Legenda Pendekar Biru Bab 1-3

8
3
Deskripsi

Bab 1 Provinsi Xiun

Sebuah desa kecil di provinsi Xiun terlihat begitu indah dan bersahaja.

Desa itu dihuni oleh sekitar 120 kepala keluarga yang kebanyakan penduduknya berpropesi sebagai petani.

Ada pula peternak, pedagang, pendai besi, cendikia, dan sastrawan. Namun jumlahnya hanya sedikit sehingga masih dapat dihitung jari.

Penduduk desa Xiun-Gong memiliki pakaian yang unik, terutama bagi kaum lelaki karena setiap lekaki disana selalu mengenakan penutup kepala berbahan kain dengan bentuk seperti kotak tanpa menutupi telinga.

Hampir semua lelaki berambut panjang, diikat kuncir kebelakang layaknya ekor kuda. Sedangkan di atas kepala mereka melingkar kain yang menutupi setengah keningnya. Terlihat rapih meski hanya dengan bahan sederhana.

Sementara para wanita mengenakan pakaian tertutup panjang selutut dengan celana longgar agar dapat bergerak bebas saat bertani.

Namun wanita cendikia dan bangsawan akan mengenakan gaun yang indah lengkap dengan riasan rambut, kalung, dan gelang.

**

Seperti biasa, pada sore hari penduduk desa Xiun-Gong yang bertani akan pulang secara beriringan.

Para perempuan akan menggendong kantung bambu berukuran besar yang sebelumnya mereka gunakan untuk membawa perbekalan.

Sedangkan para pria memikul kayu bakar guna keperluan memasak.

Anak-anak berlarian mengikuti orang tua mereka. 

Sebagian petani ada juga yang pulang dengan menggunakan gerobak yang ditarik oleh sapi atau keledai. Mereka membawa rumput serta hasil pertanian yang nantinya akan dijual sebagian.

Setelah melewati gerbang desa yang terbuat dari susunan kayu, semua orang bisa langsung melihat rumah-rumah mereka. Sebuah gubuk sederhana yang berjejer di kanan kiri jalan.

Terdapat pula pertokoan, warung kecil yang menjajakan makanan, sampai rumah pengipanan yang sengaja disediakan bagi para pengembara yang tidak sengaja lewat untuk beristirahat.

Sepulang dari ladang atau pesawahan, para penduduk biasanya bercengkrama dengan keluarga mereka. Tapi terkadang ada pula yang memilih berjalan-jalan santai sembari berbelanja atau sekedar menikmati suasana desa.

Sedangkan ketika memasuki malam. Setelah bersantap bersama keluarga, semua orang serentak beristirahat sehingga membuat suasana desa menjadi sangat sepi.

Namun malam ini sangat berbeda, para penduduk desa Xiun-Gong entah mengapa tidak bisa tidur.

Malam entah mengapa menjadi sangat terasa panas, bulan tiba-tiba terlihat lebih besar padahal malam itu bukan waktu purnama datang.

Merasa ada yang janggal, kepala desa bernama Aui sontak mengumpulkan para pria untuk berjaga.

Semua pria kompak datang ke balai desa dengan mambawa senjata seadanya, seperti sabit, garpu rumput, cangkul, golok, bahkan ada yang membawa kapak dan martil.

Akan tetapi sampai pagi tiba, mereka tidak menemukan kejadian apa-apa. Hingga ketika semua pria merasa tenang, dari arah hutan tenggara desa, sebuah ledakan besar tiba-tiba terjadi mengagetkan semua orang.

“Tu-tuan Aui?” salah satu pria yang berjaga menatap cemas kepada kepala desa.

Sementara yang lain masih melebarkan mata menyaksikan cahaya ledakan yang begitu amat terang.

Selain cahaya, ledakan tersebut juga menciptakan getaran hebat sehingga membuat para perempuan berhamburan keluar dari dalam kediamannya.

“Aku rasa ini pasti ulah siluman. Kalian para wanita cepat kembali masuk ke dalam rumah. An-feng kau bersama dua puluh warga tetap berjaga di sini. Sedangkan kau Gunxi berjaga di depan gerbang. Sisanya ikut aku untuk memeriksa,” ungkap kepala Desa memberi perintah.

Tidak ada yang bisa membantah karena selain berwibawa, kepala desa juga merupakan seorang pendekar ahli pedang.

Semua penduduk percaya kepada Aui, bahkan selama ini mereka menggantungkan keselamatan desa kepada dirinya.

“Ba-baik tuan,” angguk An-feng dan Gunxi serentak.

Keduanya merupakan murid dari Aui sehingga bisa dipercaya dapat menjaga desa.

**

Bab 2

Aui bersama sekitar 60 warga segera berlari menuju hutan yang berada di tenggara desa.

Waktu saat itu sudah mulai memasuki pagi sehingga semua orang memiliki pandangan yang jelas.

Meski sebagian dilanda rasa takut. Tetapi demi keselamatan desa, mereka rela melakukan apa pun.

Setelah melewati beberapa lembah dan hutan lebat, Aui bersama 60 warga desa pun akhirnya tiba di sumber ledakan.

Mereka amat terkejut ketika melihat sebuah kawah besar yang masih di selimuti asap tebal.

Terdapat beberapa pohon yang masih terbakar. Namun sisanya sirna menjadi kubangan yang cukup curam.

Aui mulai mencabut pedang, dia menyipitkan mata berusaha mencapai dasar kawah.

Namun sayang, seberapa keras pun Aui berusaha, ia tetap tidak dapat menemukan apa pun selain tanah yang menghitam akibat terbakar.

Para warga juga turut membantu, mereka menyisir pinggiran kawah untuk memastikan bahwa tidak ada mahluk yang berbahaya.

Akan tetapi hingga menjelang siang, Aui dan para warga tetap tidak menemukan apa pun.

“Ma-mahluk macam apa yang bisa menciptakan ledakan sebesar ini tuan? A-apa mungkin ada siluman raksasa yang datang ke wilayah kita? Jika itu benar, maka desa kita berada dalam bahaya,” salah satu penduduk mengungkapkan kekhawatirannya.

“Aku sendiri tidak tahu, Biu. Kau benar, siapa pun yang telah menciptakan ledakan itu memang akan menjadi ancaman bagi desa kita. Untuk itu aku akan segera mengirim utusan ke kota priovinsi, semoga saja Panglima Hangfu mau menerima pesan kita,” jawab Aui menenangkan.

Karena tidak ada yang bisa mereka lakukan, kepala desa Aui pun memutuskan untuk kembali.

Namun tanpa mereka sadari, sesaat setelah rombongan warga desa Xiun-Gong pergi, muncul 8 orang pendekar dari balik pepohonan.

Pakaian mereka sangat misterius karena selain berpakaian serba hitam, para pendekar itu juga mengenakan topeng penutup wajah.

Dari gelagatnya, mereka jelas bukan orang baik dimana beberapa dari mereka hampir berniat membantai warga desa.

Namun beruntung dia yang memimpin rombongan tersebut melarangnya.

“Cih! Sudah hampir 3 bulan kita tidak membunuh, tanganku terasa sangat gatal,” umpat salah satu pendekar. 

Pendekar itu merasa kesal dengan keputusan sang pemimpin. Namun satu tatapan tajam dari sang pemimpin membuat dia langsung terdiam.

Bahkan tubuhnya menggigil seperti sedang ditekan oleh sesuatu yang amat berat.

“A-ampuni aku, Zugo. Su-sungguh aku tidak berniat membangkangmu,” ungkap pendekar tersebut panik.

Mendengar itu, tanpa berkata apa pun, sang pemimpin langsung membuang tatapannya membuat pendekar tadi bisa bernapas lega.

“Dari auranya, aku rasa ini bukan aura siluman. Tapi aura energi mahluk lain yang jauh lebih kuat. Sial kita terlambat, Zugo,” ungkap salah satu pendekar misterius yang lain.

“Ya, aku juga merasakan hal yang sama. Tidak ada yang bisa kita tangkap di sini,” ujar pendekar yang berada di belakang Zugo.

Sedangkan juga sendiri hanya mendengus merasa kecewa karena pemimpin tertinggi sekte terlambat memberi tahunya.

Zugo adalah pria yang tidak banyak berbicara. Namun dia sangat disegani dan ditakuti karena perangainya yang kejam.

Siapa pun yang berani menentang akan dipastikan mati mengenaskan di tangannya.

Itu pula yang menjadi alasan mengapa salah satu pendekar tadi berkeringat dingin saat ditatap oleh Zugo.

“Ayo pergi!” perintah Zugo singkat membuat semua pendekar misterus serentak melesat menggunakan ilmu meringankan tubuh.

Mereka berlompatan dari satu pucuk pohon ke pucuk pohon lain layaknya tupai. Namun begitu amat sangat cepat sehingga sulit diikuti mata.

**

Bab 3

Sepeninggalnya rombongan Zugo, dari dasar kawah bekas ledakan tiba-tiba bermunculan dua mahluk dengan kondisi cumpang camping.

Satu berwujud pemuda berkulit biru, sedangkan satu lagi merupakan kucing kecil berbadan gendut dengan dua taring besar tersemat di sisi kiri dan kanan mulutnya.

Benar, dia adalah Lintang. Namun kali ini Lintang tidak ditemani oleh Limo, Asgar, apalagi Samhu atau Bawana karena ke 4 sahabatnya tersebut tengah memiliki tugas lain, yakni membantu Larasati dalam melakukan pencarian terhadap keberadaan Arga.

Terlebih Asgar dan Bawana sudah dikenal sebagai legenda di dunia yang didatanginya sehingga sosok keduanya bisa membongkar penyamaran Lintang.

“Dasar bodoh! Kau hampir saja membuatku celaka, Hawuk. Kucing tengik sialan!” umpat Lintang menggerutu memaki kucing gendut di sampingnya sembari membersihkan muka yang terlihat gosong karena terkena dampak ledakan.

“Pii, pii, pii!” gerutu si Hawuk tidak mau kalah.

Dia malah balik memaki Lintang karena Lintang telah memberinya sebuah mutiara yang membuat kesaktian kucing itu hilang sebagian.

Alhasil pergulatan di antara mereka berdua pun terjadi.

Lintang berguling mengunci leher si Hawuk dengan sikutnya agar kucing tersebut tidak menggigitnya.

Sedangkan si Hawuk mencakar badan Lintang, menciptakan goresan dalam yang cukup perih.

Baik Lintang mau pun si Hawuk, keduanya tidak mau kalah. Hingga pada akhirnya, mereka terbaring lunglai di dasar kawah.

Sebelumnya, Lintang dan Si Hawuk bersembunyi di dalam goa kecil yang tidak sengaja terbuka oleh ledakan yang mereka ciptakan.

Kebetulan goa itu tertutupi debu tanah sehingga tak ada yang bisa menemukan keberadaan mereka.

Lintang sengaja tidak ingin ditemukan oleh siapa pun karena manusia biasa akan menganggapnya sebagai bencana.

Terlebih si Hawuk telah melakukan kesalahan saat membuat potral alam yang mana pintu keluar dari portal itu malah tabir peledak sehingga ketika Lintang lewati, ledakan besar pun terjadi.

**

Sepulang dari Alam Asmat, Lintang diberi bingkisan kecil oleh Hanuman yang isinya berupa mutiara hitam seukuran ibu jari. Dan mutiara tersebut harus diberikan pada siapa pun yang akan menemani Lintang bertualang.

Karena hasil keputusan perundingan keluarga besar Wardana (kelurga besar Lintang) memilih Si Hawuk, maka harimau bulan itu pun dipaksa untuk menelan mutiara hitam tadi.

Namun sayangnya tidak ada yang tahu bahwa mutiara tersebut ternyata adalah batu pengekang energi.

Sebuah pusaka sakti yang dapat menekan kekuatan seseorang hingga sebanyak 70%, membuat sebagain besar kesaktian si Hawuk seketika menghilang.

Tidak hanya itu, Si Hawuk juga terjebak dalam wujud kecilnya. 

Dia tidak bisa melakukan tiwikrama atau kembali kewujud semula akibat segel dari mutiara yang ditelannya.

Itu pula yang menjadi penyebab mengapa si Hawuk salah dalam menciptakan portal alam. Karena tanpa kekuatan penuh, portal alam yang terbentuk akan mengalami kegagalan.

Sebuah keberuntungan mereka bisa tiba di Kalapitaka dimana seharusnya, Lintang dan si Hawuk terjebak dalam batas ruang dan waktu yang menghubungkan dua alam yang dilaluinya.

**

Catatan dan penjelasan

Alam Kalapitaka merupakan satu dari ke 4 alam yang berada di semesta pertama.

Kisah alam tersebut diceritakan pada Lts 1 Acr ke 2 dikala Lintang terlempar ke dimensi berbeda setelah mengorbankan diri demi melenyelamatkan Asgar dan seluruh pendekar di pulau Es hingga pada akhirnya dia bertemu dengan Jaka Bawana yang kemudian menjadi Juniornya sekaligus menantu Lintang dari putri angkatnya Tresna Ayu.

Sedangkan Si Hawuk adalah hewan siluman dari hutan terlarang.

Ras Harimau bulan milik Galuh Wardana yang dulu juga berjasa besar dalam merawat Lintang sewaktu masih bayi.

Si Hawuk memiliki perawakan besar, berbulu abu, dengan dua taring atas lebih besar dan panjang serta cakar-cakar yang tajam.

Namun karena Harimau tersebut merupakan siluman, maka Si Hawuk juga bisa berganti wujud menjadi kecil. Serupa kucing gendut yang lucu. Akan tetapi kedua taring besarnya tetap ada sehingga terlihat sangat berbeda dengan kucing pada umumnya.

Setelah bertemu dengan Larasati dan Mutiara Sendayu di Alam Asmat. Lintang memutuskan untuk pulang.

Sedangkan Mutiara Sendayu dan Larasati ditugaskan Lintang menjemput Putri Anandya berikut pangeran Niskala guna dibawa untuk tinggal di Madyapada.

Dalam beberapa minggu setelah kepulangannya, Lintang selalu menghabiskan waktu untuk bertapa, merenungi alam mana yang harus dia kunjungi terlebih dahulu.

Hingga setelah Mutiara Sendayu, Larasati, Putri Anandya dan pangeran Niskala tiba. Lintang pun mengungkapkan apa yang dia ketahui terkait kondisi Arga kepada semua orang. Termasuk terkait rencananya berkelana agar dapat menyembuhkan diri.

Tak ada yang bisa menahan Lintang, sehingga sepekan setelah menikahi Putri Widuri dan Putri Purbararang.  Lintang pun akhirnya pergi. Itupun berdasarkan hasil perundingan keluarga besar.

Namun sebelum berangkat, Lintang menyempatkan diri, memperingatkan Galuh dan semua orang agar selalu berhati-hati terhadap ruh Swarnakesa.

Terlebih bisa saja Dewa Kegelapan kembali berulah sehingga Galuh disarankan untuk lebih waspada dan matang dalam bertindak.

Meski ada Lesmana yang mendampingi Galuh, tetapi kelicikan dan kesaktian ruh Swarnakesa tetap sangat berbahaya.

Alhasil untuk menjaga sesuatu yang buruk agar tidak terjadi, Lintang meminta kepada semua orang untuk tidak melakukan bentrokan langsung dengan Ruh Swarnakesa. Setidaknya sampai dia kembali.

Artinya baik Galuh, Lesmana, Larasati, mau pun yang lain, mereka hanya diperbolehkan untuk mencari informasi keberadaan Ruh Swarnakesa saja.

Semua orang wajib menghindari perang karena tatanan semesta yang baru belum seutuhnya stabil.

**

Itulah penjelasan singkat tentang alur Kusha. Selebih dan sisanya akan diungkap secara perlahan pada cerita Novel Legenda Pendekar Biru.

Lebih dan kurangnya penulis mohon maaf karena penulis hanya manusia biasa.

Terimakasih kepada seluruh teman pembaca Lts yang masih setia mengikuti jalan cerita Lintang.

Apa pun bentuk dukungan kalian sangat penulis hargai. Semoga teman-teman semua selalu dalam keadaan sehat dan bahagia.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Alam Kalapitaka
Selanjutnya Legenda Pendekar Biru bab 4-6 Desa Xiunlang
4
3
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan