
Bulan tidak pernah meminta untuk terlahir di keluarga Gregorius. Sebuah keluarga yang menetapkan tradisi bulan Juni.
Dimana keluarga itu percaya bahwa setiap hal baik harus dilakukan di bulan Juni agar berkat selalu menyertai mereka.
Tetapi, Bulan membenci bulan Juni. Menurutnya bulan Juni adalah penyebab ia tak memiliki ayah.
Juni adalah bulan keenam tahun dalam kalender Gregorius. Kata ini diambil dari Bahasa Belanda yang mengambil bahasa latin Dewi Juno, istri dari Dewa Jupiter. Bulan juni memiliki tiga batu kelahiran yaitu Alexandrite, Biduri Bulan dan Mutiara.
Dalam keluarga Gregorius memiliki sebuah tradisi yang harus dijalankan sampai kecucu-cucunya. Peraturan yang mengharuskan seluruh keluarga menetapkan hari bahagianya dibulan juni. Salah satunya kelahiran anggota baru.
Dulu pada saat bundaku yang bernama Mutiara mengandungku selama delapan bulan tepat dibulan juni, nenek memerintahkan bunda untuk melakukan operasi sesar. Dan akhirnya aku lahir tepat tanggal 5 dibulan juni. Dan mulai hari itu ayahku juga berganti nama menjadi Alexandrite, mengesankan.
Tetapi sayangnya, aku Biduri Bulan yang terlahir dikeluarga Gregorius, tidak bahagia layaknya cucu Dewa. Tepat saat usiaku 4 tahun ayah menceraikan bunda, membuatku menjadi anak paling menyedihkan karena berbeda dari orang lain. Aku tidak memiliki ayah sampai saat ini.
Hidup itu membosankan tanpa atraksi sedih, kecewa, bahagia dan melakukan sesuatu yang akan membuat hatimu membuncahkan tawa. Dan aku akan merubah kehidupan yang membosankan ini.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Teruntuk bunda tercinta, Bulan minta maaf. Karena Bulan pergi tidak bilang-bilang. Tapi bunda jangan khawatir, Bulan pergi tidak jauh kok. Ke Korea! Hehe iya, kalau Bulan bilang secara langsung pasti bunda tidak ngijinin. Tenang aja, Bulan ke sana ketemu Mega anaknya pak Haris yang kerja di studio sana. Niatnya di sana bulan mau jalan-jalan sekalian cari kado ultah. Jangan marah ya? Bulan janji, bakal balik sebelum hari ulang tahun bunda. Udah gini aja ya bun? Bulan males nulis kebanyakan, intinya jangan cemasin Bulan.
Wassalamu'alaikum warahmatulahi wabarakatuh. Love you, Biduri Bulan termegah.
Aku menginggalkan sepucuk surat itu di atas meja rias kamarku, dengan harapan nanti bunda akan membacanya tanpa rasa cemas yang berlebih. Aku yakin itu sia-sia, bunda jelas akan mencak-mencak dengan derai air mata.
Tanpa lelah yang berlebih aku terus memandangi selembar foto usang yang memperlihatkan tiga manusia paling bahagia di dunia. Foto itu masih jelas memperlihatkan seorang perempuan yang menggendong balita mungil, di belakangnya seorang lelaki bermata sipit meraih pundak bunda. Aku langsung menyamakan foto itu dengan gambar di galery ponsel yang menampilkan sosok Mega dengan seorang lelaki yang sama persis dengan lelaki di foto usang itu. Jika benar kedua orang itu sama berarti sosok itu adalah ayahku, Alexandrite yang menghilang setelah perceraian orang tuaku.
Aku mengehela nafas, menatap orang-orang yang tengah berlalu-lalang dan dijemput mobil mewah legam. Nampaknya di sini akulah yang terlihat paling aneh. Duduk sendirian di teras Bandara Incheon, yang didirikan di atas Pulau. Letak Bandara ini jauh dari kota Seoul, sekitar 65 kilometer. Makanya Mega berjanji akan menjemputku di sini.
Dering ponsel membuyarkan angan. Tercetak jelas nama Mega di sana.
"Halo?"
"Bulan! Kan benar itu kamu," terdengar melengking suara nyata, akupun mendongak. Senyum hiperbolis Mega menular padaku.
Perempuan bergaya kebarat-baratan itupun menurunkan ponsel dari telinga membuatku mengikuti gerakan spontannya.
"Ya ampun, Bulan! Kamu beda banget sih, sekarang. Lebih berisi." Perempuan itu sontak terkikik geli. Tidak ada yang berubah dari sikap Mega yang sekarang membuatku tidak hentinya menahan senyum.
"Apa kabar, Me?"
"Ish, nggak usah kaku gitu deh. Kayak sama siapa aja. Eh, gimana perjalanannya? Capek?"
Aku mulai mengguncang pundak Mega. "Ya amploop, Me! Korea! Korea, Me! Mimpi apa sih, aku!" Dengan hiperbolis aku membingkai wajahku yang telah dibalut jilbab modern berwarna marun. Membayangkan betapa serunya liburan dibulan juni di Korea, pada musim panas.
Setelah ngegaje cukup lama Mega menuntunku ke mobil abu sederhana dan membawanya ke apartemen tidak jauh dari jalan raya yang cukup metropolit.
Bau semerbak wangi menguar keluar dari ruangan seluas itu. Dilihat sekilas saja ruangan itu sangat grily, dengan nuansa putih dan pink. Mega menuntunku masuk, membiarkanku bersikap seolah-olah aku adalah pemilik bagunan apik yang berada ditingkat tiga ini.
Mega tau rencanaku datang ke Korea ini untuk memastikan apakah Yeong Won, aktor Korea yang membintangi drama 'Dream' di studio Mega adalah ayahku. Mega bilang ia telah merencanakan pertemuanku dengan Yeong Won di restoran Mok Schwei Don Na, yang kata Mega artinya Makan, Santai, Bayar, dan Pergi.
Dan akhirnya di tempat itulah aku tau bahwa beliau memanglah ayah kandungku. Lelaki putih itu bercerita banyak tentang ibu sesaat setelah aku menyodorkan satu-satunya foto kami bertiga. Beliau juga menceritakan keluarganya yang tak kalah dicintai. Aku menyukai kenyataan bahwa aku dan ayah tidaklah jauh berbeda. Mata sipit, bibir tipis, alis menukik serta kulit putih yang mulus. Aku adalah Yeong Won kedua.
Akhirnya aku merasakan kehangatan seorang ayah ketika beliau dengan bangganya mengenalkanku pada keluarga barunya. Akhrnya aku tau rasanya dicintai ketika beliau dengan telaten menuntunku ke tempat-tempat terkenal seperti N Seoul Tower dan yang lainnya. Akhirnya aku tau bagaimana kehangatan seorang ayah yang memeluk erat, memapahku menjadi orang Korea asli selama dua hari. Sampai-sampai semua aksi meraba perasaan itu membuatku berangan maukah Allah membekukan hari-hariku dengan ayah sampai aku benar-benar puas, sampai aku benar lupa akan rindu yang selama ini hanya berhenti di depan pintu.
Mungkin semakin tinggi rasa itu besemi semakin jauh pula jarak akar pujaan hatinya. Dan hari berjarak itu begitu cepatnya merangkak. Ayah memutuskan untuk membiayai tiket kepulanganku ke tanah kelahiran. Aku harap beliau menjadi kado terindah di depan mata bunda saat ulang taun nanti. Tapi sayangnya aku tidak pernah pesimis kenapa beliau mendorongku pulang dengan kotak buram untuk bunda.
Sesaat setelah pesta itu selesai. Hal pertama yang menjadi tujuan bunda adalah aku. Bunda menagih janji cerita tentang ayah yang akan aku gemparkan setelah pesta ini selesai. Harusnya dengan mantan raja bunda. Kenyataannya tidaklah seperti itu. Kotak bertali klasik itu menjadi pembuka gerbang masa lalu. Kuceritakan pada bunda jika seharusnya ayah juga datang ke sini. Atau minimal menghubungi nomor yang aku berikan sesaat sebelum terbang kemarin.
Rindu dan lupa ada karena terbiasa. Sejak talak tiga berteriak aku telah melepaskanmu. Biarlah rasa berhenti berdetak karena aturan dan kepercayaan yang jomplang. Biarlah benih cinta kusimpan tanpa pupuk dan harapan. Dan biarkan Biduri Bulan mengepakkan sayap tanpa bayang-bayang kasih yang tak akan pernah sampai. Sebagai Alexandrite aku masih mencintai Mutiara. Sebagai Yeong Won aku mengikhlaskan Biduri dan Mutiara. Jalanku akan terjal, doakanlah aku dengan ratu baruku. Selamat ulang tahun Mutiara, love you dua permataku.
Bunda terisak histeris sejak membaca surat itu. Aku usap pelan punggung ringkihnya. Cairan asin itu mulai luruh dari kelopak mata legamku. Merasakan gesekan gergaji menoreh perlahan mendapati keyataan bahwa kesedihan bunda pertanda, tidak ada kisah cinta lawas ayah yang bersemi.
"Sekuat apapun cinta datang, kamu harus bisa memangkasnya lebih pendek agar tidak lebih menjulang dari cintamu untuk Robbmu, Bulan." Dalam sunyi aku meraih kotak musik yang menampilkan sepasang keluarga bahagia. Ibu, anak dan ayah. Kotak musik pemberian ayah itu dikelilingi banyak kalung menjuntai ke bawah bermotif bulan cabit dan mutiara. Aku mulai memutar kunci kotak musik tersebut. Membiarkan keluarga kecil itu menari dengan anggun bersamaan kalung yang berputar berlawanan.
"Bunda tidak akan pernah larut dalam kesedihan. Dan seharusnya kamu juga menatap ke depan. Tidak perlu melupakan, kamu hanya perlu ikhlas. Dulu bunda berpisah dengan ayahmu memang karena dia capek dengan aturan keluarga Gregorius. Tetapi satu hal yang paling penting, bunda tidak pernah bisa meyakinkan ayahmu untuk memeluk agama Islam. Ayahmu atheis, Bulan." Aku mulai memusatkan seluaruh perhatianku padanya.
Jujur aku tidak pernah tau alasan orang tuaku bercerai. Selama ini bunda selalu menutupi segala hal tentang ayah. Sampai aku harus mencari tau sendiri dan puncaknya aku menemukan foto Maya dan Ayah dimedia sosial. Mungkin seharusnya memang seperti itu. Pernyataan ayah di dalam surat itu menjelaskan secara gamplang, aku tidak boleh lagi mencarinya.
Cinta itu anugrah dari Allah, jika Islam memisahkan cinta keluargaku pada ayah maka Beliau mencintai keluargaku melebihi cinta semu untuk ayahku. Dan dihari ini aku mulai belajar bahwa tiada ketetapan dan takdir yang salah dari Allah. Semuanya memiliki porsi dan hikmahnya masing-masing. Semua itu akan transparan selama kita ikhlas. Aku tau, semua bulan itu menyenangkan. Dan tidak hadiranya ayah dibulan juni ini merupakan kebahagiaan, karena hanya dengan begitu aku tau dari ibu betapa beharganya agama melebihi apapun. Mulai hari ini aku tidak akan lagi berdiri di depan pintu menggarap rindu. Karena perasaan ini hanya akan muncul dipermukaan jika memang dibutuhkan.
TAMAT
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐ฅฐ
