Terjebak Pesona Tuan Mafia [BAB 1 - 2]

2
0
Deskripsi

Renata Devan hanyalah gadis biasa yang bekerja di sebuah restaurant bernama Honey Bee. Dia memiliki kehidupan yang sangat normal, meskipun dirinya terlahir tanpa sosok orangtua. Dan masa kecilnya banyak dihabiskan dalam sistem foster care. 

Namun, kehidupannya berubah saat dia tidak sengaja melihat sebuah pembunuhan yang dilakukan sekelompok Mafia paling ditakuti di kota ketika dirinya baru saja pulang bekerja. 

Naasnya, dia pun diseret ke hadapan kepala organisasi berbahaya tersebut. Nama pria itu...

Permulaan

Carmel, sebuah kota di bagian selatan Amerika. Kota dimana seluruh kegiatan pemerintahan dikuasi sebuah organisasi Mafia Italia yang dikenal dengan nama Camorra. 

Di dalam organisasi ini, ada satu pria yang memiliki kekuasaan melebihi Presiden Amerika itu sendiri. Dan, kekuasaannya menyebar hingga ke beberapa kota di sekitar. Bahkan, orang-orang sangat takut padanya, dikarenakan dia pria paling gila dan dikenal tidak punya hati, sehingga nyaris seluruh penduduk Carmel berusaha untuk menghindari pria tersebut. 

Namanya sangat tabu untuk diucap, dan sosoknya tidak pernah terlihat di masyarakat, tetapi orang-orang mengenal reputasi serta kekuasaan yang dia miliki. Bahkan, hanya beberapa orang yang bisa bertemu dengannya, karena pria itu sangat lah tertutup. Hingga siluetnya tidak pernah tampak dimana pun, seolah-olah media dan kamera dilarang untuk mengambil gambarnya. 

Karena pengaruhnya tersebut, orang-orang pun memanggilnya Presiden. Sebagai bentuk penghormatan serta cemoohan tersirat, karena kedudukannya yang kuat, melebihi Presiden di negara itu sendiri. Akan tetapi, pria ini tidak peduli. Bahkan dengan senang hati menerima julukan baru yang terkesan berlebihan. 

Itulah sebabnya, dia dipanggil Pak Presiden setiap kali bertemu rekan bisnis, atau kepala Mafia lainnya. Dan, ketika seorang wanita berusia dua puluh satu tahun memanggilnya 'Pak Presiden' dengan bibir bergetar dan mata bulat hazel yang bersinar karena air mata, entah mengapa dia menjadi sedikit ... bergairah. 

Meski pada awalnya dia merasa terganggu akan perasaan tersebut. Namun, gadis muda bernama Renata Devan membuatnya kesulitan mengontrol diri. Hingga pada akhirnya, dia pun melakukan sesuatu yang tidak pernah terpikirkan selama tiga puluh dua tahun hidupnya; mengklaim kepemilikan akan seorang gadis bernama Renata Devan. 

BAB 1 

Renata baru saja berpamitan dengan beberapa rekan kerjanya di sebuah restoran bernama Honey Bee, tepat setelah jam sepuluh malam. 

Seperti biasa, gadis dua puluh satu tahun itupun berjalan kaki di tengah-tengah jalanan yang sepi. 

Hanya lampu-lampu di sekitar trotoar yang memberikan penerangan. Akan tetapi, gadis itu sudah terbiasa dengan kondisi tersebut, sehingga dia tidak merasa terganggu, dan terus melangkah menuju ke sebuah gang yang akan membawanya ke blok apartemen yang dia tempati. 

Di tengah-tengah suasana sepi, tiba-tiba saja Renata mendengar suara jerit tertahan dari arah gang yang hendak dia lewati. Hal itu membuatnya menghentikan diri, dan matanya pun melirik sekitar. 

Mencari-cari keberadaan suara tertahan yang mampu membuat bulu romanya tegak berdiri. 

Dengan kedua tangan di depan tubuh, gadis muda itupun mencoba mendekati gang yang gelap. Dan saat itulah dia mendengar sayup-sayup suara meminta pertolongan. 

"To-tolong," bisik suara tertahan dari arah gang gelap di hadapan, menyebabkan Renata mengeratkan pegangan pada rok selutut yang membungkus lekuk tubuh. 

Ketika gadis itu hendak bertanya, siapa gerangan di sana, tiba-tiba saja terdengar suara tembakan sebanyak dua kali, yang seketika membuat gadis itu menjerit ketakutan. 

Dengan kedua tangan di kepala, dan tubuh terduduk di tanah, Renata menjerit-jerit histeris; meminta pengampunan. 

Suara feminimnya yang nyaring terbawa angin hingga ke hadapan dua pria yang tengah memandangi satu tubuh tak bernyawa di bawah kaki mereka. 

Begitu terdengar suara jeritan wanita, kedua pria itu pun saling tatap, sebelum akhirnya pria-pria berjas hitam dan berwajah masam itu pun berjalan cepat ke sumber suara. Dan saat itulah keduanya menemukan Renata dengan posisi tubuh meringkuk di atas tanah. 

"Shit!" geram salah satu dari dua pria yang baru saja tiba. "Aku sudah bilang padamu untuk melakukannya dengan cepat, Greg! Lihatlah, sekarang kita harus menyingkirkan ini juga!"

Pria bersuara keras dan lantang itu memandang ke arah Greg yang sedang mengusap wajah. Dengan satu lirikan tajam yang diberikannya, sudah cukup menunjukkan kemarahan pria itu, karena kelalaian yang baru saja mereka lakukan. 

"Boss akan sangat marah bila ada saksi mata," desis pria itu lagi dengan kedua gigi beradu rapat, seakan-akan tidak bisa menahan amarah pada Greg yang mencoba memejamkan mata di sebelah. 

Setelah mendengus kesal, pria itupun menoleh ke arah Renata yang masih diliputi histeria di hadapan keduanya. Dan, dengan dagu yang ditumbuhi bulu halus berusia dua hari, pria itu mengisyaratkan pada gadis di depan mereka. 

"Apa kita membunuh ini juga?" tanya pria itu pada akhirnya. Terdengar tidak bersemangat dari nadanya barusan, membuat Greg yang mendengarkan pun menoleh cepat ke arah rekan yang baru saja membunuh pria di gang tadi. 

"Apa kau gila? Boss tidak akan senang bila kita membunuh tanpa ada perintah," desis Greg, tidak terima dengan perkataan teman di sebelahnya. 

Kedua pria itu tampak saling pandang dengan kepala berisi segudang rencana. Hingga pada akhirnya, mereka pun membuat sebuah keputusan. 

"Kalau begitu, mari kita bawa dia ke markas," ucap Greg, dengan nada sedikit putus asa. Karena itu artinya, mereka akan mendapatkan segudang pertanyaan serta rentetan kemarahan dari kepala organisasi Camorra. 

Sementara itu, Renata yang masih trauma akan suara tembakan, masih tampak meringkuk di tanah dengan kedua tangan memegangi kepala. Sedangkan tubuhnya terlihat menggigil, dan telinganya tuli akan suara-suara di sekitar, termasuk suara percakapan kedua pria yang sedang memperhatikannya. 

"Shit, Boss akan sangat marah," dengus Greg, sebelum akhirnya pria itupun menyeret paksa Renata, membuat gadis itu terkejut dan tidak lama setelahnya kehilangan kesadaran.

BAB 2

DeLuca Alvarez baru saja tiba dari perjalanan bisnis di Chicago, sehingga dirinya masih merasa sangat lelah dan sedikit mengantuk. 

Dengan tangan mengusap tengkuk, serta mata terpejam sesaat, pria itu terlihat kekurangan waktu istirahat. 

Wajar saja, dengan jadwal yang padat dan pertemuan tanpa jeda di salah satu gedung pertemuan, Luca merasa ingin segera berbaring di ranjang. Namun, matanya seketika membuka begitu dia memasuki ruang pribadinya dan menemukan seorang wanita tanpa busana tengah berbaring di atas sofa yang berada di tengah-tengah ruangan. 

Mata Luca pun seketika menyipit, sedangkan tatapannya tampak datar. Seakan-akan tidak ada emosi, maupun ekspresi di wajah rupawannya yang terpahat sempurna. 

Tanpa sedikitpun melangkah ke dalam, Luca memutuskan untuk tetap berdiri di pintu masuk. Sementara matanya terus mengarah pada sosok wanita berlipstik merah menyala di hadapan. Rambut blonde wanita itu tergerai, hingga menutupi permukaan bantal yang ditiduri. 

Melihat pria di hadapan tidak memberikan respon yang diharapkan, Enrica Deledda terlihat sedikit kecewa. 

Untuk sesaat, wajah cantiknya merengut. Akan tetapi, dia merubahnya begitu cepat, dengan kembali mengulas senyuman sensual dari bibir berlapiskan warna merah menyala. 

"Sir," panggil Enrica, menggunakan nada suara feminimnya yang halus menggoda. 

Bahkan, kedua mata wanita itu mengedip sedikit manja, hingga bulu mata palsu yang membingkai kelopak mata itupun sesaat rebah di pipi. 

"Aku mendengar anda baru saja pulang dari perjalanan yang panjang," ucap wanita tersebut, berusaha menarik fokus Luca ke lekuk tubuhnya yang tidak dibalut busana, dengan melarikan jari-jemari lentiknya di beberapa bagian yang menggoda. "Apa anda ingin aku mengusir lelah, Sir?"

Suara wanita itu sangat seductive, seakan-akan menyanyikan melodi yang indah. Namun, bukannya merasa terkesan, DeLuca Alvarez tetap memandangi wanita di sofa dengan tatapan teramat datar, membuat wanita itu goyah sesaat. 

Tidak ingin kehilangan kendali akan situasi, wanita seksi berlekuk jam pasir itupun mencoba bangkit dari tempatnya berbaring. 

"Aku mendengar pertemuan di Chicago membuatmu bosan, Sir," bisik wanita itu lagi, sembari kakinya terus melangkah mendekati DeLuca. "Tapi kau tidak perlu khawatir, aku bisa menghiburmu saat ini."

Ketika Enrica hendak tiba di hadapan, dan bermaksud akan menyentuh wajah rupawannya, dengan cepat Luca melewati wanita tanpa busana itu, membuat wanita tersebut terpaku untuk beberapa waktu dengan posisi tangan menggantung di udara. 

Saat tiba di dekat kaki ranjang, Luca pun bersuara pelan, tanpa sekalipun melirik ke arah wanita yang masih terkejut di posisinya semula. 

"Keluar dari kamarku sekarang juga, Miss Deledda. Aku tidak punya waktu untuk memuaskan hasratmu."

DeLuca Alvarez tampak sangat tenang. Bahkan, nada suaranya terkesan begitu dingin, membuat Enrica mengepalkan jemari yang tergantung di udara. 

Dengan bibir mengerucut kesal, dan wajah memerah karena menahan malu, wanita itupun melirik Luca melewati bahu telanjangnya. 

Tampak pria itu tengah merapikan sofa yang sedikit berantakan akibat ditiduri olehnya barusan, membuat wajah Enrica semakin memerah. 

Ditambah lagi, pria itu seakan merendahkannya ketika melemparkan sebuah selimut, yang pada akhirnya terjatuh tepat di kaki telanjangnya, tanpa sekalipun melirik ke arah tubuh feminimnya yang selalu menjadi daya tarik seksual bagi setiap pria. Tetapi, pria di hadapannya bahkan tidak peduli, dan menganggap dirinya hanyalah benda mati. 

"Si-sir?" panggil Enrica, kali ini dengan nada suara sedikit bergetar dan ragu-ragu. 

Hilang sudah rasa percaya diri yang tadi dibawa, digantikan dengan kegetiran yang melukai harga diri. 

Mendapati kekeraskepalaan anak angkat dari salah satu capodecina —pimpinan kelompok — di dekat perbatasan Carmel, DeLuca bermaksud akan melakukan pertemuan dengan ayah wanita tersebut.

Tetapi sebelum itu terjadi, dia harus menyingkirkan wanita tersebut dari ruangan pribadinya lebih dahulu. 

"Apa kau tidak dengar?" gertaknya, dengan nada penuh tekanan marah. "Aku memintamu untuk keluar. Dan, jika kau tidak segera angkat kaki, aku akan menyuruh ayahmu untuk menjemputmu secara langsung. Jadi... pergilah."

Saat mengatakan ancaman barusan, Luca terlihat sibuk membuka kancing pada masing-masing lengan kemeja yang membalut tubuh maskulinnya. 

Mendengar perkataan Luca, seketika saja Enrica memungut selimut yang tergeletak di lantai dengan gerakan terburu-buru. Hingga tanpa sadar, kedua tangannya meremas erat pada masing-masing sisi selimut ketika dirinya melilitkan benda itu ke tubuh. 

Setelah kepolosannya tertutupi, Enrica tampak enggan beranjak dari posisinya berdiri. 

Cukup lama wanita itu memandangi punggung Luca yang masih sibuk dengan kemeja serta pakaian yang melekat di tubuh kekarnya, sehingga bahu wanita itu sedikit terlonjak ketika suara berat baritone pria di hadapannya menegur keras. 

"Miss Deledda, aku memberimu waktu hingga tiga detik. Satu ...." 

Sebelum hitungannya dimulai, lebih dahulu wanita itu berlari ke luar dari kamar, membuat Luca pun mengangkat wajah ke langit-langit sembari menahan diri untuk tidak langsung menyuruh salah satu bawahannya menghubungi Filippo Deledda seketika itu juga. 

Setelah menarik napas beberapa kali, barulah dirinya menurunkan kepala dan kembali membuka mata. 

Dengan satu tangan menyugar rambut hitam legamnya yang berkilau ditimpa cahaya lampu, DeLuca pun mendengus pelan. 

"Dasar jalang," umpatnya, sembari menarik dasi yang terasa mencekik di leher dengan satu tangan yang lain.

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Terjebak Pesona Tuan Mafia [BAB 3]
1
0
Renata Devan hanyalah gadis biasa yang bekerja di sebuah restaurant bernama Honey Bee. Dia memiliki kehidupan yang sangat normal, meskipun dirinya terlahir tanpa sosok orangtua. Dan masa kecilnya banyak dihabiskan dalam sistem foster care. Namun, kehidupannya berubah saat dia tidak sengaja melihat sebuah pembunuhan yang dilakukan sekelompok Mafia paling ditakuti di kota ketika dirinya baru saja pulang bekerja. Naasnya, dia pun diseret ke hadapan kepala organisasi berbahaya tersebut. Nama pria itu sangat tabu disebut, dan sosoknya begitu misterius. Akan tetapi, malam itu Renata pun bertemu dengan 'dia yang harus kau takuti' di Kota Carmel. Dan tidak lama setelah pertemuan itu, Renata pun berkata; Aku hamil anakmu, Tuan! Dengan nada lantang.
Komentar dinonaktifkan
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan