
Deskripsi
File ini berisi sekitar 85 ribu kata, lengkap, sama seperti novelnya. Silahkan baca beberapa babnya di Wattpad @Putrie-W dengan judul Dikejar Berondong.
π₯π₯π₯π₯π₯
Awalnya sekuat tenaga aku menolak perhatian yang berondong itu berikan. Namun, Mas Dewa ketahuan selingkuh dan mampukah hati memaafkan suami yang sudah mengkhianati cinta ini? Di saat yang bersamaan pula, seseorang menyediakan bahu untukku menangis dan bersedia menghapus air mata yang tumpah. Perlahan ada yang luruh di dada....
1 file untuk di-download
Dukung suporter dengan membuka akses karya
Pilih Tipe Dukunganmu
Sudah mendukung?
Login untuk mengakses
Kategori
Dikejar Berondong
Selanjutnya
HLS 1-9(21+!)
57
3
PrologueJadi, kenapa kamu datang kemari?Shitara menundukkan wajah dalam, berusaha menutupi air mata serta bekas tangan di wajahnya. Dia terlalu lelah saat ini, sekaligus terlalu malu untuk mendatangi Altair, tapi sadar tidak punya pilihan yang lebih baik.Tidak banyak yang Shitara inginkan. Hanya satu pintanya datang pada laki-laki yang pernah dia abaikan bertahun-tahun lalu. Laki-laki yang kembali dia temui satu bulan lalu tanpa sengaja. Kemudian, memberinya sebuah penawaran. Tujuan Shitara sudah pasti untuk menerima tawaran itu.Aku ... aku butuh bantuanmu.Itu sudah pasti. Tidak mungkin seorang Nona Besar datang ke sini tanpa tujuan.Itu adalah sindiran yang berhasil menyayat hati Shitara. Apa pun itu, akan Shitara terima. Altair berhak mengatakan apa pun.Keluarkan aku dari rumah itu. Aku mohon. Satu bulan lalu ketika tanpa sengaja kita bertemu di depan rumahku, kamu mengatakan jika aku bisa mengandalkanmu jika butuh bantuan.Laki-laki itu menyeringai, lalu bangkit dari sofa dan berjalan menghampiri Shitara yang duduk di seberangnya. Tanpa peringatan, Altair meraih dagu Shitara, menaikkan pandangan gadis itu. Mata itu merah dan berkaca-kaca. Altair tahu ada harga diri yang telah lenyap melalui tatapan pasrah di hadapannya.Apa yang aku dapatkan jika membantumu?Apa pun yang kamu inginkan, Altair. Aku ... aku tidak sanggup lagi ada di sana. Siksaan mereka tidak pernah berakhir sejak ayahku meninggal. Tolonglah, aku mohon. Kamu tahu, bahkan untuk kabur dari rumah dan mendatangimu saat ini, aku mempertaruhkan nyawaku. Jika mereka tahu aku tidak ada di rumah, mereka akan membunuhku.Tumpah air mata gadis itu. Altair menyeringai puas. Ibu jarinya lalu mengusap wajah Shitara, tepat di bagian merah bekas tamparan.Baiklah. Aku akan membantumu.Sungguh? Te-terima kasih.Air matanya masih menetes, tapi ada selarik senyum yang menghiasi wajah pucatnya.Altair menarik tangannya dari dagu Shitara. Lalu mulai membuka kancing kemejanya satu per satu.Buka bajumu.Ya?Aku bilang buka bajumu, Shitara.Dada Shitara mendadak sangat sesak.Ke-napa?Kenapa? ulang Altair dengan dahi mengernyit.Laki-laki beralis tebal itu kini sedang membuka gesper celananya.Kenapa aku harus membuka baju? Shitara bertanya gugup.Mandi bersamaku, lalu naiklah ke ranjangku.Perut Shitara seketika mual. Dalam kepalanya langsung merangkai adegan yang bisa saja benar-benar terjadi sebentar lagi.Altair, apa kamu bercanda?Tidak.Celana kain panjangnya sudah luruh ke lantai, begitu juga dengan kemejanya. Shitara kian tersudut, mulai membaca situasi bahwa dia telah salah membuat keputusan.Kamu masih perawan, bukan? Jadi, berikan aku tubuhmu malam ini.A-apa?Bahkan bibir gadis itu bergetar hebat. Altair yang melihatnya malah tertawa kecil. Dia mendekatkan wajah sangat dekat dengan Shitara, membelai rambut itu pelan, kemudian menyelipkan tangan di helai-helainya. Napas pendek Shitara dapat Altair rasakan, membuat seringainya tidak bisa lenyap.Bayar kebebasanmu dengan tubuhmu, untuk malam ini dan malam-malam selanjutnya, Shitara. Maka, mulai besok pagi akan kupastikan mereka tidak akan pernah mengganggumu lagi.Bab 1. SurrenderHari ini tepat satu tahun kepergian ayahnya. Shitara kira keputusannya mempertaruhkan nyawa untuk keluar dari rumah itu dan mendatangi Altair adalah hal yang sangat bijak. Gadis itu kira setelah satu tahun hidup penuh siksaan, dia akan bisa merasakan kebebasan bernapas sama seperti ketika ayahnya masih hidup. Salah, semua perkiraannya salah dan meleset sangat jauh. Tubuhnya bergidik mendapati tatapan Altair yang seperti tengah melihat mangsa.Kedua tangannya menutupi dada, lidahnya kelu dan tidak bisa berkata sama sekali. Altair terlihat tidak main-main dengan ucapannya. Kepala gadis itu bagai dihantam benda keras, pening, mendadak tidak bisa berpikir apa pun. Ketakutan membelenggu dirinya. Sedikit harapan tersisa dalam hati gadis itu bahwa ini adalah mimpi buruk yang akan segera berakhir.Apa aku harus mengulang perkataanku?Iya, jawab Shitara pelan.Telinganya mungkin salah dengar, jadi Shitara butuh diyakinkan sekali lagi. Matanya mungkin saja salah mengartikan bahasa tubuh Altair.Aku menginginkan tubuhmu, Shitara.Kamu bercanda.Berusaha melenyapkan perasaan terintimidasi, Shitara mendorong dada Altair. Tubuh tegap itu sedikit terhuyung sebelum seringainya kembali muncul.Apa aku terlihat sedang bercanda? Oh, ayolah, Shitara. Aku butuh bayaran untuk membebaskanmu dari ibu dan kakak tirimu.Kenyataan pahit menghantam Shitara, menambah kepeningan yang mungkin akan membuat kepalanya pecah. Benar, Shitara butuh bantuan bersembunyi dari ibu dan kakak tirinya yang begitu kejam. Altair satu-satunya harapan Shitara, karena selama satu tahun penuh gadis itu putus komunikasi dengan teman-temannya dulu. Keluarga? Entah ke mana perginya mereka. Shitara juga heran mengapa sejak kematian ayahnya, tidak ada siapa pun yang mengunjunginya. Tidak ada tempat berlari, sehingga dia bertahan di rumah yang membakarnya setiap detik.Ja-jangan tubuhku. Kita tidak mungkin melakukannya tanpa perasaan. Benar, kita tidak saling mencintai, tidak mungkin kita melakukannya.Altair terkekeh.Cinta? Kamu pikir pelacur-pelacur di luar sana menggunakan cinta untuk melayani laki-laki hidung belang yang butuh kepuasan? Tidak, Shitara. Seks hanyalah seks, kita bisa tidak melibatkan hal sentimental.Kalau begitu, kamu pun sama, Altair! Kamu laki-laki hidung belang yang mau bercinta tanpa hati!Pft!Tawa Altair tertahan mendengar suara tinggi Shitara. Saking lucunya menurut laki-laki itu, dia sampai memegangi perut. Entah dari mana gadis itu mendapatkan keberanian mengemukakan pikiran di hadapan hewan buas yang sewaktu-waktu bisa langsung menerkam. Lebih lucunya lagi, ketika Altair membungkuk, kaki Shitara terangkat dengan cepat. Tangan gadis itu tidak lagi menutupi dada, tapi memeluk betis dan menumpukan dagu di lutut. Tatapannya dipenuhi ketakutan luar biasa.Aku? Tentu saja berbeda. Aku hanya akan bercinta denganmu, begitu juga sebaliknya.Tidak, Al. Tolong aku, mohon Shitara sekali lagi.Bibir Altair mengecup telinga Shitara, yang dalam sekejap berhasil menimbulkan efek guncangan bagi gadis itu. Belaiannya di pelipis bukan menjadikan Shitara tenang, tapi malah jadi kian menangis.Aku sedang menolongmu, Sayang. Sesulit itukah berada di sisiku dibanding menjadi pembantu di istanamu sendiri?Kamu menjadikanku pelacur. Apa aku harus menerimanya?Ganti kata pelacur dengan budak, sepertinya lebih bagus.Itu sama saja!Bibir Altair menyusuri wajah Shitara. Mata gadis itu terpejam rapat, seolah-olah hewan buas sedang menjilatinya sebelum ditelan habis.Tunggu! Mari buat kesepakatan!Gerakan bibir Altair terhenti. Padahal hanya butuh sedikit menggeser wajah, maka bibir mereka akan bertemu.Bisa-bisanya kamu mengajukan kesepakatan. Di sini aku tuannya, Shitara.Kalimat tegas tak terbantahkan Altair sekali lagi melumpuhkan kinerja otak Shitara. Tanpa aba-aba kini bibir mereka bertemu. Berniat meronta atau mendorong tubuh Altair, tapi gerakan Shitara lebih dulu terbaca. Kedua tangannya digenggam Altair seiring ciumannya yang semakin dalam.Serangan besar mengenai gadis itu. Sensasi aneh bercampur keputusasaan menjadi satu. Altair melumat bibir Shitara tanpa jeda, mencari-cari lidah, dan terus mengeksplorasi mulut gadis itu.Buruk sekali. Apa kamu tidak pernah berciuman?Bibir mereka hanya berjarak satu ibu jari, sangat dekat sekaligus rawan. Berusaha menghindari kejadian yang sama, Shitara memalingkan wajah. Air matanya merebak deras, karena noda yang Altair torehkan dengan sengaja. Shitara tidak pernah berciuman, menjaga bibirnya hanya untuk suaminya kelak. Namun, laki-laki kurang ajar bernama Altair mengambil ciuman pertamanya, memberinya sensasi berdebar yang seharusnya Shitara dapatkan dari suaminya nanti.Aku tidak mau melakukannya, Altair. Aku tidak mau!Telunjuk Altair menelusuri leher Shitara, lalu turun ke tulang selangka.Sayangnya kamu terlambat, Shitara. Kamu tidak akan pernah pergi dari sini kecuali aku yang menyuruhmu. Di luar pintu ada dua penjaga yang akan menangkapmu jika kamu berpikir untuk melarikan diri saat ini.Berengsek! maki gadis itu dengan ketinggian suara maksimal.Setelahnya dia terisak-isak. Pikiran dan hatinya berkecamuk. Haruskah kebebasannya dibayar dengan tubuh? Untuk berapa lama? Seumur hidup? Sampai Altair bosan?Berengsek? Ya, aku memang begitu. Dan si berengsek ini adalah malaikat penye-Kalimat Altair tidak selesai. Tindakan berani Shitara yang menghentikannya. Laki-laki itu menyeringai seraya mengusap pipinya yang diludahi Shitara.Kamu pantas mendapatkannya!Kamu juga pantas mendapatkan ini.Apa-Shitara meronta ketika Altair menekan kedua pipinya dengan ibu jari serta telunjuk. Mulut gadis itu terbuka paksa, situasi yang Altair gunakan untuk menjamah bibir Shitara. Bukan hanya menyatukan bibir, laki-laki itu dengan sengaja memberikan ludahnya pada Shitara.Bukankah kita sangat serasi? Kamu memberiku air liur, aku juga begitu.Sudah Shitara coba untuk mengeluarkan cairan itu, tapi Altair yang kukuh menekan pipinya dengan kuat membuat Shitara terpaksa menelannya. Perasaan jijik dan ingin muntah kian menguasai gadis itu. Namun, apa yang bisa dia lakukan selain menangis dan menyesali keputusan mendatangi iblis di hadapannya itu?Aku tidak suka kekerasan, Shitara. Tapi akan aku gunakan jika kamu tidak suka cara lembut. Jadi, menurutlah dari sekarang.Kali ini pun Altair tidak main-main. Pipi Shitara sangat sakit, tapi laki-laki itu sama sekali tidak menunjukkan raut iba. Rencana melarikan diri Shitara juga lenyap, teringat di luar pintu unit penthouse Altair memang ada dua penjaga bertubuh kekar. Jalannya telah buntu, tidak ada lagi secuil asa yang tersisa. Shitara tidak mengerti mengapa takdirnya menyakitkan seperti ini.Mandi bersamaku, Shitara.Tubuh Altair kembali tegak. Tangannya terulur, menanti nyaris satu menit barulah Shitara membalas Altair. Dengan gugup dan takut, dia berdiri. Sejenak menatap Altair yang tersenyum puas, lalu kembali menunduk.Ikuti aku.Langkah Shitara penuh keraguan, kaku seperti robot. Dadanya berdebar sangat kencang, mungkin sudah berada pada batas maksimal saat mereka memasuki sebuah kamar mewah. Gadis itu ditarik menuju kamar mandi yang luas dengan segala furnitur berkilauan.Buka baju dan celanamu.Pandangan Shitara naik, menatap Altair yang sudah melepaskan penutup terakhirnya. Di antara rasa takut dan debaran gila, Shitara juga kini merasa malu. Bisa-bisanya Altair telanjang bulat tanpa memikirkan keadaan Shitara yang kian terpojok. Selain air mata yang menyelimuti wajahnya, gadis itu kini juga merasakan panas berkali-kali lipat dibanding tadi. Tanpa sengaja dia melihat sesuatu yang tak sepantasnya dilihat.Kamu tidak tuli, bukan?Selain menurut, apa lagi yang bisa Shitara lakukan? Dia benar-benar berada di ujung tanduk. Satu-satunya jalan untuk bertahan kali ini adalah mengikuti permainan Altair. Meski tahu harga dirinya telah lenyap dan tubuh yang akan ternoda selamanya, Shitara memang harus menerima konsekuensi dari pilihannya. Maka, gadis itu melepaskan kaus polos yang dia kenakan, disusul menurunkan celana jeans selututnya.Sebelum melepaskan pakaian dalamnya, Shitara menatap wajah Altair. Laki-laki itu dengan jelas menunjukkan ketertarikan, bahkan kini telah mengambil dua langkah untuk mendekati Shitara.Aku tidak tahu kalau tubuhmu seindah ini.Pujian yang sangat buruk bagi Shitara. Dia tidak membutuhkan kalimat menjijikkan itu. Namun, sialnya dia tetap harus mendengar.Kamu mau apa?!Panik, gadis itu mundur selangkah saat tangan Altair terulur. Bukannya menjawab pertanyaan, tangan Altair melewati lengan Shitara, menyentuh punggung gadis itu disertai senyum memuakkan.Membantumu melepaskan bra. Apa lagi?Dan begitu kalimatnya selesai, pengait bra Shitara terlepas. Gadis itu menatap tidak percaya atas gerakan cepat Altair. Tindakan yang sangat ahli, seperti telah terbiasa dan dilakukan berkali-kali.Aku bisa melakukannya sendiri.Tapi aku memang ingin membantu.Lalu benda itu luruh, terjatuh begitu saja di lantai. Dengan cepat Shitara mengarahkan telapak tangannya untuk menutup dada, tapi terlambat. Tangan Altair yang lebih dulu berada di sana, meremas pelan yang secara refleks membuat Shitara melenguh.Kamu keterlaluan, Altair.Wajah Shitara memerah, tangannya bahkan terlalu lemas untuk memukul bahu laki-laki itu.Kenapa? Karena meremas dadamu?Kata-katamu sangat vulgar. Bisakah-Desahan Shitara tiba-tiba keluar, memotong ucapannya sendiri. Altair tersenyum lebar karena tarikannya pada puncak dada gadis itu ternyata sangat berefek. Altair dapat memastikan bahwa kilat di mata Shitara adalah gairah. Jarinya kembali bekerja, membuat gadis itu berkali-kali mendesah.Sialan, Al! maki Shitara seraya menarik rambut Altair.Sejak tadi dia terus dimonopoli. Kedua dadanya dieksplorasi tanpa jeda. Shitara benci perbuatan Altair, tapi mulut sialannya entah bagaimana tidak bisa diajak bekerja sama. Dia mendesah dan melenguh berkali-kali, terdengar menikmati bagaimana lihai Altair menjamah dadanya.Kamu lebih cocok memaki seperti itu daripada menangis sambil memohon-mohon. Kamu menikmatinya, bukan?Aku tidak, elak Shitara seraya membuang wajah.Benarkah? Mari kita buktikan sekali lagi.Gadis itu mendesah panjang. Lidah Altair menyapa puncak dadanya, lalu bibir itu melakukan sesuatu yang tidak Shitara pikirkan sedikit pun. Bagaimana tubuhnya bisa bereaksi pada hal yang tidak ingin dia lakukan? Apa-apaan semua itu? Shitara sama sekali tidak mengerti kenapa mulutnya tidak berhenti mendesah karena Altair yang meremas dadanya serta menyusu layaknya bayi. Baru beberapa menit lalu dia menangis, mengiba, tapi kali ini dia menikmati tubuhnya dikendalikan Altair?Sialan!Shitara kian membenci dirinya. Dia tidak berdaya, tubuhnya melemah dalam sekejap karena sentuhan Altair. Fakta dia memang menikmati lidah dan bibir Altair tidak terelakkan lagi. Air matanya kembali jatuh bersamaan dengan rambut Altair yang dia remas kuat. Apa itu? Dia bahkan kalah sebelum berperang habis-habisan. Dalam hati Shitara tertawa mengejek, ternyata memang dirinya pantas diperlakukan seperti apa pun. Karena dia terlalu lemah untuk mempertahankan segala yang dimiliki.Altair, jika kuberikan tubuhku, apakah aku akan terbebas dari mereka?Altair menghentikan kegiatannya. Wajahnya terangkat, lalu dikecupnya bibir gadis itu.Apa pun yang kamu inginkan, Shitara. Asalkan semuanya dalam kendaliku.Tangan gadis itu meraba rahang Altair. Dia lalu berjinjit, mengecup bibir Altair dengan bibir bergetar.Maka mulai malam ini, tubuhku milikmu. Kamu berhak atas diriku.Bab 2. Taken by YouUntuk saat ini Shitara tidak menyesali keputusannya. Berlindung di belakang Altair meski tubuhnya dijadikan jaminan terdengar lebih logis daripada kembali ke rumah. Ibu dan kakak tirinya pasti akan menyiksa Shitara habis-habisan jika sampai mereka bertemu. Shitara mencoba rasional, di dunia ini mana ada yang gratis. Meski sulit, Shitara akan belajar terbiasa menerima sentuhan Altair. Anggap saja dia memiliki kekasih, tinggal bersama, dan ya ... melakukan yang biasa orang-orang lakukan antara lawan jenis.Katakan apa yang kamu mau sebagai kompensasi tubuhmu yang hanya untukku.Perlindungan selama 24 jam. Tidak ada kekerasan dalam kondisi apa pun. Makanan enak. Pakaian baru. Ponsel terbaru. Hal lainnya akan aku pikirkan nanti.Disetujui.Semudah itu? tanya Shitara dalam hati.
Altair tidak terkesan hendak mengambil keuntungan sepihak. Atau ada hal yang tidak Shitara ketahui tentang niat laki-laki itu? Jika dipikir lagi, memang ada kejanggalan. Pertemuan terakhir mereka sekitar enam tahun lalu. Mereka sama-sama mahasiswa-mahasiswi tingkat akhir. Setelah lulus, keduanya tidak lagi berkomunikasi. Namun, satu bulan lalu Altair berdiri di depan rumah Shitara saat kakak dan ibu tirinya pergi. Memberikan kartu nama serta alamat penthouse, menyuruh Shitara mengandalkannya jika butuh bantuan, dan itu sama sekali tidak terlihat sebagai sebuah kebetulan.Napas Shitara tertahan ketika Altair mengecup punggungnya, lalu meremas dada gadis itu. Mereka sedang mandi, tapi lebih layak dikatakan bercumbu. Menyabuni tubuh Shitara adalah sekadar dalih. Sejak tadi tangan laki-laki itu ke mana-mana, menunjukkan kepemilikan secara mutlak atas Shitara.Kenapa akhirnya kamu menyerah?Aku terjebak di kandang harimau. Bukankah lebih baik jika aku bersikap baik pada harimau agar tidak diterkam?Kamu tahu kemungkinan diterkam masih ada meskipun kamu sudah berteman dengan harimau.Tapi kamu akan menepati janji, bukan?Shitara menyalakan shower sebelum membalik tubuh. Kedua tangannya melingkari pinggang Altair. Laki-laki itu mendorong tubuh Shitara ke dinding. Satu kaki Shitara diangkat, ditahan oleh satu tangan Altair. Altair membelai bagian bawah pusar gadis itu, lamat-lamat menyentuh dengan intens. Shitara terbeliak sebelum matanya menutup karena bibir Altair mendekat. Napasnya naik-turun, pinggang Altair dia cengkeram kuat. Jari-jari Altair menjamah salah satu titik sensitif Shitara dengan mahir.Al, panggil Shitara lirih.Sekarang bukan jari Altair lagi yang Shitara rasakan di intinya, tapi sesuatu yang lebih besar dan keras. Gadis itu tidak berani menunduk, sekadar melihat bagaimana bentuk bagian tubuh Altair yang mulai malam ini akan terus dia rasakan.Kamu terengah-engah dan kamu menikmatinya.Aku tidak, sangkal Shitara.Altair mematikan shower.Masukkan jarimu. Kamu akan tahu kalau kamu benar-benar basah karena gairah, bukan air.Mau berteriak karena malu, tapi Shitara teringat bahwa rasa malunya memang sudah lenyap. Jadi, dia hanya menghela napas panjang.Kita akan berdiri di sini semalaman? tanya Shitara.Kamu sudah tidak sabar, ya? Mau aku perawani di sini atau di ranjang?
Panas wajah Shitara. Altair sangat santai mengucapkan hal seperti itu, terlebih saat bagian bawah tubuh laki-laki itu terus menekan-nekan.Dari mana kamu tahu aku masih perawan? Bagaimana jika aku tidak lagi perawan?Kaki Shitara diturunkan. Altair mengambil handuk untuknya dan Shitara. Dia tidak susah-susah membelitkan handuk untuk menutupi ereksinya. Namun tidak dengan Shitara.Aku berani bertaruh jika kamu masih perawan.Altair merunduk, menyelipkan tangannya di bawah lutut Shitara, lalu mengangkat tubuh itu. Awalnya enggan, tapi akhirnya Shitara mengalungkan tangan di leher Altair. Laki-laki itu menyeringai, puas karena Shitara tidak lagi menangis atau berteriak-teriak.Tubuh itu dibaringkan pelan, tentu saja Altair berada di atasnya. Bibir mereka kembali bersatu, disertai gerakan nakal tangan Altair yang menggoda Shitara setelah melepas simpul handuk. Ciuman kali ini Shitara sengaja tidak menutup mata, diperhatikannya secara lekat wajah Altair yang begitu dekat dengannya. Alis tebal, tatapan tajam, rahang tegas tanpa tertutup bulu, dan entah apa lagi kelebihan yang Altair punya dan sepertinya agak terlambat Shitara sadari.Apa yang kamu pikirkan?Kamu.Lebih spesifik, Shitara.Kamu tampan juga.Aku tahu itu sejak lama.Altair mencium leher Shitara, meninggalkan bekas di sana. Shitara benar-benar harus membiasakan diri pada sensasi aneh yang Altair beri, pada tubuhnya yang ternyata bereaksi atas sentuhan-sentuhan itu. Mereka adalah orang asing, hanya pernah beberapa kali terlibat obrolan di masa lalu. Anehnya, setelah berkali-kali berpikir atas keadaannya, Shitara tidak merasa jijik disentuh Altair. Keanehan yang dia rasakan hanya tentang pertama kalinya Shitara melakukan kontak fisik seintim itu.Shitara sama sekali tidak melarang ketika Altair membuatnya membuka paha, lalu jari laki-laki itu kembali menyentuhnya di bawah sana. Idealisme Shitara telah lenyap. Apa mau dikata, dia tidak memiliki pilihan yang lebih bagus saat ini.Kamu basah.Bisakah kamu tidak mengatakannya?
Altair menahan senyum.Kamu malu?Aku ingin meledak! jawab Shitara dalam hati.Memang ada perempuan yang biasa-biasa saja ketika seorang laki-laki sedang menyentuh tubuh telanjangnya? Gila, Shitara mungkin akan gila atas sensasi bertubi yang Altair hantarkan. Lidah Altair bermain pelan di puncak dada Shitara, bergerak penuh godaan diimbangi permainan jarinya di bawah sana. Padahal Shitara tidak ingin menunjukkan dirinya terpengaruh, tapi desahannya tidak bisa ditahan.Dada gadis itu membusung, pinggulnya bergerak tidak menentu. Tidak ada pelampiasan yang dia pikirkan selain dengan menjambak rambut Altair. Shitara tidak paham apa namanya, yang jelas dia merasa panas dan terbakar. Sepertinya yang dia butuhkan bukanlah air, tapi perlakuan lebih intim dari Altair. Shitara tidak mau mengakui, sedangkan faktanya memang begitu; dia sangat menginginkan Altair.Altair ....Katakan yang kamu mau, Shitara.Wajah laki-laki itu sangat dekat, sampai-sampai Shitara bisa merasakan embusan napasnya. Lidah dan tangan Altair tidak lagi menyentuh tubuhnya, tapi mengapa Shitara malah merasa kehilangan? Tadi dia sempat berpikir bahwa Altair sedang menyiksanya, menggiring perasaan aneh, dan sekarang Shitara membayangkan jika adegan tadi terulang.Aku tidak menginginkan apa pun.Benarkah? Tapi tubuhmu berkata sebaliknya. Apa kamu tidak merasakannya?Kamu benar-benar menyebalkan, gerutu Shitara.Aku suka melihatmu yang angkuh, yang berani seperti dulu. Bersamaku kamu akan menjadi dirimu sendiri.Shitara tidak sempat bertanya mengapa Altair mengatakan itu karena bibir laki-laki itu membungkamnya. Sesuatu di bawah sana kian mendesak dirinya, menginstruksikan secara otomatis agar paha Shitara merapat. Sayangnya, Altair tidak membiarkan hal itu terjadi. Satu tangan Altair menekan paha Shitara agar tetap terbuka. Saat itulah Altair mulai menyatukan diri mereka.Jambakan Shitara semakin keras di rambut Altair. Dia melepas paksa ciuman itu, lalu terengah-engah karena rasa sakit luar biasa. Altair yang berada di atasnya terlihat serius, tapi tatapannya jelas diselimuti gairah. Shitara bingung harus mengatakan apa lebih dulu. Mengeluhkan sakitnya atau memaki Altair yang memenuhi dirinya saat ini?Kamu mau membunuhku, Al?Tidak. Aku berniat memberimu kenikmatan.Dan ini menyakitkan.Hanya kali ini, percayalah.Percaya? Mana mungkin! Shitara tidak yakin bahwa bercinta itu nikmat. Buktinya saat ini dia mendesis kesakitan. Tubuhnya serasa dibelah, mungkin juga ada darah di sana. Kepalanya pening, benar-benar tidak mengerti cara mencapai puncak dalam rasa sakit itu. Lain dengan Altair, dia bergerak semaunya, menghunjam tanpa mempertimbangkan rasa sakit Shitara.
Aku hampir mati, keluh Shitara.
Laki-laki itu terkekeh, memperdalam sentuhannya sampai-sampai Shitara menjerit.Aku sangat menikmatinya.Kesal, Shitara tidak segan untuk menjambak Altair lebih keras. Bukannya mengeluh dan balik kesal, Altair malah terkekeh. Diraihnya tangan kanan Shitara, lalu melumat jemari gadis itu perlahan-lahan, seraya menggerakkan tubuh bawahnya. Wajah Shitara kian merah, sungguh kehilangan kata-kata.Kamu tidak menangis?Kenapa?Katamu ini menyakitkan.Kamu membuat air mataku kering.Sekali lagi Altair terkekeh. Mereka sedang bercinta, sedang dalam suasana intim yang harusnya diisi obrolan mesra dan nakal. Akan tetapi, keduanya tampak tidak ambil pusing tentang topik yang mereka bahas. Mereka tidak susah untuk mengimbangi satu sama lain, sepertinya mereka berada di jalur yang sama.Altair mengubah posisi, berlutut di depan inti Shitara, sehingga penyatuan mereka terlihat dengan jelas. Kecepatan hunjamannya bertambah, Shitara tidak menangis, tapi dia tidak henti menjeritkan nama laki-laki itu. Napas terengah-engah Altair berpadu dengan suara dari penyatuan mereka. Terdengar sempurna di telinganya laki-laki itu.Aku bersumpah ini sangat nikmat, Shitara.Dasar bodoh! Cepat selesaikan dan kurangi bicaramu, Altair! Aku akan benar-benar mati jika kamu tidak berhenti!Tidak ada lagi Shitara yang malu-malu atau Shitara yang berlinang air mata. Masa bodoh Altair mau berpikir apa, Shitara akan menjadi dirinya sendiri saat ini. Pun, laki-laki itu yang mengizinkan. Jadi, memang seperti itulah Shitara yang asli. Versi lemahnya muncul karena terus-menerus ditekan oleh keadaan sulit. Kali ini dia sudah bebas, hanya perlu memenuhi apa yang Altair minta.Kepala Shitara ikut-ikutan sakit. Peningnya bertambah saat melihat Altair menyeringai seraya menghunjamnya berkali-kali. Sungguh, Shitara merasa tidak berdaya. Namun ... dia juga tidak mengerti mengapa merasa tertantang di saat bersamaan.Percintaan mereka akhirnya berakhir. Shitara terkapar di kasur setelah Altair memaksanya membersihkan tubuh lebih dulu. Karena sudah tidak peduli pada apa pun, Shitara sampai berniat langsung tidur meski di perutnya ada tanda usainya aktivitas mereka. Altair yang baru selesai mandi menyusul Shitara berbaring. Gadis itu memejamkan mata, yang Altair kira sebagai tanda sudah tertidur.Kenapa? tanya Shitara tiba-tiba.Dahi Altair mengerut. Tubuhnya bergeser, berbaring miring menghadap Shitara dengan kepala ditopang satu tangan.Kenapa mau menolongku? Kenapa mau tubuhku?Laki-laki selalu ingin menikmati tubuh gadis.Bukan itu. Shitara menoleh. Apa ini ada hubungannya dengan kejadian di kafe beberapa tahun lalu? Kamu-Ah, aku lapar. Aku akan memesan sesuatu untuk kita.Pembicaraan mereka selesai begitu saja. Shitara menatap punggung Altair yang menuju ke pintu, lalu menghilang tanpa terlihat bayangnya lagi. Sepertinya dugaan Shitara benar, bahwa Altair masih belum menghapus memori beberapa tahun lalu.Kamu bukan tipeku, Altair. Cari saja perempuan lain untuk kamu jadikan pacar.Lalu laki-laki seperti apa yang kamu sukai?Mungkin yang sedikit nakal, yang membuatku berdebar-debar, dan membuat lidahku tidak bisa berkata-kata.Percakapan mereka dulu terngiang-ngiang di kepala Shitara. Dia mengumpat dalam hati. Apakah Altair berniat balas dendam dengan menjadi laki-laki yang sangat nakal? Apa pun itu, Shitara telah terjebak ucapannya sendiri. Kini dia berada di ranjang Altair, baru saja selesai bercinta, dan akan tinggal seterusnya di sana.Hahaha. Konyol.Bab 3. Legalize MeKehidupan mewah Shitara kembali. Altair menepati janjinya dengan baik. Ponsel baru, pakaian mahal, tas dan sepatu sesuai yang Shitara inginkan, makanan lezat, dan tentu saja kenyamanan tidur yang sudah sangat lama gadis itu rindukan. Hal yang lebih menyenangkan, baru dua hari tinggal bersama, Altair harus melakukan perjalanan bisnis. Shitara jadi penghuni satu-satunya di penthouse itu, bebas berkaraoke meski suaranya tidak bisa dipamerkan.Di antara kesenangan yang Shitara dapatkan, setiap hari dia tidak lupa untuk memikirkan satu hal; bagaimana cara Altair membereskan urusan dengan ibu dan kakak tirinya. Altair kaya, ya itu sudah pasti. Dilihat dari kemewahan penthouse itu sudah membuktikannya. Namun, seberapa berkuasanya dia sampai-sampai bisa membungkam ibu dan kakak tirinya? Dua minggu belakangan Shitara bebas pergi ke mana saja ditemani sopir pribadi Altair. Mal, restoran, dan semua tempat publik awalnya terasa menyeramkan bagi gadis itu. Bisa saja dia tertangkap oleh orang-orang suruhan ibu tirinya. Hebatnya, Shitara benar-benar aman. Tidak ada seorang pun yang menyentuh atau menyakitinya di luar penthouse Altair.Dalam hati Shitara bertanya, bolehkah dia merasa lega dan 100% aman?Kesakitan dan pedih Shitara perlahan-lahan sirna. Di malam-malam sunyi sering Shitara terpaku menatap langit, merenungi apa yang telah dia lalui sampai saat ini. Shitara tahu telah salah melangkah, tapi selain jalan yang sedang dia tapaki, Shitara tidak menemukan jalan lainnya. Ayah dan ibunya kecewa, Shitara juga tahu itu. Namun, bertahan hidup dengan cara kotor daripada mati sia-sia adalah pilihannya sekarang.Setelah puas berendam air hangat, Shitara keluar dari kamar mandi hanya menggunakan bathrobe. Altair belum kembali dari perjalanan bisnisnya, jadi gadis itu tidak susah-susah menyesuaikan pakaian.Heh, ada dia pun lalu kenapa? Dia bahkan melihatku telanjang tanpa malu! pikir Shitara.Perutnya keroncongan. Shitara berdecak, lupa bahwa juru masak yang Altair sewa hari ini tidak datang karena terserang flu hebat. Dengan malas-malasan Shitara menuju dapur, berusaha menemukan sesuatu yang bisa langsung dimakan. Di lemari pendingin ada sayur-sayuran mentah, daging, dan ayam yang juga belum diolah. Sayangnya, Shitara sama sekali tidak akrab dengan dapur serta segala peralatannya. Memesan makanan di restoran pun jadi pilihan gadis itu.Sambil menunggu, Shitara duduk di bar dan menikmati almond. Terlalu asyik, sampai-sampai dia tidak menyadari seseorang menekan password dan memasuki penthouse. Bahkan setelah sosok itu berdiri di belakangnya, Shitara tidak juga menyadari. Mengunyah dan bermain ponsel menyita seluruh perhatian gadis itu.Bisa-bisanya aku tidak disambut.Shitara tersedak kacang, terkejut karena pelukan tiba-tiba dan suara Altair. Wajah gadis itu memerah selama Altair membantu menepuk-nepuk punggungnya.Ya Tuhan, Altair! Bagaimana kalau aku punya penyakit jantung?!Mungkin aku sedang menghubungi ambulans saat ini.Ck! Keterlaluan!Shitara meneguk air setengah dari isi gelas. Gadis itu terlihat masih kesal. Altair yang tidak tahan melihat betapa menggemaskannya Shitara, kembali memeluk gadis itu, kali ini dari depan. Wajah Altair bergerak-gerak, menikmati wangi leher Shitara yang seketika terasa seperti godaan.Aku merindukanmu.Tidakkah seharusnya kamu sedikit menjaga nama baik? Jangan terlalu jujur seperti itu.Kenapa? Aku memang merindukanmu.Bohong. Kamu bahkan bisa memberiku ludah di hari pertama aku kemari.Aku memberi sesuai yang kamu beri. Adil, bukan?Shitara memasang wajah masam. Meski Altair tidak melihatnya, tapi laki-laki itu sedang membayangkannya. Sudut bibir Altair tertarik, mereka-reka kekesalan Shitara, tapi tidak bisa melampiaskan.Bisakah kamu melepaskanku?Sebelum kamu membalas pelukanku, Shitara?Kalah lagi! keluh gadis itu dalam hati.Sebagai pihak yang membuat perjanjian dan sudah menerima banyak keuntungan, Shitara benar-benar lemah di hadapan Altair. Kedua tangannya yang yang sejak tadi berada di sisi kedua paha, kini terangkat untuk melingkari tubuh Altair.Penurut sekali.Altair melepaskan pelukan, tapi kali ini wajahnya malah makin dekat dengan wajah Shitara. Alarm bahaya dalam diri gadis itu berbunyi. Apa yang terjadi selanjutnya telah dia perkirakan, tapi dia tidak bisa menolak. Bibir mereka telah menyatu. Altair menyentuh Shitara penuh kehati-hatian, secara tidak sadar sampai berhasil membuat gadis itu terbuai.Tangan besar Altair membelai rahang Shitara, turun ke leher, juga ke tengkuk. Gadis itu mencengkeram erat kemeja Altair. Desahannya tidak keras, tapi Altair yakin mendengarnya barusan. Hanya Altair yang aktif, menyerang Shitara terus-menerus, sengaja menggiring Shitara pada perasaan mendamba.Aneh, kata Shitara dalam hati. Kenapa ciuman Altair kali ini penuh rasa? Shitara tidak paham mengapa dirinya tergolong menikmati adegan itu. Sebelumnya Shitara masih merasa jijik, dalam hati masih menolak keras semua sentuhan Altair. Ajaibnya, kali ini Shitara memasrahkan diri sepenuhnya.Tangan laki-laki itu meraba paha Shitara, makin naik, lalu terhenti secara tiba-tiba. Ciuman mereka juga begitu, terputus saat Shitara sedang mengharap sentuhan yang lebih dalam.Kamu bersiap untukku? tanya Altair.Seringainya membuat Shitara malu. Gadis itu cepat-cepat menggeleng, ingin mematahkan asumsi Altair.Kamu bilang akan pulang besok, Al. Mana mungkin aku sengaja seperti ini untukmu. Dan bagian terpentingnya, aku baru selesai mandi. Wajar jika aku berpakaian seadanya.Oh, begitu. Altair mengangguk, seolah-olah percaya. Tapi aku juga tidak keberatan kamu seperti ini.Altair siap menarik simpul tali bathrobe Shitara. Shitara segera mencegahnya disertai gelengan.Aku sudah memesan makanan. Seharusnya sebentar lagi datang.Maksudmu, kamu makan lebih dahulu, kemudian aku memakanmu?Ya Tuhan! Kenapa kamu selalu mesum, Altair?Tanpa canggung Altair tertawa kecil. Raut wajahnya yang semringah sempat membuat Shitara terpaku beberapa detik. Entah untuk alasan apa, jantung Shitara berdegup cepat. Sebisa mungkin Shitara mengalihkan pandangan dari Altair, buru-buru menyibukkan diri dengan ponsel saat laki-laki itu menambah pesanan makanan di restoran bawah unitnya.Apa yang kamu lihat sampai mengabaikanku?Laki-laki tampan dengan enam kotak di perutnya, sahut Shitara tanpa pikir.Aku juga punya.Aku tidak tertarik.Benarkah? Aku ingin membuktikannya langsung.Altair yang masih berdiri sejak tadi, memutar kursi Shitara hingga mereka berhadapan. Ponsel Shitara dirampas, diletakkan cukup jauh dari mereka. Lalu tanpa permisi, simpul tali bathrobe itu ditarik dengan cepat. Tidak ingin buang-buang waktu, kain satu-satunya di tubuh Shitara itu dibuang ke lantai. Shitara kelabakan saat tubuhnya terekspos, sedangkan Altair tersenyum senang.Nice view, pujinya, lalu bersiul.Makanannya akan datang, Altair.Setidaknya butuh lebih dari 20 menit.Itu tidak akan cukup untukmu, sanggah Shitara yang mulai merasakan panas di seluruh tubuhnya.Aku bisa cepat, bisa lama. Tergantung permintaan dan keinginan.Berada dalam situasi yang lebih tenang dibandingkan hari pertama dan kedua, ternyata Shitara merasakan perbedaan yang cukup besar. Hari itu dia diliputi emosi dan habisnya akal sehat, jadi mulutnya tidak segan mengeluarkan kata-kata keberanian. Namun, malam ini yang dia tahu tubuhnya nyaris terbakar.Tatapan Altair lekat, meneliti setiap inci tubuh Shitara. Tangannya mulai aktif, menyentuh kulit hingga menimbulkan sensasi merinding. Susah payah Shitara menelan ludah, gugup dan entah apa lagi yang dia rasakan saat Altair mengecup wajah serta dadanya.Altair ....Shitara tidak tahu apa yang hendak dilakukan Altair, yang jelas dia menunggu dengan berdebar saat kedua kakinya diangkat dan diisyaratkan untuk melingkari pinggang laki-laki itu. Seharusnya Altair membuka kemejanya dan menurunkan celana, tapi tidak. Tubuh Altair masih terbungkus lengkap, meninggalkan tanya mengapa hanya Shitara yang ditelanjangi.Kamu akan suka ini, Shitara.Embusan napas Altair menyapu wajah Shitara. Mata perempuan itu memejam saat bibir mereka kembali bertautan. Perlahan-lahan Shitara merasakan sensasi lain. Dia hendak menjauh, tapi satu tangan Altair yang berada di punggungnya, menghentikan niat Shitara.*Al, apa yang kamu lakukan?Suara Shitara serupa bisikan. Ciuman Altair membuatnya lupa diri. Dan jari-jari Altair yang sedang bekerja di bawah sana membuat Shitara ingin melayang.Menyentuhmu. Apakah kamu menikmatinya?Dia ingin menggeleng, tapi itu tidak sepenuhnya jujur. Dia ingin mengangguk, tapi ragu. Sentuhan Altair tidak perlu diragukan lagi. Shitara sampai terkejut bagaimana jari-jari Altair di dalam sana dapat menciptakan sensasi luar biasa gitu.Napas Shitara tambah berat, matanya berulang kali membuka dan menutup. Dia menengadah, mulai mendesah kecil ketika kecepatan jari Altair bertambah.Kamu menyukainya, bukan?Shitara diam. Altair sudah tahu jawabannya dari cara Shitara meremas lengan itu. Atau bagaimana Shitara bergerak gelisah dengan mulut sedikit terbuka. Kelemahan Shitara telah Altair ketahui. Setelah ini akan sangat mudah membuat gadis itu puas dan ikut menikmati permainan Altair.Al ... Altair ...."Ya?Shitara terengah-engah. Dia merasakan sesuatu yang hendak keluar. Ada perasaan asing di tubuhnya, dia tidak mengerti apa itu. Desakan itu semakin kuat seiring gerakan cepat Altair. Tidak kuat lagi menahan, Shitara menjeritkan nama Altair bersamaan dengan meremas bahu laki-laki itu.Jantung Shitara seperti hendak lepas. Dia memejamkan mata, menikmati perasaan asing yang benar-benar nikmat. Shitara baru pertama kali merasakannya.Pelepasan pertama.Perlahan-lahan Altair mengeluarkan jarinya dari sana. Shitara hanya diam saat jari basah nan mengkilap itu ada di depan matanya. Dan segalanya kembali mendebarkan saat Altair menjilat jarinya. Lidahnya sengaja bergerak pelan, ingin Shitara tahu kalau Altair tidak merasa jijik atas apa pun dalam diri gadis itu.Kamu tidak seharusnya melakukan itu. Kamu bisa mencuci tangan, bukan? Shitara bertanya meski dadanya bergemuruh keras.Aku menyukainya. Manis.Lagi, Altair menjilatinya.Shitara terdiam, lalu menekan bokong Altair dengan kedua kakinya. Mereka sangat dekat, tidak berjarak apa pun lagi.Altair memainkan bibir Shitara dengan ibu jari, hendak mencium, tapi gagal saat kata-kata Shitara membuat Altair mematung.Kalau kamu begitu menyukaiku dan semua yang ada dalam tubuhku, resmikan saja hubungan kita. Beri aku status legal, Altair.Maksudmu?Kening Altair berkerut.Nikahi aku, Al.4. Confession(?)Pikiran Shitara tampaknya makin tidak terkendali. Bisa-bisanya dia meminta status sah pada Altair, menunjukkan betapa tidak tahu malu dirinya. Sudah bagus diselamatkan, diberi kenyamanan, tapi ternyata Shitara menginginkan hal yang lebih besar. Iseng-iseng berhadiah, mungkin begitu yang Shitara maksud. Melihat betapa Altair menyukai segala yang ada dalam dirinya, Shitara jelas-jelas hendak memanfaatkan hal itu.Sudah telanjur basah, mau mencari tempat yang lebih baik dan menyelamatkan diri pun Shitara tahu itu mustahil. Bayangan dirinya yang menyedihkan pada hari pertama datang ke sana, lenyap begitu saja. Yang Shitara tahu, dia harus menggantungkan diri pada Altair, mengeruk keuntungan sebanyak apa pun.Kamu terang-terangan ingin memanfaatkanku, Shitara.Simbiosis mutualisme. Kamu yang setuju memberiku kompensasi, bukan?Tapi aku tidak punya niat menikah dalam waktu dekat.Kenapa?Kenapa harus merepotkan diri terikat status?Altair membelai bagian bawah Shitara. Gadis itu mendesah kecil dan sedikit membuat gerakan. Pegangan Shitara pada tepian meja bar kian erat, berjaga-jaga agar tidak jatuh meski Altair masih menahan punggungnya.Atau karena ada hati yang sedang kamu jaga?Jangan bercanda. Altair menurunkan resleting celana, lalu menuntun miliknya pada gerbang surga Shitara. Aku memang sering berganti-ganti perempuan. Tapi saat ada satu di sisiku, aku tidak akan mencari yang lain.Lenguhan panjang Shitara mengisi ruang. Fokusnya pada obrolan seketika pecah. Shitara tidak tahu kenapa tubuhnya bergetar hebat saat Altair memasukinya secara perlahan. Atau dia juga tidak memahami kenapa tubuhnya kini menginginkan sesuatu yang lebih dibanding sekadar Altair diam dan menatapnya. Bulu kuduknya meremang, perasaan yang jelas sangat asing dan jauh dari makna ketakutan. Denyutan aneh pada intinya kian meresahkan Shitara, menyebabkan jeritan tanpa suara pada seluruh tubuhnya.Aneh, benar-benar aneh. Tidak henti dia menggaungkan kalimat itu dalam hati. Bukan perih, apalagi jijik yang dia rasakan atas penyatuan itu. Seluruh sarafnya seolah-olah tegang menantikan sentuhan Altair yang lebih dalam. Namun, satu menit Shitara menunggu, lelaki itu tidak juga bertindak lebih. Shitara menggigit bibir gelisah dan gemas, lalu secara tiba-tiba menarik dasi Altair hingga wajah itu lebih dekat lagi dengannya.Kamu ingin bilang sesuatu, Shitara?Jangan bercanda, Altair.Aku tidak. Bukankah aku bertanya apa yang mau kamu katakan?Dari seringai Altair, Shitara tahu bahwa laki-laki itu memang sengaja menyiksanya. Awalnya Shitara tidak ingin bicara apa pun, berusaha melupakan sensasi asing dan perasaan mendamba itu. Akan tetapi, Altair malah bergerak, menciptakan lenguhan panjang pada gadis itu.Kamu mempermainkanku, Altair.Tidak. Kita sedang bermain bersama.Gerakan laki-laki itu kadang cepat, kadang lambat. Shitara tidak ingin mendesah, tapi entah bagaimana mulutnya malah berkhianat.Apakah sudah tidak sakit?Bukankah agak terlambat untuk menanyakannya?Kamu terus mendesah. Jadi aku hanya sekedar memastikan.Panas wajah Shitara. Dia lebih memilih diam dan menikmati permainan Altair. Tunggu! teriak otaknya. Menikmati? Shitara menikmatinya? Gadis itu tidak percaya akan mengakui hal itu meski tidak secara langsung.Altair ....Shitara menggigit bibir bawahnya. Altair kian mendesak, membawa Shitara melayang-layang.Al ..., panggilnya lagi dengan suara rendah.Katakan, Shitara.Aku tidak tahu, tapi ada sesuatu yang aneh. Mungkin kita harus berhenti. Rasanya mirip seperti tadi ....Lengan Altair diremas kuat. Gadis itu makin tidak mengerti atas apa yang dia rasa. Seperti hendak mencapai sesuatu yang tinggi. Seperti dia ingin melepaskan sesuatu.Lepaskan saja, Sayang. Aku senang kamu menikmatinya.Gerakan Altair bertambah cepat. Shitara sudah berusaha menahan diri, tapi akhirnya dia kalah dan mencapai puncak kenikmatan. Intinya berkedut hebat dan terasa mengeluarkan cairan. Lengannya segera merengkuh Altair, menenggelamkan wajah di dada itu disertai desahan panjang. Shitara bergetar, merasakan hal luar biasa yang baru dia dapatkan hari ini.Altair tidak lagi bergerak. Senyumnya mengembang seraya membelai rambut dan punggung Shitara. Lalu dikecupnya kepala gadis itu.Baru sepuluh menit, Shitara. Aku tidak tahu kamu sangat sensitif.Bisakah kamu diam, Altair?Apakah sangat nikmat? Permainanku membuatmu puas?Ya Tuhan! Tolong diamlah, Altair.Laki-laki itu tertawa kecil, cukup terhibur dengan tingkah Shitara yang malu-malu tapi suka.Suara bel menginterupsi percakapan absurd keduanya. Shitara menjauhkan wajah dari Altair, menatap laki-laki itu dengan ekspresi tidak terbaca.Makanannya datang, kata Shitara.Aku tahu.Tapi kamu belum-Akan aku tuntaskan sepanjang malam bersamamu.Gadis itu mendesah kecil saat Altair melepaskan penyatuan mereka. Diam-diam Shitara mengintip, sekadar penasaran pada salah satu bagian rahasia Altair. Gadis itu segera mengalihkan pandangan, mengambil tisu dari tangan Altair meski laki-laki itu berniat membersihkan Shitara.Biar aku membersihkan sendiri. Kamu buka saja pintunya dan sekalian bayar.Wow! Kamu bahkan sudah berani memerintah? Seperti Shitara yang dulu, heh?Mengabaikan kata-kata Altair, Shitara turun dari kursi dan memungut bathrobe-nya.Aku akan mandi, Altair. Kamu makan saja lebih dulu.Mau mandi bersama?Dan makan malam kita bergeser menjadi dini hari?Altair memperbaiki letak celananya setelah membersihkan diri dengan tisu. Dia ke wastafel untuk mencuci tangan, lalu menghampiri Shitara yang sedang mengikat bathrobe. Pipi gadis itu dikecup, diikuti bisikan, Mandi yang bersih, Sayang. Karena aku ingin menjilatimu di seluruh bagian.π₯Shitara makan dengan tenang, sesekali melirik Altair yang juga makan dengan khusyuk. Rupanya tadi Altair mandi di kamar lain sambil menunggu Shitara selesai bersiap. Maka dari itu mereka bisa makan bersama saat ini.Banyak hal yang Shitara pikirkan. Seiring berlalunya detik, rasa penasarannya pun kian bertambah. Laki-laki di hadapannya dipenuhi tanda tanya. Shitara tidak memahami apa yang sebenarnya Altair inginkan.Laki-laki itu menunjukkan kesan kejam, tapi di lain waktu sikapnya sangat lembut. Di awal Altair seperti merendahkan Shitara, tapi tadi Altair bahkan sengaja membiarkan Shitara mencapai klimaks sendirian. Bukankah sikap-sikapnya mengarah pada tanda bahwa Shitara punya nilai lebih dari sekadar partner sex?Ayo mengobrol sebelum pergi ke kamar, ajak Altair setelah mereka selesai makan.Shitara hendak mencuci piring lebih dulu, tapi dicegah. Tangannya ditarik menuju ruang tamu, kemudian duduk bersama dengan layar televisi lebar yang menyala.Jangan mengerjakan tugas rumah. Pagi-pagi petugas kebersihan datang. Aku sudah menyewanya untuk melakukan semua hal.Keanehan lagi, pikir Shitara. Lain dengan di rumahnya dulu, Shitara diperlakukan seperti pembantu tanpa bayaran. Dia disuruh menyapu dan mengepel di rumahnya yang berlantai tiga. Untuk urusan memasak, ibu tirinya memang melarang. Takut diracuni, katanya. Kalau bisa, Shitara memang ingin melakukan hal itu. Dan bersama Altair, Shitara kembali menjadi putri yang hanya perlu menyuruh-nyuruh.Kamu membeli banyak pakaian?Lamunan masa lalu Shitara pudar. Dia mengangguk saat Altair menatapnya.Lumayan banyak. Sampai kupikir butuh lemari khusus.Besok akan aku pesankan. Kamu tidak membeli gaun malam atau sejenisnya?Untuk apa?Tentu saja agar aku bergairah.Bisa-bisanya! keluh gadis itu dalam hati. Wajahnya memanas. Gelengan yang dia beri pun dibalas decakan oleh Altair, terdengar tidak puas. Sebenarnya Shitara sempat berpikir membeli pakaian menerawang yang bisa disamakan dengan saringan teh itu. Namun, niatnya batal saat sadar dia sama sekali tidak tahu apakah Altair akan suka.Besok ayo pergi bersama untuk membelinya. Aku ingin setiap malam kamu memakainya, walau kita hanya tidur. Benar-benar tidur maksudku.Beberapa model gaun malam yang pernah Shitara lihat cukup aneh. Ada yang tali pada bahunya hanya sebatas menutupi puncak dada. Atau ada yang seperti pakaian asisten, hanya saja panjangnya sebatas bokong. Membayangkan dirinya memakai itu di depan Altair malah membuat Shitara meremang. Kepalanya merangkai beberapa adegan yang mungkin saja terjadi; Altair melepaskan gaun malam itu dengan hati-hati atau langsung memasuki Shitara dan hanya sedikit menaikkan gaun saja.Hei, hei! Kendalikan pikiranmu, Shitara!Shitara merasakan kedutan di tempat yang tidak seharusnya merasakan itu. Tak habis pikir baginya mengapa bisa terpengaruh oleh Altair. Gadis itu menggeleng, melenyapkan bayangan sialan tadi. Altair sedang fokus menonton televisi sehingga tidak melihat keanehan Shitara barusan.Baiklah. Besok kita akan membelinya, putus Shitara.Apakah ada yang mengganggumu selagi aku tidak ada?Ada, sahut Shitara.Kilat kejut terlihat di wajah Altair. Dia mengalihkan pandangan dari televisi untuk menatap Shitara.Benarkah? Siapa yang berani melakukan itu? Bukankah orang-orangku menjagamu dengan baik? Tidak ada satu pun laporan mereka yang aneh.Kamu yang menggangguku, Altair.Aku? Aku bahkan tidak bertemu denganmu selama dua pekan.Gadis itu memberanikan diri menyentuh rahang Altair. Tangannya yang lain kemudian memainkan kemeja laki-laki itu. Sigap, Altair menangkap tangan Shitara. Kedua alis Altair berkerut, mempertanyakan maksud ucapan Shitara tadi.Aku terganggu oleh sikapmu yang aneh. Bukankah ada terlalu banyak tanda tanya di antara kita, Al?Contoh?Kamu yang menawarkan bantuan, meminta tubuhku sebagai balasan. Mari gunakan logika, laki-laki kaya sepertimu bisa mendapatkan seratus kali lipat lebih cantik dariku. Tapi kenapa kamu bersusah payah demi aku?Altair tidak langsung menjawab. Dia masih menunggu karena Shitara tampak belum selesai.Aku bersyukur kamu memperlakukanku dengan sangat layak, bahkan dalam urusan ranjang. Kamu ... tadi bahkan memberiku kepuasan lebih dulu. Tapi tetap saja aku jadi bertanya-tanya sebenarnya ada apa denganmu. Dulu kita tidak dekat. Yang kuingat interaksi kita adalah di kafe itu. Selebihnya kita hanya sekedar tegur sapa di universitas. Sangat sedikit yang kutahu tentangmu.Jantung Shitara berdebar cepat. Entah jawaban seperti apa yang akan Altair beri. Laki-laki itu hanya menatap Shitara dalam diam. Sudah terlambat untuk berhenti ataupun mundur. Jadi, Shitara kembali bicara, mengeluarkan semua yang ada di kepalanya.Kamu yang ada di depan rumahku saat aku sedang membuang sampah, itu bukan kebetulan. Kamu sengaja ada di sana. Sengaja menunggu saat aku menampakkan diri. Dan kamu sengaja memberiku alamat penthouse-mu. Apakah aku salah?Kamu benar.Napas Shitara mulai terasa berat. Apa yang dia pikirkan ternyata mulai menunjukkan kebenaran. Altair sengaja merencanakan kedatangan dirinya ke penthouse. Shitara sengaja digiring untuk terperangkap di sana.Dadanya berderu. Shitara ingin marah, tapi tahu tidak punya hak. Tangannya yang berada di rahang Altair, ditarik. Begitu juga dengan tangannya yang digenggam. Shitara membuang pandangan, merasa tidak sanggup melihat Altair yang membuatnya kecewa malam ini. Lalu dalam hati dia bertanya, memang apa yang dia harapkan? Altair sudah merencanakan, tapi tetap saja Shitara yang menyanggupi.Kenapa? tanya Shitara lirih.Karena aku menyukaimu. Hanya itu alasannya.Deg!
Deg!
Deg!Bahkan Altair pun mungkin kini bisa mendengar detak jantung Shitara yang menggila.To be continuedJangan lupa vote dan komen biar aku semangat.Follow:IG: putriew11
FB: Putrie W
Karya karsa: PutrieWKamu bisa join ke grup FB Kata Putrie W. Di sana aku bakal sering ngadain seru-seruan berhadiah pulsa atau novel.Lav,
Putrie5. Sweet FeelingοΏΌShitara menyimpulkan bahwa Altair sedang mengakui perasaan. Namun, kenapa baru sekarang? Kenapa tidak dari awal? Rasanya mustahil bahwa Altair sungguh menyukainya, mengingat betapa kejamnya laki-laki itu di hari pertama Shitara datang.Kegelisahan dan berbagai pertanyaan menyerang Shitara. Dia syok, hingga tak mampu berkata apa-apa sejak lima menit lalu. Tatapan Altair dan bungkamnya laki-laki itu yang seolah tak ingin menjelaskan apa pun menambah kerumitan pikiran Shitara.Kamu tidak ingin menjelaskannya? tanya Shitara pelan.Tidak. Tapi akan kujawab jika kamu bertanya dan ingin tahu.Ketenangan Altair berbanding terbalik dengan Shitara. Gadis itu resah bukan main. Sejak tadi dia meremas-remas telapak tangannya.Kenapa baru sekarang? Kalau kamu memang menyukaiku, bukankah harusnya kamu datang lebih awal untuk menyelamatkanku? Aku yakin kamu tahu segalanya, tapi kenapa menunggu begitu lama untuk muncul di hadapanku dan menawarkan bantuan?Dada Shitara sesak. Tidak terbayangkan olehnya niat yang Altair punya. Apakah laki-laki itu memang sengaja membiarkan Shitara tersiksa, lalu datang bagai seorang pangeran penyelamat dan membuat Shitara berutang budi?Aku baru mengetahuinya, Shitara. Percayalah. Setelah menyelesaikan pendidikan di universitas, aku membantu ayahku di perusahaan. Lalu satu tahun terakhir aku lebih banyak berada di luar pulau untuk mengelola pertambangan batu bara kami. Sebelumnya aku tidak punya waktu untuk memikirkanmu.Mungkin ini takdir, atau apa, entahlah. Saat itu aku hanya merindukanmu, lalu sengaja datang ke rumahmu. Aku berniat bertamu, tapi ibu tirimu mengatakan jika kamu sedang tidak rumah sedari pagi. Aku menunggumu di luar rumah sampai tengah malam, tapi kamu tidak datang. Aku jadi berpikir ada yang tidak beres, kemudian aku pergi dan menyuruh beberapa orang mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.Dan kamu tahu segalanya ....Benar. Aku menunggu waktu yang tepat untuk muncul di hadapanmu.Apa pun yang terjadi memang tidak bisa diulang, Shitara sangat paham hal itu. Hanya saja dia masih belum puas pada fakta yang baru diketahuinya. Harusnya masih ada jawaban dan penjelasan yang membuat gadis itu lega. Bolehkah Shitara mempercayai perkataan Altair? Bisakah Shitara menerima pernyataan laki-laki itu?Tapi kamu bilang tidak ingin menikah.Dalam waktu dekat, Shitara. Masih ada beberapa hal penting yang harus aku kerjakan sebelum terikat status legal. Kamu pikir menikah itu hal sederhana? Tidak, Shitara. Butuh komitmen seumur hidup, karena pernikahan bukan permainan yang bisa kamu hentikan jika lelah. Jika kamu pikir segalanya bisa dikerjakan setelah menikah, kamu salah. Kamu lihat, bukan, aku bisa meninggalkanmu selama dua pekan? Ketika menikah nanti, aku ingin memprioritaskan keluarga, lebih banyak ada di rumah, mendengarkan keluh kesah istriku dan celoteh anak-anakku. Sekarang aku belum bisa melakukannya. Aku belum siap mendedikasikan hidupku untuk membahagiakan orang yang akan kusebut anak dan istri. Untuk itu aku menanyakan kenapa harus terikat status merepotkan jika kita bisa bahagia hanya dengan seperti ini. Aku bebas, kamu juga, dalam artian batas yang ada tidak kita lewati.Pemikiran Altair sangat dewasa, Shitara bahkan tidak menduga mendapat jawaban sepanjang itu. Dan laki-laki itu benar, menikah tidaklah sederhana. Bagi Shitara yang tidak lagi memiliki apa-apa, mungkin menikah hanyalah memperbaharui status. Namun, bagi Altair, menikahlah hanyalah rantai yang membatasi gerak-geriknya.Gadis itu berusaha menatap Altair tanpa rasa canggung ataupun gugup. Altair saja bersikap tenang, maka gadis itu pun bisa.Dan kamu berniat menikahiku?Pertanyaan bodoh lagi, pikir Shitara.Laki-laki itu menghela napas panjang.Entahlah. Mungkin iya. Satu yang pasti, untuk saat ini hanya kamu satu-satunya gadis di sisiku.Mungkin juga aku akan dibuang jika kamu bosan.Kemungkinan seperti itu memang ada.Hati Shitara tersayat. Obrolan malam ini telah mengingatkan Shitara bahwa seberapa pun Altair memberikan kemurahan hati, tetap saja posisi Shitara rawan. Sewaktu-waktu dia bisa dicampakkan.Baiklah, baiklah. Siapkan hatimu, Shitara.Melamunkan apa?Dagu Shitara dijepit oleh telunjuk dan ibu jari Altair. Wajahnya lantas mendekat, memangkas jarak sedikit demi sedikit. Refleks Shitara memejamkan mata, seolah sudah membaca adegan yang selanjutnya terjadi. Bibir mereka bersentuhan, disusul lumatan lembut yang menggelitik perut Shitara. Di dalam hati Shitara menertawai dirinya, karena tak sanggup lagi menyangkal pesona Altair. Dia pasrah pada suguhan gairah dan kenyamanan yang laki-laki itu berikan. Seperti saat ini, Shitara telah berpindah ke pangkuan laki-laki itu, berciuman mesra diiringi desahan-desahan kecil.Aku tersiksa tidak bisa menyentuhmu selama dua pekan.Benarkah?Altair menatap Shitara penuh kesungguhan, lalu mengangguk. Gadis itu membelai pipi Altair, sejenak meneliti ketampanan yang kini bisa dia nikmati tanpa batas waktu.Tidak berniat mencari pelampiasan saat aku tidak ada?Tidak. Aku menyukai seks, tapi aku juga menyayangi diriku sendiri. Kamu kira aku bisa melakukannya dengan siapa saja?Benarkah?Kamu tidak takut kena penyakit?Pertanyaan itu membuat Altair menahan tawa.Apa yang kamu pikirkan? Aku tidak menggunakan pengaman dengan perempuan lain?Mana kutahu. Denganku saja kamu tidak memakainya.Shitara memasang wajah cemberut. Pasalnya, dia baru membayangkan bagaimana jika Altair memiliki penyakit kelamin, lalu menularkan pada dirinya.Hei, kamu kesal.Kedua pipi Shitara ditekan Altair, sehingga bibir gadis itu maju seperti bibir ikan. Shitara meronta agar Altair menghentikan aksi jahilnya.Kamu cukup percaya padaku, Shitara. Aku selalu bermain aman dan kujamin kamu tidak akan ketularan penyakit apa pun.Percaya diri sekali! hardik Shitara dalam hati.Melihat Shitara masih kesal, Altair memajukan wajah. Seperti sudah tahu, Shitara segera mengelak.Tunggu, aku belum menggosok gigi, kata Shitara seraya mendorong pelan dada Altair.Kamu bisa melakukannya nanti. Saat ini aku tidak peduli apa pun.Bokong Shitara diremas, sontak membuat gadis itu bergerak gelisah dan mendesah. Altair menyeringai atas reaksi gadis itu. Tanpa permisi kancing piama Shitara dibuka satu per satu, lalu Altair memajukan wajah dan menggapai leher Shitara, turun ke dada dan meninggalkan banyak tanda di sana.Gadis itu sedang menikmati permainan bibir dan lidah Altair, tapi tiba-tiba saja sentuhan di dadanya terhenti. Shitara membelai kening Altair.Ada apa?Kamu kecewa karena aku berhenti?Altair tertawa kecil mendengar Shitara berdecak.Kamu meminum pil dari dokter?Shitara menggeleng pelan, membuat Altair mengerutkan kening.Bukankah asisten pribadiku sudah mengantarmu ke dokter? Kamu tahu aku tidak suka memakai pengaman dan aku tidak mau kamu hamil, Shitara.Ya, Shitara pun tidak mau hamil. Shitara tidak sebodoh itu membiarkan dirinya mengandung anak dari laki-laki yang tidak bisa memberinya pernikahan.Aku tidak mau mengonsumsi pil, takut hormonku terganggu. Aku memilih kontrasepsi lain. Hemmm. Itu, yang dimasukkan ke dalam sana.Setelah semua yang terjadi di antara mereka, tetap saja Shitara belum terbiasa bicara frontal. Kini dia bahkan terlihat malu saat Altair mengangguk-angguk.Apakah nyaman? Tidak membuatmu sakit?Tidak. Ini lebih baik daripada aku memilih pil. Bagaimana jika sehari saja aku lupa meminumnya?Sepertinya kamu akan hamil, karena aku tidak mau mempersulit diri dengan mengeluarkan cairanku di perutmu.Telinga Shitara panas, begitu juga dengan kedua pipinya. Namun, Altair malah terlihat sangat santai dan terkesan tidak peduli bagaimana malunya gadis di pangkuannya itu.Lalu jika aku hamil?Altair mengecup bibir Shitara.Tentu saja kita akan menggugurkannya.Gadis itu tertegun. Meski Shitara pun tidak mengharapkan dirinya hamil, tapi mengapa dia merasa sakit atas perkataan Altair?π₯Satu hari penuh bersama Altair membuat Shitara berpikir tengah menghabiskan waktu di akhir pekan bersama kekasih. Laki-laki itu tidak keberatan menunggu Shitara mencoba beberapa pakaian atau memberikan saran mana yang lebih cantik sepatu berwarna merah muda atau biru muda.Ketika hendak memilih restoran, Altair pun tidak keberatan membiarkan Shitara yang memilih. Cara laki-laki itu memandangnya, memberikan tanggapan atas perkataan Shitara, dan menggenggam tangannya membuat Shitara melambung makin tinggi. Otaknya sudah memberi peringatan agar jangan sampai terlena, tapi hatinya malah berkhianat dengan terus berbunga-bunga sepanjang hari.Laki-laki tampan serta mapan memperlakukan dirinya bagai putri raja, bagaimana Shitara bisa menahan diri?Masih ada yang ingin kamu beli? tanya Altair setelah mereka meninggalkan restoran.Tidak ada. Kurasa mobilmu pun sudah tidak muat jika ditambahkan barang.Tenang saja, kita bisa menyuruh tokonya mengirimkan barang belanjaanmu. Jadi, mau membeli apa lagi?Sungguh, aku tidak ingin membelinya apa pun. Bisakah kita pulang sekarang? Kakiku sudah pegal.Baiklah.Mereka bergandengan menuju mobil. Orang-orang di sekitar mereka menatap penuh takjub. Si cantik dan si tampan berjalan bersama, terlihat sangat serasi dengan pakaian mahal yang dikenakan masing-masing. Shitara berdeham saat ada yang terang-terangan mengungkapkan kekaguman pada parasnya dan Altair serta betapa beruntungnya mereka sebagai sepasang kekasih.Kenapa wajahmu kaku?Keduanya sudah duduk di jok masing-masing. Altair siap melajukan kuda besinya, tapi lebih dulu memilih bertanya atas raut wajah Shitara.Kamu tidak dengar beberapa gadis di luar sana membicarakan kita?Tentu saja aku mendengarnya, telingaku masih berfungsi, Shitara.Gadis itu mendengkus.Dan kamu diam saja, bisa bersikap santai meski orang-orang membicarakan kita?Apa masalahnya?Altair fokus mengemudi, tidak menatap Shitara yang sedang meremas-remas telapak tangan.Kamu tidak keberatan orang menganggap kita sebagai kekasih?Orang bebas berpendapat dan kita bebas mau mendengarkan atau tidak. Memang kamu bisa mengatur mulut mereka? Tidak, Sayang. Maka dari itu biarkan saja mereka mengatakan apa pun. Aku juga tidak masalah karena kenyataannya kamu adalah gadisku. Aku yang membawamu ke publik, membiarkan orang-orang melihat kita, dan ya, aku tidak peduli apa yang mereka pikirkan.Kali ini Altair menatap Shitara, sempat memberi satu kedipan menggoda yang membuat pipi gadis itu seketika memanas. Penampilan Altair hari ini sebenarnya menggetarkan hati Shitara sejak pagi. Laki-laki itu memakai kaus hitam dipadu celana jeans blue sky, dia juga memasang anting kecil berbentuk bundar di telinga kirinya.Kamu tidak keberatan jika seseorang yang kamu kenal mengetahui hubungan kita?Aku bukan laki-laki beristri, juga bukan publik figur. Tidak ada masalah jika ada yang melihatku bersamamu. Akan aku katakan kamu adalah kekasihku. Mudah, bukan?Kekasih. Kekasih. Kekasih. Shitara memegangi dadanya seraya mengulang kata itu. Dengan mudahnya Altair mengucapkan hal yang sensitif. Dan dengan mudahnya Shitara berdebar, padahal dia tahu di depan sana tak ada arah pasti untuk hubungan mereka.Bagaimana ini?Sungguh, Shitara tidak tahu harus bagaimana menangani hatinya yang tiap detik malah kian menginginkan Altair. Neraka yang dia bayangkan pada hari pertama bersama Altair, kini tidak ada sama sekali. Altair memberinya hidup baru, warna baru, dan gadis itu mulai memberikan perasaan walau telah paham bahwa Altair tidak akan peduli.Namun, apa yang bisa gadis berambut kecokelatan itu katakan? Semakin menampik, malah hatinya kian bersikeras bahwa Altair-lah yang dia inginkan dan butuhkan. Segala sikap buruk Altair di hari itu telah pudar dari ingatan Shitara, berganti dengan kebaikan-kebaikan yang tak dapat gadis itu hitung.Tiba di penthouse Shitara pamit untuk mandi lebih dulu. Belum sampai lima menit gadis itu masuk, kini dia sedang berpegangan panda pintu kamar mandi yang sedikit terbuka, lalu menyembulkan kepalanya di sana.Al, Altair.Hemmm.Laki-laki itu sedang duduk di sofa dan sibuk dengan ponselnya.Bisakah kamu membantuku?Apa?Belikan aku tampon.Fokus Altair mendadak hanya tertuju pada Shitara. Dia berdiri, lalu memasukkan ponsel ke saku, dan mendekati sang gadis.Tampon? ulang Altair dengan ekspresi tidak percaya.Gadis itu mengangguk yakin.Iya, tampon. Kamu tidak tahu tampon? Itu-Aku tahu, Shitara. Tapi kenapa kamu menyuruhku membeli itu?Altair menyandarkan satu sikunya di dinding, membuat jaraknya dengan Shitara cukup dekat.Aku ... aku ternyata datang bulan. Tidak mungkin aku yang pergi, karena nodanya sudah banyak. Akan memalukan jika orang lain melihatnya.Mau malu pun percuma, jadi Shitara berusaha bicara dengan nada normal walau itu memang gagal.Oh, baiklah. Akan kusuruh anak buahku membelinya.Altair sudah mengambil satu langkah saat tangannya tiba-tiba ditarik. Laki-laki itu membalik tubuh, sempat terpaku beberapa detik karena ternyata Shitara hanya memakai pakaian dalam.Jangan.Jangan apa? tanya Altair setelah berhasil menguasai pikirannya.Jangan suruh anak buahmu yang membelinya. Kamu saja yang beli.Keterkejutan menyelimuti wajah Altair.Aku? Kenapa harus aku? Aku bisa menyuruh orang lain untuk membelinya.Altair, gadis itu merengek, jangan menyuruh orang lain. Kamu saja. Aku tidak mau orang lain membelikan barang-barang pribadi seperti itu. Dan kamu yang harus pergi membelinya, karena kamu bukan sekedar orang lain. Kamu bahkan sudah menjilati setiap inci tubuhku. Kamu melihatku telanjang dan ya ... ya begitulah.Untuk satu menit Altair terdiam. Rasanya tidak percaya mendengar pernyataan Shitara dan permintaan konyol gadis itu. Namun, akhirnya Altair tertawa sembari memegangi pelipisnya.Kamu benar-benar memanfaatkanku, Shitara. Akan kutagih bayaran yang sepadan untuk hal ini.Shitara hanya terdiam, meski melihat kekesalan Altair. Saat laki-laki itu telah melewati pintu kamar dan tak terlihat lagi punggungnya, Shitara tersenyum lebar. Laki-laki itu dingin, tapi menaruh perhatian besar pada Shitara. Kalau begini, Shitara bisa jatuh hati sungguhan. Sekarang saja dia kembali berbunga-bunga.6. Something went wrongMeski semalam Altair terlihat kesal, tapi pagi ini suasana hatinya membaik. Terlihat dari caranya menyapa Shitara dan mengecup pipi gadis itu.Kamu sudah tidak marah, Al?"Setidaknya aku menyabarkan diri demi bayaran besar yang akan kudapat setelah kamu bersih.Gadis itu menahan senyum, lalu kembali melanjutkan sarapannya. Diam-diam Shitara mengamati dan mengagumi kerupawanan laki-laki di hadapannya. Dulu, di matanya Altair hanyalah seorang mahasiswa biasa. Entah mengapa kini malah terlihat begitu gagah dan memesona. Laki-laki itu tidak sejahat yang Shitara kira.Kamu akan bekerja?Dari pakaian formal Altair, Shitara menduga hal itu.Iya, aku akan ke perusahaan ayahku.Shitara mengangguk paham, lalu keadaan hening sampai akhirnya Altair memulai topik baru.Kamu tidak ingin bekerja, Shitara?Gadis itu mengerjap-ngerjap tidak percaya.Tentu saja aku mau. Aku sangat bosan jika sendirian di sini sepanjang hari. Tapi kukira kamu hanya ingin merantaiku.Tidak ada jawaban. Shitara kira Altair hanya iseng bertanya dan enggan membahas lebih lanjut. Seketika gadis itu kembali mengubur asa yang sempat tumbuh di hatinya. Saat keduanya telah menghabiskan makanan, Altair kembali membuka obrolan di ruang tamu. Keduanya duduk bersebelahan.Aku memang merantaimu. Tinggal kutarik jika kamu pergi terlalu jauh.Sepertinya kata-kata Altair mulai terdengar biasa untuk Shitara. Tak ada sorot kesedihan di sepasang mata gadis itu, karena dia menyadari memang begitu keadaannya.Jadi, apakah kamu akan mencarikan pekerjaan untukku?Shitara mengalihkan pandangan dari televisi yang menyala.Tentu. Sebut saja kamu mau di bidang apa.Model, sahutnya dengan tatapan menerawang.Model? Hemmm. Kurasa tidak ada masalah. Kakimu panjang dan tubuhmu juga tinggi.Altair menatap Shitara naik turun, meneliti dengan hati-hati. Lalu dia mengangguk-angguk, membuat Shitara akhirnya sadar diperhatikan detail.Kamu ada pengalaman sebagai model?Tentu saja! Mata gadis itu berbinar. Sebelum dikurung di rumah, aku sering menjadi fitting model. Akun Stagram-ku juga dipenuhi foto-fotoku saat menjadi fitting model.Altair terlihat tertarik. Dia meraih pinggang Shitara. Dikecupnya pipi gadis itu, meninggalkan debaran yang membuat Shitara mual.Baiklah. Ini tidak akan sulit. Aku akan mencari agensi yang bagus untukmu. Sekarang aku harus pergi. Kabari aku jika kamu pergi berbelanja.Sungguh? Kamu tidak bohong? Aku boleh memiliki kehidupan selain di sini?Shitara menggenggam tangan Altair. Senyumnya melebar saat laki-laki itu mengangguk. Debar Shitara menggila meski kini Altair telah pergi dari hadapannya. Gadis ber-dress bunga-bunga itu segera kembali ke kamar, meraih ponselnya dan melakukan sesuatu di sana.Satu tahun vakum dari media sosial karena ponselnya disita, kini Shitara sedang mencoba masuk ke akun Stagram-nya. Meski lupa-lupa ingat nama pengguna serta kata sandi, dia tetap berusaha. Ini karena ucapan Altair, gadis itu jadi ingin berhubungan dengan dunia lamanya. Shitara yang awalnya enggan membuka akun lamanya sebab mengira tidak ada gunanya, kini dia berpikir sebaliknya. Altair ternyata memberinya banyak kebebasan, menggiring gadis itu mendekat pada kehidupan yang Shitara impikan.Mata Shitara melebar saat pada percobaan kedua dia berhasil mengakses akunnya. Gadis itu berguling-guling di kasur seraya menahan pekikan. Pengikutnya yang berjumlah 55 ribu pasti akan terkejut jika dirinya mengunggah sesuatu demi mengumumkan bahwa dia telah kembali. Namun, betapa terkejutnya Shitara atas ribuan pemberitahuan yang membuat ponselnya sangat berisik. Gadis itu duduk bersila karena syok melihat angka pengikutnya yang bertambah drastis dari yang terakhir dia ingat.Astaga! Astaga! Astaga! Ini sungguhan?! pekiknya senang.Dari 55 ribu pengikut, kini ternyata sudah menjadi 80 ribu. Shitara benar-benar telah melewatkan banyak hal. Pada kolom komentar unggahan terakhirnya satu tahun lalu orang-orang mengemukakan kekhawatiran. Ada yang bertanya apa yang terjadi pada Shitara, kenapa setelah mengunggah foto makam sang ayah gadis itu tiba-tiba menghilang.Air mata gadis itu menetes teringat mendiang ayahnya sekaligus terharu karena orang-orang begitu perhatian padanya. Jumlah pesan masuk pun mencapai ribuan. Shitara iseng menyisir deretan pesan-pesan itu. Dan harapan yang sempat terbit seketika lenyap. Tak satu pun Shitara menemukan dari pihak keluarganya ada yang menanyakan kabar. Dia dibuang. Gadis itu tertawa miris.Tidak ingin kembali terjerat dalam kesedihan, Shitara mengatur napas dan kembali melihat-lihat unggahannya dulu. Di setiap foto, gadis itu bersinar dengan kehidupan mewahnya. Sejak dulu Shitara memang tidak segan memperlihatkan pada dunia bagaimana dia memiliki segalanya. Kini Shitara pun akan melakukan hal itu, siap memamerkan Shitara Danastri yang layak mendapat perhatian serta pujian.Gegas Shitara memakai sepatu hak tinggi yang baru dibelikan Altair semalam. Kalau orang yang mengerti, sekali lihat saja dapat menilai bahwa itu barang mahal. Itulah yang ingin Shitara perlihatkan dengan duduk di tepi kolam renang, lalu menumpukan paha kirinya pada paha kanan. Kemudian dia mengatur posisi kamera dan pencahayaan agar objek mendapat fokus yang baik.Satu kali, dua kali, tiga kali, dan sepertinya kali kesembilan barulah Shitara mendapatkan hasil yang dia inginkan. Gadis itu tersenyum saat melihat foto kakinya yang memakai sepatu mahal berlatarkan kolam renang.Hai, aku kembali! Ada satu dua hal yang membuatku tidak bisa menyapa kalian selama satu tahun kebelakang. Kuharap kalian tidak bosan meninggalkan tanda sayang untukku, tulis Shitara di akunnya.Dalam hitungan menit setelah foto itu terunggah, denting notifikasi kembali meramaikan ponsel Shitara. Mulutnya segera dibekap karena terkejut bahwa orang-orang memberikan respons begitu cepat. Pesan pribadi yang masuk pun berderet. Rupanya para pengikut Shitara sungguh merindu, sampai-sampai gadis itu terkikik karena merasa hidup lamanya yang hanya ada kesenangan telah kembali.Seharian Shitara tidak pergi ke luar. Waktunya habis untuk melihat pesan pribadi yang kiranya penting. Gadis itu menyesal melihat beberapa tawaran pekerjaan sebagai model yang dikirimkan beberapa bulan lalu. Dari pihak Shitara tidak memberi respons, kemungkinan besar para vendor itu pun sudah tidak mau lagi bekerja sama.Hah. Tidak apa. Altair akan membuatku memiliki pekerjaan nanti.Setelah lebih bisa menguasai penyesalan sebab kehilangan banyak tawaran pekerjaan, Shitara beranjak untuk mandi. Sudah pukul 6. 25 petang, dia memperkirakan Altair akan segera tiba. Untuk itu Shitara sengaja menyiapkan diri, ingin menampilkan kesan enak dipandang pada laki-laki yang telah sibuk bekerja seharian tersebut.Wajah Shitara sudah kembali segar dengan taburan riasan tipis dan tubuhnya wangi, Shitara yakin Altair pun akan senang saat menatapnya. Gadis itu menganggap tindakan kecilnya ini sebagai tanda terima kasih karena telah menjanjikannya sesuatu yang baik. Saat menuruni tangga, gadis itu mendengar keributan dari pintu utama penthouse. Awalnya Shitara berniat mengabaikan dan mengambil kudapan di lemari es. Namun, akhirnya dia memilih mencari tahu ada apa karena suara seorang perempuan di luar sana cukup keras.Biarkan aku masuk, Lion! Kamu ini apa-apaan melarangku ke rumah adikku sendiri, hah?!Maaf, Nona. Ini perintah Tuan Altair.Jujur padaku, apa yang Altair sembunyikan? Apakah dia mulai jadi pengedar narkoba dan menyimpan barang itu di rumahnya?Tidak, Nona, bukan seperti itu.Lalu apa?! Ya Tuhan! Aku hanya ingin masuk, menunggu adikku pulang sambil menyiapkan makanan, Lion! Kamu kira aku akan menunggu sembari memegang pisau dan bersiap menusuk Altair?!Percakapan itu dapat Shitara dengar dengan jelas karena ternyata pintu utama telah terbuka sempurna. Seorang perempuan bertubuh ramping berdiri di ambang pintu, lalu di hadapannya dua laki-laki berdiri menghalangi. Gadis itu menggigit bibir saat yakin bahwa yang datang adalah kakak Altair.Langkah Shitara melambat, tapi tahu sudah terlambat untuk mundur saat tatapannya bertemu dengan perempuan itu. Perempuan di ambang pintu terlihat syok atas munculnya seorang perempuan di rumah adiknya. Shitara pun sama, dadanya berdebar kencang, tidak dapat memprediksi apa yang akan terjadi setelah ini.Lion, Benny, siapa dia?! Karena inikah kalian melarangku masuk?!Mati aku! Apakah aku akan dicakar-cakar?Dua laki-laki itu membalik tubuh. Dari wajah mereka terlihat kepasrahan saat menatap Shitara yang berdiri kaku.Maafkan kami, Nona. Tuan Altair memberi perintah untuk selalu menjaga kekasihnya dan menghalangi siapa pun yang datang, kata Benny dengan wajah tertunduk. Dia dan Lion hanya sekadar menjalankan perintah Altair tanpa bermaksud kurang ajar pada Geraldine.Kekasih? Geraldine bertanya heran.Alisnya mengerut saat melihat Shitara yang tidak berkata apa-apa.Sekarang aku sudah mengetahuinya. Percuma jika kalian melarangku. Aku minta pada kalian untuk minggir.Lion dan Benny tidak punya pilihan selain menurut. Kini Geraldine berhadapan dengan Shitara tanpa penghalang. Dipindainya gadis semampai di depannya, lalu Geraldine menghela napas panjang.Ha-halo, sapa Shitara gugup.Shitara ketar-ketir menanti apa yang akan terjadi. Namun, dia pun masih sempat mengagumi kecantikan kakak Altair itu. Rambut bergelombang sebatas lengan, mata jernih dengan bulu mata tebal dan panjang, serta alis hitam. Pipi tirusnya ditaburi pemerah, sedangkan bibirnya dibalut warna peach. Dress dengan tali kecil pada bahu itu memampangkan tulang selangka Geraldine, menciptakan kesan seksi dan elegan.Siapa namamu?Shitara, Nona. Maaf jika keberadaanku mengejutkanmu.Kamu kekasih Altair?Shitara ragu untuk menjawab. Dia ini apa? Kekasih? Tawanan? Teman tidur? Shitara tak mengerti harus menganggap dirinya ada di posisi yang mana.Sudahlah. Dilihat dari ekspresimu sepertinya kamu belum tahu aku siapa dan itu membuatmu bingung. Aku Geraldine, saudari Altair. Kalau kamu tidak keberatan, kurasa kita harus bicara. Bagaimana?Shitara mengangguk cepat, lalu melangkah perlahan mengikuti Geraldine yang menuju dapur. Dua perempuan itu menata piring di meja makan dan mengeluarkan beberapa kotak makanan dari totebag yang Geraldine bawa.Makanan ini banyak, kuharap kamu tidak keberatan jika nanti kita makan bersama.Tentu saja tidak, Nona. Aku merasa senang. Terima kasih.Keduanya saling tatap sebelum Geraldine berinisiatif membuat teh untuk teman mengobrol. Meski sudah disuruh duduk saja, tapi Shitara tetap berdiri di dekat kompor demi menemani Geraldine.Altair baru kembali dari urusan bisnis selama dua pekan, tapi dia tak pulang ke rumah orang tua kami. Makanan ini ibuku yang memasak, karena rindu pada anak laki-lakinya. Aku mengantarnya sekaligus berniat mengajak Altair pulang besok. Yah, rupanya kamulah alasan dia segera kembali ke penthouse ini.Perasaan asing menyelinap ke hati Shitara. Dia merasa tidak enak dan sedikit bersalah karena kemarin Altair memang mendatanginya masih lengkap dengan pakaian formal.Sudah berapa lama kamu tinggal di sini?Hampir tiga pekan, Nona, sahut Shitara pelan.Geraldine tersenyum lebar seraya menuang air panas ke cangkir.Wah. Jadi dia mempercepat kepulangannya karena tidak sabar bertemu denganmu di sini. Benar-benar bukan Altair yang biasanya.Ya?Shitara tampak bingung.Oh? Kamu tidak tahu kebiasaan Altair? Dia tidak pernah membawa kekasih-kekasihnya yang dulu kemari, apalagi sampai membiarkan tinggal selama tiga pekan. Altair tidak mau ranah pribadinya dijamah orang asing. Kurasa dia sungguh menyukaimu, Shitara.Shitara terkejut, tapi juga merasa senang. Bolehkah dia mempercayai ucapan Geraldine yang jika diteliti tidak memiliki motif untuk berdusta? Mereka baru bertemu dan tidak ada keuntungan kalaupun Geraldine berbohong.Setelah malam pertama bersama Altair, Shitara sering memikirkan berapa banyak perempuan yang pernah tidur di ranjang itu. Saat berdiri di bawah shower, Shitara juga berpikir apakah Altair bercinta sepanas saat bersama dirinya dengan kekasih laki-laki itu dulu. Banyak hal yang Shitara bayangkan perihal Altair dan perempuan lain di penthouse tersebut. Namun, mendengar ucapan Geraldine, kini gadis itu hanya bisa menahan senyum karena senang.Ayo duduk di ruang tamu.Geraldine mendahului Shitara berjalan dengan dua cangkir teh di tangannya. Shitara berniat membawa benda dari keramik itu, tapi lagi-lagi Geraldine melarang.Nah, duduklah di sisiku. Aku ingin melihat lebih jelas perempuan yang memikat hati adikku.Syukurlah ketakutan Shitara tidak terjadi. Geraldine malah memperlakukannya dengan baik. Dari tatapan dan cara bicaranya, Shitara dapat mendeteksi ketulusan. Hati gadis itu menghangat saat Geraldine menyentuh tangannya.Kamu cantik, Shitara. Sangat sesuai dengan tipe Altair. Sejak kapan kalian saling mengenal? Oh, dan panggil saja aku Kakak agar kita tidak canggung.Kalau Shitara menjawab jujur, seharusnya tidak ada masalah, bukan?Ah, terima kasih, Kak. Gadis itu berusaha membiasakan lidahnya. Kami satu universitas, hanya saja beda jurusan. Dulu kami tidak dekat, tapi Altair pernah menyatakan suka padaku. Saat itu aku tidak memiliki ketertarikan padanya, jadi kami tidak menjalin hubungan. Ah, tapi ternyata ... sekarang aku yang terpesona padanya, Kak.Binar bahagia di mata Shitara dan senyumnya yang hangat mencerminkan isi hati gadis itu. Namun, melihat Geraldine yang terpaku, Shitara sedikit kebingungan.Apakah aku salah bicara, Kak?Kamu ... gadis yang pernah Altair nyatakan perasaannya di kafe dekat universitas? Yang kamu tolak di hadapan puluhan orang?Raut wajah Geraldine dan intonasi pertanyaan itu membuat Shitara merasa tidak enak hati. Geraldine tahu kisah masa lalunya bersama Altair. Apakah Altair yang menceritakannya? Lalu ... akankah hal ini mengganggu cara Geraldine bersikap pada Shitara?Karena gadis itu tahu ada yang salah saat tiba-tiba Geraldine berdiri dan mengatakan akan pergi ke toilet.To be continuedDon't judge a book by its cover. So, Altair kelihatannya gimana? π
Jangan lupa follow ig @putriew117. Fall for Him
Shitara, di mana kakakku?Kabar yang Lion berikan berhasil membuat Altair mengemudi seperti orang tidak waras. Altair pun kini terengah-engah, dia berlari agar segera sampai di unitnya. Namun, hanya ada Shitara seorang di sofa. Dan gadis itu belum sempat menjawab saat Geraldine muncul.Kak, apa yang kamu lakukan di sini? Pulanglah. Aku akan menyusul nanti.Altair meraih tangan Geraldine, menarik perempuan itu keluar. Akan tetapi, Geraldine bergeming. Shitara merasakan kejanggalan dari interaksi kakak beradik tersebut. Keduanya memang terlihat tenang, tapi terasa tidak seperti itu. Ada sesuatu di antara mereka yang tidak Shitara pahami.Kenapa, Al? Apakah kamu takut aku di sini lebih lama dan membicarakan banyak hal dengan Shitara?Tutup mulutmu, Geraldine. Ikut aku.Shitara terpaku mendengar Altair menyebut nama Geraldine secara langsung. Gadis itu juga hanya bisa terdiam saat Altair membawa Geraldine menjauh. Tingkah dua orang itu membuat Shitara curiga, seolah dirinya tidak boleh tahu ada apa sebenarnya.Tiba di salah satu kamar dalam penthouse-nya, barulah Altair melepaskan cekalan pada tangan Geraldine. Perempuan itu tersenyum miris saat menangkap raut wajah sang adik.Apa maumu, Kak?Aku tidak melakukan apa pun sehingga kamu harus mengajukan pertanyaan seperti itu. Seharusnya aku yang bertanya apa maumu, Al. Kamu tahu? Aku sangat terkejut saat mendapati seorang gadis di sini. Tepatnya aku terkejut mengetahui nama gadis itu.Laki-laki beralis tebal itu menghela napas panjang. Tiga kancing kemejanya dibuka, begitu juga dengan kancing pada pergelangan tangan. Lalu dia melipat lengan kemejanya sampai siku. Geraldine hanya geleng-geleng melihat keresahan Altair. Ya, laki-laki itu sedang resah dan Geraldine sangat paham.Lihat, kamu bahkan tidak bisa menjawabku, Al.Sial. Kenapa daya ingatmu sangat tajam, Kak?Kakak beradik itu kini duduk di tepi ranjang. Geraldine masih mengamati Altair yang menumpukan kedua sikunya di paha.Bagaimana aku bisa melupakan hari di mana adikku mengalami patah hati terberatnya?Laki-laki itu menutup mata seraya mendesis. Teringat masa lalu membuatnya sedikit teriris.Dari mata turun ke hati. Ungkapan itu sangat tepat untuk Altair yang tertarik pada Shitara dalam pandangan pertama. Tanpa sengaja mereka bertemu di area parkir universitas. Saat itu Shitara sedang mengobrol dengan dua orang temannya, lalu tertawa. Kulit putih Shitara yang terkena sinar matahari terlihat menyilaukan. Rambut lurus sebahunya tergerai, turut bergoyang saat gadis itu melangkah. Bibir tipisnya berwarna merah, tampak menggoda terlebih ketika dia tersenyum. Jantung Altair seketika berdegup kencang, sampai-sampai dia terdiam dan tak langsung masuk ke mobilnya. Di detik itu dia menyadari, bahwa hatinya menginginkan Shitara.Sayangnya, Altair harus menelan kecewa. Hari spesial yang dia rencanakan dengan mengundang puluhan orang untuk menjadi saksi pernyataan cinta, berubah menjadi bencana. Altair ditolak, dia kira dengan menunjukkan keseriusan, Shitara akan luluh. Gadis itu sama sekali tidak peduli pada kafe yang telah Altair sewa sampai mentraktir puluhan orang demi memeriahkan acara itu.Berita seorang mahasiswa pujaan mahasiswi-mahasiswi ditolak seorang gadis tersebar sangat cepat. Beberapa orang yang awalnya sengaja merekam adegan pernyataan Altair sebagai dokumentasi, malah menjadi hal menghebohkan dan memalukan di media sosial. Laki-laki itu menjadi buah bibir selama beberapa pekan.Sial!Laki-laki itu mengacak-acak rambut, berusaha mengenyahkan adegan masa lalu.Apa yang sedang kamu lakukan, Altair?Mendapatkan gadis pujaanku. Apa lagi?Pujaan? Setelah enam tahun? Setelah kamu berganti-ganti kekasih? Kenapa akhirnya dia bisa ada dalam pelukanmu? Apa yang kamu lakukan, Al? Kenapa kamu diam? Jawab aku, Altair.Cercaan Geraldine tidak ditanggapi Altair, menguatkan dugaaan perempuan itu tentang niat sang adik.Lengan Altair disentuh Geraldine, diusap perlahan-lahan. Mata Altair memejam, menikmati kelembutan sang kakak.Aku tahu dia memang memiliki tempat istimewa di hatimu. Kalau tidak, kamu tidak akan membiarkannya tinggal di sini. Tapi kuharap hanya itu, Altair. Kumohon jangan ada hal lainnya.Lalu Geraldine beranjak, meninggalkan Altair yang masih bergeming.Istimewa. Ya, Shitara memang istimewa untuk Altair. Sangat istimewa sampai-sampai tidak bisa dilupakan dalam waktu enam tahun.π₯Altair menempelkan dahi di telapak tangannya yang menyentuh pintu. Matanya tertutup dan satu tangannya yang lain berada di pinggang. Akhirnya dia bisa bernapas lega setelah Geraldine pergi. Atau kalau tinggal lebih lama, perbincangan mereka akan ke mana-mana dan bisa saja kembali menyerempet perihal kejadian enam tahun lalu.Altair, apa yang kamu lakukan?Tidak ada.Laki-laki itu segera membenarkan posisi dan menghampiri Shitara yang menatapnya heran.Apa yang mau kamu lakukan? Menonton film?Kamu bagaimana? Apa yang mau kamu lakukan? Shitara balik bertanya.Altair merengkuh pinggang Shitara, merapatkan tubuh mereka, lalu menaiki tangga menuju kamar.Aku akan mandi.Bisakah kita mengobrol setelah itu?Tentu saja, Shitara. Aku juga punya kabar baik untukmu.Mereka saling melempar senyum sebelum berpisah sejenak. Gadis itu mengempaskan diri di ranjang, kembali mengingat adegan makan malam bersama Geraldine. Sikap bersahabat Geraldine tidak berkurang setelah terungkapnya fakta bahwa Shitara pernah menolak Altair. Perempuan itu cukup ramah dan membuat Shitara nyaman sepanjang makan malam. Namun, hal sebaliknya Shitara rasakan pada laki-laki yang duduk di seberangnya tadi. Terlalu kentara bahwa laki-laki itu tidak nyaman. Entah karena Geraldine atau yang lainnya, Shitara pun tidak tahu.Lama Shitara menerka-nerka apa kiranya yang melatari sikap Altair. Adakah hubungan dengan dirinya? Karena Shitara menduga Altair tidak mau Geraldine sampai bicara berdua saja dengannya. Saat Geraldine mencuci piring, Altair melarang Shitara untuk membantu. Reaksi laki-laki itu seperti ingin Shitara menjauh dari Geraldine.Bosan menunggu Altair yang belum keluar dari kamar mandi, Shitara memainkan ponsel. Ribuan komentar telah memenuhi kolom unggahannya tadi siang. Semua senang Shitara kembali dan tidak sabar menanti wajah Shitara yang memenuhi laman akun Stagram-nya. Gadis itu tersenyum lebar dengan dada berdebar halus.Hei, apa yang membuatmu begitu senang?Shitara menoleh, ternyata Altair sudah berdiri di sisi ranjang. Tanpa sadar Shitara menelan air liur perlahan. Fokusnya teralihkan oleh dada bidang dan otot-otot perut Altair. Rambut basah yang membuat tetesan-tetesan airnya meluncur di kulit Altair mengundang pikiran kotor Shitara. Mati-matian dia mengenyahkan imajinasi tubuh laki-laki itu sedang menindih dan membuatnya ke awang-awang. Syukurnya Altair mengenakan celana. Atau kalau hanya memakai handuk demi menutupi bagian bawahnya, Shitara akan menarik lepas kain tersebut.Ya Tuhan! Sadarlah, Shitara! Kenapa kamu ikut-ikutan mesum sepertinya?!Gadis itu berdeham. Dari telentang dia mengubah posisi menjadi duduk.Kenapa tidak memakai baju?Sengaja ingin memamerkan tubuhku padamu. Keberatan?Seringai Altair muncul. Tampaknya bagaimanapun cara Shitara memandang Altair terlihat sangat jelas.Dua langkah Altair mendekat, lalu merunduk dan memainkan rambut Shitara.Apakah kamu tergoda, Sayang?Aku tidak! sangkal Shitara cepat.Namun, sepertinya percuma saja. Tawa pelan Altair membuktikan bahwa laki-laki itu tidak percaya.Jangan menyangkalnya. Aku tahu kamu menginginkanku, seperti aku menginginkanmu, bisik Altair.Sentuhan seringan bulu di leher nyatanya tetap saja meremangkan tubuh Shitara. Matanya seketika terpejam saat embusan napas Altair menghangatkan telinganya. Tidak ada sentuhan berlebihan, tapi anehnya Shitara gelisah dan tak paham apa yang dia alami. Air yang menetes dari rambut laki-laki itu mengenai wajah Shitara, sensasinya seperti kesegaran di musim kemarau.Kamu sangat cantik, Shitara.Bibir Altair menelusuri leher dan tulang selangka Shitara. Gadis itu bagai tersengat listrik yang anehnya malah meningkatkan hasrat. Shitara mendongak, memberi akses lebih luas pada Altair, dalam seketika pasrah dan mendesah karena perlakuan laki-laki itu.Altair ....Shitara menyentuh pinggang laki-laki itu, menguatkan tekad untuk menghentikan imajinasi gilanya.Jangan seperti ini. Kamu kan tahu datang bulanku belum selesai.Jujur saja, kamu takut tidak tahan, ya?Tawa Altair merusak suasana dan memadamkan gairah sang gadis. Laki-laki itu menjauh dengan senyum nakal atas ekspresi kacau Shitara. Alih-alih kesal karena diejek, tapi Shitara malah merasakan hal gila lainnya saat ini. Tempo detak jantung Shitara meningkat, hingga dia sedikit sesak, lalu tubuhnya sejenak seperti berhenti berfungsi. Senyum laki-laki itu menghangatkan hati Shitara, membuatnya ikut-ikutan tersenyum karena merasa senang.Ada apa denganmu, Shitara?Makin hari gadis itu pun tidak paham dengan dirinya sendiri. Satu hal saja yang dia dapat pastikan, bahwa bersama Altair ternyata sebuah kebenaran.Sini, biar aku keringkan rambutmu.Shitara meraih telapak tangan Altair, lalu menariknya agar mau duduk bersama di tepi ranjang. Handuk kecil yang tersampir di pundak Altair, diambil oleh sang gadis. Karena laki-laki itu lebih tinggi darinya, Shitara berlutut agar mudah mengeringkannya.Biar aku kerjakan sendiri.Handuk itu direbut Altair.Kenapa?Nanti paku yang ada di kepalaku kamu cabut.Hah? Paku? Di kepalamu ada paku? Untuk apa?Lengan Altair ditarik, sehingga tubuhnya membalik dan berhadapan dengan Shitara. Wajah gadis itu kaku, tatapannya pun dipenuhi tanda tanya.Itu jimat keramat, untuk membuatmu terpikat padaku.Jawaban Altair membuat Shitara mendelik, lantas tangannya terayun dan mendarat di lengan laki-laki itu. Sepertinya Altair sengaja tidak menghindar karena gerakan Shitara lambat dan terbaca.Hei! Kamu menjahiliku!Gadis itu masih tidak terima, apalagi kini Altair kembali menertawainya. Saat hendak melayangkan pukulan, laki-laki itu malah menghindar dan membuat Shitara sedikit terhuyung sebab tangannya meleset di udara, tidak mengenai objek sasaran.Lamban, ejek Altair seraya melangkah mundur.Hei, hei! Bagaimana kamu bisa mengatakan itu?Shitara turun dari ranjang, Altair kembali mundur. Tahu laki-laki itu berniat terus menghindar, Shitara berlari demi bisa meraih satu atau dua cubitan di pipi laki-laki itu. Namun, Altair dapat mengelak dengan berlari lebih cepat dari sang gadis.Kamu curang, Al!Teriakan Shitara berpadu dengan napasnya yang sedikit tidak beraturan sebab mengelilingi kamar yang luas itu demi mengejar Altair. Padahal dia sangat yakin gerakannya sudah cepat, tapi tetap saja kalah oleh Altair yang gesit menghindar. Lalu saat Shitara masih berusaha meraih Altair, laki-laki itu menghentikan larinya secara tiba-tiba. Tubuh Shitara membentur punggung Altair, menyebabkan suara mengaduh.Kenapa tiba-tiba berhenti?Gadis itu mengusap-usap keningnya saat Altair telah membalik tubuh. Mereka berhadapan, saling tatap tanpa kata selama beberapa detik.Karena sekarang aku yang akan mengejarmu.Shitara baru menyadari maksud Altair saat laki-laki itu mengulurkan tangan. Untunglah Shitara sempat berlari diiringi tawa karena berhasil berkelit. Namun, dia malah tersandung kaki ranjang dan terjatuh di kasur. Hendak menyentuh ibu jari kakinya yang nyeri, tapi Altair lebih dulu melakukannya. Dengan posisi bertumpu pada kedua siku tangan, gadis itu terdiam melihat inisiatif Altair.Dari ibu jari kaki, tangan laki-laki itu naik ke betis, menelusuri kulit putih dan mulus Shitara sampai ke paha. Tidak ada yang bicara sampai tangan Altair bermain di paha Shitara yang lain. Gadis itu menggigit bibir karena tatapan panas serta seringai Altair yang seolah-olah menyalakan api di antara mereka.Biarpun kamu berlari, pada akhirnya kamu aku kembali padaku.Kalimat itu tidak dapat Shitara cerna dengan baik. Mungkin karena dia tidak menemukan korelasi yang tepat antara ucapan tadi dan tindakan Altair saat ini. Atau karena konsentrasi gadis itu pecah sebab sentuhan yang membuatnya merinding.Rasanya aku ingin menyentuhmu setiap saat, di mana pun, tanpa batas.Jari telunjuk Altair ada di dalam dress Shitara, bergerak pelan tanpa arah, lalu bermain-main di tepian celana gadis itu.Altair ....Mendengarmu memanggilku dengan serak, rasanya aku terbakar perlahan.Dan gadis itu mendesah serta memejam mata saat Altair menekan sesuatu yang ada di pangkal paha Shitara. Namun, sensasi itu berakhir dalam sekejap, digantikan dengan perasaan hangat dan tersentuh. Altair menyentuh tengkuk Shitara, mendekatkan wajah mereka. Rasanya Shitara enggan berkedip demi tidak melewatkan kerupawanan Altair walah hanya sedetik.Alis tebal, tatapan mata penuh gairah, hidung bangkr yang menarik perhatian, bibir merah yang menggoda, rahang tegas tanpa bulu, sentuhan lembut membuai. Betapa sempurnanya laki-laki ini, pikir Shitara. Segala alasan untuk membenci Altair lenyap hanya dalam waktu kurang dari dua pekan. Shitara menyadari hatinya telah jatuh ke genggaman laki-laki itu.Aku tidak tahu apa saja yang kakakku bicarakan padamu.Wajah Altair makin mendekat, makin membuat jantung Shitara berdebar cepat.Tapi kalau dia menyinggung kejadian di kafe saat itu, aku ingin memberi tahu sesuatu.Embusan napas hangat dan segar menyapa wajah Shitara. Gadis itu menelan air liurnya perlahan. Tegang, berdebar, dan tidak sabar menanti apa yang hendak Altair sampaikan.Kalau sejak saat itu aku tidak pernah melupakanmu. Karena masih ada rasa aku melakukan apa pun yang akan membuatmu datang kepadaku. Dan aku harap, kamu pun akan menyukaiku.Jantung Shitara diserang habis-habisan. Semua aksara lenyap dari kepalanya. Yang gadis itu tahu saat ini adalah ada makhluk sempurna ciptaan Tuhan di hadapannya. Saking hebatnya efek yang Altair beri, tumpuan gadis itu melemah. Nyaris saja tubuhnya terjatuh pelan di ranjang, tapi Altair menjaga punggung Shitara dengan satu tangannya. Posisi mereka begitu intim, menciptakan suasana mendukung untuk melakukan hal-hal yang mungkin diinginkan oleh keduanya.Hei, Shitara. Enam tahun yang kugunakan untuk memikirkanmu, tidak bisakah kamu balas dengan hal yang ingin kudengar sejak dulu?Shitara seperti bisu. Tidak ada suara yang bisa dia keluarkan. Dia mencoba menyakinkan diri kalau semua yang Altair ucapkan adalah sungguhan. Shitara sedang berharap bahwa makna tatapan Altair adalah ketulusan dalam menginginkan balasan hati. Dan otak Shitara lumpuh sejenak ketika bibir laki-laki itu menjamahnya, memberikan kecupan dan lumatan yang membangunkan sisi lain Shitara.Sentuhan di tengkuk dan punggungnya meningkatkan kesadaran Shitara atas apa yang dia rasa. Setelah tidak lagi merasa bimbang. Setelah dia tahu alasan dari semua imajinasi gila dan perasaan anehnya akhir-akhir ini, Shitara membalas ciuman Altair penuh damba. Kedua tangannya melingkari leher Altair, turut larut dalam lautan gairah yang laki-laki itu bawa.Gadis itu telah jatuh hati pada Altair, tanpa keraguan, tanpa mempertimbangkan apa risikonya. Dan Shitara sempat berpikir, kalau saja dia lebih cepat menerima Altair, meraih kesempatan yang laki-laki itu tawarkan enam tahun lalu, mungkin Shitara tak perlu mengalami penderitaan di rumahnya sendiri. Karena bisa saja saat ini statusnya telah berubah menjadi Nyonya Mahaprana.Di saat ciumannya masih berlangsung, dengan tangan Altair yang sudah meraba ke mana-mana, gadis itu tersenyum. Mungkinkah khayalan Shitara menjadi kenyataan-menyandang status Nyonya Mahaprana-, sedangkan belum ada hal spesifik yang dia ketahui tentang Altair?Ah, tapi mulai dari saat ini aku akan belajar mengenalnya.To be continued
Jangan lupa follow ig @putriew118. Damn It!Hebat! puji Shitara pada dirinya sendiri.Berapa lama dia mengenal Altair? Berapa lama dia berada dalam kenyamanan yang laki-laki itu beri? Tentu Shitara ingat bahwa segalanya memang masih sangat baru, seumpama waktu yang dibutuhkan untuk berkedip. Hanya saja melihat ketulusan laki-laki itu, caranya memperlakukan seorang gadis, Shitara tak lagi bisa menahan diri. Lagi pula Altair menyukainya selama bertahun-tahun, sampai rela membuka jalan agar Shitara lari ke dalam pelukannya. Walau gadis itu ingat bahwa tidak ada rencana pernikahan dalam waktu dekat, tidak masalah baginya. Shitara pun tidak dikejar waktu untuk melegalkan status selagi semua kebutuhannya tecukupi.Yang Shitara miliki kini hanyalah Altair. Sebaik mungkin dia akan memanfaatkan laki-laki itu, bertahan di sisinya demi tetap hidup aman dan nyaman. Altair pun bukan bajingan seperti yang Shitara pikirkan di awal. Perasaan laki-laki itu asli, kalau tidak mana mungkin mau mengeluarkan begitu banyak uang demi seorang gadis tidak pentingβitu yang Shitara pikirkan.Hei, kenapa kamu menyukaiku?Karena kamu seksi, sahut Altair seolah tanpa berpikir.Ck! Jawabanmu menyebalkan.Shitara mengacak-acak rambut Altair. Setelah sesi berciuman yang nyaris saja meruntuhkan pertahanan keduanya, Altair memberi izin Shitara untuk mengeringkan rambut. Saat ini mereka sedang berhadapan dengan kaca rias. Altair duduk dan Shitara baru saja mematikan mesin pengering.Aku jujur, Shitara. Kamu memang seksi. Pinggangmu berlekuk, dadamu berisi, pantatmu padat. Oh bagian terpentingnya, desahanmu itu tidak ada duanya. Seksi dan membakarku.Niat merapikan rambut Altair seketika lenyap. Gadis itu menatap kesal pada pantulan Altair di cermin, sedangkan yang ditatap seperti tidak ada beban sama sekali.Apa? Kenapa tidak menyisir rambutku?Wajah Altair sedikit bergerak naik, memperkuat pertanyaannya dengan bahasa tubuh.Kamu itu menyebalkan. Jangan terlalu vulgar, aku tidak terbiasa.Maka biasakan dirimu.Laki-laki itu memutar duduknya, lalu meraih pinggang Shitara, merapatkan ke tubuhnya. Shitara menunduk, sedangkan Altair mendongak.Saat ini aku memang tidak ingin menikah. Tapi suatu hari nanti bisa saja aku berubah pikiran. Dan mungkin saja kamu adalah calonnya. Maka, selalu baiklah denganku, Shitara. Agar aku tidak mencari perempuan lain dan membuangmu.Itulah yang Shitara pikirkan beberapa detik lalu. Sadar apa posisinya, gadis itu mulai merencanakan hal-hal yang mungkin saja menambah kadar ketertarikan Altair. Membuat laki-laki itu menobatkan Shitara sebagai ratunya memang akan membutuhkan perjalanan panjang. Namun, karena sudah bertekad, Shitara akan melakukannya. Dengan memanfaatkan dirinya sebagai aset, gadis itu akan membuat Altair makin hari makin terpikat.Shitara telah mengenal banyak laki-laki sebelum bersama Altair. Sejak menduduki bangku sekolah menengah pertama gadis itu telah menjadi primadona. Berlanjut saat menjejaki masa sekolah menengah atas, Shitara mulai terlibat hubungan. Dari teman berganti status menjadi pacar, hanya saja tidak bertahan lama. Gadis itu sekadar penasaran, lalu meminta hubungan berakhir hanya dalam hitungan hari.Mungkin bisa dikatakan bahwa ... dia adalah pemain hati. Namun, itu hanya berlangsung selama dia duduk di bangku sekolah menengah atas. Shitara sadar bahwa tak sepantasnya dia begitu. Dan menutup hati, menyeleksi baik-baik lelaki yang mendekatinya adalah pilihan gadis itu di kemudian hari.Segala jenis perhatian dan hadiah pernah dia terima. Semakin bertambah usianya, bertambah pula pesona Shitara. Wajahnya kian dewasa dan mempesona, dalam sekali tatap pun orang mampu terpikat. Tidak melulu soal otak cerdas, penampilan dan wajah pun mampu membuat seseorang terkenal, itulah yang Shitara alami. Duduk di bangku universitas membuat kepopuleran Shitara bertambah. Gayanya berpakaian sering ditiru mahasiswi lain. Tidak sedikit mahasiswa dari universitas lain menyambangi Shitara di universitasnya. Dan sosok Shitara yang mudah tersenyum, agak bossy, selalu menolak laki-laki yang menyatakan perasaan padanya, membuatnya terkenal sebagai gadis berkarakter menantang.Dari banyaknya pengalaman memikat hati laki-laki, Shitara yakin dapat memanfaatkan itu.Bagaimana kalau aku berhasil membuatmu ingin menikah?Gadis itu menghentikan lamunan, kembali memusatkan perhatian pada sosok tampan di hadapannya. Karena sudah menyadari perasaannya pada Altair, pun berniat membuat ikatan selama mungkin, Shitara mulai berinisiatif. Dibelainya satu sisi wajah Altair dengan gerakan pelan disertai tatapan hangat. Tangannya yang lain memainkan rambut laki-laki itu, menyelip dan memberi remasan pelan. Dalam sekejap Shitara memastikan bahwa tatapan Altair mulai bergairah. Pikiran gadis itu mulai berkelana, membayangkan apa saja yang mungkin bisa dia lakukan pada Altair. Mencium lebih dulu? Menyuru laki-laki itu membuka baju? Sial! Shitara benci pada dirinya yang memiliki imajinasi liar.Apakah kamu sedang berusaha?Tanpa ragu Shitara mengangguk. Altair menarik sudut bibirnya, lalu meremas bokong Shitara. Gadis itu sempat melotot sebelum kembali berdebar karena merasakan senyum Altair tulus dan hanya untuknya.Mau kuberi tahu cara agar membuatku makin terpikat?Dengan senang hati jika kamu mau membagi rahasia itu.Bagus sekali! pekik Shitara dalam hati.Apakah kamu sempat menggunakan DvD player dan mengeluarkan DVD yang ada di dalamnya?Jujur, Shitara bingung kenapa jadi tiba-tiba membahas DVD. Namun, dia tetap menyahut.Tidak. Aku hanya menonton televisi di sini.Bagus. Sekarang nyalakan DVD itu. Kamu akan tahu hal yang aku suka.Demi meraih kesempatan meningkatkan perasaan Altair, Shitara menurut. Setelah menekan tombol power pada DVD player dan televisi, gadis itu duduk di pangkuan Altair karena diperintahkan. Shitara menggenggam remote, berjaga-jaga untuk mengatur volume. Namun, alangkah terkejutnya dia saat melihat layar besar itu memampangkan adegan mesra seorang perempuan dan laki-laki.Desahan dari televisi itu meremangkan tubuh Shitara. Dalam sekejap dia menundukkan wajah, kemudian menekan tombol power pada remote yang membuat layar itu padam. Wajah Shitara panas, dadanya berderu hebat. Menstruasi sepertinya membangkitkan hormon estrogen Shitara berkali-kali lipat. Dia tak percaya pada dirinya sendiri yang mulai berhasrat hanya karena tontonan singkat. Atau mungkin karena ada Altair di dekatnya? Apakah sentuhan laki-laki itu di lengan Shitara yang turut memicu? Entah, Shitara tidak tahu apa jawabannya.Kamu keterlaluan, Altair. Bagaimana kamu memiliki DVD tidak senonoh begitu?Altair tertawa pelan melihat reaksi Shitara.Seks adalah kebutuhanku, Shitara. Sering-seringlah menonton DVD itu agar variasi bercinta kita semakin banyak. Karena aku menyukai perempuan yang sesekali agresif.Shitara terdiam, merasa malu untuk menyahut.Aku tahu kamu sangat sensitif. Hanya dengan video beberapa detik itu dan aku yang memangkumu, kamu telah bergairah.Telunjuk Altair bergerak naik turun di lengan Shitara, secara sengaja menggoda. Altair benar, Shitara menginginkan sentuhan yang dalam. Tubuhnya seperti menjerit ingin kepuasan. Dan hati serta logikanya tidak menyalahkan perasaan yang ada.Perlahan Shitara mengangkat wajah dan menatap Altair. Laki-laki itu tersenyum sebelum mendaratkan kecupan di bibir kemerahan sang perempuan. Ragu, gadis itu mengalungkan tangannya pada leher Altair. Dada laki-laki itu dijadikan sandaran kepala, sekaligus memanfaatkan posisi tersebut untuk menghirup aroma Altair sepuasnya.Belum genap tiga pekan kita bersama. Dan kamu benar, aku saat ini bergairah. Apakah menurutmu itu murahan?Murahan? Kamu itu mahal, Shitara.Shitara menggigit bibir kala jari-jari Altair bermain di lehernya. Pertemuan antar kulit menambah api dalam diri Shitara. Gadis itu pening oleh hasrat yang mencuat dan pertanyaan mengapa dirinya bisa begitu liar. Apakah ini dia yang sebenarnya? Apakah selama ini dia memang memiliki hasrat gila yang terpendam? Shitara tidak sempat mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kepalanya. Karena fokusnya kini tertuju pada cara bagaimana menangani tubuhnya yang memekik tidak sabar ingin keintiman.Apa kamu tahu? Aku membayar cukup mahal agar bisa mengeluarkanmu dari neraka itu.Hasrat yang tinggi itu seketika lenyap. Kesadaran Shitara pulih karena kata-kata kalimat. Sebenarnya dia penasaran bagaimana cara Altair membuatnya hidup tanpa ancaman dari sang ibu tiri. Shitara bisa melenggang santai di mal dan makan di restoran tanpa ada gangguan sedikit pun. Padahal gadis itu yakin ibu tirinya akan memakai segala cara demi menemukan Shitara. Ibu dan kakak tirinya pasti tidak mau Shitara sampai membocorkan kebobrokan mereka selama ini. Namun anehnya, keadaan benar-benar tenang.Kamu memberi mereka uang agar aku tidak dicari?Gadis itu menegakkan tubuh, lantas mendapati anggukan Altair.Kamu kira kenapa mereka tidak mencarimu, sedangkan kamu adalah bencana yang dapat menghancurkan mereka?Berapa banyak yang kamu berikan? tanya Shitara pelan.Setidaknya itu setimpal dengan memilikimu, Shitara.Pasti sangat banyak, pikir ShitaraAltair adalah dewa penyelamatnya. Maka, gadis itu mendekatkan bibir pada Altair yang mendapat sambutan dengan baik. Bibir mereka bercengkerama mesra. Lidah mereka bertemu, saling membelai satu sama lain. Dan Shitara berbisik sesuatu setelah ciuman mereka berjeda.Ternyata kamu adalah surga. Terima kasih, Altair.Selagi kamu membuatku senang, apa pun akan kulakukan, Shitara.Simbiosis mutualisme, batin Shitara.Ya, tapi itu bukan masalah lagi untuk Shitara. Mereka saling menguntungkan.Oh, aku hampir lupa memberi tahumu.Apa?Merasa nyaman, Shitara kembali bersandar di dada laki-laki itu. Kali ini Altair pun membelai rambut Shitara, membuat gadis itu seperti perempuan bahagia yang dapat menghabiskan waktu dengan kekasih.Aku sudah menemukan agensi untukmu. Manajer senior juga sudah aku siapkan.Kalau ada uang segalanya memang jadi mudah. Shitara tidak keheranan.Tapi bagaimana, ya? Aku berubah pikiran.Kamu ingin melakukan hal lain?He'em.Kedua sudut bibir Shitara tertarik.Apa itu? Menjadi aktris? Tidak masalah asal kamu bersedia merintis.Tidak.Lalu?Menjadi kekasihmu yang manis. Yang akan menyambutmu pulang dengan senyuman. Yang akan tidur di sampingmu setiap malam.Oh, aku sepertinya tertarik. Mau kuajari bagaimana menjadi kekasih idamanku?Shitara mendongak, saat itulah tatapannya bertemu dengan Altair. Shitara yakin hal yang akan Altair ajari tidak jauh dari seks. Memang apa lagi yang laki-laki itu sukai? Laki-laki itu menunduk, bibir mereka nyaris bersentuhan. Namun, Shitara turun dari pangkuan Altair serta berlari menjauh.Tangkap aku dulu kalau mau menyentuhku!Altair tersenyum seraya berdiri. Dia hanya berjalan untuk menyusul Shitara yang kemungkinan sedang berlarian di anak tangga. Karena laki-laki itu tahu, pada akhirnya Shitara tidak akan ke mana-mana. Sejauh apa pun Shitara berlari, langkahnya akan kembali menuju Altair.π₯Altair setengah terjaga karena merasa kerongkongannya kering. Sebelum matanya benar-benar terbuka, laki-laki itu menyentuh sisi ranjang. Seharusnya Shitara tengah tidur di sampingnya, tapi kini tidak. Laki-laki itu segera duduk, memperhatikan sisi ranjangnya yang lain memang kosong.Setelah menandaskan setengah isi gelas yang dia dapat dari nakas, Altair mencari Shitara ke kamar mandi. Hasilnya nihil. Sebelum keluar kamar laki-laki itu sempat menatap jam dinding yang menunjukkan pukul 01.55 dini hari.Masih berpikiran positif karena gadis itu meninggalkan ponsel di nakas, Altair mencari Shitara di lantai bawah. Di ruang tamu, dapur, maupun balkon, tak dia temukan keberadaan gadis itu. Mulanya Altair ingin tenang, tapi mengingat bagaimana penolakan Shitara di hari pertama, laki-laki itu gagal mempertahankan emosi.Apakah dia melarikan diri? Apakah dia nekat meninggalkan kemewahan ini? Siapa yang membantunya?Pertanyaan-pertanyaan itu menggerayangi kepala Altair. Laki-laki itu meninju dinding, marah pada kelalaiannya yang tidak lagi menggunakan penjagaan di malam hari. Saking kesalnya, Altair juga menendang dinding, lalu menjambak rambutnya sendiri seraya mengumpat.Sialan!To be continuedKe manakah Shitara?9. Rainy nighοΏΌt
Harusnya aku tidak gegabah! Berengsek!Altair masih sempat mengumpat saat mengambil jaket karena di luar sedang hujan. Hal pasti yang akan dia lakukan saat ini adalah turun ke lantai bawah dan menanyakan pada sekuriti tentang kepergian Shitara. Tidak ingin membuang waktu, Altair segera berlari menuju lift. Tiba di lobi, seorang pria berkulit kecokelatan menghampirinya. Altair yang tadinya sedang menengok kanan dan kiriβmengira dapat menemukan Shitaraβkini membalas tatapan sang pria.
Tuan Altair? Ada yang bisa aku bantu?Samir, kamu melihat Shitara? Gadis yang tinggal bersamaku di sini.Oh, aku melihatnya. Kira-kira dua jam yang lalu Nona Shitara keluar. Aku bertanya apa perlu dipanggilkan taksi. Nona menolak, katanya hanya ingin pergi ke minimarket di seberang gedung.Bodoh, Altair! Dia pasti kabur!Siapa yang pergi ke minimarket di tengah malam selama dua jam? Dan minimarket itu hanya perlu ditempuh kurang dari sepuluh menit, memangkas kemungkinan butuh banyak waktu untuk kembali pulang. Pun mustahil Shitara berbelanja kebutuhan rumah. Baru semalam mereka berbelanja bersama. Segala makanan ringan telah tersedia. Seharusnya tidak ada yang kurang. Shitara tidak memiliki alasan pergi di tengah malam demi mencari sesuatu yang dapat mengganjal perutnya. Kecuali ... dia benar-benar melarikan diri saat Altair terlelap.Jadi, sejak dua jam lalu dia tidak kembali sama sekali?Tidak, Tuan.Bodoh!Napas laki-laki itu terasa nyaris habis. Sejujurnya Altair ingin meninju Samir untuk meluapkan kekesalan. Jika pria itu tahu Shitara tidak kembali padahal sudah pergi lama, seharusnya dia melapor. Perempuan dengan niat apa yang pergi sendirian saat hari gelap? Semestinya Samir sedikit berpikir dan curiga jika terjadi sesuatu pada Shitara.Hah! Berengsek!Sekali lagi Altair mengumpat karena emosi dan tak bisa pula menyalahkan Samir. Pening laki-laki itu bertambah. Segala kemungkinan buruk telah berlarian di kepalanya. Altair kira selama lima bulan tinggal bersama, gadis itu telah benar-benar menjadi miliknya. Selama ini Shitara tidak menunjukkan tanda-tanda akan memberontak. Namun, apa ini? Gadis itu menghilang begitu saja.Samir undur diri setelah diperintah Altair. Laki-laki itu kemudian menatap ke luar dinding kaca yang menampakkan betapa derasnya hujan di sana. Altair mencoba bersikap tenang agar pikirannya jernih dan dapat mengambil tindakan.Setelah menarik napas panjang dan membuangnya, laki-laki itu mengeluarkan ponsel dari saku jaket. Nomor pertama yang dia hubungi adalah Lion. Titah untuk menemukan Shitara segera meluncur. Selanjutnya ... Geraldine. Ini hanya perkiraan Altair, tapi sungguh dia tak akan memaafkan kakaknya jika benar terlibat dalam menghilangnya Shitara.Satu kali, dua kali, tiga kali, sampai enam kali, panggilan Altair tak dijawab sama sekali. Laki-laki itu menggenggam erat ponselnya, marah dan sekaligus curiga. Geraldine memiliki pendengaran yang baik. Ketika ponselnya berdering walaupun perempuan itu sudah terlelap, maka dia akan kembali terjaga. Altair sangat hafal bagaimana kakaknya. Dan yang terjadi saat ini semakin mengarahkan dugaan bahwa Geraldine memang ikut campur dalam urusannya.Tidak mungkin Shitara ada di minimarket, tapi demi pembuktian, Altair menerobos hujan untuk ke seberang gedung. Benar saja, hanya ada dua orang yang berjaga di kasir. Sisanya tak ada siapa pun di dalam sana. Lagi, dia menghela napas panjang. Malam ini seperti mimpi buruk yang telah lama tak mendatangi Altair.Keluar dari minimarket, Altair bergegas ke basemen. Ke mana pun akan dia cari Shitara. Gadis itu akan dia temukan tak peduli bagaimana dingin mulai membuat giginya gemertak.Hujan masih deras dan masih tak menyurutkan niat Altair untuk mencari Shitara. Nyaris setiap inci jalanan yang sepi serta remang-remang tak luput dari pandangannya. Sialnya, laki-laki itu tidak juga mendapati Shitara.Setelah semua yang dia berikan dan lakukan untuk gadis itu, Altair tidak bisa menerima fakta bahwa dia ditinggalkan. Karena bukan begitu alur yang Altair rencanakan. Seharusnya bukan seperti ini kisahnya.Langit tidak menunjukkan tanda akan menghentikan curah hujan, sedangkan pikiran laki-laki itu kian kalut dan tak fokus menyetir. Perasaannya kacau balau. Dia sama sekali tidak memiliki ide tentang ke mana tujuan Shitara. Selama ini dunia gadis itu hanya diisi Altair, Altair, dan Altair saja. Sejak Shitara menolak menjadi model dan memilih bersantai saja sepanjang hari, lelaki itu telah memastikan bahwa tak ada orang luar yang berhubungan secara langsung dengan Shitara. Sesekali saja Geraldine bertandang, selebihnya tidak ada siapa pun yang gadis itu temui. Perihal keaktifan Shitara di media sosial, Altair pun telah mengetahuinya. Semua aman dan terkendali. Maka dari itu Altair melonggarkan penjagaan, memberikan kepercayaan penuh pada gadis cantik itu.Geraldine, apa kamu sungguh ikut campur? gumam Altair, lalu menepikan mobil.Akan dia coba untuk menghubungi sang kakak. Laki-laki itu berharap kali ini panggilannya diangkat. Dan Dewi bermurah hati padanya, tak menunggu lama seseorang di seberang sana menyapa lebih dulu. Namun, Altair yang sudah habis kesabaran langsung menaikkan intonasi.Jangan berbasa-basi, Geraldine! Ke mana kamu membawa Shitara?Bukankah dia gadismu? Seharusnya kalian sedang tidur bersama. Lalu kenapa bertanya padaku?Dia berpura-pura, pikir Altair.Mereka telah menghabiskan 28 tahun untuk hidup sebagai saudara. Tidak ada yang bisa menyembunyikan rahasia pada satu sama lain.Jangan main-main denganku, Geraldine! Katakan di mana Shitara! Aku tahu kamu terlibat!Terlalu emosi, Altair memukul setir dengan keras. Rasa sakit pada telapak tangannya tak lagi berarti jika dibandingkan dengan bayangan semua rencananya berantakan.Aku tidak bisa melihatmu menghancurkan kehidupan seseorang, Altair.Itu jawaban yang Altair tunggu. Geraldine telah jujur, tapi sialnya menambah berkali-kali lipat kemarahan Altair.Sialan! Apa yang kamu katakan pada Shitara?! Ke mana kamu membawanya, Geraldine?! Kamu benar-benar menghancurkan rencanaku!Meski di luar sana dingin tak tertahankan, tapi saat ini Altair merasa seluruh tubuhnya panas. Kepala serta dadanya berdenyut keras.Aku mencegah kegilaanmu, Altair. Sadarlah. Kamu sedang tidak berpikir jernih.Diam! Kamu tidak tahu apa pun tentangku! Katakan saja di mana Shitara sekarang!Aku tahu segalanya dan aku sudah memberi tahu Shitara. Bukankah kamu menginginkan dia terluka kemudian akan kamu usir? Tenang saja, aku sudah mewakilimu untuk melakukannya.Kamu berengsek, Geraldine!Altair melempar ponselnya, tidak peduli panggilan masih tersambung. Darahnya terasa mengalir cepat, kemudian seperti mendidih, hingga dia kepanasan tak terkendali. Laki-laki itu kembali menyetir, kali ini selayaknya orang tak waras. Ada satu tujuan yang tiba-tiba saja terlintas di benaknya. Dua bulan lalu Shitara pernah mengatakan ingin pergi ke sana.Aku ingin pergi ke sana, lalu mengulang adegan itu. Bedanya, aku akan menerima pernyataan hatimu. Bagaimana, Altair? Apa kamu mau pergi denganku?Hanya butuh 25 menit untuk Altair sampai di tempat itu dari waktu normal 45 menit. Untungnya jalanan sepi, sehingga dia tidak menciptakan kekacauan di jalan sebab mengemudi seolah-olah tak ada rem di mobilnya.Melewati gedung universitasnya dulu, kini mobilnya melaju pelan setelah melihat seseorang berdiri di depan sebuah kafe yang sudah tutup. Gadis itu berdiri di bawah derasnya hujan tanpa perlindungan apa pun. Dari samping terlihat sedang menatap saksama gedung di hadapannya.Altair bernapas lega. Gadis itu benar-benar ada di sana, sesuai perkiraannya. Dia segera turun dari mobil, berlari mendekati Shitara, kemudian melepas jaket untuk menutupi kepala gadis itu. Shitara yang hanya memakai dress hitam selutut tampak tidak terpengaruh pada cuaca. Dia fokus menatap bangunan yang tak bercahaya tanpa menghiraukan Altair. Laki-laki itu seolah-olah tidak terlihat.Hei. Apakah kamu tidak waras, Shitara? Ayo ke mobil!Altair memegang kedua lengan Shitara, tapi hanya suara hujan yang jadi jawaban untuk laki-laki itu.Shitara! Aku di sini! Apa yang kamu lihat?!Karena hujan yang benar-benar deras, Altair mengeraskan suara. Dia khawatir Shitara tidak mendengar, maka dari itu hanya diam saja. Namun, tidak. Ternyata Shitara mendengarnya dan sengaja tidak menuruti ajakan laki-laki itu untuk ke mobil.Altair, panggil Shitara pelan.Ya, ini aku. Ayo kita berteduh.Tidak.Tidak? ulang Altair tidak paham.Beberapa kali Altair mengusap wajah karena pandangannya terhalangi. Saat meraih telapak tangan Shitara, Altair terkejut merasakan bagaimana mengerutnya kulit sang gadis. Bisa dipastikan Shitara telah berdiri cukup lama di sana.Altair menghela napas panjang. Perasaannya mengatakan segalanya memang telah berantakan.Altair, apakah enam tahun lalu kamu sangat patah hati?Laki-laki itu punya jawaban, tapi memilih untuk diam.Seberapa sakit hatimu saat itu? tanya Shitara lirih.Ada air yang meluncur dari sudut mata Shitara. Bukan, bukan air hujan, melainkan air mata. Altair masih terdiam meski tahu betapa Shitara menginginkan jawaban langsung. Laki-laki itu bergeming meski sudah melihat bagaimana merah mata gadis itu dan bibirnya yang telah pucat.Shitara terluka, sama seperti yang Altair harapkan.Kenapa diam, Altair? Bukankah kamu punya banyak keluhan padaku? Katakan saja. Aku akan mendengarnya.Shitara menyentak genggaman Altair. Kedua telapak tangannya kini menutupi wajah, kemudian dia teriak. Di antara suara alam yang hampir menyita seluruh fokus, Altair dapat mendengarnya. Laki-laki itu mendengar isak patah hati Shitara.Seberapa banyak yang kamu tahu, Shitara?Gadis itu terisak makin keras. Tubuhnya kemudian luruh. Melihat pemandangan itu, harusnya Altair bersorak. Yang dia inginkan sudah tercapai. Namun, sial. Hatinya malah berdenyut keras.Aku tahu semuanya, Altair! Aku tahu semuanya! Aku tahu bahwa ternyata kamulah yang menyuruh ibu dan kakak tiriku untuk mengurungku! Aku tahu kamu sengaja menyuruh mereka menyiksaku! Aku tahu semuanya, Altair! Aku tahu kamu mau mendukungku menjadi model, karena merencanakan skandal untukku! Setelah aku terhina di publik, kamu akan membuangku! Kamu ingin membalas sakit hatimu karena aku tolak di depan teman-temanmu dulu! Kamu ingin membalas sakit hatimu! Aku tahu semuanya, Altair!Gadis itu menangis tidak terkendali. Hatinya seperti dicabik-cabik. Dia telah sangat bergantung pada Altair, sulit baginya untuk percaya bahwa dia akan sengaja dilukai. Rasanya mustahil laki-laki itu bisa merencanakan kejahatan tak masuk akal. Shitara ingin menolak fakta yang telah dia ketahui sejak dua hari lalu. Akan tetapi, Altair sama sekali tidak berniat menyangkal. Lalu apa lagi yang bisa Shitara harapkan?Shitara mendongak, menatap Altair yang masih berdiri. Gadis itu meraih telapak tangan Altair, kemudian berkata, Tolong katakan semua ini hanya imajinasiku saja. Tolong katakan aku telah selah. Tolong katakan kamu adalah penyelamatku. Kumohon, Altair.Sejenak Altair memejamkan mata. Lalu dia mengambil dua langkah mundur, membuat genggaman Shitara terlepas. Gadis nelangsa itu kembali terisak, tahu semuanya sudah terjawab.Kamu benar. Aku yang merencanakan semuanya. Aku sengaja ingin membuatmu mencintaiku, lalu kubuang setelah aku puas bermain. Kamu benar, Shitara. Aku memang ingin membalas rasa malu yang saat itu aku dapatkan.Seringai Altair membuat Shitara tak berdaya. Gadis itu mengepalkan kedua tangannya saat Altair menuju mobil tanpa kata lainnya.Mereka berpisah, tanpa ucapan selamat tinggal, tanpa kata sampai jumpa, tanpa janji akan bertemu lagi.
οΏΌ
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai
syarat dan persetujuan?
Laporkan