
Bab 6 Bangsa Memedi
Krauuuuuu! Jleg! Jleg! Jleg! ... Jleg!
Ribuan mahluk mengerikan berbadan besar berjatuhan dari atas langit dan mendarat mengepung Rahyang.
Mahluk-mahluk tersebut memiliki auman yang keras membuat Rahyang harus menutup telinga agar kepalanya tidak pecah.
“A-apa-apaan ini? Mengapa ada mahluk mengerikan seperti mereka?” lutut Rahyang seketika bergetar.
Bocah itu mulai berkeringat dingin, tidak tahu entah harus berbuat apa.
Rahyang mencoba mundur, menginjakan kaki di antara bongkahan es yang nyaris saja menimpanya. Namun percuma karena di belakang juga terdapat mahluk serupa.
“Si-siapa kalian? Pergi! A-aku tidak bermaksud mengganggu kalian!” teriak Rahyang terbata.
Akan tetapi sepuluh dari ribuan mahluk memedi tiba-tiba melesat berniat menerkam Rahyang.
“A-apa yang harus aku lakukan?” Rahyang menelan ludah ketakutan. Sementara cakar dari 10 mahluk besar semakin mendekat berniat mencabik tubuhnya.
Namun tepat ketika cakar-cakar tersebut akan mendarat, tubuh Rahyang tiba-tiba bergerak sendiri.
Wush! Slep! Tap!
Rahyang berpindah tempat menggunakan ajian waringin sungsang milik Gumbara, membuat cakar para mahluk memedi hanya berlalu mengenai tempat kosong.
“A-apa yang terjadi? Me-mengapa aku bisa berpindah tempat?” Rahyang tidak menyadari bahwa dia baru saja menggunakan sebuah ajian sakti milik salah satu gurunya.
Sementara 10 mahluk memedi mematung terkejut tidak mengira bahwa mangsa kecilnya akan mampu menghindar seperti itu.
Jika dibanding dengan tubuh mahluk memedi yang begitu besar. Tubuh Rahyang di hadapan mereka hanya seperti tikus.
Namun rupanya tikus itu ternyata mampu bergerak cepat sehingga 10 mahluk memedi tadi segera menggaum meminta mahluk memedi lain agar segera menghabisi Rahyang.
Krau!
Ribuan mahluk memedi bergerak serentak menyerang Rahyang yang hanya seorang diri dan bertubuh amat kecil.
“Celaka!” Ranyang mundur menunduk menghidari 20 mahluk memedi yang tiba di tempatnya.
Rahyang mengira nyawa kali ini akan berakhir karena tidak mungkin ia bisa menghindari semua serangan.
Namun lagi-lagi tubuh Rahyang bergerak sendiri.
Dari telapak kakinya muncul cahaya kuning, dan Rahyang melompat tinggi sejauh 100 meter.
“I-ini ....? Ini ajian waringin sungsang milik guru Gumbara,” Rahyang akhirnya tersadar dengan apa yang terjadi pada tubuhnya.
Tetapi dia tetap tidak mengerti mengapa dirinya bisa bergerak sendiri. Padahal Rahyang benar-benar tidak menggunakan ajian tersebut.
“Apa mungkin ini adalah Insting Raja yang guru Yankesa maksud?” Rahyang yang tengah terjun dari atas masih menerka-nerka.
Sedangkan terkait Insting Raja, kemampuan itu adalah reflek tubuh tingkat Betara yang tidak setiap orang punya.
Hanya mereka yang ditakdirkan sebagai pendekar digjaya yang memilikinya. Dan Rahyang merupakan satu dari segelintir mahluk yang beruntung memiliki itu. Bahkan Gumbara sekali pun tidak memilikinya.
Sementara Yankesa mendapatkan kemampuan itu setelah bertapa selama 40 tahun.
Namun Insting Raja milik Rahyang bangkit tepat ketika usianya menginjak 10 tahun tanpa proses apa pun. Dan itu bangkit secara tidak sengaja akibat jiwanya terancam oleh para mahluk memedi.
Yankesa pada pelatihannya sempat menjelaskan terkait Insting Raja agar Rahyang bisa berhati-hati ketika berhadapan dengan pendekar yang memilikinya.
Akan tetapi tidak disangka, Rahyang juga ternyata memiliki bakat tersebut. Dan hal itu luput dari penglihatan Yankesa.
Andai Yankesa masih hidup dan ia tahu bahwa Rahyang mampu membangkitkan Insting Raja di usia 10 tahun. Mungkin Yankesa akan langsung muntah darah akibat terkejut. Dan dia juga pasti akan sangat bangga terhadap muridnya itu.
Namun sayang, sekarang Yankesa sudah tiada sehingga tidak ada yang mengetahui bakat Rahyang secara mendalam.
Insting Raja memungkinkan tubuh pemiliknya bisa bergerak sendiri sesuai situasi yang dialaminya. Dan itu sangat didamba-dambakan oleh seluruh pendekar.
Wush!
Rahyang yang sudah menyadari kemampuan dirinya langsung melesat menendang angin menghindari ratusan mahluk memedi yang menunggunya di bawah.
Namun ratusan memedi lain berlesatan terbang, menyerang Rahyang di udara.
Bak! Buk! Bak! Buk! Bak! Wush!
Rahyang berusaha menangkis setiap serangan dengan jurus yang dia telah kuasai.
Bocah itu melompat kesana kemari. Bahkan tidak jarang Rahyang menggunakan tubuh para mahluk memedi sebagai pijakan. Hingga pada akhirnya, Rahyang bisa menjauh dari jangkauan serangan lawan.
Hanya saja bagaimana pun Rahyang hanyalah anak kecil.
Meski dia memiliki banyak ajian, tetapi stamina tubuhnya tetaplah masih terbatas.
Sementara menggunakan ajian Waringin Sungsang dalam jangka waktu lama akan menguras energi pemiliknya, membuat Rahyang mulai kelelahan.
Wush! Krau! Sering!
Sebuah cakaran tajam dari salah satu mahluk memedi berhasil mengenai dada Rahyang.
Aaaaa!
Rahyang menjerit merasa sakit.
Hiuk! Bruss!
Ia terjatuh menghantam hamparan salju, membuat butiran salju yang tadinya putih langsung berubah menjadi merah karena darah.
Rahyang merintih. Namun para mahluk memedi tidak berniat melepaskannya.
Mereka menganggap Rahyang sebagai mangsa yang tidak sengaja memasuki wilayahnya.
Wush! Wush! ... Wush!
20 mahluk memedi melsat terbang sembari menyayunkan cakarnya.
Namun Rahyang yang masih memiliki kesadaran langsung bangkit dan berlari menuju ngarai es yang tidak jauh dari sana.
Ngarai itu mengarah ke jurang lain yang di bawahnya merupakan hutan lebat yang sebagai kaki gunung pilar siluman.
Rahyang berlari tertatih. Sedangkan darah terus mengalir dari luka pada dadanya.
Hah, hah, hah, hah!
Rahyang terengah-engah kehabisan napas. Namun ia tetap berlari menggunakan Ajian Waringin Sungsang agar tidak terkejar.
Hanya saja ribuan mahluk memedi mampu mengejarnya.
Bahkan beberapa mahluk memedi melesatkan serangan energi yang hampir membuat Rahyang tewas.
Beruntung Rahyang masih sempat menghindar dengan melompat tinggi ke udara.
Akan tetapi dataran salju yang sebelumnya menjadi pijakan Rahyang mengalami longsor akibat ledakan serangan lawan.
Aaaa! Brus!
Rahyang terjatuh ke dalam longsoran salju.
Ia tertimbun jauh di bawah longsoran. Sementara ribuan mahluk memedi berdiri di atasnya.
“Gu-guru. Maafkan murid. Murid sepertinya tidak bisa memenuhi harapan guru. Murid tidak bisa mencapai dunia luar,” Rahyang terkapar tertimpa salju.
Bocah kecil itu juga kini tidak bisa bernapas. Sedangkan luka pada dadanya terus mengalirkan darah, membuat Rahyang semakin lemas.
Namun tepat ketika kesadaran Rahyang akan lenyap. Dari dasar salju tibat-tiba muncul dua cahaya terang.
Satu cahaya berwarna putih, sedangkan cahaya lain berwarna merah.
Dan kedua cahaya itu melesat ke arah Rahyang.
Hingga tidak lama, Bum! BUM! BUM! BUM! BUM!
Terjadi ledakan yang amat sangat besar di bawah longsoran membuat tumpukan salju beserta semua mahluk memedi berhamburan segala arah. Sementara Rahyang kini berdiri di dasar bebatuan sembari memegang dua pusaka berwujud keris dan pedang.
“Santoro Rogo, Pedang Pusaka malam. Ternyata ini warisan dari guru. Ter-terimakasih,” Rahyang menitikan air mata sembari menatap dua pusaka pada genggaman tangannya.
Tangan kanan Rahyang menggegam sebilah keris berwarna kemerahan. Sedangkan di tangan kirinya tersemat sebilah pedang putih bercorak hitam.
Berkat kekuatan dari kedua pusaka itu, Ranyang mampu menyingkirkan tumpukan salju yang menimpanya. Bahkan luka terbuka yang tadi terus mengucurkan darah langsung mengering seketika, membuat Rahyang tidak merasakan sakit lagi.
Wush! Rahyang melompat kepermukaan menggunakan ajian Waringin Sungsang.
Ia berdiri gagah menatap ribuan mahluk memedi yang baru saja keluar dari tumpukan salju.
Krauu! Krauu! Krauu!
Para mahluk tersebut menggaum berniat kembali menyerang Rahyang. Namun pancaran kekuatan dari keris Santoro Rogo dan Pedang Pusaka Malam membuat mereka langsung terdiam.
Bahkan beberapa mahluk yang berada sangat dekat dengan Rahyang langsung berlutut tidak mampu menahan tekanan kekuatan tersebut.
“Sudah kukatakan. Aku tidak ingin mengganggu kalian. Tapi kalian yang memaksa. Baiklah sekarang ayo maju!” teriak Rahyang marah.
Akan tetapi tidak ada satu pun mahluk memedi yang berani maju. Mereka merinding ketakutan, tidak mampu memenuhi tantangan Rahyang.
Hingga tiba-tiba, muncul sesosok mahluk memedi bermahkota dari atas langit.
Mahluk itu memiliki tubuh jauh lebih besar dari para mahluk memedi lain.
Dan dia bisa berbicara bahasa manusia.
“Cukup anak kecil! Maafkan para rahayatku. Mereka terlalu gegabah dengan berani mengusik dirimu,” ucap mahluk memedi bermahkota.
Tap!
Dia mendarat tepat di hadapan Rahyang, membuat Rahyang mundur beberapa langkah.
“Si-siapa kau?” Rahyang terbata.
“Para siluman memanggilku sebagai Sabdo Palo. Aku raja dari seluruh mahluk memedi yang ada di sini. Kuharap dirimu berkenan memaafkan kelancangan para rahayatku,” jawab mahluk memedi bermahkota mengungkap jati dirinya.
“Ra-raja?” terkejut karena baru mengetahui bahwa mahluk selain manusia juga memiliki pemimpin yang dipanggil raja.
“Benar anak manusia. Akulah penguasa daratan es di sini. Dan anda pasti manusia yang hidup di puncak gunung. Aku sudah lama merasakan hawa keberadaan anda. Namun tak ada satu pun dari kami yang mampu memanjat ke atas,” ungkap Sabdo Palo.
“Penguasa?” Rahyang hanya mengerutkan kening mendengar itu. Tetapi dia juga mengakui bahwa dirinya memang datang dari puncak gunung.
“Siapa dirimu anak manusia? Tidak ada satu pun mahluk yang bisa hidup di atas sana selain anda,” tanya Sabdo Palo penasaran.
“Aku Rahyang. Aku turun gunung karena ingin mengembara menjelajahi dunia luar,” jawab Rahyang berterus terang.
“Turun gunung? Apa anda berniat memasuki dunia kependekaran?” Sabdo Palo terkejut.
“Benar,” angguk Rahyang.
“Dunia pendekar adalah dunia yang kejam. Dunia tempat sesama manusia saling membunuh. Tapi jika anda sungguh ingin ke sana, kami bisa membantu mengantar anda sampai ujung hutan siluman,” ungkap Sabdo Palo.
“Benarkah?” mata Rahyang berbinar.
“Benar anak manusia. Di bawah terlalu banyak bangsa siluman, mereka sangat licik dan keji. Namun bersama kami, tidak akan ada satu pun siluman yang berani mendekati anda,” jawab Sabdo Palo menjelaskan.
“Bagaimana bisa?” Rahyang tidak mengerti.
“Kami bangsa memedi adalah mahluk pemangsa siluman. Bangsa kami memiliki aura tubuh yang menyengat bagi siluman sehingga mereka akan tahu keberadaan kami,” ucap Sabdo Palo.
“Be-begitu rupanya, baiklah,” Rahyang mengangguk setuju, menerima bantuan dari Sabdo Palo.
“Anda naiklah kepundakku. Aku akan membawa anda terbang,” pinta Sabdo Palo.
“Mmm,” Rahyang langsung melompat tinggi dan mendarat tepat di atas pundak kanan Sabdo Palo.
“Kalian semua pulanglah ke sarang. Biar anak manusia ini aku yang antar. Pergi!” Sabdo Palo memberi perintah, membuat seluruh mahluk memedi berlesatan meninggalkan tempat tersebut.
“Baiklah, kita berangkat anak manusia,” ucap Sabdo Palo pada Rahyang.
“Panggil aku Rahyang saja, Raja Sabdo,” ujar Rahyang.
“Baik anak Rahyang,” angguk Sabdo Palo.
Selanjutnya Sabdo Palo melesat terbang, membawa Rahyang menuruni jurang menuju hutan siluman.
Dengan kemampuan Sabdo Palo, Rahyang bisa tiba di hutan siluman dalam waktu singkat.
Dan benar seperti apa yang Sabdo Palo katakan. Ternyata siluman sangat takut terhadap bangsa memedi.
Mereka langsung berhamburan terbirit-birit saat Sabdo Palo terbang di sekitar hutan. Sementara Rahyang hanya menyaksikan sembari menikmati pemandangan.
Hutan Siluman begitu amat sangat luas, sehingga dengan kecepatan terbang Sabdo Palo sekali pun Rahyang tetap baru bisa tiba di tepi hutan setelah beberapa jam.
Dan waktu di hari itu sudah memasuki petang, sehingga Rahyang bisa menikmati indahnya matahari terbenam di tepi lautan.
Wush! Tap!
Sabdo Palo mendarat di atas hamparan pasir pantai.
Ia menjelaskan bahwa perkampungan manusia terdekat ada di tepi pantai yang lain. Dan jarak dari sana sekitar 10 hari perjalanan. Tetapi dengan kemampuan ajian Waringin Sungsang milik Rahyang, Rahyang akan bisa tiba di sana dalam waktu 5 hari.
“Terimakasih Raja Sabdo. Kebaikanmu tidak akan pernah aku lupakan,” Rahyang berterimakasih. Dia melompat turun dari atas pundak Sabdo Palo.
“Selamat mengembara anak Rahyang. Berhati-hatilah karena banyak manusia yang jauh lebih kejam dari bangsa memedi,” ucap Sabdo Palo memperingati.
“Mmmm, aku mengerti Raja Sabdo. Sekali lagi terimakasih,” Rahyang menggangguk.
“Baguslah kalau begitu. Aku pergi anak Rahyang, semoga kita bisa berjumpa kembali,” Sabdo Palo tersenyum menatap Rahyang.
Setelah itu, dia kembali melesat menuju arah hutan. Meninggalkan Rahyang sendiri di pinggir pantai.
“Mahluk mengerikan yang baik,” Rahyang menggeleng menatap arah kepergian Sabdo Palo.
Namun selepas itu, Rahyang bergegas berlari menyusuri tepian pantai karena hari sebentar lagi akan gelap.
“Aku harus menemukan tempat istirahat,” gumam Rahyang sembari mengamati ke arah depan.
“Baiklah! Hyahhhh!” Rahyang melesat menggunakan Ajian Waringin Sungsang sehingga tubuhnya terlihat seperti angin.
Hingga tidak lama, Rahyang menemukan sebuah goa di antara celah bebatuan pantai.
“Sepertinya tempat ini cukup nyaman untuk aku beristirahat,” Rahyang berbicara sendiri seraya melihat keadaan sekitar.
Namun bukan untuk memastikan bahaya, tetapi mencari makanan yang sekiranya bisa mengganjal rasa lapar.
“Buah apa itu? Pohonnya sangat tinggi dan berbuah besar,” Rahyang terkejut menemukan pohon kelapa karena selama hidupnya ia tidak pernah melihat pohon seperti itu.
Wush! Tap! Jleg!
Rahyang melompat secepat kilat, menyambar beberapa buah untuk dirinya makan.
Akan tetapi ketika digigit, rasa buah kelapa ternyata tidak enak. Bahkan terlalu keras untuk di kunyah.
Uwoo! Cuh!
Rahyang memuntahkan sabut kelapa yang digigitnya.
“Sial! Buah ini ternyata bukan makanan,” Rahyang akhirnya membuang kelapa yang dipetiknya.
Dan itu membuat Rahyang harus kembali menahan lapar.
**
Di malam hari di dalam goa, Rahyang terus memperhatikan keris Santoro Rogo dan Pedang Pusaka Malam.
Kedua senjata itu terus dibolak-balik di atas tangannya, disimpan di lantai goa, dan kembali diambilnya.
Kegiatan tersebut terus dilakukan berulang-ulang sampai tidak sengaja, tangan Rahyang tiba-tiba berdarah tersayat oleh keris Santoro Rogo dan darah itu dihisap olehnya, membuat Rahyang langsung melompat menjatuhkan keris tersebut.
Keris Santoro Rogo kembali memancarkan cahaya merah. Sementara Rahyang mematung menyaksikannya.
Namun kemudian, Wush! Jleb!
Keris Santoro Roro tiba-tiba melesat menusuk dada Rahyang.
Aaaa!
Rahyang menjerit menahan sakit.
Akan tetapi tidak lama, Rahyang terperanjat melebarkan mata karena keris tersebut menghilang masuk ke dalam tubuhnya.
Dan Rahyang tidak lagi merasakan sakit, sehingga bocah kecil tersebut menjatuhkan diri keheranan.
“A-apa mungkin pusaka milik guru menyatu dengan tubuhku. Atau memang pusaka itu disimpan di dalam tubuh?” Rahyang bingung bukan kepalang.
Hanya saja Rahyang merupakan bocah yang penasaran sehingga dengan sengaja ia menyayatkan tangannya pada Pedang Pusaka Malam.
Dan benar saja. Seperti halnya keris Santoro Rogo. Darah Rahyang pada pedang itu dihisap habis olehnya.
Kemudian setelah memancarkan cahaya, Pedang Pusaka Malam juga melesat masuk ke dalam tubuh Rahyang.
“Te-ternyata dugaanku benar. Pusaka milik guru memang disimpan di dalam tubuh. Namun bagaimana cara mengeluarkannya?” Rahyang begitu kegirangan, mengetahui cara menyimpan kedua pusaka gurunya. Tetapi setelah itu dia juga bingung entah bagaimana cara mengeluarkannya.
“Keluar!”
“Keluar!”
“Keluar!”
Teriak Rahyang sembari menepuk-nepuk dadanya, berharap pedang Pusaka Malam dan keris Santoro Rogo akan keluar.
Namun sebanyak apa pun Rahyang mencoba, kedua sanjata pusaka itu tetap saja tidak kunjung muncul.
Sampai pada akhirnya, Rahyang kelelahan dan tertidur.
Tetapi samar-samar Rahyang mendengar seperti ada suara manusia yang sedang berbicara sehingga dia langsung kembali bangun.
“Suara siapa yang berbicara? Apa mungkin di sini ada manusia?” Rahyang mempertajam indra penderangannya.
Dan benar saja, suara yang didengarnya memang suara manusia yang tengah berbicang. Dan itu tidak jauh dari goa tempat dirinya beristirahat.
Dengan rasa penasaran, Rahyang lantas keluar dari dalam goa. Dia melesat melompat tinggi menapaki pucuk-pucuk pohon kelapa.
Sampai setelah beberapa saat, Rahyang akhirnya menemukan cahaya api unggun di kejauhan.
Di sana terdapat 6 orang pria yang sedang berbincang. Namun terdapat pula sebuah gubuk dari batang daun kelapa.
Dan jika dilihat dari warna daunnya. Gubuk tersebut seperti baru saja didirikan.
Rahyang kembali melompat mengendap-endap, mendekati rombongan manusia yang ditemukannya.
Dan ternyata mereka merupakan rombongan yang tersesat. Serta di dalam gubuk dahan daun kelapa tersebut terdapat anak perempuan yang tiada lain adalah seorang Putri Raja.
Rombongan mereka tersesat karena dikejar oleh sekawanan bandit gunung. Sehingga kepala rombongan terpaksa memberanikan diri membawa mereka memasuki wilayah terlarang hutan siluman.
Setidaknya seperti itu yang Rahyang dengar dari percakapan ke 6 lelaki di sana.
**
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
