IDWLYA - Chapter 3-5

347
46
Deskripsi

“Tuan, Tuan Arslan …” Suri yang menyambut Alister di teras tampak agak kesulitan menjawabnya, “Tuan Arslan sekarang sedang bersama Nyonya.”

Mendengar itu, ekspresi bosan di wajah Alister berubah. Alisnya bertaut, “Kenapa kamu mengizinkan mereka?!”

Alister sangat marah. Seolah yang sedang bersama putranya saat ini bukan istrinya, bukan ibu kandung Arslan, tapi penyihir jahat yang bisa menculik dan menyakiti putranya kapan saja.

“Butuh satu tahun sampai akhirnya Arslan tumbuh lebih normal, Suri. Kamu...

Chapter 3 – Perubahan Yang Terlalu Drastis

"Nyonya masih belum keluar sejak kemarin sore?" 

Alister sebenarnya tidak begitu peduli. Saat Suri menghampirinya begitu dia kembali dari perusahaan, mengabari tentang Chloe yang belum keluar dari kamar sejak kemarin.

"Iya, Tuan." Suri menjawab sopan. "Saya nggak tahu kenapa, saya udah coba ketuk pintu, Nyonya bilang dia baik-baik aja. Tapi sampai sekarang Nyonya masih nggak keluar."

Suri tidak tahu apa yang sedang Chloe lakukan, tapi kalau sampai Chloe melakukan hal-hal yang bisa membuat Alister marah dan Suri membiarkannya, dia hanya takut terlibat. Dia tidak mau Alister menyalahkannya karena berpikir Suri tidak mengawasi Chloe dengan benar.

"Biarin aja. Mungkin dia hanya mau membuat masalah yang lain." Alister melirik Suri dengan ekspresi acuh tak acuh. "Toh, kalo dia lapar. Nanti dia turun sendiri-"

Ucapan Alister terhenti. Dia melihat ke arah tangga, sosok wanita yang sedang melangkah menuruni anak tangga itu menghentikan langkahnya. Jarak mereka hanya beberapa meter. Alister melonggarkan dasinya, matanya menyipit.

Chloe sedikit ragu. Membutuhkan satu hari baginya untuk kembali menata hati. Menyadarkan dia kalau memang sudah terlahir kembali ke masa lalu. Sampai akhirnya dia merasakan kerusuhan di perutnya, Chloe ingat kalau sejak kemarin dia belum makan.

Saat dia turun, dia tanpa sengaja mendengarkan kalimat sinis suaminya sendiri. Dia ... malu.

Sementara itu, Alister tidak menunjukkan ekspresi bersalah apa pun karena sudah berkata kasar tentang istrinya sendiri. Dia justru menegur Chloe, "Kamu jangan selalu membuat masalah untuk orang-orang. Enggak semua orang bersedia mengikuti alur kemauan kamu, Chloe."

Chloe tersenyum kikuk, dia mengangguk lemah, "Iya. Maaf."

Alister yang tadinya masih akan memarahinya mengerutkan kening. Chloe biasanya sangat galak dan keras kepala. Hobinya adalah playing victim dan menyulitkan semua orang di sekitarnya. Jarang sekali melihat dia begitu patuh seperti sekarang.

Apa yang sedang dia rencanakan?

Alister sedikit waspada.

Chloe turun sampai ke lantai dasar, dia tersenyum malu, "Aku pergi ke dapur dulu. Mau makan."

Walau Chloe masih merasa tidak layak dan tidak pantas tinggal di rumah Alister, dia masih membutuhkan makan dan minum. Bukannya Chloe tidak berpikir untuk langsung pergi, tapi ... Chloe memang tidak bisa pergi sama sekali.

Chloe sudah melakukan kesalahan besar dalam hidupnya, dia tidak ingin gegabah. Saat ini, dia hampir tidak punya apa pun di sakunya. Di luar sana, ada terlalu banyak orang yang membencinya.

Selama mereka tahu kalau Chloe meninggalkan perlindungan Alister dan menjadi gelandangan ... Chloe sudah seperti domba kecil yang menunggu di sembelih oleh musuh-musuhnya.

Chloe tahu dia juga tidak pantas.

Di kehidupan sebelumnya, orang-orang yang membencinya bukan hanya mengotori tubuhnya, tapi juga membunuh putrinya ... Maeve di depan matanya sendiri.

Walau hal itu tidak terjadi di kehidupan ini, Chloe masih merasa kotor. Dia benar-benar tidak pantas untuk Alister.

Tapi ...,

Chloe menatap suaminya dengan tatapan takut.

Sekarang Maeve belum hadir bukan? Chloe masih belum memeriksanya, tapi kalau sampai Maeve benar-benar belum hadir di rahimnya ... dia masih menginginkannya.

Chloe masih berharap diberi kesempatan untuk mengandung putrinya.

"A-Alister ..." panggil Chloe serak. Alister mengangkat sebelah alisnya. Perubahan sikap Chloe terlalu drastis, tapi Alister tidak tenang sama sekali. Dia justru curiga kalau Chloe sedang menyiapkan rencana aneh lainnya. "Aku ..." Chloe menelan ludah. Dia ingin bertanya, apa Alister bersedia memiliki anak lain darinya.

Tapi Chloe benar-benar tidak berani.

Alister mulai kehilangan kesabaran, "Ada apa?"

Chloe pada akhirnya belum siap. Jadi dia menggeleng pelan. "Bukan apa-apa."

Jika bukan apa-apa, untuk apa dia memanggilnya?

Alister jelas tidak puas. 

"Aku ... aku pergi ke dapur dulu." Chloe melarikan diri. Mengejutkan dua orang yang ditinggalkan sendiri.

Suri juga tidak tahu apa yang terjadi? Sejak kemarin Chloe terlihat aneh. Dia juga beberapa kali linglung seperti ini. Walau Suri membencinya, dia masih memberi saran pada sang Tuan.

"Tuan, apa mungkin Nyonya mengalami masalah psikologis? Apa harus Nyonya pergi berkunjung ke psikiater?"

Alister meliriknya, lalu mencibir. "Bukankah sejak awal dia emang udah sakit jiwa?"

Awal mereka menikah, walau Alister membenci Chloe dan keluarganya, dia masih memberikan Chloe kesempatan untuk memperbaiki kepribadiannya. Saat keluarga Bagaskara jatuh bangkrut, Alister mengira Chloe akan berpikir … tapi Alister benar-benar meremehkan sisi tidak tahu malu istrinya.

Jadi, Alister sudah tidak mengharapkan apa-apa. Setidaknya jadilah ibu yang baik untuk anak mereka. Tapi hal sesederhana ini … Chloe masih tidak mampu.

Pada akhirnya Alister menyerah sepenuhnya.

Dia mengerti, Chloe benar-benar tidak layak mendapat empati darinya.

***

Chloe duduk di kursi makan, kali ini ... dia tidak rewel sama sekali.

Mengingat di kehidupan sebelumnya, masa-masa menjelang akhir hayatnya dia hanya diberi makan dua hari sekali. Itu pun hanya makanan dingin yang tidak layak, Chloe menyadari betapa borosnya dia sebelumnya.

Semua hidangan di meja saat ini sangat lezat dan hangat. Tapi Chloe merasa kehilangan napsu makannya. Dia merasa perutnya tidak nyaman walau baru menelan beberapa suap.

"Aku harus bisa ngelakuin beberapa hal sendiri mulai sekarang." Chloe mengingatkan dirinya sendiri. "Seenggaknya aku harus mulai belajar masak, atau punya keahlian."

Agar saat dia dan Alister bercerai, dia tidak kehilangan sumber dayanya sepenuhnya. Menjadi gembel di jalanan yang bahkan tidak punya uang untuk makan.

Terlebih, orang tuanya sekarang sakit-sakitan, ayahnya dirawat di rumah sakit.

Selesai makan, Chloe kembali ke kamarnya. Dia mengeluarkan semua perhiasannya dari brankas. Semua ini adalah hal-hal yang dibelikan orang tuanya saat keluarga Bagaskara masih berjaya. Beberapa merupakan perhiasan yang dibeli Chloe sendiri menggunakan uang Alister.

Secara finansial, sebenarnya Alister cukup memanjakannya.

Chloe menghitung setiap perhiasannya, satu per satu. Setidaknya jika dia menjual semuanya ... dia akan mendapatkan puluhan milyar yang cukup untuk menghidupinya seumur hidup.

Tapi ...,

Chloe mulai memisahkan satu per satu perhiasaannya. Hal-hal yang dibelikan oleh keluarganya, atau dia belanjakan dari pemberian suaminya.

"Aku nggak layak." Chloe tersenyum masam. "Hal-hal yang sejak awal milik Alister, aku nggak punya hak."

Alister membencinya. Sekarang ... Chloe mengerti, sedalam apa kebencian yang Alister miliki terhadapnya. Walau bagaimanapun, penyebab utama kenapa ibunya Alister gagal operasi adalah perilaku Chloe sendiri.

Chloe mengingatnya dengan jelas sekarang. Bagaimana wajah pucat dan kurus Alister yang termenung saat dokter keluar dari ruang operasi menyatakan operasinya gagal. Air mata Alister mengalir bercucuran. Alister hampir memukuli dokter di depannya, bertanya kenapa operasi tidak berhasil dilakukan?

Dokter menjelaskan kalau sudah terlalu terlambat. Jika itu beberapa hari sebelumnya, mungkin mereka masih memiliki sedikit harapan.

Secara tidak langsung, dokter mengatakan kalau kematian ibunya Alister terkait dengan keputusan Alister yang tidak langsung menerima Chloe sebagai istrinya.

Alister berteriak histeris, dia berakhir memukuli dinding sampai beberapa jarinya patah dan berdarah, terus menyalahkan diri.

"Hal-hal yang sejak awal bukan milik aku, nggak akan pernah bisa jadi milik aku." Chloe bergumam dengan nada masam. Satu demi satu kenangan yang dulu dia lupakan, kini Kembali. Menampar Chloe agar dia tidak membuat masalah lagi. 

Setelah memisahkan semua perhiasannya, dengan perhiasan miliknya sendiri, Chloe sebenarnya masih bisa mendapatkan belasan bahkan puluhan milyar.

Di masa lalu, Chloe tidak pernah berpikir untuk menjualnya. Setiap perhiasan ini adalah design limited dari para perancang berlian ternama. Chloe selalu membanggakannya di depan semua orang.

Tapi kali ini ...,

"Kakak pasti kesulitan karena harus membayar biaya pengobatan Mama dan Papa sendiri." Chloe menghela napas berat.

Dulu ... semua perhiasan ini adalah hal-hal yang berharga. Tapi untuk seseorang yang pernah melewati kematian satu kali, nilainya sudah hampir tidak ada.

"Aku bakalan jual semua perhiasan ini." beberapa hal limited akan terjual dengan harga yang lebih tinggi di pelelangan. Jadi Chloe akan mulai menjual semuanya satu per satu.

Dia tidak bisa menjual semuanya sekaligus. Kebanyakan orang pasti tahu kalau perhiasan ini adalah miliknya, jika Chloe terlalu gegabah ... orang-orang di lingkaran mereka mungkin akan curiga kalau Alister mengalami kebangkrutan.

Chloe masih harus menjaga nama baik suaminya bukan?

Chloe tersenyum masam.

Setidaknya ... sampai beberapa tahun ke depan, sampai Alister bertemu dengan sosok wanita yang dianggapnya sebagai cinta sejatinya sendiri.

Chloe tidak layak berada di tempat ini sejak awal.

Jadi ... cepat atau lambat, dia harus mengembalikan posisi ini pada seseorang yang lebih berhak.

***


 

Chapter 4 – Clovis Bagaskara

"Dilelang?" Alister menyahut aneh.

"Ya, saya melihat kalau salah satu perhiasan Nyonya, karya Helva Rodges edisi terbatas saat ini berada di daftar lelang. Saya sudah menyelidiki nama pemilik. Dan itu memang atas nama Mrs. Chloe Amara Bagaskara." Akram memberikan laporan lewat telepon. 

Alister curiga dengan perilaku patuh Chloe dalam beberapa hari terakhir, jadi dia mengirim Akram untuk menyelidikinya, mencari tahu apa yang sedang Chloe rencanakan saat ini. Kalau sampai Chloe melakukan hal-hal yang berbahaya untuk keluarganya, Alister tidak akan segan untuk menghukumnya.

Sudah cukup.

Perilaku Chloe selama ini benar-benar membuat Alister sakit kepala.

Kalau bukan karena Chloe itu cukup untuk digunakan sebagai tameng agar wanita-wanita yang mencoba memanjat ke tempat tidurnya lebih terkendali, Alister pasti sudah membuangnya sejak lama.

Terlebih, Chloe juga ibu kandung putranya. Arslan.

Walau mereka tidak dekat, tapi ikatan darah tidak bisa diputuskan begitu saja. Juga, Alister masih tidak ingin membuat putra semata wayangnya menjadi korban broken home. Dia hanya berharap Chloe di masa depan bisa berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Tidak perlu menjadi istri yang hebat. Alister tidak pernah berekspektaksi apa pun tentang wanita itu lagi.

Tapi setidaknya cukup menjadi ibu yang baik dan peduli.

"Dia sebelumnya nggak pernah berpikir buat menjual perhiasannya. Semua benda itu dia perlakukan seperti bayi kedua." Alister semakin curiga. "Bahkan saat orang tuanya sakit dan terpuruk, dia masih enggan."

"Saya masih menyelidikinya, Tuan."

"Kamu juga bisa memeriksa dengan siapa aja dia berhubungan dalam beberapa hari terakhir." Alister memerintahkan Akram untuk memperluas area penyelidikikannya. "Chloe sangat bodoh dan gampang dimanfaatkan, teman-temannya nggak lebih dari sekadar benalu kelaparan."

"Saya mengerti."

Ponsel ditutup. Alister masih mengerutkan keningnya. Jelas sangat tidak nyaman. Dia memijat pangkal hidungnya. "Apa pun itu, pastiin aja kamu nggak ngelakuin lagi hal-hal yang terlalu bodoh, Chloe."

Pada istrinya ini … Alister tidak benar-benar jijik, tapi dia sepenuhnya membenci. Wajahnya sangat cantik, bahkan saat hamil atau setelah melahirkan Arslan, Chloe masih bisa menjaga penampilannya dengan baik. Orang-orang memuji Alister beruntung memiliki istri secantik boneka.

Sayangnya, Chloe memang boneka. Boneka kain yang tidak bisa apa-apa. Tidak memiliki kelebihan apa pun selain nilai wajahnya.

“Apa pentingnya wajah?” Alister mencibir. “Ada banyak yang dijual di pinggir jalan dengan harga murah.”

***

"Kenapa kamu ada di sini?" Clovis tercengang. 

Sejak perusahaan keluarganya tidak bisa bertahan lagi tahun lalu, Clovis tidak punya jalan lain selain mengambil pekerjaan haram ini untuk menopang hidup keluarganya.

Sebagai putra sulung, Clovis merasa gagal. Dia adalah putra kebanggaan keluarga Bagaskara di masa lalu. Ditakdirkan menjadi putra surga yang bangga. Tapi justru grup perusahaan yang bertahan selama beberapa dekade di masa lalu hancur di tangannya. Mengalami kerugian yang menakutkan bahkan memaksa mereka menyatakan kebangkrutan.

Clovis bukannya tidak pernah mencoba mencari pekerjaan yang lebih baik. Tapi sebagai salah satu lulusan cumlaude di Stanford University, dia benar-benar kesulitan menemukan pekerjaan baik di dalam atau di luar negeri.

Seolah ada tangan transparan yang menghalangi. Tidak peduli perusahaan besar mana yang dia kirimkan CV, semuanya pasti menolaknya dengan berbagai alasan.

Clovis tidak bodoh.

Ada seseorang yang cukup membencinya sampai mati. Tidak mau dia hidup layak sama sekali.

Clovis bisa bersabar dan bekerja keras. Tapi orang tuanya tidak bisa menunggu. Biaya pengobatan ayahnya semakin besar, ibunya juga mulai sakit-sakitan. Depresi. Membutuhkan bantuan psikiater saat ini.

Pada akhirnya ... Clovis tidak punya pilihan. Dia bekerja di sebuah kelab elit sebagai gigolo.

Ada banyak wanita kaya yang menginginkannya. Bersedia memberikan Clovis banyak uang hanya untuk satu malam menginap dengannya.

Terlebih, di masa lalu wajah Clovis Bagaskara sering hilir mudik sebagai pria elit di internet atau TV. Bisa menghabiskan malam dengannya bukan hanya memberikan mereka kepuasan secara fisik, tapi juga pamer di depan teman-temannya.

Clovis tahu dia dipermalukan. Tapi tidak ada yang bisa dia lakukan.

"Kakak." Chloe menatap kakaknya dengan mata merah. Tubuhnya gemetar.

Clovis menahan napas beberapa detik. Dia menghampiri Chloe, menarik wanita mungil itu ke dekapannya. Memeluknya erat.

"Dari siapa kamu tahu Kakak kerja di sini?" Clovis selalu menutupi tempat di mana dia bekerja. Kalau sampai orang tuanya tahu saat ini putra kebanggaan mereka hanya bisa mencari nafkah dengan menjual diri, dia takut mereka akan mengalami serangan jantung.

Clovis juga tidak mau adik kesayangannya mengetahuinya. 

Siapa yang tahu kalau Chloe akan datang ke kelab ini sebagai pelanggan?

"Maaf." Chloe melihat kakaknya masih hidup dengan baik. Pakaiannya juga bagus. Arloji di tangan kirinya juga merk ternama. Sebagai gigolo nomor satu, Clovis masih harus menjaga penampilannya. Semakin mahal dia terlihat, semakin mahal pelanggan membayarnya.

Banyak tamunya memberi hadiah-hadiah mahal. Walau bagaimanapun, jam Clovis selalu penuh. Mereka harus mengantri untuk mendapatkan giliran. Terlebih, sebagai nomor satu, Clovis juga memiliki kebebasan memilih pelanggan.

Tapi Chloe tahu ... di balik penampilannya yang luar biasa, harga diri kakaknya sudah dikoyak dengan kejamnya. Dihancurkan sampai hampir tidak tersisa.

Chloe juga ingat. Saat tahu Maeve meninggal, Clovis mencoba datang untuk menemuinya. Tapi Alister tidak membiarkannya. Clovis mengamuk, dia dipukuli sampai hampir mati, lalu tubuhnya dilemparkan ke pinggir jalan.

Kebencian Alister bermula dari Chloe, tapi seluruh keluarga Chloe hancur karenanya.

Tangan Chloe yang memegangi kakaknya gemetar.

"Kakak." Chloe menangis terisak. Membuat Clovis menahan napas tidak berdaya. "Maaf. Semua salah aku. Semua bener-bener salah aku. Kalo aja aku nggak bersikeras nikah sama Alister, dia nggak perlu nyimpen dendam ke keluarga kita. Aku tahu. Aku tahu orang yang udah bikin kita susah ternyata Alister."

Clovis tersenyum masam. Dia menepuki punggung adiknya perlahan.

Dia tidak terlihat terkejut sama sekali.

Sejak awal ... Clovis sebenarnya sudah menduganya. Kebencian Alister terhadap keluarga Bagaskara terlalu dalam. Clovis sudah menyelidiki Alister sejak awal. Ibunya merupakan salah satu kelemahan terbesar pria itu. Itu juga alasan kenapa mereka menggunakannya untuk mengancam Alister.

Wanita lembut itu seorang single parent yang membesarkan ketiga anaknya sendirian. Bertahan melawan angin dan hujan.

Tapi ... setelah kesulitan bertahun-tahun, pada akhirnya dia tumbang dan mengalami gagal ginjal. Saat itu Alister baru saja mengepakkan sayapnya. Dia hampir tidak bisa menahan tekanan keluarga Bagaskara.

Pada akhirnya ... ibunya Alister meninggal, Alister menyimpan kebencian itu diam-diam. 

Clovis awalnya tidak banyak berpikir. Di matanya, Alister yang tidak banyak tahu tentang bisnis memangnya bisa melakukan apa untuk melawan Clovis yang sudah belajar tentang bisnis sejak dini?

Dia terlalu sombong dan arogan.

Tidak menyadari kalau Alister mulai menyimpan satu demi satu bug di perusahaannya. Menghancurkan perusahaan mereka perlahan, menciptakan kebuntuan yang menakutkan.

"Jangan terlalu banyak berpikir." Clovis berusaha menenangkan adiknya yang lugu. "Belum tentu itu campur tangan Alister. Lalu ... gimana dia sekarang?"

Clovis perlahan melepaskan pelukan adiknya. Dia mengusap wajah adiknya yang basah karena air mata. "Dia ... apa dia memperlakukan kamu dengan baik?"

Hal ini adalah sesuatu yang paling Clovis cemaskan. 

Saat keluarga Bagaskara masih di atas angin, Alister nyaris tidak memberikan beberapa wajah pada adiknya. Sekarang keluarga mereka hancur, Clovis takut kalau adiknya akan disiksa sampai mati oleh suaminya.

"Aku ... aku baik-baik aja." Chloe berkata serak. Menghapus air matanya sendiri. "Alister baik sama aku. Kakak jangan khawatir."

Dua orang itu sama-sama tersenyum. Tapi keduanya mengerti ... kalau Alister tidak baik padanya sama sekali. Setidaknya, Alister tidak sampai menyiksa Chloe dan memukulinya bukan?

"Aku ...sebenernya dateng ke sini buat ngasih Kakak sesuatu." Chloe buru-buru merogoh tasnya. Dia mengeluarkan sebuah kartu dari dompetnya. 

ATM Card.

Chloe meletakkan benda itu di tangan Clovis.

Clovis mengerutkan kening. "Buat apa ini?"

"Ini ... ini buat bantu-bantu biaya pengobatan Mama sama Papa." Chloe berkata jujur. Clovis hampir mengembalikannya, tapi Chloe buru-buru menghindar dan menggeleng. "Kakak, jangan tolak, oke? Tolong ambil itu. Tolong biarin aku bantu kalian sedikit. Aku emang salah ... tapi aku masih jadi bagian keluarga kita, kan?"

Clovis awalnya masih ingin menolak. Tapi melihat adiknya sudah hampir menangis lagi, pada akhirnya dia masih setuju. 

"Tapi jangan sampai uang ini bikin kamu kesulitan."

"Ini nggak terlalu banyak." Chloe menyeringai. "Aku juga mulai mikir buat buka usaha. Tapi aku nggak tahu harus buka usaha di bidang apa?" Chloe berkata jujur. Dia menatap Clovis ragu. "Aku pikir bidang FnB baik-baik aja? Tapi aku nggak terlalu ngerti soal bisnis. Aku dateng ke sini sebenernya karena punya tujuan lain juga. Aku mau minta bantuan Kakak. Kakak lebih tahu soal hal ginian, kan? Apa bisa Kakak bantu aku?"

Clovis terdiam. Dia tersenyum pahit, "Bukannya Kakak nggak bisa, tapi saat ini Kakak udah di blacklist. Lalu ..." Clovis menatap adiknya dengan sorot dalam. "Alister, apa dia tahu tentang rencana kamu sekarang?"

***


 

Chapter 5 – Mencoba Dekat Dengan Putranya

Baru sekarang Chloe menyadari apa yang menjadi masalahnya.

Bukan tentang Clovis bisa membantunya atau tidak, tapi apakah Alister bersedia mengizinkannya atau justru sebaliknya?

Karena tidak peduli sebesar apa pun usaha yang Clovis kerahkan untuk mengembangkan bisnis saudarinya, selama Alister mencegahnya di mana-mana, jangankan keuntungan … bahkan hampir tidak memiliki peluang sama sekali.

Melihat wajah mendung dan kaku adiknya, Clovis tahu kalau Chloe belum berpikir jauh. Walau bagaimanapun, adiknya terbiasa dimanjakan dan tidak pernah mengalami kesulitan sebelumnya. Dia tidak tahu betapa sulitnya mencari uang, bahkan mereka juga tidak pernah membayangkannya.

Chloe tampak linglung, dia mengepalkan kedua tangannya erat.

“Aku bakalan coba ngomong sama Alister.” Chloe berpikir … jika dia yang meminta, seharusnya Alister tidak akan begitu kejam bukan? Terlebih, tidak peduli seberusaha apa pun Chloe bekerja, dia tidak akan pernah bisa lebih unggul dari suaminya. 

“Ya, sebaiknya kamu diskusi dulu sama Alister. Walau bagaimanapun bisnis itu dimulai dengan modal yang nggak sedikit. Sebaiknya kamu lebih berhati-hati.”

Clovis mengusap pipi adiknya penuh kasih. Dia benar-benar menyesal. Kalau dia tahu segalanya akan seperti ini, walau dia harus merantai kaki Chloe dan mengirimnya ke luar negeri, walau Chloe menangis dan mengancamnya, Clovis tidak akan meluluhkan hati.

Alister adalah seorang pendendam. Dia berdarah dingin dan sangat kejam. 

Bagi Clovis, apa yang dia alami saat ini … dia masih bisa menanggungnya. Clovis berperan karena merupakan sosok yang juga bersalah. Bersalah karena tidak bisa membesarkan adiknya dengan baik.

Tapi Clovis tidak tahan dengan rasa sakit dan penderitaan adiknya.

Clovis menempelkan kening mereka. Mata Chloe membulat beberapa detik, sebelum akhirnya Kembali bercucuran air mata.

“Jangan takut, Chloe. Jangan takut.” Clovis berbisik menenangkan. Bibirnya mengukir senyuman kecil. “Segalanya pasti bakalan membaik di masa depan.”

***

Chloe pulang lebih awal. Dia duduk di sofa ruang tamu, tampak bingung. Chloe tidak punya terlalu banyak keahlian, dia hampir tidak punya sama sekali. Tapi … dia bisa membuat beberapa kerajinan tangan, dia juga memiliki sedikit bakat dalam membuat desain pernak-pernik atau perhiasan.

Chloe senang dengan hal-hal cantik dan gemerlap. Selain mengoleksi berlian dan benda mahal lainnya, dia juga sering membuat desainnya sendiri dan minta dibuatkan oleh seorang pembuat perhiasan yang terkenal.

“Aku … mungkin aku bisa buka toko aksesoris?” Chloe bergumam tidak yakin. 

Wanita di zaman ini mudah tergoda untuk hal-hal yang cantik dan lucu. Hanya saja Chloe tidak tahu harus memulainya dari mana?

Saat dia melamun, dia terentak saat mendengar suara tawa gembira semakin dekat. Begitu Chloe meluruskan pandangan, dia melihat Arslan sedang berlari terhuyung-huyung, dikejar oleh suster yang menjaganya.

Langkah Arslan terhenti saat beberapa meter di depan Chloe.

Kedua manik cokelat serupa itu saling menatap.

Chloe merasa tertekan saat melihat Arslan yang tidak mencoba mendekatinya, tidak memiliki sisi manja anak-anak balita pada umumnya saat melihat ibu mereka. Namun dia sendiri menyadari kesalahannya.

Di masa lalu, Arslan selalu mencoba mendekat, tapi Chloe merasa terganggu dan sering mengabaikannya bahkan meninggalkannya. Walau Chloe tidak pernah berperilaku kasar, tidak bisa dipungkiri … sikapnya yang tampak jauh membuat Arslan tidak lagi ingin dekat dengannya.

Chloe selalu ingin memperbaiki hubungannya dengan anak-anaknya, tapi dia sangat bodoh. Jadi dia tidak tahu harus memulainya dari mana?

“Arslan.” Chloe menyapa canggung. Dia mengukir senyuman hangat.

Arslan hanya diam dan berkedip, lalu kemudian anak itu berbalik dan melarikan diri.

Chloe tidak bisa menahan napas kecewa. Dia tersenyum masam, berpikir ; masih ada banyak waktu. Aku nggak bisa terlalu buru-buru atau justru bakalan bikin Arslan takut.

***

Chloe tidak pernah lagi berkumpul dengan teman-teman palsunya. Beberapa hari ini, dia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Karena dia berpikir ingin membuka toko aksesoris bahkan perhiasan yang sebagian desain orisinil-nya sendiri, dia mulai melakukan lebih banyak persiapan.

Saat dia sedang di taman dan merangkai bunga-bunga menjadi mahkota kecil, Chloe mendengar suara langkah kaki mendekat lagi.

Langkah ceroboh itu adalah milik putranya.

Sejak beberapa hari lalu, Arslan sering mengintip Chloe diam-diam, menghampirinya. Menjaga jarak beberapa meter sebelum akhirnya melarikan diri.

Chloe sangat bersemangat saat melihatnya, tapi dia masih tidak melakukan sesuatu yang bisa menakuti putranya. Dia hanya memanggil Arslan sambal tersenyum kecil, membuat balita kecil itu mulai menurunkan kewaspadaan.

Jarak mereka semakin pendek dan pendek. Ini sudah menjadi perubahan besar. Chloe sangat bangga. Dia berharap bisa memeluk dan mencium putranya. Tapi Chloe menahan diri. Jangan sampai Arslan berpikir Chloe menakutkan seperti monster.

Arslan menatap rangkaian bunga di tangan Chloe. Mata bundarnya semakin memesar, mulutnya terbuka membentuk huruf ‘O’. 

Mau.

Arslan melihat wajah Chloe lagi, masih ada senyuman hangat di bibirnya.

Sadar Mama tidak pernah marah lagi padanya, rasa takut Arslan mereda.

Anak-anak selalu cepat melupakan hal-hal yang menurut mereka tidak menyenangkan, terutama kalau orang-orang yang membuat mereka sedih itu pada akhirnya bersikap baik.

“Itu … apa?” Arslan melihat mahkota di tangan Chloe dengan matanya yang membesar sempurna.

“Ini?” Chloe menunjukkan mahkota di tangannya. Dia tersenyum kecil, “Mahkota bunga. Arslan mau?”

Arslan awalnya ragu, tapi melihat mahkota itu, dia semakin tidak sabar. Jadi dia berlari menghampiri Chloe berteriak gembira, “Mau!”

Chloe tertawa. Dia memberikan mahkota di tangannya pada putranya, Arslan menerimanya dengan senang hati. Namun tangan Chloe gemetar. Saat Arslan membiarkannya membantu memasangkan mahkota di kepala mungilnya, air mata Chloe mengalir bercucuran.

“Mahkota cuma dipakai sama King, Queen, Prince, dan Princess. Sekarang Arslan pakai mahkota, dia udah resmi jadi seorang Prince.”

Mendengar itu, Arslan tertawa. Memamerkan gigi susu putihnya yang tersusun rapi.

Ini adalah hadiah pertama Chloe untuk putranya. Chloe tidak bisa menahan perasaan masam dan sedih. Putranya sudah sebesar ini, tapi Chloe tidak pernah memberikan apa-apa untuknya. Di kehidupan sebelumnya, bahkan sampai usia Arslan 6 tahun, Chloe masih tidak pernah memanjakannya.

Tidak heran kalau sampai Arslan pada akhirnya membencinya.

Chloe benar-benar pantas untuk dibenci.

“Mau buat, Ma!”

“Arslan mau buat sendiri?” Chloe buru-buru menyeka air matanya. Melihat anggukan antusias putranya, Chloe merasa dia lebih berguna. Setidaknya … ada sesuatu yang bisa dia ajarkan pada putranya. “Oke, ayo Mama ajarin.”

***

“Ke mana Arslan?” begitu pulang, hal pertama yang ditanyakan Alister adalah putranya.

Arslan biasanya akan menyambutnya dengan gembira setiap kali Alister pulang kerja. Tapi hari ini, Alister tidak melihatnya di mana-mana, ke mana bocah kesayangannya itu pergi?

“Tuan, Tuan Arslan …” Suri yang menyambut Alister di teras tampak agak kesulitan menjawabnya, “Tuan Arslan sekarang sedang bersama Nyonya.”

Mendengar itu, ekspresi bosan di wajah Alister berubah. Alisnya bertaut, “Kenapa kamu mengizinkan mereka?!”

Alister sangat marah. Seolah yang sedang bersama putranya saat ini bukan istrinya, bukan ibu kandung Arslan, tapi penyihir jahat yang bisa menculik dan menyakiti putranya kapan saja.

“Butuh satu tahun sampai akhirnya Arslan tumbuh lebih normal, Suri. Kamu mengizinkan mereka bersama, apa bedanya dengan kamu mendorong Arslan menjadi sakit jiwa?!”

Kata-katanya sangat kasar dan kejam.

Suri ingin mengatakan sesuatu sebelum akhirnya dia buru-buru menutup mulutnya.

Melihat kediaman Suri, satu alis Alister terangkat, dia menoleh. Lalu tertegun.

Chloe.

Chloe terpana. Dia sedang menggendong Arslan yang masih memakai mahkota bunga. Anak itu juga berhasil merangkai kalung bunga, walau berantakan dan agak jelek, tapi dengan bantuan Chloe … itu benar-benar membentuk rangkaian kalung bunga warna-warni besar.

Arslan membuatnya sejak sore sampai hampir malam.

Arslan bilang dia ingin memberikannya untuk Papa. Jadi Chloe setuju. Begitu mereka mendengar suara mobil datang dari lantai dua, Chloe menggendong putranya, membawanya turun ke lantai satu untuk menyambut Alister.

Hanya untuk … mendengar kalimat yang begitu menyayat hati.

Apa dia … memang seburuk itu?

Chloe hanya bisa menatap kosong.

Dadanya sesak dan sakit. Tapi dia bahkan tidak memiliki hak untuk marah.

Ya, kalo aku nggak seburuk itu, Maeve nggak akan pergi saat itu. 

Alister mengira Chloe akan marah. Dia sendiri juga merasa kata-katanya barusan mungkin terlalu kasar. Tapi mau bagaimana lagi? Chloe memang ibu yang cacat. Sudah bagus kalau dia tidak melakukan apa-apa, jangan sampai wanita itu merusak mental putranya.

Chloe mendekat. Dia tersenyum, suaranya bergetar saat dia berkata pelan, “Kamu pulang.”

Dia ingin bersikap seolah tidak mendengar apa-apa. Tapi denyutan nyeri di balik dadanya semakin menjadi. Dia tidak berani menatap wajah Alister sama sekali.

“Arslan … dia buat kalung bunga … buat kamu.” 

Arslan tidak tahu apa yang terjadi, dia mengulurkan kalungnya dengan gembira. Alister agak linglung, dia sedikit membungkuk, membiarkan Arslan memasangkan kalung itu. 

“Papa!” Arslan minta digendong. Jadi Alister memeluknya. 

Chloe mundur dua langkah, dia tersenyum kikuk dan berbisik, “Kalo gitu … aku balik ke kamar dulu.”

Kakinya gontai. Dia berbalik dan melangkah pergi. Pandangannya masih agak bingung. Chloe mengepalkan kedua tangannya, kuku-kukunya melukai telapak tangan, tapi Chloe tidak merasakan apa-apa.

Kenapa sakit sekali?

Chloe menggigit bibir bawahnya.

Kenapa … rasanya sampai sesakit ini?

***

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya IDWLYA - Chapter 6-7
317
29
Bagi Alister, istrinya hanya cacing penghisap darah yang bodoh. Dia tidak tahu kesulitan mencari uang, hanya tahu cara menghamburkannya saja. Tapi jika uang bisa menjauhkan Chloe darinya dan memberikan Alister ketentraman batin untuk sesaat, Alister merasa itu pantas.Alister tidak pernah berpikir untuk menceraikan Chloe terlepas sebenci apa pun dia pada istrinya. Bagi Alister, menikah itu cukup satu kali seumur hidup. Selama Chloe tidak melakukan kesalahan fatal seperti berselingkuh atau menyakiti anak-anak mereka, Alister tidak keberatan untuk menopang kebutuhannya seumur hidup. 
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan