IDWLYA - Chapter 12-13

342
43
Deskripsi

Saat itu … ada gosip yang beredar. Kalau Alister sudah muak pada Chloe dan memutuskan untuk menceraikannya. Ada seorang wanita cantik yang selalu berdiri di sisi Alister, dan diduga wanita itu yang akan menjadi penggantinya.

Wanita itu merawat Arslan dan Maeve dengan baik, jauh lebih bisa diandalkan dibanding sampah semacam Chloe yang tidak punya akal sehat.

Baru sebatas rumor. Namun orang-orang itu masih berhasil menggapainya, menyeret Chloe keluar dan Maeve terbunuh di depan matanya.

Aiiiih....

Chapter 12 – Kekosongan Hati

"Ini ... benar-benar aneh dan nggak masuk akal." Alister mengerutkan keningnya samar selepas Chloe pamit untuk kembali ke kamarnya. "Dia nggak cukup pintar buat nyusun konspirasi apa pun."

"Karena cara pikir Nyonya terlalu sederhana, itu sebabnya ada beberapa orang yang memang sengaja menggunakannya." Rafi yang berdiri di sisi Alister juga setuju. "Saya pikir ... Nyonya kemungkinan digerakan seseorang diam-diam tanpa sepengetahuan kami. Tapi percakapan antara Nyonya dan kakaknya, saya juga sudah mengirimkannya pada Tuan. Nggak ada yang mencurigakan. Semuanya normal. Saya juga mengamati kalau dalam beberapa hari terakhir, Nyonya sama sekali enggak berhubungan dengan beberapa temannya."

Justru itu yang membuat Alister juga aneh. Tidak mungkin. Bisa dianggap mustahil karakter seseorang bisa berubah 180 derajat dalam satu hari. Kecuali kalau orang itu mengalami trauma atau peristiwa yang menyangkut hidup dan mati.

Tapi sejauh ini ... Chloe benar-benar aman. Dia hampir tidak mengalami peristiwa berbahaya apa pun. 

Justru itu juga yang membuat Alister ragu-ragu dan penasaran. Bahkan walau itu hanya akting, seharusnya dia menunjukkan sedikit atau banyak kejanggalan. Dia sudah meminta beberapa orang untuk mengawasi Chloe dalam beberapa hari terakhir, tapi Chloe memang tidak menunjukkan gelagat aneh apa pun.

"Saya sebenarnya sudah ingin membahas ini sejak beberapa hari lalu. Tapi saya nggak yakin Tuan mau mendengarnya atau enggak?" Rafi menatap bosnya dengan sorot rumit.

Alister meliriknya, "Apa?"

"Saya nggak yakin, tapi kemungkinan besar Nyonya saat ini mengalami gangguan mental. Perilakunya selalu cemas dan panik. Sesekali dia terlihat linglung. Napsu makannya semakin sedikit dan pandangannya sering kosong. Saya dengar dari Suri, dia bilang dalam satu hari, akan mendengar Nyonya beberapa kali menangis sambil meminta maaf."

Alister tercengang. "Itu bener-bener bukan akting?"

Rafi juga tidak yakin. Tapi kalau Chloe memang memiliki kemampuan akting sebaik itu, bukankah dia tidak akan dibodohi di mana-mana?

"Saya merekomendasikan Tuan memanggil seorang psikiater untuk menangani Nyonya lebih awal. Terutama, belakangan ini hubungan Nyonya dan Tuan Arslan semakin dekat dan akrab. Hampir di setiap waktu luangnya, Tuan Arslan akan selalu berlari mencari Nyonya, menemaninya seharian."

Alister akhirnya menyadari sisi tidak amannya saat ini. Dia mengangguk, "Kamu bisa mengaturnya. Cari seorang psikiater yang profesional dan berpengalaman."

Walau bagaimanapun, saat ini Chloe masih menjadi Nyonya di keluarga Benedic-nya. Kalau sampai orang-orang di luar tahu istri Alister saat ini sakit jiwa, di mana Alister akan meletakkan wajahnya?

Selain nama baik, yang paling Alister khawatirkan adalah Arslan. 

Di masa lalu, Arslan tidak begitu dekat dengan Chloe. Chloe menolaknya di mana-mana, membuat putra mereka murung dan mulai menunjukkan keterlambatan pertumbuhan. Sampai usia menjelang 2 tahun, Arslan hampir tidak bisa mengatakan kata-kata yang jelas.

Setelah proses terapi yang panjang, Arslan mulai membaik. Tapi dia tidak berani mendekati Chloe, seolah wanita itu bukan sosok yang sudah melahirkannya. Alister juga tidak mencoba mendekatkan mereka, bagi Alister … Chloe sudah terlanjur menjadi ibu yang gagal. Tidak apa-apa baginya jauh dari Arslan, selama dia tidak melakukan hal bodoh untuk menyakiti putra mereka.

Tapi jika hubungan Arslan dan Chloe membaik, Alister juga tidak akan melarang mereka. Arslan masih sangat muda dan memang membutuhkan cinta ibunya.

Bagus jika Chloe bisa berubah. Alister tidak mengharapkan Chloe menjadi istri yang baik, setidaknya jadilah ibu yang layak untuk anak mereka.

Alister tidak menuntut banyak. Jika Chloe bahkan masih tidak bisa melakukannya, bukankah Alister tidak bisa mengharapkan apa pun lagi darinya?

***

"Alister bener-bener setuju?"

"Iya, Alister bener-bener setuju." Chloe kembali ke kamarnya, tidak sabar untuk menelpon kakaknya. Mengabarkan info gembira itu. "Kakak, Alister setuju. Dia bahkan ngirim Rafi, asisten pribadinya selama beberapa tahun ini buat bantuin aku, Rafi ditugasin buat jadi tangan kanan aku."

Nada gembira Chloe benar-benar polos.

Clovis sudah menebaknya. Tapi itu bukan rasa syukur atau penghargaan atas kontribusi adik iparnya. Lebih tepatnya ... Clovis tahu kalau Rafi dikirim sebagai mata-mata.

Namun, ini juga masih kabar baik. Kalau Alister mengizinkan Chloe membuka bisnis dibantu Clovis tanpa berpikir untuk campur tangan apa pun, Clovis justru khawatir kalau diam-diam Alister akan menimbulkan berbagai sandungan untuk adiknya.

Sebaliknya, jika Rafi dikirim untuk mengawasi bahkan membantu mereka, itu artinya Alister benar-benar memberi kesempatan bagi Chloe untuk mengembangkan bisnisnya sendiri.

"Good." Clovis tidak tahan untuk mengukir senyuman. Nadanya masih sangat memanjakan adik perempuannya. "Kakak bakalan mulai nyusun beberapa proposal, nanti kamu bisa bawa file-nya buat ditinjau Rafi, kalo dia setuju, artinya segalanya bisa dimulai."

“Ya.”

“Ngomong-ngomong, Chloe, apa kamu masih sering ketemu sama beberapa temen kamu itu?” tanya Clovis dengan nada hati-hati.

Chloe terdiam beberapa detik. Dia berbisik, “Aku udah lama nggak ketemu mereka.”

Chloe mendengar helaan napas lega. Clovis memberi saran, “Sebaiknya, kamu mulai menjaga jarak dari mereka. Mereka bukan temen-temen yang terlalu baik. Dulu, Kakak dan Papa bisa jaga kamu. Sekarang kamu cuma bisa mengandalkan Alister.”

Chloe menahan napas beberapa detik, dia berbisik, “Aku tahu.”

“Marah?” Clovis tahu kalau Chloe paling tidak senang setiap kali diperingatkan untuk menjauh dari teman-temannya. Tapi dia selalu merasa teman-temannya Chloe itu tidak lebih dari benalu. Mereka selalu menghasut Chloe untuk melakukan sesuatu yang buruk.

Bahkan, walau mereka yang melakukan kesalahan, mereka membujuk adiknya untuk mengaku sebagai orang yang bersalah. Beralasan karena kalau mereka yang jujur pada keluarga, mereka akan dipukuli dan dimarahi.

Chloe berbeda. Tidak peduli kesalahan apa pun yang dia lakukan, kakak dan ayahnya terlalu mencintainya. Mereka akan membela Chloe terlepas dari benar atau salah.

“Aku … aku nggak marah.” Chloe buru-buru menggeleng. Dia menjawab ringan, “Aku mulai sibuk sama bisnis aku, jadi nggak bakalan terlalu sering ketemu mereka lagi.”

“Bagus.” Mendengarnya, Clovis menghela napas lega. “Chloe, kamu sekarang cuma bisa mengandalkan Alister. Tanpa Alister, kamu mungkin nggak akan mendapat perlakuan yang baik. Ngerti?”

Chloe menelan ludah, dia bersenandung setuju, “Hm.”

“Papa … dan Kakak, di masa lalu ngelakuin banyak hal yang buruk.” Clovis berbisik lemah. “Kakak takut mereka akan datang menyakiti kamu. Jadi, sebelum kita bener-bener punya kekuatan yang cukup seperti dulu, kamu sebisa mungkin harus bertindak rendah hati. Jangan sampe … jangan sampe Alister meninggalkan kamu. Ngerti?”

Kali ini Chloe terdiam. Dia mengepalkan kedua tangannya.

Matanya menatap hampa.

Saat itu … ada gosip yang beredar. Kalau Alister sudah muak pada Chloe dan memutuskan untuk menceraikannya. Ada seorang wanita cantik yang selalu berdiri di sisi Alister, dan diduga wanita itu yang akan menjadi penggantinya.

Wanita itu merawat Arslan dan Maeve dengan baik, jauh lebih bisa diandalkan dibanding sampah semacam Chloe yang tidak punya akal sehat.

Baru sebatas rumor. Namun orang-orang itu masih berhasil menggapainya, menyeret Chloe keluar dan Maeve terbunuh di depan matanya.

“Chloe?”

"Oke. Oke." Tangan Chloe gemetar. Dia berbisik pelan, “Sebelum … sebelum kita bisa mandiri, aku bakalan berusaha nggak bikin Alister marah. Nggak bikin dia lebih benci sama aku.”

Bahkan walau Risa datang, Chloe akan menutup mata. Membiarkan Alister bersama dengan cinta sejatinya. Dia akan melangkah menjauh, tidak menuntut apa-apa. Hanya berharap mereka masih menjalin hubungan yang baik. Agar Chloe masih diizinkan untuk bertemu dengan anak-anaknya.

Seharusnya, jika orang-orang itu tahu hubungan Chloe dan Alister masih baik pasca perceraian, mereka tidak akan terlalu menargetkannya secara transparan, kan?

Chloe tidak tahu.

Dia menyadari betapa rapuhnya situasinya saat ini.

 “Maaf.” Clovis berbisik. “Andai Kakak lebih kuat, andai Kakak nggak ceroboh, kamu nggak perlu menerima penghinaan ini.”

“Penghinaan?” Chloe terkekeh sedih. “Aku pantes, justru harusnya Kakak. Kalo bukan karena aku … harusnya Kakak nggak jatuh sampai separah ini.”

“Ini takdir Kakak, Chloe. Kakak orang jahat, bahkan walau bukan Alister, cepat atau lambat pasti ada orang lain yang melakukan. Jangan nyalahin diri kamu sendiri lagi.” 

“Aku-“ 

"Clovis, cewek itu dateng lagi. Yang dia cari masih elu."

Suara seorang pria dengan nada mengejek itu membuat Chloe tertegun beberapa detik.

Clovis seolah menyadari apa yang dicemaskan adiknya. "Nggak apa-apa, jangan terlalu banyak berpikir. Kakak baik-baik aja. Kalo usaha kamu itu sukses dalam beberapa bulan ke depan, Kakak bisa resign dari Aquarium. Oke?"

Bibir Chloe gemetar. Dia berbisik, "Sebenernya, bahkan walau Kakak mau berhenti sekarang, aku masih sanggup bayar biaya berobat Mama dan Papa."

"Kamu sekarang adalah wanita bersuami. Kamu nggak bisa mengandalkan Alister untuk sesuatu yang nggak ada hubungannya sama dia."

Chloe awalnya ingin menyangkalnya. Tentu saja Alister juga ada hubungannya. Walau bagaimanapun, orang tua Chloe adalah mertuanya bukan?

Tapi saat Chloe berpikir ... kalau sampai dia mengatakan ini di depan Alister sendiri, bukankah dia hanya akan mendapat wajah jijik Alister?

Tidak apa-apa kalau hanya Chloe yang dipermalukan. Tapi kalau sampai Alister juga menjelek-jelekkan nama orang tuanya, Chloe tahu dia tidak tahan. Sementara itu, sampai hari ini dia masih bergantung pada Alister sepenuhnya.

Seperti yang Clovis katakan, saat ini keluarga Bagaskara ada dalam genggaman Alister sepenuhnya. Para pembenci mereka masih mengawasi, menunggu Alister melepaskan gigitannya agar mereka bisa berebut untuk mengoyak sepotong daging. 

Lalu, selama Alister ingin Clovis dan Chloe gagal, mereka hampir tidak memiliki kesempatan untuk berhasil.

"Maaf." Chloe menggigit bibir bawahnya. "Kakak, maaf."

"Sejak kapan kamu jadi sering minta maaf kayak gini?" Clovis menahan napas. "Kakak udah bilang, semuanya bukan salah kamu, Chloe. Seenggaknya bukan salah kamu sendiri."

Baik Clovis atau pun orang tuanya juga turut andil. Mereka di masa lalu terlalu jemawa, memandang rendah Alister dan yakin kalau Alister akan bergantung pada adiknya sepenuhnya.

Dulu, bahkan ayahnya juga memberi saran, agar ada surat perjanjian pra-nikah dan baik Chloe atau Alister, tidak akan banyak ikut campur untuk keuangan satu sama lain.

Chloe masih di atas. Ayahnya takut kalau putrinya akan dibodohi dan dimanfaatkan.

Siapa yang menyangka kalau takdir akan bergulir begitu cepat?

Alister yang di masa lalu dipandang rendah oleh keluarga mereka, saat ini justru berada di ketinggian yang bahkan tidak bisa mereka lihat.

"Kakak ada tamu, jadi nggak bisa nemenin kamu ngobrol. Inget, nggak perlu bahas apa pun soal biaya rumah sakit Papa di depan Alister, Kakak masih sanggup, janji?"

Chloe mengangguk. Setelah sadar kalau kakaknya tidak bisa melihatnya, dia berbisik, "Aku janji."

Bahkan walau Clovis dihancurkan, saat ini menjadi seorang pelacur pria, dia mungkin kalah ... tapi dia masih memiliki tulang punggungnya sendiri.

Dia tidak akan mengemis pada musuhnya untuk kehidupan orang tuanya. Bahkan, walau yang bisa dilakukan Clovis saat ini hanya menjual diri ... itu masih lebih baik daripada mengandalkan Alister, membuat adiknya dipandang semakin rendah seolah tidak ada nilainya.

"Besok Kakak akan kirim filenya."

"Iya."

Telepon ditutup. Chloe menunduk, menatap ponsel di tangannya dengan sorot linglung. Menangis tidak ada gunanya. Chloe tahu itu, tapi sesekali ... seolah kelenjar lakrimanya bocor, air itu sering kali mengalir tidak peduli bagaimana Chloe mencoba menahan diri.

Hati Chloe sangat kosong.

Chloe bersyukur karena dia bisa mengulang waktu. Ada banyak kesempatan baginya untuk memperbaiki kesalahan demi kesalahan yang sudah dia lakukan.

Tapi ... kenapa?

Chloe menyentuh dadanya sendiri.

Kenapa dia sehampa ini?

Kenapa dia merasa dunia ini semakin sempit dan tidak memberi Chloe kelayakan untuk menginjakkan kakinya di muka bumi lagi?

Chloe ... masih merasa kalau dia ... memang pantas mati. 

***


 

Chapter 13 – Keluh Kesah di Depan Sang Mama

"Mama nggak usah khawatir soal biaya pengobatan. Aku udah mulai buka bisnis sendiri, Alister udah ngasih izin. Selain dibantu Kakak, aku juga dibantu Rafi."

Chloe menggenggam tangan ibunya erat. Setelah sibuk dengan berbagai hal, menenangkan hati dan diri, akhirnya dia berani menunjukkan wajahnya di depan ibunya lagi.

Chloe melihat apartemen kecil yang ditinggali Rose saat ini. Jika itu di masa lalu, luas apartemen ini bahkan tidak bisa dibandingkan dengan kamar utama di rumah mereka.

Rose terbiasa hidup bahagia bergelimang harta. Walau bagaimanapun sebelum bahkan setelah dia menikah, dia selalu dimanjakan orang tua dan suaminya.

Dia seperti ikan yang berenang di dalam air. Tidak pernah mengalami kesulitan hidup sama sekali.

Tiba-tiba saja dalam sekejap mengalami kejatuhan, dia yang terbiasa makan di restoran mewah dan bergaul dengan geng sosialitanya menjadi rendah diri dan mulai belajar memasak sendiri.

Hidangan yang dibuat kedua tangannya yang dulu halus sangat sederhana. Terkadang rasanya tidak menentu, tapi Rose masih menghabiskannya dengan sabar.

Dia juga belajar membersihkan rumah tanpa bantuan. Walau awalnya sulit, saat ini dia sudah terbiasa.

Ibunya dulu cantik dan percaya diri, sekarang tidak pernah lagi berjalan dengan kepala terangkat. Chloe tidak bisa membayangkan sebanyak apa penghinaan dan ejekan yang diterima Rose dari mantan teman-temannya.

Tidak mengejutkan kalau ibunya pada akhirnya depresi dan mulai sakit-sakitan. Dia hanya bertahan 2 tahun sebelum akhirnya mengembuskan napas terakhir dalam kesedihan.

Chloe malu menghadapinya. Di kehidupan sebelumnya, walau dia sedih dan kesal, tapi dia masih tidak merasa itu adalah kesalahan Chloe sepenuhnya.

Sekarang, setelah Chloe memikirkannya dengan baik ... kejatuhan Bagaskara itu semua adalah kesalahannya, berkat kebodohannya.

Cinta butanya.

Seharusnya, keluarga mereka tidak perlu berurusan dengan Alister sama sekali.

Memaksa Alister menikahi seorang wanita yang dia benci. Bahkan, karena keegoisan Chloe ... dia memaksa ibunya Alister menderita sampai mati.

Ini adalah balasan. Chloe tahu dia pantas mendapatkannya. Tapi ... dia masih merasa kalau anggota keluarganya yang lain tidak perlu.

Mereka hanya terlalu mencintai Chloe dan memanjakannya. Mereka mengabaikan yang benar dan salah untuknya.

"Mama baik-baik aja. Kalo kamu emang ada sedikit uang buat bantu, sebaiknya buat biaya pengobatan Papa kamu." Rose tersenyum hangat. Matanya tampak layu dan lelah. Sorotnya sangat kusam kehilangan gairah hidup. "Chloe ... Alister, apa dia memperlakukan kamu dengan baik?"

Sejujurnya ... dibanding tentang dirinya sendiri, Rose masih lebih khawatir tentang putrinya.

Rose juga tidak bodoh. Dia mengenal dengan jelas siapa yang berperan untuk menjatuhkan seluruh anggota keluarganya sekaligus dalam waktu 2 tahun saja. 

Dia tidak pernah menyalahkan putrinya untuk kesalahan ini. Hanya saja ... dia takut Chloe diperlakukan dengan buruk.

Rose takut demi membalas dendam, Alister bahkan akan membabi buta dan menyakiti Chloe sampai mati.

"Nggak buruk." Chloe terkekeh. "Dia bahkan masih mau ngasih aku bantuan. Cuma ... cuma aku nggak berani ngambil uangnya demi bantu kehidupan keluarga kita. Maaf."

Rose dan Chloe saat ini duduk bersebelahan. Mata redup sang Mama menyelisik wajah putrinya, bibirnya gemetar. Dia mengulurkan tangan, mengusap rambut lembut putrinya dengan penuh sayang, "Kamu sangat kurus."

Dalam 10 hari, Chloe hampir kehilangan 4 kg berat badan.

Ini memang agak menakutkan. Padahal Chloe selalu merasa dia makan dengan baik.

"Mama, jangan takut. Aku bener-bener nggak pa pa."

Perangai Chloe bahkan berubah sedrastis ini.

Rose merasa hatinya sakit dan perih. Tapi tidak ada yang bisa dia lakukan untuk Chloe lagi.

Rose bahkan sudah tidak mampu melindungi dirinya sendiri, bagaimana dia bisa melindungi Chloe saat ini?

Tangisan Rose sangat lirih.

Ibunya sangat peka tentang perubahan putrinya, tapi karena Chloe tidak mau mengatakan apa-apa, dia hanya bisa menggenggam Chloe seolah tangannya merupakan sedotan penyelamat terakhir.

"Kamu harus hidup dengan baik. Chloe ... misal, misal Alister ingin berpisah, kalian pisah aja, oke? Kamu nggak perlu mikir terlalu banyak. Bagi Mama, selama kamu bisa hidup dengan baik dan bahagia ... Mama udah ngerasa cukup."

Tidak perlu berpikir membalas dendam atau apa pun. Bahkan Clovis tidak berdaya melawan adik iparnya, apa lagi Chloe yang lugu dan tidak tahu apa-apa?

Chloe menjilat bibir bawahnya. Dia berusaha menahan air matanya agar tidak menetes jatuh, dia selalu berpikir dia cukup kuat untuk tidak mengeluh.

Ini adalah karmanya.

Ini adalah balasan dari setiap keegoisannya.

Tapi ...,

Chloe menunduk dalam, pada akhirnya dia menangis terisak.

Ini memang sangat menyakitkan.

Chloe diberi kesempatan kedua untuk hidup. Tapi bayang-bayang traumanya terlalu dalam.

Dia merasa berjalan di atas permukaan es yang tipis. Di mana dia sedikit saja salah langkah, esnya akan hancur dan dia jatuh tenggelam di laut.

"Mama ... Chloe nggak akan egois lagi. Chloe tahu udah salah." Chloe membungkuk, dia mencium kedua tangan ibunya. "Maaf, maaf. Kalo aja Chloe nggak berurusan sama Alister. Kalo aja Chloe nggak maksa, Mama dan Papa, Kakak ... kalian semua sekarang pasti masih hidup dengan baik."

Setiap langkahnya salah.

Semua keinginannya berubah menjadi jurang yang mematikan.

Chloe tidak hanya mendorong diri sendiri ke dalam kematian, tapi dia juga menyeret seluruh anggota keluarga termasuk putrinya.

"Aku ... aku sebenernya ngerasa kotor." Berbagai keluhan yang dia simpan di dalam hatinya beberapa hari terakhir pada akhirnya hanya bisa dia luapkan di depan ibunya. "Aku udah salah. Salah sama semua orang. Kadang, kadang aku ngerasa aku nggak pantes hidup. Aku udah bikin semua sakit dan menderita."

Chloe terisak-isak.

"Alister nggak salah. Mama dan Papa nggak salah. Semua orang nggak salah. Cuma aku," Chloe menggeleng pelan. "Semuanya salah aku. Karena aku udah lahir, karena aku hidup."

Tubuh Chloe gemetar.

Dia berteriak kesakitan.

Membuat Rose menangis histeris dengannya. Menarik Chloe ke dalam pelukannya, menggeleng keras, menyangkalnya.

"Chloe nggak salah. Chloe nggak salah. Jangan bilang kayak gitu."

"Tapi semuanya emang salah aku!" Chloe histeris. "Mama, Papa, Kakak, bahkan Maeve, semua salah aku. Salah aku."

"Chloe nggak salah. Bener-bener nggak salah." Rose ketakutan melihat Chloe yang sampai sehancur ini. Dia tidak tahu apa yang sudah Alister lakukan, sampai putrinya begitu menderita, merasa tidak pantas hidup lagi.

Dia bahkan tidak tahu siapa itu Maeve? Kenapa Chloe merasa begitu pedih? Tampak menderita seolah ingin mati saat menyebutkan nama itu?

"Aaaaaarggggh!" Chloe hanya bisa berteriak lantang. Melampiaskan rasa sakit dan frustrasinya. "Aaaaargggh!"

Dia sangat bodoh.

Sejak awal, tidak pernah ada langkahnya yang benar.

Kalau hidupnya hanya membawa rasa sakit untuk setiap orang yang memedulikannya ... kenapa sejak awal dia harus hidup?

Kenapa dia dilahirkan?

Chloe ... bahkan merasa napasnya hanya mengotori dunia saja.

Rose memeluk Chloe lebih erat. Terus membujuknya agar tidak terlalu berduka. Cepat atau lambat … keluarga mereka pasti berhasil melewati segalanya.

***

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya IDWLYA - Chapter 14-15
386
59
“Chloe, saya akan menegaskannya. Bagi saya, pernikahan adalah komitmen seumur hidup. Terlepas dari bagaimana hubungan kita saat ini, satu yang harus kamu tahu.”Chloe perlahan mengangkat wajahnya, menatap suaminya.“Pengkhianatan, saya nggak akan pernah menoleransinya.” Alister menjelaskan dengan ekspresi tegas. “Entah itu pengkhianatan kamu, atau pengkhianatan diri saya sendiri.”“Nggak ada jaminan bagi kita akan selalu bersama seumur hidup. Tapi satu yang saya janjikan sama kamu.” Alister berucap tenang, masing-masing katanya tegas dan ditekankan, “Selama kita memutuskan untuk bersama, nggak akan pernah ada orang ketiga di antara kita.” Uhui. Chapter baru sekarang. Saya seneng baca komen2 spekulasi kalian tentang plot novel ini. HAHAHAHAHAHappy reading.Thanks buat vote, komen, & tip-nya. Kalo dari mulai besok IDWLYA cuma up setiap selasa, kamis, sama sabtu ya.Mudah2an selalu konsisten. Kalo saya kebetulan ada waktu & mood, mungkin bisa update juga selain di 3 hari itu. MUEHEHEHEHE
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan