
Apalagi, mengingat Lelaki Duha yang sudah membuatku kehilangan harga diri. Aagrh. Rasanya begitu mengesalkan, sekaligus membuat semua sensor di tubuhku merasa menjerit-jerit penasaran.
Kenapa harus begini?
Surga yang Retak
137
14
50
Selesai
Jatuh cinta lagi, bukanlah cita-cita dan keinginanku sebagai laki-laki, apalagi aku sudah beristri.Tetapi, siapa yang mengerti? Tiba-tiba saja, rasa itu tumbuh begitu perlahan. Mencari-cari akar di sisi hati yang ternyata masih ada ruang-ruang kosong.Dadaku terasa agak sesak jika mengingat senyum Syahdu—istriku yang mungkin sekarang sedang mengingatku di antara aktivitas sehari-harinya di rumah.Hatiku terasa melayang-layang, saat mendengar suara lirih tangisan Syahdu saat kami selesai menunaikan salat Isya—seminggu yang lalu.Ketika aku masih membaca beberapa ayat dari surah An-Nisa, di rakaat kedua—kudengar suara tangis itu. Kukira aku salah mendengar, namun setelah selesai mengucapkan salam—dan Syahdu mencium punggung tanganku—ternyata setetes air matanya jatuh. Tanganku basah.Aku ingin sekali mendekapnya. Semakin hari, tampaknya istriku menjadi sedikit pendiam, padahal biasanya dia selalu ceria dan penuh semangat.“Ada apa, Dinda?” sapaku padanya, dengan lembut.Tapi, Syahdu hanya menggeleng, “Aku hanya merasa sedih, Mas. Tapi, tidak tahu kenapa.” []
1,885 kata
Dukung suporter dengan membuka akses karya
Pilih Tipe Dukunganmu
Sudah mendukung?
Login untuk mengakses
Kategori
Surga Yang Retak
Selanjutnya
Surga yang Retak (12)
1
0
Rasa-rasanya apa yang sedang kurasakan ini biasa terjadi pada perempuan-perempuan yang khawatir dan takut jika suaminya mulai berpikir untuk mendua. Tentu saja sebagai perempuan beriman aku mengimani syariat tentang poligami, namun bukankah boleh jika aku mengatakan bahwa diriku tidak sanggup untuk melakukan hal itu?
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai
syarat dan persetujuan?
Laporkan