Fatal Trouble - Chapter 1 : Hanya kisah dalam novel

3
0
Deskripsi

"Saya kesal banget lho, Teh. Masa sewaktu saya minta dia self-editing dulu  sebelum dikirim ke saya, dia malah nyolot. Bilangnya apa gunanya editor kalau penyuntingan dilakukan penulis juga."

Nao terkekeh geli melihat bagaimana Ruri dengan ekspresif menceritakan ihwal salah satu penulis yang ditawari kerja sama dengan Orinami Publisher. Awalnya Nao hanya ingin menerbitkan ceritanya sendiri, tetapi lama-lama ia tertarik untuk meminang naskah lain yang bertebaran di beberapa platform kepenulisan. Maka, berdirilah Orinami Publisher.

"Sabar, ya. Kata kamu penulisnya masih SMA, 'kan? Mungkin dia capek sama tugas atau yang lain, jadi agak ketus dan menjengkelkan jawabannya."

Ruri mengerucutkan bibir. "Untung cerita dia itu bagus, biarpun dari segi penulisan masih agak berantakan."

"Emang tentang apa?" tanya Nao penasaran.

"Ini Teh, klasik sih tentang perselingkuhan pasangan suami istri gitu, tapi eksekusinya bagus banget. Saya langsung tertarik waktu pertama baca. Uniknya cerita ini karena si istri lebih memilih instrospeksi diri dibanding langsung marah-marah sama suami atau selingkuhannya."

Mendengar kata perselingkuhan, membawa Nao pada kejadian tadi pagi di saat ia menemukan pesan yang dikirim Yena. Memang benar, dibanding sibuk menyalahkan orang lain, lebih baik berkaca. Namun, setelah dipikir lagi, apa yang salah dengan Nao? Apa kurangnya andai benar Orion berpaling? Selama ini Nao sudah berusaha menjadi istri yang baik, walaupun ada satu hal yang belum menyempurnakan statusnya. Kehadiran seorang anak.

"Ri, menurut kamu kenapa si suami sampai selingkuh?"

Dengan semangat Ruri menjelaskan. "Kalau di sini katanya suaminya bosan dan butuh kebebasan. Mereka menikah muda, sementara lingkungan mereka enggak berubah. Dalam artian, kebanyakan teman si suami belum menikah. Terkontaminasi deh akhirnya. Tapi, kalau mereka punya anak mungkin bakal lain lagi, Teh. Kata orang, anak itu perekat, pengikat dalam sebuah pernikahan. Bagaimanapun egoisnya masing-masing individu, pasti lemah kalau bicara soal anak."

Meski tidak sepenuhnya setuju— mengingat di luar sana banyak pasangan suami istri yang tetap hidup harmonis walaupun tidak dikaruniai seorang anak—tetapi hati kecilnya justru membenarkan. Seandainya mereka memiliki buah hati, Orion pasti tidak akan berani macam-macam.

Tenggelam dalam lamunan, Nao sampai terkejut saat mendengar dering telepon genggamnya. Keningnya mengernyit melihat nama yang tertera di layar. ‘Alfa udah gede memanggil’. Dengan cepat tangannya bergerak menggeser ikon gagang telepon berwarna hijau, menerima sambungan yang masuk.

"Halo, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam. Nona Sepeda, nanti makan siang bareng, ya! Aku pulang cepat. Awas aja kalau makan duluan."

"Alfa, jangan main handphone di sekolah!"

Di seberang sana Alfa tertawa keras, lalu menutup sambungan teleponnya sepihak. Tentu saja Nao kesal. Alfa yang sekarang sudah duduk di bangku SMA tak lagi sependiam dulu. Mungkin karena kini ada Nao juga orang tuanya yang mendampingi, lain dengan dulu. Namun, Nao bersyukur karena setidaknya keusilan Alfa berhasil menyibak pikiran buruknya tentang Orion.

Nao tidak ingin berpikir terlalu jauh. Takut kalau apa yang menghantui pikirannya justru terjadi kemudian hari. Lagi pula, itu hanya kisah dalam novel. Semoga tidak benar terjadi. Amit-amit, Ori bukan tipe cowok kayak gitu. Dia pernah janji sama Papa enggak bakal bikin aku sakit.

***
 


Hujan dengan derasnya mengguyur kota Bandung, membuat hawa dingin mendekap erat siapa pun yang kejatuhan setiap rintiknya. Tak terkecuali dua orang yang saat ini saling berpeluk di bawah pohon rindang.

"Dingin, hm?"

Gadis dalam pelukan si lelaki bertubuh jangkung mengangguk mantap, membuat pria itu mengeratkan pelukannya. "Kenapa harus ketemu di sini? Aku, kan, udah bilang kita ketemu di tempat biasa."

"Takut ada yang lihat, Kak."

Tangan kukuhnya bergerak mengusap penuh sayang puncak kepala gadis berbadan mungil yang sedari tadi bersandar nyaman dalam dekapannya. Entahlah, gadis itu memiliki daya tarik tersendiri. Kepolosan, sikap manja, dan rapuhnya berhasil membuat Orion menyadari kalau Yena membutuhkan perlindungan. Sifatnya benar-benar bertolak belakang dengan Nao.

"Masuk sore, 'kan? Mau pulang dulu?"

Cepat, Yena menggeleng.

"Ya udah. Kita cari hotel sekitar sini. Malam ini kamu enggak perlu pulang. Pulang kerja langsung aku antar ke hotel."

Yena mendongak menatap netra meneduhkan Orion. "Tapi, Kakak tidur di tempatku, 'kan?"

"Iya tenang aja," sahut Orion santai. Sejujurnya ia tidak tahu alasan apa yang akan dikatakannya pada Nao nanti. Namun, Yena sekarang benar-benar tidak dalam keadaan baik untuk ditinggal sendirian.

Ada perasaan bersalah di hatinya, mengingat kejadian tadi pagi. Semua janji jadi terdengar bak bualan semata karena kini ia justru terang-terangan bersama seorang perempuan, meskipun niatnya hanya ingin membantu.

"Kita beli baju dulu, ya. Baju kamu basah, nanti malah sakit."

"Iya, Kak."

***
 


"Kok kamu pulang cepat sih, Al? Enggak bolos, 'kan?"

Pemuda berseragam putih abu-abu itu mendengkus sebal. Hanya karena pernah sekali membolos, kakak dan kakak iparnya jadi sering menaruh curiga jika Alfa pulang lebih cepat. Padahal, dulu ia bolos karena khilaf terkena bujuk rayu setan bernama Arga.

"Aku enggak bolos. Emang hari ini gurunya ada rapat."

Nao terkekeh melihat raut kesal adik iparnya. "Jangan cemberut, makin buluk mukamu itu."

"Enak aja. Orang ganteng kayak Johnny Orlando gini kok dikata buluk." Alfa membela diri. "Aku tuh sebal. Kakak sama Abang jadi curigaan melulu cuma karena aku bolos waktu itu."

Perempuan itu menghadiahkan cubitan pelan di hidung sang adik ipar, lalu berkata, "Nah, sekarang kamu tahu, kan, betapa mahal kepercayaan seseorang? Sekali aja rasa percayanya dibuat patah, walaupun dia percaya lagi, pasti enggak akan sama seperti sebelumnya."

Alfa hanya mengangguk. Sorotnya yang semula terpusat pada piring berisi makanan akhirnya beralih menatap Nao yang tampak berbeda dari biasanya. Bukan karena kecantikannya, tetapi karena mendung yang menghiasi wajah cantiknya, sama seperti langit yang menaungi mereka hari ini. "Kakak kenapa? Kok malah bengong?"

"Ah, enggak."

"Kita saling kenal bukan hari ini aja, Kak. Jangan anggap aku anak kecil lagi. Aku cukup dewasa buat Kakak jadikan teman berbagi."

Mendengar penuturan tulus adik iparnya, Nao tersenyum. "Buat Kakak, kamu tetap adik kecil Kakak."

"Kakak berantem sama Abang?"

"Enggak kok. Kenapa tiba-tiba kamu tanya kayak gitu?"

Alfa mengangkat bahu. "Nebak aja. Selama aku kenal Kakak, yang bisa bikin Kakak galau cuma Abang sama naskah. Tapi, muka-muka rusuh khas orang dikejar deadline bukan kayak gitu. Berarti gara-gara Abang. Nanti biar Abang aku marahin."

"Kakak sama Ori enggak berantem, Al. Kita baik-baik aja kok. Kakak kangen aja soalnya belakangan ini kita sama-sama sibuk."

"Ambil libur deh, Kak. Toh sehari sampai tiga hari enggak bakal bikin bangkrut. Apalagi tugas Kakak sama Abang cuma memantau kerjaan karyawan."

Nao terdiam memikirkan ucapan Alfa. Akhir-akhir ini mereka memang jarang menghabiskan waktu berdua. Mungkin itu penyebab hadirnya banyak kecurigaan di benak Nao. "Iya, nanti Kakak ngobrol lagi gimana enaknya."

Alfa meraih jemari tangan kakak iparnya, kemudian kembali bersuara, "Kak, walaupun sekarang aku enggak tinggal sama kalian, tapi aku bakal selalu ada buat Kakak kapan pun Kakak butuh aku."

"Makasih, Al."

"Aku emang sayang sama Abang, tapi kalau Abang buat Kakak sakit, aku juga enggak bakal diam aja."

Nao tersenyum kecil. Benar-benar bersyukur memiliki adik ipar seperti Alfa yang mau peduli dan bersedia mengingatkan andai kakaknya salah.

"Kapan mau nginep di rumah?"

"Sabtu, pulang sekolah aku langsung ke rumah Kakak deh."

"Bilang dulu sama Mama."

"Siap, Bu Bos!"

|Bersambung|
 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Unseen - Penutup : Kembali pulang (SAD ENDING VERSION)
9
6
TERSEDIA DENGAN ENDING BERBEDA (SAD ENDING DAN HAPPY ENDING) PILIH ENDING YANG INGIN KALIAN BACA SAJA. MEMBACA KEDUANYA BISA MENGURANGI FEEL CERITA. VERSI SAD ENDING MEMILIKI EKSTRA PART BEGITUPUN HAPPY ENDING.“Aku juga mau bilang makasih buat Papa, Mama, Mas Angga, Ayya, semua admin Official Gantara, dan teman-teman yang udah kerja keras buat acara ini. Aku minta maaf ... kalau nggak bisa jadi idola yang selalu kuat dan sempurna. Buat Papa ... Pa, ini mungkin bukan penampilan terbaik aku, tapi aku janji bakal berusaha tampil sebaik mungkin.”
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan