Madu untuk Gus Sahal (Gratis)

11
4
Deskripsi

Cerpen ini diilhami dari kisah nyata. Semoga dapat memberikan hikmah dan hiburan bermanfaat ya untuk pembaca. Yuk follow akun ini untuk cerbung, cerpen, dan karya fiksi lainnya. 

 

Salam sayang, 

Puspitalagi 🧡


 

Sungguh Ummu Maryam tidak pernah membayangkan di posisi ini

Ia masih merasa bingung, sedih, dan juga bimbang. Suaminya, adalah orang yang sangat baik. Begitu baiknya, hingga ia yang dulu bukanlah siapa-siapa bisa menjadi Bu Nyai di sebuah pondok pesantren.

Ia tahu, suatu ketika kelak jika pada masanya hal itu ditakdirkan menghampiri, maka ia harus ikhlas, ridha, sekaligus rela. Namun, yang belum ia mengerti, suaminya Gus Sahal, pernah berkata dan berjanji saat dahulu meminangnya.

"Saya ingin meminang Ukhti Viona, sebagai istri saya. Saya tahu, Ukhti Viona adalah mualaf. Ukhti Viona juga sudah hafizah. Ukhti Viona berilmu tinggi, dan saya masih dalam tahap belajar. Saya tak memandang penampilan dan cantik tidaknya seorang perempuan. Saya ingin Ukhti Viona menjadi Ummi dari anak-anak saya kelak. Saya tidak akan menduakan Ukhti Viona, sampai kapan pun."

Saat itu Ummu Maryam masih gadis, begitu banyak Ustaz dan para kyai muda berjubel di daerahnya untuk meminangnya. Memiliki istri hafizah dan rupawan memang idaman. Salehah, sekaligus cantik jelita.

Itu adalah kejadian duapuluh lima tahun lalu. Sekarang, ia sudah hampir kepala lima. Tentu saja ia sudah tidak begitu menarik lagi. Tapi, ia ikhlas. Penuaan adalah sunnatullah, ia menikmatinya. Tapi, ternyata hal itu menjadi masalah bagi Gus Sahal.

Seringkali, Ummu Maryam merasa bingung dan sedikit kaget dengan tingkah laku suaminya. Amat sangat berbeda dengan biasanya. Ia seringkali bertanya-tanya dalam hati. Ia memang sudah tidak muda lagi, sudah memiliki lima anak yang besar-besar. Yang paling kecil adalah Maryam yang masih duduk di SMP kelas 8 sementara yang paling besar sudah berkeluarga.

Pagi-pagi, Gus Sahal setelah mengisi kajian di masjid, menyempatkan diri berolahraga, kemudian mandi dengan sabun cair khusus yang dipesan di marketplace. Setelah itu, berdandan begitu lamanya di dalam kamarnya.

Harum semerbak bak pengantin baru, begitulah penampilan Gus Sahal. Apa benar ada puber kedua? Begitu batin Ummu Maryam. Suaminya, walau sudah hampir berumur limapuluh enam, tapi masih terlihat bugar.

Rumah yang mereka diami, memang dekat dengan pondok pesantren. Sebagai pengasuh di sana, tentu saja hal ini sangat membantunya menyimak bacaan santriwati dan santriawan. Mengajar, dan berbakti pada agama dan negara.

Lalu, suatu ketika seorang ustazah yang masih begitu muda—mungkin masih berumur duapuluh satu tahun. Datang ke rumahnya, menemui Ummu Maryam. Sang Ustazah bercerita jika Gus Sahal ingin melakukan taaruf dengannya.

Seperti disambar petir. Karena Ummu Maryam tahu saat itu tidak hujan dan tidak ada petir, ia mendengarkan dengan bijak. Begitu lama dan sekaligus berusaha memahami apa yang terjadi.

Apakah takdirnya sudah datang?

Inikah, yang selama ini ia takutkan?

Inikah yang membuat Gus Sahal begitu pesolek, di hari-hari kemarin?

Ummu Maryam tidak marah pada kejujuran Ustazah itu. Ia berterima kasih padanya. Ustazah itu adalah muridnya dahulu, sekarang ia juga mengajar di pondoknya.

Namun, Ummu Maryam melihat jika Ustazah muda itu tampak cemas. Sedikit pucat dan seperti terbata-bata. Apa ia takut, kalau Ummu Maryam marah padanya?

Ia tidak akan marah. Walaupun bersedih. Ia akan membicarakan hal ini nanti pada suaminya, jika waktu sudah memungkinkan. 

OOO

"Aku hanya ingin dibuatkan rumah sendiri, tanpa harus bercampur dengan maduku kelak," begitu ucapan Ummu Maryam padanya suatu ketika, di saat mereka duduk di depan teras. Setelah makan malam, dan anak-anak sudah masuk ke kamar masing-masing. 

Gus Sahal sedikit kaget ketika Ummu Maryam bertanya, apakah ia ingin mencari madu baginya? 

Tentu saja ia terkejut. Ia belum siap untuk berkata mengenai hal sensitif pada istrinya ini. Ia tahu, istrinya baik dan salehah. Tapi, ia sedang jatuh cinta pada ustazah muda bernama Jamilah. Namanya, secantik orangnya. 

 

Ummu Maryam tentu saja hafizah yang salehah. Namun, ia juga ingin istri yang rupawan, muda, sekaligus salehah. Kalau bisa memiliki dua kenapa harus satu? 
 

Jadi, Gus Sahal pun berjanji segera membangun rumah untuk Ummu Maryam. Rumah khusus untuk istri dan anak-anaknya. 

 

Sebaiknya, memang begitu. Jadi, ia memenuhi syarat dari Ummu Maryam. 

Pembangunan rumah itu pun segera dilaksanakan. Rumahnya bagus dan cukup besar, rumah impian Ummu Maryam sejak lama. 

 

Gus Sahal pun lega. 

Sekarang, ia bisa berangkat ke rumah Ustazah Jamilah untuk meminangnya. 

OOO 

"Mak, aku nggak mau jadi istri Gus Sahal. Orangnya sudah tua, Mak," begitu keluh Jamilah pada ibunya yang duduk sembari memegang canting untuk membatik.

"Lho, memangnya Gus Sahal pingin kamu jadi istrinya?"

"Kayaknya begitu Mak. Gimana Mak, cara menolaknya? Beliau kan kyai ku juga."

"Sudah bilang ke Bu Nyai?"

"Sampun, Mak. Tapi Bu Nyai nggak marah. Malah bilang, terima kasih sama aku. Aku kan bingung Mak," Jamilah mulai menangis tersedu-sedu.

"Ya, sudah mau bagaimana lagi."

"Kalau ditolak kan sungkan Mak. Jadi aku harus bagaimana? Ini tadi, katanya Gus Sahal mau ke sini taaruf, lalu kalau beliau langsung mengkhitbah bagaimana?"

Hening. Tidak ada jawaban apapun dari bibir ibu Jamilah. Matanya menerawang ke depan. Menanti dengan berdebar-debar. Ia sungguh sungkan pada Ummu Maryam yang baik hati.

Sesaat lama berlalu, hingga rombongan dari pesantren datang bersama Sang Kyai—Gus Sahal.

Dua perempuan itu serasa mematung dan membeku di dalam rumah.

Suara gawai yang melolong-lolong malah membuat Jamilah merasa jantungnya copot.

OOO

Beberapa bulan kemudian, Ummu Maryam yang telah mendapatkan rumah idamannya menjalani hidup dengan penuh rasa bahagia. Perempuan itu duduk di teras, setelah menamatkan bacaan dzikir petang menjelang senja. Wajahnya begitu berbinar-binar. Allah Mahabaik, begitu baik padanya. Ia sangat bersyukur.

Dari jauh ia melihat suaminya datang, sedikit terburu-buru. Ummu Maryam tersenyum. Ia melihat suaminya sekarang begitu sibuk. Berdakwah ke sana ke mari, mendidik para santri. Belum lagi safari dakwah dan lain-lainnya. Rasa-rasanya stamina Gus Sahal seperti saat masih muda dulu.

"Abah nanti mau pengajian di mana?"

"Tegal."

"Oh, iya. Sama siapa ke sana, Bah?"

"Sama Imron saja."

Ummu Maryam mendekat ke suaminya, berbisik perlahan, "Oh iya, Abah tahu tidak kalau Jamilah sekarang lagi hamil. Aku nitip madu untuknya ya Bah. Buah tangan juga, biar pantes gitu."

Tiba-tiba raut muka Gus Sahal menjadi sedikit pias, tapi ia seperti sudah bisa menguasai dirinya. "Kata siapa Mi?"

"Kata Bu Nyai Faridah, mertua Jamilah."

"Oh, begitu ya."

Ummu Maryam mengangguk.

Begitulah skenario Allah.

Saat hendak taaruf bersama Jamilah dulu, ternyata putra dari Kyai Salim—Gus Ahmad menelpon Jamilah, memintanya untuk menjadi istrinya. Akhirnya khitbah singkat itu berlangsung secepat meteor. Gus Sahal rupanya kalah cepat. Ya, mau bagaimana lagi. Namanya juga ketikung.

Jodoh kan urusan Allah nggih. []

 

Diilhami dari kisah nyata. Tapi yg di sini fiksi lho ya. 😁😂

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Kumpulan Cerpen
Selanjutnya Lelaki Penakluk (Gratis)
11
3
Dia menyandarkan punggungnya. Siapa yang tidak terpikat dengannya? Gumamnya dalam hati. Dia nyaris sempurna.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan