
Bab 1: panti rehabilitas
21++
Jika harus memiliki ibu tiri yang sebelumnya adalah pembantumu sendiri. Cristal tidak mau!
Mentari timbul lebih cepat dari biasanya. Dan kali ini Bastian harus terburu-buru untuk berangkat kerja. Meeting dimulai setengah jam dari sekarang, tepat pukul delapan.
"Pagi sayang." Sapa Nadia. Istri Bastian sambil meletakkan semangkuk besar rendang sapi yang hampir setiap hari menjadi menu andalan.
"Pagi."
Nadia memperhatikan suaminya bergerak menuju rak besar tempat sepatu berjajar dibalik pintu sekat. Dan keluar sambil menenteng sepatu pantofel pria mengkilap, yang dengan cepat diletakkan tepat di depan pintu keluar.
"Hari ini tidak sarapan, mas?" Tanya Nadia. Mencari perhatian.
Dan ia mendapatkannya. Bastian dengan hidung mancung dan rahang kokoh berkulit sawo matang menatap memelas. "Hari ini ada meeting lagi. Tepat pukul delapan! Aku harus ada di sana sebelum pak Bondan datang."
Nadia mendesah, lagi. Ia sudah bangun pagi-pagi sekali untuk membuat rendang spesial. Dan ini akan berakhir sia-sia?
"Aku sungguh menyesal." Kata Bastian. Ia melirik rendang yang mengepul bersama nasi dan piring yang tersedia untuknya. "Hmm, mungkin aku bisa membawanya beberapa?"
Mata Nadia berbinar. "Sungguh? Bukannya meeting biasanya dilanjutkan makan?" Nadia tau kebiasaan Bastian.
"Sekali-kali bawa bekal tidak masalah kan?"
"Iya! Terimakasih mas. Bekal rendangnya akan siap." Nadia bergerak lincah mengambil kotak nasi dua sisi. Masing-masing untuk nasi dan rendang. Sedangkan Bastian harus kembali ke lantai atas kamarnya untuk mengambil tas yang tertinggal.
Tepat saat Bastian kembali. Ia menemukan istrinya siap dengan tas manis motif bunga yang berisi kotak makan. Agak mengerutkan dahi melihat motifnya.
"Tidak masalah. Aku yang harusnya berterimakasih." Bastian merangkul Nadia dengan posisi tangan kekarnya melekat sempurna pada rambut coklat blonde bergelombang yang terurai.
Keduanya berjalan hingga parkiran. Dan saat Bastian mengambil alih tas bunganya, ia mencium kening istrinya sayang. "I love you."
"I Love you too..."
Mata Bastian menatap lekat wajah Nadia yang cantik sambil tersenyum. "Udah, katanya buru-buru."
"Ah, iya!"
Suara pintu mobil jaguar hitam ditutup. Nadia melambaikan tangan tepat saat Bastian menyela. "Oh iya, nanti sore kita akan menjemput Cristal."
Mobil Bastian benar-benar hilang setelah mengucapkan itu. Sedangkan Nadia masih membeku di tempat. Wajah yang semula riang mendadak redup, seolah-olah tidak suka dengan perempuan yang diingatkan suaminya.
Clarissa Cristal itu gadis yang cantik dan lugu. Tetapi untuk beberapa alasan Nadia tidak menyukainya. Lebih tepatnya ia tidak tau akan bertindak seperti apa ketika bertemu dengan anak dari suaminya tersebut.
🍒🍒🍒
Langit jauh lebih muram dari pagi itu setelah kepergian Bastian. Dan kali ini sesuai dengan janji suaminya. Tepat pukul lima sore, ia dan Bastian mengunjungi panti rehabilitasi.
"Ah, sepertinya akan hujan." Kata Bastian.
Nadia melirik ke luar jendela mobil jaguar hitam. Mendung hitam hampir memenuhi pusat kota yang lengang.
"Berapa lama lagi kita akan sampai?"
Setelah melirik jam ditangan kanannya, Bastian tidak menjawab. Hanya tersenyum dan menggenggam tangan Nadia erat.
Istrinya ikut tersenyum dewasa.
Saat mobil jaguar tiba dipekarangan panti. Bastian turun. Matanya yang tajam memandang gedung panti tiga tingkat. Yang terlihat terawat dan cukup untuk mengatakan bahwa penghuninya bahagia.
Setelah mengencangkan jasnya. Bastian melangkah mantap tanpa Nadia yang memilih diam di mobil. Ia menyapa satpam yang berjaga di pintu kaca. Tampak ramah. "Sore Pak Bastian. Apa kabar? Mau menjemput Cristal?"
Bastian agak tertawa mendengar pertanyaan beruntun tersebut, "satu-satu Pak. Sore juga Pak, saya baik... bapak sendiri?" Sambil menepuk pundak satpam yang sangat mengenalnya.
"Puji Tuhan, Pak. Selamat! Saya senang Cristal tidak akan lama lagi di sini. Meskipun saya akan sedih nantinya."
Bastian mengangguk, lalu "Pak Haris ada di dalam?"
"Sedang di ruangannya! Materi singkat untuk Cristal."
Panti rehabilitas tersebut memiliki tampilan luar mirip bangunan ala Belanda yang terdiri dari dua puluh kamar dan ruang khusus melingkar. Mirip sangkar untuk taman bunga cantik serta air mancur yang menenangkan.
Ketika Bastian tiba di depan pintu ruangan Pak Haris, ia melihat Cristal yang duduk tenang dengan tangan dibawah meja, tepat menghadap dokternya.
Dari luar tampak Pak Haris dengan rambut putih, wajah keriput memberikan nasihat pada Cristal yang mungkin menjadi kata terakhirnya. "Untuk menjadi seorang manusia yang benar-benar hidup. Kita perlu ambisi dan tujuan, Cristal. Jika kamu pernah kehilangan arah, jangan lupa bahwa kamu memiliki banyak jalan untuk mencapai tujuan tersebut! Selesaikan apa yang ingin kamu mulai dan kamu akhiri."
Dari samping pintu kaca, Bastian melihat senyum yang dulu pernah hilang. Senyum Cristal yang teduh dan penuh ambisi. Perempuan tersebut pantas mengangguk. Lalu berdiri mengikuti Pak Haris yang juga berdiri renta. Menatap puas pada Bastian.
Ketika pintu ruangan Pak Haris dibuka. Cristal langsung menghamburkan pelukan hangat pada Bastian. Menimbulkan belaian sayang di punggung bergaun putih selutut dengan rambut lurus yang terurai.
"Apa kabar sayang?"
"Tidak baik!" Katanya marah. Cristal melepas pelukan dengan bibir mancung. "Kau tau... aku sudah menahan rindu selama dua abad!"
Melihat tingkah Cristal yang kekanakan Pak Haris lantas tertawa begitu pula dengan Bastian yang gemas mengacak rambut Cristal. "Satu bulan! Maafkan ayah." Koleksinya tulus.
Bastian tidak bermaksud menelantarkan Cristal tanpa mengunjunginya selama satu bulan penuh. Hanya saja, ia memiliki alasan. Dan ia bersyukur, Cristal bisa berpikir dewasa dengan bimbingan Pak Haris.
"Terimakasih banyak, Pak Haris! Aku tidak tau akan menebus apa untuk ini." Kata Bastian.
"Semua tergantung Cristal. Cepat lamanya penyembuhan tergantung dari orangnya. Untuk gangguan skizofrenia separah itu, Cristal sungguh hebat bisa mengalahkannya dalam waktu singkat."
Cristal tidak tersinggung mendengarnya. Sejak dua bulan yang lalu, penyakit yang disebut skizofrenia menyelinapi pintu hatinya. Membuat ia menjadi monster lantaran tidak bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang ilusi. Beruntung kali ini ia berhasil dinyatakan sembuh.
"Tetapi aku menyarankan untuk tetap mengawasi Cristal dalam artian untuk mengontrol emosinya."
"Tentu saja." Bastian menepuk punggung Pak Haris. Dan ia merangkul Cristal untuk dibawa pulang.
Setelah membawa satu tas penuh barang Cristal. Bastian membiarkan putrinya berlarian menuju mobil. Hingga satpam kembali menegurnya, "aku sungguh bahagia sekarang. Oh iya, selamat untuk pernikahanmu dua minggu lalu."
Bastian tersenyum dan berterimakasih. Ia menyusul ke samping mobil yang sudah terlihat Cristal berdiri membatu di pintu depan penumpang.
Gadis tersebut bertanya-tanya dalam monolog. Tetapi pada akhirnya beralih membuka pintu penumpang belakang. Menutup pintu cukup keras.
Nadia terkejut. Juga Bastian yang telah membuka pintu penumpang belakang. Meletakan tas putrinya. Dan tidak berkomentar. Mungkin saja putrinya tidak sengaja membanting pintu.
Saat Cristal menelisik bau parfum murahan vanilla memenuhi atmosfer mobil. Ia mencebik. Tambah dongkol ketika menemukan sebuah gantungan mobil bergoyang. Sebuah foto cetak kecil berbingkai. Yang menampilkan sosok Bastian dan Nadia yang berpose mesra.
"Halo, sayang. Apa kabar? Sudah lama kita tidak bertemu kan?" Nadia mengulurkan tangan dengan senyum aneh untuk Cristal.
Cristal membuang muka. Tidak sudi menerima jabatan tersebut. Lagipula ayahnya juga tidak marah ketika ia mengacuhkannya.
Hanya, "Cristal, ayah akan menjelaskan ini setibanya dirumah nanti."
Tidak ada jawaban apapun.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
