu di mulut satu sama lain, dan menetes sebagian di dagu masing-masing.
Tubuh mereka menempel erat dengan kepala yang sudah kosong tidak bisa berpikir apapun lagi, tetapi tujuan utamanya adalah untuk saling memenangkan dan menyenangkan diri masing-masing.
Tangan pria itu semakin rendah. Dengan sentuhan ringan, tetapi memberikan kesenangan gila pada tubuh gadisnya, dia bergerak dari dada gadis itu ke perutnya yang gemetar. Ketika tangannya menyentuh bagian dalam pinggulnya, Hinata bergidik dan mencoba menutup lututnya.
Hinata terbangun dan menemukan kesadarannya kembali. "Aku harus menghentikan ini sebelum terlambat," kepala gadis itu berdetak. Naruto memandang Hinata dan membiarkannya terbiasa dengan sensasi baru.
Tanpa melepaskan tangannya dari dalam pinggul ramping gadis itu, dia menundukkan kepalanya di antara dada Hinata yang besar dan membangkitkan hasrat kelaki-lakian. Naruto menyingkap kain hitam di dada gadis itu keatas, dengan tidak sabar menjilat salah satu puncak indah merah muda yang keras dengan lidahnya yang panas dan kasar.
Mata abu-abu Hinata terbelalak dan setelah itu terpejam erat, erangan panjang keluar dari mulutnya, yang sangat disukai si pirang. Hinata ingin menghentikan Naruto dengan sisa-sisa pikirannya yang terakhir, tetapi tubuhnya sendiripun tidak patuh, dan sepertinya menghianati pikiran tuannya sendiri. Gadis itu mencoba menyatukan pikiran dengan tubuhnya.
"N...aah...Naruto-kun, t-tolong berhenti." Gadis itu melakukan upaya pertama, walaupun dengan napas yang terputus-putus.
Naruto tidak mendengarnya, sepenuhnya menikmati dada gadisnya yang indah, meremas satu belahan lain dengan satu tangan, memberikan ciuman dan jilatan lembut tapi menuntut pada bagian yang lain.
"C-cukup, tolong...o- ouh..." merobohkan setiap kata, yang keluar hanya lenguhan manja. Hinata melakukan upaya kedua. Tapi pria Uzumaki tuli dengan permintaan kekasihnya sendiri.
Naruto tidak berbuat banyak, tetapi pria itu secara nyata menarik kunciran rambut gadisnya, sehingga membuat rambut Hinata yang panjang terurai di punggungnya.
Naruto membuka leher putih Hinata, menciuminya dan minggigiti ceruk leher itu gemas, tidak melewatkan momen untuk meninggalkan tanda darinya di leher jenjang gadis itu. Dua bintik merah muda kebiruan kecil sekarang berada di pangkal leher gadisnya.
Naruto semakin bersemangat dengan perbuatan bejat yang dia lakukan.
Bernafas berat, Hinata melakukan upaya terakhirnya.
Menyadari bahwa kata-katanya tidak akan ditanggapi oleh pria itu saat ini, Hinata mencoba bergerak ke samping, berharap untuk menyelinap pergi dari kungkungan tubuh kekar pria itu. Tapi Naruto meraih tangannya dengan sangat cepat.
Pria itu tampak seperti orang gila, binatang lapar, yang setelah pemburuan panjang akhirnya mendapatkan mangsanya. Hinata melawan, bertarung dengan tangannya, dan Naruto sepertinya menyukai pemberontakan kecil dari gadis itu. Kemudian Hinata dengan cepat membungkuk dan menggigit bahu Naruto dengan keras.
Pria Uzumaki itu mendesah kesakitan dan menghentikan aksinya, mengusap tempat yang terluka bekas gigitan gadis itu, tidak dalam, tapi cukup meninggalkan bekas kemerahan. Hinata masih duduk di atas meja, menutup kaki di bawahnya.
Dengan rambut acak-acakan, wajah memerah, bibir digigit, setengah telanjang karena bra hitam yang masih tersingkap dari tempatnya, gadis itu membenahi dadanya, dia sedikit gemetar. Ada air mata di mata abu- abu yang biasanya bersinar itu.
Naruto kaget. Pria itu akhirnya tersadar sepenuhnya, keinginan dan hasrat itu surut. Dan sekarang pria itu melihat konsekuensi dari hasratnya yang tak tertahankan itu telah melukai Hinatanya.
Pria itu sangat menyesali tindakannya, dan tidak mengerti bagaimana ini bisa terjadi, bagaimana dia bisa melakukan hal seperti ini pada Hinata, gadis yang dicintainya.
Naruto ingin meminta maaf dan menenangkan Hinata. Tapi begitu dia mengulurkan tangannya pada gadis itu, Hinata menarik diri dengan ketakutan, menutupi dadanya dengan kedua tangan yang di silang di depan.
Dia malu, gadis itu menutup matanya, menarik napas dalam menenangkan diri. Turun dari meja dan memunguti kemeja di lantai, memakainya segera mungkin.
Hinata ingin pergi secepat mungkin darisana, dari kediaman pria itu. "Hinata... sayang, maafkan aku...Aku...aku...aku tidak tahu apa yang terjadi dengan diriku. Maafkan aku Hinata."
Suara Naruto bergetar dan penuh penyesalan. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini, padanya, pada hubungan mereka berdua.
Padahal beberapa waktu yang lalu semua masih manis, gadis itu masih tersipu malu dengan rona merah yang membuat Naruto candu, tapi sekarang, Hinata menatapnya dengan pandangan takut dan terkesan jijik untuk sekedar di sentuh.
"Aku... Aku pikir aku harus pulang dulu, Naruto..." Hinata menghindari tatapan pria itu, Naruto meringis, bahkan gadis itu tidak lagi menyematkan 'Kun' pada panggilan namanya.
Gadis itu membenahi tampilannya. Sementara rambutnya masih terurai menutupi wajah, Hinata menyeka air mata yang mulai jatuh perlahan. Tapi Naruto tetap bisa melihatnya.
Hati Naruto kesakitan, tetapi dia tidak berani mendekati Hinata dan masih berdiri mematung di tengah ruangan dapur itu melihat kekasihnya perlahan melangkah keluar dan pergi. Ketika pintu depan ditutup di belakangnya, Naruto akhirnya terduduk, dia hampir memperkosa gadisnya sendiri.
TBC
Full ver in PDF ( IDR 10.000 / 46 Pages )
Wa : +62 852‑7453‑3107 ( Do not spam chat )
Or shopeepay : 085274926205
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
