
Hana yang lagi asik main dengan sepupunya tiba-tiba di seret untuk menikah. What!?
Part 1 : Menikah.
Hotel Starlight, 11:02.
Melihat para tamu yang sibuk bercengkrama sambil menyantap makanannya membuat Hana cemberut. Ia lapar. Tapi, hingga saat ini dia tidak di ijinkan untuk makan. Takutnya make up di wajahnya luntur lah, belepotan lah, itu lah, banyak alasan! Apalagi melihat wajah Pria yang berdiri di sampingnya. Apa gigi Pria itu tidak kering? Mengingat Ia tidak berhenti tersenyum ke arah kenalannya. Sedangkan ke Hana dia tidak menoleh sedikit pun. Cih! Dia pikir Hana mau menikah dengannya? Tidak! Ia di paksa!
Padahal tadi Hana lagi sibuk main di time zone bersama sepupunya, Lisa---mengingat ini adalah hari sabtu, weekend. Tapi, beberapa pengawal dari rumahnya tiba-tiba datang dan memaksa Hana untuk ikut dengan mereka. Sialnya lagi, dia dibawa ke hotel, di dandani dan diberi pakaian pengantin. Usut punya usut, itu adalah perintah muthlak dari Papinya.
"Apa yang kamu pikirkan?" Tanya Enwu, Suami sah Hana sejak beberapa jam yang lalu. Orang yang di jodohkan dengan Hana tanpa sepengetahuan Hana sendiri. Gilanya lagi, ijab kabulnya di Paris! Bersama Ayahnya. Dan, itu tanpa sepengetahuan Hana! Menjerit pun Hana tetap tidak bisa menolak takdir. Sadis.
Hana mendesis. "Bukan urusan Kamu!" Nada sinisnya mungkin mampu membuat Enwu tersinggung. Tapi, Hana tidak peduli. Mau di ceraikan saat ini pun Hana terima dengan lapang dada.
"Anak Mami cantik banget sih! Mirip kayak Mami pas nikah sama Papi kamu." Puji Laura, Mami Hana. Wanita paruh baya itu bahkan memeluk Putrinya terharu.
"Tapi cantikan aku, Mami jelek!" Gerutu Hana begitu pelukan mereka terlepas. Sontak membuat Laura kesal. "Kamu!" Sentaknya.
Tawa kecil wanita paruh baya yang berdiri di.samping Ibunya menarik perhatian Hana. "Menantu Mama ganas juga." Ujar Rita, Mama Enwu.
Hana berpikir sejenak, dan di detik selanjutnya mengagguk paham. "Oh, Ini Mertua aku, Mih?" Tanyanya pada Laura.
Kesal karena nada Hana tidak sopan, membuat Laura segan pada besannya itu. "Maaf, Jeng. Ini anak memang kurang didikan sejak dini." Ujarnya pada Rita. Namun, Mertua Hana itu malah tersenyum. "Gak papa, masih polos." Katanya.
"Mih! Papi, Bang Theo, sama Jeno gak pulang?" Tanya Hana setelah melirik ke sekeliling.
"Mereka sibuk dengan urusan masing-masing." Jawaban Laura membuat Mood Hana semakin turun dari sebelumnya.
"Yah... Aku anak pungut yang GAK di anggep ini bisa apa?" Ia bahkan sengaja menekankan suaranya. Selalu begini. Hana itu cuma anak Bunda. Bukan anak Ayah. Bahkan Pria paruh baya itu sangat membencinya.
"Aku mau makan," Pamit Hana.
Laura hanya bisa diam saat melihat wajah sendu Putrinya. "Hana memang gitu. Dia suka emosi." Ujarnya menahan diri. Dia sebenarnya tidak mau melihat Putrinya bersedih, lagi.
Seakan paham. Rita hanya tersenyum dan meraih tangan Laura. "Maklum. Anak muda memang sering begitu. Sebelas dua belas sama kelakuan Sera, Adik Enwu. Aku udah biasa." Jelasnya.
"Makasi." Laura ikut tersenyum. Untunglah Hana memiliki mertua sebaik Rita. Laura jadi tidak khawatir.
💐💐💐
Hana menyantap Kue pernikahannya dengan lahap. Peduli setan dengan pandangan para tamu yang terlihat jijik padanya. Hana sendiri sudah lelah hidup sebagai Putri dari seorang Ares Abratama. Pria terkaya dan termasuk sebagai orang yang berpengaruh di Indonesia. Mungkin tidak ada yang tau jika Hana adalah anak Ares. Yah... dirinya seakan disembunyikan dari media. Cuma Theo, dan Jeno saja yang sering muncul di media massa sebagai Putra kebanggan seorang Ares Abratama.
"Cih!"
"Kamu lapar atau doyan?" Suara Enwu yang berasal dari belakang berhasil membuat Hana sedikit terkejut dan menoleh ke arah Pria itu.
"Jangan pikir kita jadi dekat karena sah jadi suami-istri." Dengus Hana sebal. Suaminya itu menang sangat tampan. Sayangnya Hana tidak suka. Atau, belum suka. Ntahlah... liat saja kedepannya nanti.
Kening Enwu berkerut. "Kenapa?"
"Aku bukan orang yang mudah akrab sama orang lain. Jadi, maaf saja." Jelas Hana, kembali menyanyap kuenya.
"Um... seharusnya kita memang mengakrabkan diri. Toh, ke depannya kita bakalan tinggal dan hidup bersama. Sampai tua." Enwu duduk di kursi yang berada tepat disamping Hana.
Hana seketika membeku.
Pikiran aneh mulai muncul di pikirannya. Benar! Mereka sudah sah jadi Suami-Istri. Berarti Hana dan Pria itu harus hidup bersama untuk selama-lamanya! Lalu, mereka akan punya anak, cucu, dan cicit bersama?! No! Itu artinya Hana harus merelakan tubuh bohainya itu untuk Suaminya ini?
Huff... yang menjadi penyesalan Hana ada empat. Pertama, masih jomblo abadi. Kedua, menerima perjodohan dengan anak mitra usaha Papi. Ketiga, harus berani menghadapi dunia praktek dari pada teori.
Kalian pasti bingung dengan maksud Hana yang ketiga tadi. Ah... Hana juga bingung jelasin kayak gimana. Yang penting ini menyangkut kenikmatan bak surga dunia macam perkataan para pasangan pengantin baru.
Pikir aja ni ya. Secara, tubuh Hana itu sexy dan menggoda. Kalo dapat suami macam Christian Grey kan bisa kacau!
Sorry! Hana bukan masokis, okey. Yah... walaupun Hana suka nonton kayak gituan. Dan, dalam bermacam versi tentunya.
"Melamun lagi?" Tegur Enwu.
"Bodo!" Bentak Hana kesal.
"Sikap kamu memang kayak gini?" Pertanyaan Enwu membuat Hana langsung menoleh ke arahnya. "Kenapa memangnya? Kamu gak suka?" Tanya Hana sambil tersenyum. Bukan senyuman manis tentunya."Kalau gak suka yaudah cerai aja." Usul Hana.
Enwu menghela nafas. Sikap Istrinya itu memang kurang bagus. Tapi, jika sudah menjadi pasangan. Enwu bisa apa? "Bukan. Gak nyangka aja punya Istri judes kayak gini. Maunya yang lembut dan penurut gitu." Ujar Enwu.
"In your dream." Celetuk Hana. Dan, Enwu hanya bisa mengangguk pelan. "I think,"
💐💐💐
Laura menyenggol lengan Hana pelan. "Lihat Enwu." Ujarnya pada Putri semata wayang-nya itu. Hana sendiri malah tidak mengerti dengan maksud Ibunya itu. "Ha? Siapa tuh?" Tanyanya bingung. Dia baru dengar nama Enwu.
Laura yang kesal serasa ingin memukul kepala Putrinya saat ini juga. "Ish! Kamu ini bodoh atau o'on? Itu nama Suami kamu Hana!" Bentaknya marah. Bagaimana bisa Hana tidak tau naman Enwu padahal mereka suami-istri dan bahkan sudah saling bicara satu sama lain.
Hana yang baru tau nama Suaminya hanya bisa mengangguk pelan. "Oh... namanya Enwu? Aku mana tau! Gak nanya juga." Gerutunya kesal. Dirinya juga lupa nanya nama Suaminya itu.
"Huff... untuk sekarang mungkin gak masalah. Nanti Mami yakin, nama Enwu pasti bakalan terukir di dalam hati kamu." Ujar Laira setelah menghela nafas panjang.
"Jijik! Mami lebay!" Hana hampir muntah mendengar perkataan Laura. Itu mustahil.
Melihat Enwu beserta Ayah dan Ibunya menghampiri mereka. Hana dan Laura seketika diam dan hanya mengumbar senyuman. Hana sedikit kagum saat melihat wajah tampan Ayah Enwu yang berdarah Korea dan Amerika. Sangat tampan. Pantas saja Enwu juga tampan. Gen-nya kuat ternyata.
Sesampainya di depan Hana, Papa Enwu langsung meraih tangannya. "Maaf... Papa telat datang di acara pernikahan kalian. Padahal Papa sangat ingin melihat wajah Hana yang cantik ini." Puji Pria yang bernama Suho itu. "Kamu bahagia nikah sama Enwu, Han?" Tanyanya kemudian.
Hana yang terpana karena tangannya di genggam erat jadi tidak konsen. "Lumayan." Jawabnya.
Suho seketika terbahak.
"Bener-bener mirip dengan Ares." Pujian dari Suho malah terdengar sindiran bagi Hana. Dirinya bukan Putri Ares. Dia hanya Putri Laura seorang.
Melihat wajah Hana yang mulai berubah membuat Laura langsung memberika kunci kamar ke arah Hana. "Ini keycard kalian." Ujarnya cepat.
Hana yang bingung pun bertanya. "Untuk?"
"Sekarang waktunya bagi kalian untuk Istirahat. Urusan acara ini biar kami yang urus sampai selesai. Kalian pasti lelah karena sudah berdiri meladeni tamu sejak pagi." Ujar Rita, Mama Enwu.
"Mama pengertian sekali. Aku memang capek pake banget." Ujar Hana terharu. Ibu mertunya itu ternyata tidak kejam seperti drama di tv.
"Yaudah, kamu bawa menantu Papa ini ke kamar, Wu. Kasihan dia capek." Ucap Suho setelah megelus kepala Hana lembut.
Jujur. Hati Hana jadi sedih. Papinya tidak pernah memperlakukan Hana selembut ini. Memegang kepalanya saja Ares tidak pernah. Apalagi mengelus kepalanya lembut. Miris. Hana ingin bertukar Ayah saja dengan Enwu.
Enwu mengangguk mengerti. "Kalau begitu kami pamit dulu." Ujarnya. Namun, di cegat oleh Laura. "Eh, bentar!" Ujar wanita itu.
"Ada apa, Mih?" Tanya Enwu bingung.
"Um, Mami ada satu permintaan untuk kamu." Ujar Laura sedikit ragu.
Alis Enwu naik sebelah. "Apa?" Tanyanya.
Laura melirik Hana sebentar. "Itu... nanti kalo kalian mau ena-ena tolong pelan-pelan, soalnya Hana masih perawan. Mami takut dia kesakitan." Ujarnya panjang kali lebar.
Semua terdiam.
Hana sendiri ingin menjerit kesetanan. Mulut Maminya itu benar-benar tidak bisa di kontrol. Sudah pasti otak kotor Hana turunan dari Laura. Hana merasa ingin menenggelamkan dirinya ke sungai amazon saat ini juga!
Part 2 : Malam Pertama.
Hotel Starlight 21:30.
Jantung Hana sudah tidak karuan semenjak melangkahkan kaki kedalam kamar hotel. Melihat ranjang berukuran King Size---bertaburan kelopak bunga mawar yang berbentuk hati---semakin membuat pikiran Hana traveling. Ini pasti ulah Mami dan Mertuanya. Ck! Mereka berdua sama saja!
Alamat tak baik bagi batin Hana. Situasi dan kondisi yang selama ini cuma Hana tonton serta dibayangkan, kini malah nyata dialaminya. Semuanya di luar khayalan Hana selama hidup dua puluh tahun di muka bumi ini. Yah... walaupun Hana bisa disebut 'Queen of Yadong' tapi tetap saja teori yang 100% kalah dengan praktek yang hanya 0%. Gila? Memang. Tapi, itu kenyataan.
Okey, balik ke situasi saat ini.
Hana lebih memilih duduk diam di sofa sambil menunggu Enwu selesai mandi. Pria itu sengaja duluan karena Hana menolak untuk mandi pertama. Tapi, semakin lama Enwu mandi, jantung Hana semakin tak karuan saja. Rencana Hana, jika Enwu mandi duluan. Pria itu pasti langsung tidur karena tadi katanya capek. So, Hana aman. Enwu pasti sudah tidur saat dirinya selesai mandi.
Hana terbelalak. "Shit." Gumannya pelan.
Bagaimana tidak? Enwu keluar dari kamar mandi hanya dengan keadaan topless. Bagian bawahnya hanya di tutupi boxer saja! Pahatan roti sobek yang selama ini hanya bisa Hana bayangkan dan muncul di alam mimpi kini terpampang nyata di depan matanya!
"Giliran kamu mandi. Pasti gerah." Ujar Enwu sambil mengusap rambut basahnya dengan handuk kecil. Lalu berjalan dengan santainya tanpa rasa bersalah. Hana tak kuasa saat melihat Enwu saat ini.
"I-iya." Hana dan secepat kilat pergi ke kamar mandi.
Sesampainya di kamar mandi Hana bisa merutuki hidungnya yang mengeluarkan darah segar. Otaknya baru saja meledak.
"Pengen di ena hiks!" Hana kemudian menampar pipinya sendiri. Pikiran Hana mulai kacau. Sial! Pengaruh Enwu bukan main.
Hana buru-buru mandi agar tubuh dan otaknya bersih dari namanya kuman nafsu birahi. Hana tidak memerlukan waktu setengah atau satu jam untuk mandi. Lima belas menit saja Hana sudah selesai. Bahkan lengkap dengan pakaian. Hana memilih untuk mengenakan piama berwarna abu-abu yang telah tersedia di sana.
Disaat Hana keluar dari dalam kamar mandi. Ia dapat menangkap Enwu yang sudah merebahkan diri di atas kasur. Aman. Rencana Hana rupanya berhasil. Dan, pikiran kotornya untuk malam ini pasti hilang.
"Kamu udah tidur?" Hana sengaja bertanya untuk memastikan apakah Enwu sudah tidur atau tidak. Karena tidak mendapatkan jawaban artinya Enwu benar-benar terlelap. Dan, waktunya bagi Hana untuk istirahat juga.
Perlahan namun pasti Hana naik ke atas kasur. Enwu yang tidur memunggunginya sedikit bergerak karena gerakan Hana lumayan terasa di kasur itu. Namun, Enwu kembali diam dan terlelap.
Hana menarik selimut hingga dada. Pandangannya jatuh pada langit-langit kamar hotel tersebut. Hana tau, ini adalah hari terpanjang di hidupnya. Status dan kehidupannya untuk ke depan pasti akan berubah drastis. Apa Hana mampu melewati itu semua? Apa Hana bisa terbiasa? Apa Hana tahan? Ntahlah... jika belum di coba Hana mana tau jawabannya. Setidaknya untuk hari ini Hana hanya perlu istirahat.
💐💐💐
Tidur Hana terganggu karena merasakan geli di bagian pahanya. Karena matanya berat untuk dibuka Hana memilih untuk kembali tidur. Namun, rasa dingin yang merasuki tubuhnya membuat Hana terganggu kembali. Padahal Hana mengenakan pajamas panjang lengan dan kaki, kenapa Ia masih merasa kedinginan?
Rasa geli yang tadinya di paha kini terasa di bagian pusat tubuhnya. Refleks membuat Hana membuka matanya. Betapa terkejutnya Hana saat melihat tubunya telanjang bulat dan sebuah kepala manusia tepat berada di miliknya. Dan, manusia itu adalah Enwu.
"Kyaa!" Jerit Hana keras.
Hana langsung menendang Enwu. Pria itu pun sedikit terjungkal, namun masih di atas kasur. Ia terkejut saat Hana menendang kepalanya keras.
"A--apa yang kamu lakukan?!" Maki Hana sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Sial. Sejak kapan dia telanjang bulat seperti ini? Bukankah pakaiannya lengkap dan tertutup.
Kening Enwu berkerut mendengar lertanyaan Hana. "Apa lagi?" Ujarnya. "Ini malam pertama kita, Honey." Enwu mendekat. Melihat Enwu yang hanya mengenakan boxer membuat Hana menelan ludah berkali-kali.
"Jangan mendekat!" Bentak Hana.
"Kenapa? Takut kamu ketagihan?" Tanya Enwu tepat di telinga Hana. "Ah..." Rintih Hana ketika tangan Enwu meremas dadanya begitu saja. Walau dari balik selimut.
"Enwu..." Panggil Hana pelan. Otaknya dan tubuhnya jadi tidak singkron gara-gara tangan sialan Pria itu.
"Iya, Honey." Bisik Enwu sensual.
Wajah Hana memerah. "Aku mphh..." Ucapanya bahkan di hentikan oleh ciuman Enwu yang memabukan. Jujur. Walau Hana belum pernah berciuman seumur hidupnya. Namun, karena sering menonton adegan tersebut Ia jadi tidak canggung lagi. Hana bahkan membalas ciuman Enwu tak kalah panasnya.
Ciuman Enwu terus turun menuju leher dan berhenti di dada Hana. Kuluman dan gigitan Enwu di area itu membuat perut Hana terasa di penuhi oleh kepakan sayap kupu-kupu. Gairahnya terpancing juga. Sial. Untung sudah sah. Jika tidak Hana mungkin akan lari dari sana.
"Kamu siap?" Tanya Enwu begitu selesai melepaskan boxernya.
Hana menganga. "Astaga!" Pekiknya begitu melihat bukti gairah Enwu yang berdiri kokoh.
"Kenapa? Ada yang tegak tapi bukan keadilan?" Tanya Enwu setengah bergurau.
"Bukan, punya kamu itu. Segede pisang ambon!" Bentak Hana takut. Mengerikan.
"Lalu?"
"Mana muat! punya aku kecil dan belum tersentuh!" Tolak Hana.
"Gak muat tinggal di muat-muatin aja." Balas Enwu sambil membuka kaki Hana lebar-lebar.
"Aku gak mau!" Erang Hana sambil menahan kakinya dengan sekuat tenaga.
"Nolak nafkah lahir batin dari suami dosa besar." Jelas Enwu. Namun, Hana tetap bersikeras. "Biarin!" Erang Hana.
Enwu yang merasa sudah tidak kuat menahan diri terpaksa dengan kasar menembus milik Hana dalam sekali hentakan.
"Akh!" Rintih Hana begitu Enwu memasuki dirinya dengan paksa. Sakit. Sakit yang luar biasa itu membuat Hana mengeluarkan air mata.
💐💐💐
"Akh!" Rintihan Hana membuat Enwu yang duduk sambil main ponsel menoleh ke arahnya.
"Hana bangun!" Ujar Enwu sambil mengoyangkan lengan Wanita itu.
"Hng?" Gumam Hana begitu merasakan tidurnya di ganggu.
"Kamu baik-baik aja?" Tanya Enwu khawatir.
Mata Hana terbuka. "Aku?" Ujar Hana begitu sadar.
Hana langsung bangkit dan duduk. Melihat pajama yang masih melekat di tubuhnya membuat Hana kembali menatap Enwu. Pria itu juga mengenakan kaos serta boxer seperti kemarin malam. Merasakan ada cairan yang menggelikan di area miliknya membuat Hana sadar jika semua hanyalah mimpi! Sial! Mimpi yang penuh gairah itu berhasil membuatnya menangis. Hana mau yang nyata!
Enwu yang berada di sampingnya jadi panik. Soalnya wajah Hana memerah, tububhnya juga mengeluarkan banyak keringat, apalagi di tambah tangisan Hana. Mungkin Istrinya itu baru saja terbangun dari mimpi buruk.
"Semua akan baik-baik saja." Ujar Enwu begitu menarik Hana ke dalam pelukannya. Hana yang semakin kesal hanya bisa menangis meratapi nasib.
"Cup, cup, cup, kamu bukan bayi lagi. Berhenti nangis dong." Ucap Enwu sambil bergurau.
Kesal. Hana mencubit perut Enwu pelan. "Kamu gituin kesannya aku beneran bayi!" Erangnya.
"Iya, baby." Cibir Enwu lalu tertawa.
"Jijik!" Maki Hana sambil melepaskan dirinya dari pelukan Enwu. Bisa-bisa Enwu tau jika detak jantungnya tak karuan saat ini. Suaminya itu sejenis nikotin. Begitu dekat rasanya tidak mau dilepas. Bahaya.
Part 3 : Terciduk.
Hotel Starlight. 08:30.
Satu meja penuh hanya di isi oleh makanan. Itupun punya Hana yang banyak, punya Enwu hanya seperempatnya saja. Hana hanya lapar di perut dan otak. Butuh protein dan energi yang banyak agar kembali normal. Apalagi saat mengingat mimpinya tadi malam. Benar-benar tidak bisa ia lupakan. Selalu terngiang-ngiang di kepala. Sial. Otaknya traveling kembali. "Yakin perut kamu muat makan sebanyak ini?"
"Pasti... kolam renang!" Enwu menoleh ke arah yang di tunjuk Hana. "Kenapa? Bukannya restoran di hotel ini terletak di dekat kolam?" Kening Enwu berkerut.
"Aku mau berenang. Boleh kan?" Binar di mata Hana membuat Enwu yakin sekali jika gadis itu sanvat suka dengan namanya air.
"Emang bisa?" Tanya Enwu pura-pura.
Hana seketika melotot kesal. "Bisa lah! Aku ini sebelas dua belas sama atlit renang." Pujinya bangga. Jika seperti ini man mjngkin Enwu melarangnya. "Yaudah, boleh. Tapi nanti," Senyum Hana langsung mengembang begitu Enwu menyelesaikan ucapannya.
Melihat Hana menyantap makanannya dengan cepat membuat Enwu tersenyum kecil. Imut. Pikirnya. Padahal di awal pertemuan mereka Enwu tidak yakin dengan sikap Hana yang terkesan cuek dan masa bodo. Rupanya gadis itu memiliki sisi imut juga. Enwu rasa ia tidak salah meminta Hana menjadi Istrinya.
"Aku bukan pemandangan ataupun sebuah lukisan-sampe kamu gak kedip gitu liatnya." Desah Hana, dirinya jadi tidak fokus makan jika di tatapi terus oleh Enwu. "Kasihan makanan kamu dianggurin." Lanjutnya.
"Kamu peka juga."
Hana sontak memutar bola matanya. "Gimana gak peka kalau natapnya intens gitu. Orang buta pun bakalan sadar." Celetuk Hana kesal. Hana risih.
Sial. Enwu hampir saja terbahak. Perkataan Hana memang tidak ada lucunya. Tapi, entah kenapa malah terdengar sangat lucu baginya. Salahkan otak Enwu yang mulai kurang waras semenjak menikahi Hana. "Silahkan lanjutkan makannya aku juga bakalan makan." Ujar Enwu setelah berhasil meredam rasa ingin tertawanya.
Selesai menyantap makanan Hana langsung menuju ke arah kolam renang. Enwu sendiri memilih untuk tetap duduk di kursinya sambil memandangi Hana yang sudah duduk di tepi kolam. Mata gadis itu berbinar-binar saat melihat air. Sudah seperti putri duyung saja, pikir Enwu.
"Um, kolamnya dalem nggak sih?" Pikir Hana. Namun rasa penasaranya masih menggerogoti. Alhasil, Hana langsung menyemplung ke dalam kolam. Segarnya air kolam membuat otak Hana yang lumayan panas jadi dingin. Tak lupa, Ia juga melambaikan tanganya kepada Enwu. Pria itu hanya menatapnya datar dari sana. "Untung cakep." Gerutu Hana lalu memilih untuk menyelam.
Namun, perutnya tiba-tiba terasa keram. Hana jadi tidak bisa mengontrop gerakannya dan semakin tenggelam ke dasar kolam. Tanganya sebelah menggapai-gapai sedangkan yang satu lagi memegangi mulutnya yang mulai kehabisan oksigen. Gawat. Hana tidak mau mati saat ini.
Dari luar. Enwu panik ketika tidak melihat Hana kembali ke permukaan. Sontak dirinya langsung berlari ke arah kolam dan menghempaskan diri ke dalam sana. Ternyata Hana sudah berada di dasar kolam. Mata gadis itu hampir tertutup.
"Hana! Bangun Hana!"
Enwu kembali memberi cpr dengan menekan dada Hana dan memberi nafas buatan. Tidak hanya dirinya, pegawai serta para tamu hotel juga shock melihat kondisi Hana saat ini.
"Hana!" Teriak Enwu frustasi.
"Uhuk! Uhuk!" Hana terbatuk. Matanya pun mulai terbuka. Merasa sangat bersyukur, Enwu langsung memeluknya dengan erat.
💐💐💐
Padangan Hana terfokus pada langit-langit kamar hotel. Setelah sadar tadi, Enwu langsung membawa Hana ke kamar dan menyuruhnya istirahat. Itupun setelah mengganti pakaiannya yang basah. Jika kalian pikir Enwu yang membantu Hana, kalian salah. Enwu menyuruh pelayan hotel yang perempuan, untuk membantu Hana. Dan, disinilah Hana. Di atas kasur dengan rasa jenuh dan bosan.
Tiba-tiba ponsel Hana berdering. Panggilan masuk dari Abangnya, Theo. Rasanya Hana malas untuk mengangkat panggilan itu, namun sifat keras kepala Abangnya itu hanya akan mempersulit dirinya. "Halo?" Hana terpaksa.
"Sayang maaf... Abang gak bisa batalin pernikahan kamu. Abang di tahan oleh Papi disini. Kamu pasti gak bisa menolak 'kan? Lagi-lagi Abang gak bisa lindungin kamu." Hana dapat mendengar suara lelah dari Theo. Abangnya itu sengaja bekerja kerasa agar bisa menggantikan posisi Ayah mereka. Tujuannya hanya satu. Untuk membuat Hana terlepas dari belenggu yang dibuat oleh Papi mereka. Adik perempuannya itu sudah banyak menderita.
"Jangan drama deh, Abang fokus aja kerja disana. Cepat-cepat gantiin Papi jadi presdir. Biar Papi gak semena-mena lagi sama kita. Oh, aku salah ya? Perasaan cuma aku aja yang hidup tertekan." Ujar Hana lelah. Dirinya tidak mau membahas masalah ini.
"Sayang..." Lirih Theo.
"Aku ada perlu dulu, bye." Hana langsung memutuskan panggilannya.
"Bikin mood gue anjlok aja." Gerutunya.
Disaat Hana ingin melempar ponselnya, dirinya malah mendapati notifikasi dari grup Nekopie. Salah satu grup pecinta anime. Ternyata ada satu video kiriman baru dari salah satu member. Dan itu membuat mood Hana naik seketika. Rasa jenuhnya akhirnya berakhir.
Hana langsung memplay video tersebut dengan pengaturan volume full. Enwu tidak akan dengar karena Pria itu sedang pergi ke apotik untuk membelikannya obat. Berarti hanya ada Hana dan video itu saja saat ini.
"Ahh! Oni-chaannn.... Ah! AH!!!!"
"Ki-kimochii..... Ahh!"
"Aku bawa bubur." Ujar Enwu sambil berdiri di depan pintu kamar mereka.
"AHH! Y-yamete kudesai! Ah!"
Walau kaget. Enwu tetap memasang wajah datarnya. "Oh, kamu lagi sibuk? Aku taruh di luar aja." Ujarnya lalu kembali menutup pintu kamar.
Hana yang membatu langsung tersadar. "NOOOOOOO!" Jeritnya keras. Mungkin saat ini Enwu merasa dirinya wanita yang... yang... ah! Yang benar saja! Teriak batinnya frustasi.
Hana dengan cepat mematikan ponselnya dan langsung keluar dari kamar. Ia harus menjelaskan keadaan tadi agar Enwu tidak berpikiran macam-macam tentang dirinya yang suci ini. Ah! Bukan suci. Malah ia bisa dikatakan dapat tiket vip ke neraka.
"Enwu! I-itu... A-aku..." ujar Hana terbata. Enwu yang lagi sibuk menyalinkan bubur ke atas piring menoleh. "Kenapa keluar? Lanjut aja. Buburnya bisa dimakan nanti." Jelasnya masih dengan wajah datar. Sebenarnya dia tidak tahan melihat wajah panik dan malu Hana saat ini.
"Bukan gitu!"
"Lalu?"
"Intinya kamu hapus ingatan untuk yang barusan. Anggap aja itu gak pernah ada dan kamu gak pernah tau." Jelas Hana sambil mengipas-ngipas kepala Enwu dengan kedua tangannya.
"Kamu lagi berusaha hipnotis aku?" Tanya Enwu sambil menahan tawa.
Hana kaget. Kok Enwu tau. "Iya! B-bukan... aku cuma gak mau kamu mikir yang aneh-aneh." Sial. Mulut dan otaknya tidak bisa di ajak kompromi.
"Misalnya?"
Hana memutar bola mata gelisah. "Yah... itu... kayak wanita gila 'anu' gitu." Ujarnya sambil menyatukan kedua jari telunjuknya gugup.
Kening Enwu berkerut. "Memangnya kamu bukan?" Mata Hana terbelalak mendengar pertanyaan Enwu. "Bukanlah! Coba aja gak pernah!" Bentaknya kesal. Walau dirinya menguasai semua teori berhubungan intim. Tapi yang namanya dunia praktek Hana sendiri belum pernah mencoba.
Sebuah senyuman aneh terbit disudut bibir Enwu. "Kalau gitu kamu mau coba? Sekarang pun bisa. Dimana? Disini atau dikamar?" Tanya Enwu sambil melangkah mendekati Hana.
Otak Hana seketika travelling. "Enwu!" Jeritnya dengan wajah merah serta hidung kempang-kempis. Sepertinya Enwu tidak baik untuk hati dan jiwanya.
Melihat wajah abstrak Hana membuat Enwu terbahak. Rasa geli dan lucunya yang sengaja ia tahan dari tadi akhirnya meledak.
Part 4 : Kelakuan Pengantin Baru.
Hotel Starlight 02:10
Tepat tengah malam Hana terbangun. Ia terbangun karena tenggorokannya terasa kering, alias haus. Hana baru ingat jika dirinya ketiduran sambil main hp. Biasanya sebelum tidur Ia selalu minum terlebih dahulu. Namun, saat melihat ke sekeliling. Ternyata gelap. Satu hal yang Ia tahu dari Enwu, Suaminya itu suka tidur mati lampu. Berbeda dengan Hana yang suka tidur dalam keadaan terang benderang.
"Wu, bangun!" Hana mendorong bahu Enwu yang tidur membelakanginya.
Hana sengaja membangunkannya karena Ia takut. Dalam keadaan gelap, pikiran Hana yang tidak suka menonton horror jadi memikirkan hal yang menakutkan.
"Bangun woi!" Geram Hana. Satu lagi yang Ia tahu, Enwu susah dibangunkan!
"Hngg..." Erang Enwu setengah terbangun.
Hana menelan ludah. Erangan Enwu terdengar berat dan sexy! Oh otak! Kenapa harus memikirkan itu disaat Ia tengah kehausan!
"Temani ambil air dong, Aku takut sendirian." Ujar Hana.
"Di nakas memangnya tidak ada?" Tanya Enwu, masih dalam posisi tidur. Rasanya antara sadar atau tidak sadar.
Hana teringat jika sambil main hp dia sudah menelan habis air tersebut. "Sudah Aku habiskan, tadi." Mau gimana lagi? Hana cinta mati dengan air putih. Mungkin satu galon habis satu hari. Makanya dia juga sering buang air kecil.
"Jarak kulkas sama tempat tidur kan cuma dua meter."
"Takut." Cicit Hana, sedikit malu.
"Takut dengan apa? Tidak akan ada hantu." Tebakan Enwu tepat sasaran. Hana memang takut hantu!
"Tetap saja, Temani!" Kekeuh Hana tak mau kalah.
"Itu deritamu." Ujar Enwu cuek.
"Suami kampret," Gumam Hana kesal.
Mendengar hinaan untuk dirinya, membuat Enwu terbangun total. Berani juga Wanita itu menghina, tepat di hadapan-nya pula. "Coba bilang sekali lagi," Sindirnya.
"Yaudah, kalau tidak mau bangun, setidaknya kamu duduk, dan hidupin lampu di dekatmu itu." Hana melirik lampu tidur yang berada tepat di amping Enwu. Dipikir kembali, Hana takut juga Enwu marah. Lebih baik untuk ke depan, Ia rem mulutnya dahulu.
"Tidak, aku tidak bisa tidur jika lampu di hidupkan." Tolak Enwu.
"Itu deritamu." Balas Hana. Percuma dia menahan emosi demi Pria yang memang selalu memancing emosi.
"Oh, oke." Enwu kembali merebahkan tubuhnya dan menenggelamkan diri dalam selimut.
"Enwu!"
"Berisik! Nanti yang lain bangun."
"Siapa? Kamar ini kan kedap suara." Gerutu Hana.
"Hantu," Bisik Enwu, tepat ke telinga Hana.
"AAAAAAAAAA!" Teriak Hana. Bulu kuduk Hana seketika berdiri.
Hana juga kaget, karena tidak sadar jika jarak Enwu dan dirinya sangat dekat. Apalagi mendengar suara berat Enwu tepat di telinganya.
Berbeda dengan Enwu, Ia malah tertawaimelihat tingkah lucu Hana yang ketakutan. Sepertinya Istrinya itu cocok jadi pelawak ketimbang penulis. Yap, Hana adalah seorang penulis. Salah satu Novelnya telah terbit, dan di jual di toko buku terbesar di ibukota.
"Bercandanya gak lucu!" Hana menyeka air mata yang keluar dari sudut matanya. Setelah itu Ia langsung memukul Enwu dengan bantal guling. Hana murka.
Tawa Enwu seketika lenyap begitu melihat bayangan dari arah jendela balkon kamar hotel. "Ha... Hana..." Enwu menunjuk ke arah jendela tersebut dengan wajah pias.
Hana yang tidak mau tertipu, kembali menimpuk Enwu dengan guling. "Ini jam dua dinu hari, kamu jangan bikin lelucon yang aneh-aneh." Gerutunya.
"A---aku.... s---serius..." Enwu gelagapan.
Hana yang penasaran pun mengikuti arah telunjuk Enwu. Dan benar saja, ada bayangan hitam seperti orang berdiri di dekat jendela balkon. Sontak, Hana meloncat kedalam pelukan Enwu, begitupun sebaliknya. Mereka langsung masuk kedalam selimut sambil berpelukan erat.
Ini adalah malam pernikahan yang mengerikan!
💐💐💐
Hotel Starlight. 07:05
"Hoooaamm..." Hana baru saja terbangun dari tidurnya. "Duh, berat!" Erangnya kemudian. Hana merasa ada sesuatu yang melingkari pinggang dan kakinya.
"Astaga!" Ucap Hana.
Bagaimana tidak? Melihat wajah nan tampan membahana tepat di depan wajah, bahkan deru nafasnya pun menerpa wajah dan jiwa Hana! Tolong bayangkan betapa shocknya Hana.
Takut Enwu terbangun, Hana menahan nafas. Perlahan Ia berusaha melepaskan diri dari pelukan tersebut. Dimulai dari mengangkat tangan Enwu, dilanjutkan dari kakinya yang menimpuk kaki Hana.
Bukanya gimana, hati Hana sangat ingin berlama-lama dipeluk Enwu. Cuma, kantong kemihnya sudah penuh dan ingin keluar.
Grep.
Baru juga terlepas, tubuh Hana kembali di tarik kedalam pelukan Enwu. "Lepas!" Rontanya.
Hana yakin, Enwu pasti berpikiran jika dirinya adalah guling. Ah! Hana baru ingat. Kemarin malam para guling sudah terbang entah kemana---karena Hana sibuk menimpuk Enwu dengan benda tersebut.
"Tunggu!" Hana melirik ke arah jendela balkon. Dan, tidak ada apa-apa disana. Aman. Apa yang tadi malam memang hantu?
"Enwu bangun!" Hana memukul lengan Enwu kesal. Berat!
"Hng..." Gumam Enwu tak mau bangun.
"Demi apapun tolong lepasin! Aku mau buang air!" Sumpah, Hana sangat-sangat terburu ingin ke kamar mandi.
"lima menit lagi..." Guman Enwu.
"Lama!" Bentak Hana. Karena membentak Enwu butuh tekanan di perut. Akhirnya Hana mengompol saat ini.
Merasakan celananya basah, Enwu sontak terbangun. "Banjir!"
Hana hanya bisa menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Sumpah! Hana malu. Selama ini baru kali ini Hana mengompol. Bahkan kata Mami waktu kecil Hana selalu bilang jika ingin buang air. Intinya ini salah Enwu.
"Hana! Kamu!" Teriak Enwu begitu melihat celana Hana basah. Sontak Hana langsung bangkit dan lari menuju kamar mandi. Ah! Mau ditaruh dimana wajahnya?!
"Hana buka pintunya! Aku juga mau ke kamar mandi! Kamu tidak perlu malu, aku juga tidak marah!" Sudah setengah jam Hana di dalam kamar mandi. Enwu juga ingin membasuh diri. Namun, wanita itu tetap tidak keluar dari kamar mandi.
Klik!
"Jangan bilang ke Mami atau Mama kamu, janji!" Hana megarahkan kelingkingnya ke depam wajah Enwu begitu Ia membuka pintu.
Enwu menarik kelingking Hana dengan kelingkingnya---membuat Wanita terdorong ke depan dan keluar dari kamar mandi. "Iya. Sekarang giliran Aku masuk." Enwu langsung menutup pintu. Membiarkan Hana masih termenung.
"Kalau mereka sampai tau, itu berarti dari kamu! Kan cuma ada kita berdua saksinya!"
Hana berpikir sejenak.
Jika hanya dia punya rahasia memalukan. Bisa jadi suatu hari nanti---saat mereka bertengkar, bisa saja rahasianya terbongkar. "Ini tidak bisa di biarkan." Guman Hana sambil mengambil ponselnya di atas nakas.
"Ini bukan dosa." Guman Hana, di detik berikutnya Hana langsung masuk ke dalam kamar mandi dan memotret tubuh telanjang Enwu. Sayangnya hanya dapat bagian belakang.
Jika saja Enwu tidak membelakanginya, dan menghadap ke arahnya. Mungkin Hana sudah pingsan berdarah-darah.
"Hana!" Bentak Enwu shock. Ia bahkan menyilangkan satu tangannya ke dada dan satunya lagi ke selangkangan.
Hana langsung lari keluar dari dalam sana. Ia bahkan sampai keluar dari dalam kamarnya. Untuk saat ini lebih baik Hana sarapan ke restoran di lantai bawah. Biarkan Enwu meredakan amarah atas perbuatan Hana terlebih dahulu, baru Hana balik ke kamar mereka.
"Sekarang tidak hanya Aku yang punya rahasia memalukan___" Hana memandang hasil jepretannya tadi. Ia melihat tanda lahir berbentuk hati di pantat sebelah kanan Enwu. "Tapi imut!" Jerit Hana sambil menzoom bagian tersebut dan mencium layar ponselnya. Dasar maniak!
Part 5 : Pulang.
Hotel Starlight, 10:02.
Hana memasukkan baju-bajunya dan baju Enwu kedalam koper masing-masing. Kata Enwu, mereka akan menginap sebentar di rumah keluarganya baru pindah ke apartemen mereka.
"Hapus!" Pinta Enwu. Maksudnya Hana harus menghapus foto dirinya tengah mandi tadi.
"Gak!" Tolak Hana.
"Kamu pikir yang kamu lakukan itu apa?"
"Setidaknya bukan dosa. Kita sudah sah."
"Oh, jadi begitu cara mainnya. Oke... nanti aku juga akan mengambil gambar kamu ketika tengah telanjang juga." Ancam Enwu
Pupil mata Hana melebar. "A---apa?!" Pekiknya shock.
"Itu bukan dosa kan?" Balas Enwu.
Wajah Hana memerah karena amarah. "Aku ambil foto kamu itu cuma untuk jaga-jaga. Kamu juga! Kamu pikir Aku ngompol itu karena salah Aku? Bukan! Itu salah kamu! Aku sudah bilang mau pipis, kamu malah meluk-meluk nafsu. Aku yang sudah enggak tahan mau tak mau keluar gitu saja."
Enwu tersenyum lucu. "Meluk nafsu?" Tanya-nya, lagi. Sungguh terdengar lucu.
Wajah Hana memerah.
"Iya! Nih, kamu beresin ini semua aku mau sarapan!" Hana mendorong koper-koper ke hadapan Enwu. Lalu beranjak pergi.
"Ya! Hana Wilkinson!"
"Abratama!" Ralat Hana. Nama belakangnya lebih bagus dari pada nama belakang Enwu yang kebarat-baratan.
Selesai sarapan Hana dan Enwu langsung menuju parkiran. Mereka hendak berangkat kerumah Enwu. Awalnya mereka masih saling diam. Namun, bagaimana pun juga mereka sudah dewasa. Es yang beku akhirnya cair juga. Mereka saling bercerita hingga sampai di kediaman keluarga Enwu. Berbagai cerita yang mereka ceritakan. Dari yang menakutkan hingga paling terlucu.
Walau Hana baru berusia dua puluh tahun. Dia sudah mandiri dan cukup dewasa. Makanya Ares dan Laura tidak cemas menikahkan Hana dalam usia tersebut. Jika Hana masih kekanak-kanakan mungkin saat ini dia tidak akan semuda itu baikan dengan Enwu. Hana sadar, jika dia adalah seorang Istri. Seorang Istri harus bisa bersabar
Tak terasa waktu berlalu, mereka pun sampai depan pagar kediaman Enwu. Tapi, Hana hanya bisa melihat pohon-pohon rindang di sepanjang jalan.
Melihat rumah besar keluarga Enwu membuat Hana menelan ludah. Rumahnya memang besar juga. Tapi rumah Enwu lebih besar lagi dan terlihat megah. Dari pagar depan hingga terasnya saja memakan waktu lima menit. Ini bukan rumah lagi, lebih terlihat seperti Mansion. Di depan rumahnya pun juga ada patung pancoran yang cukup besar.
"Aku sedikit gugup." Hana keluar dari dalam mobil.
"Kenapa?" Tanya Enwu yang sibuk menuruni koper miliknya dan milik Hana.
Hana menghela, lalu menatap Enwu. "Gimana gak gugup. Pertama, kita bahkan baru kenalan semenjak resepsi. Kedua, aku juga baru ketemu Papa-Mama kamu pas resepsi juga. Ketiga, aku sekarang datang sebagai menantu dirumah kamu. Kalau orang lain, mungkin dia gak mau pergi."
Enwu menggeleng. "Kamu bicara apa? Kita sudah saling kenal dari kecil." Ujarnya.
"Waktu kamu umur sepuluh tahun? Aku baru tiga tahun waktu itu. Mana mungkin Aku ingat." Gerutu Hana.
Salah seorang pelayan berjas hitam keluar dari dalam rumah. "Biar saya yang bawa, Tuan." Pintanya.
Enwu menyerahkan koper-koper tersebut ke tangan Pelayan itu. "Terima kasih, Rocky." Ucapnya. Rocky pun mengangguk sambil mempersilahkan Hana dan Enwu masuk kedalam mansion.
"Mari Nona, Tuan." Ucapnya Ramah.
Baru saja melangkahkan kaki di lantai marmer tersebut, Hana terperangah. Sungguh mewah dan elegan. Interiornya terkesan klasik dan unik. Bahkan di ruang tamu terdapat piano dari kayu yang sangat cantik.
"Kamu bisa main piano?" Tanya Enwu ketika melihat arah tatapan Hana.
Hana menggeleng. "Kamu bisa?" Hana balik bertanya.
"Tentu saja." Jawab Enwu dengan nada bangga.
"Sombongnya." Decak Hana sedikit kesal.
Hana semakin tercengang ketika Rocky menekan tombol lift untuk mereka. Lift! Memangnya berapa lantai mansion tersebut hingga memiliki lift? Sepertinya Hana harus bilang pada Mami untuk membuat Lift juga di rumah mereka.
"Kamar kita disana." Ucap Enwu.
"Tuan besar dan Nyonya tengah menghadiri pesta, mungkin malam nanti mereka akan kembali."
"Baik, kau boleh pergi."
Rocky sedikit menunduk dan beranjak pergi.
"Eh, kopernya mau dibawa kemana?" Tanya Hana begitu melihat Rocky membawa Kopernya juga.
"Itu dibawa untuk dirapikan. Kamu tenang saja." Terang Enwu.
Hana mengangguk paham.
Begitu Ia masuk kedalam kamar Enwu. Hanya ada kata 'wow' saking megahnya. Lampu gantung kristal mewah menghiasi langit-langit kamar.
Melihat kasur yang begitu besar, membuat Hana langsung menghempaskan tubuhnya ke atas sana. "Ah! Empuk!" Teriaknya senang.
"Kamu istirahat saja. Aku mau kebawah dulu." Enwu yang hendak keluar mengundurkan niatnya, "jika kamu ingin sesuatu, bilang saja, pakai telfon itu." Enwu menunjuk telepon di atas nakas."
"Oke!" Ucap Hana paham.
💐💐💐
Mansion Wilkinson. 19:10
Airin dan Suho baru saja pulang dari pesta. Begitu masuk, Airin langsung menuju ruang tamu. Wanita paruh baya itu terlihat mengedarkan padangan ke sekeliling mansion. Suho yang menyadari itu hanya bisa tersenyum melihat tingkah Istrinya. Suho tahu, jika Airin sangat ingin bertemu dengan menantu mereka.
"Mama!" Hana baru saja keluar dari dalam Lift.
Airin menoleh, lalu tersenyum. "Hana," panggilnya.
Hana langsung menghampiri Airin dan memeluknya. "Bagaimana dengan pestanya, Ma, Pa?" Tanya Hana setelah melepaskan pelukannya.
"Um... sedikit membosankan," Jawab Suho.
Enwu yang baru datang dari arah ruang kerja menghampiri mereka. "Kalian sudah pulang?"
Airin membawa Hana untuk duduk di sofa. "Kapan kalian datang?" Tanyanya.
"Siang tadi," Jawab Hana.
"Bagaimana? Kamu nyaman Hana?" Tanya Airin.
"Sangat nyaman, Ma. Aku suka."
"So? Berarti kalian tinggal disini saja." Suho melirik Enwu yang hanya diam. Sudah lama Suho ingin tinggal bersama anak-anaknya. Hanya saja, anaknya lebih memilih tinggal pisah dengannya.
Hana menggeleng. "Tidak mau." Tolaknya.
Airin mengerinyit. "Kenapa? Bukanya kamu suka?"
"Kami harus hidup mandiri, bukan begitu?" Hana melirik Enwu. Sang Suami yang sadar di lirik langsung mengangguk setuju. "Benar sekali." Imbuh Enwu.
"Beruntungnya Enwu memiliki Istri seperti Hana." Suho memegang tangan Airin mesra.
Airin mengangguk. "Kamu benar."
"Bagaimana jika makan malam bersama? Kebetulan, kami tidak makan di pesta tadi." Ajak Suho, Ia tak lupa melirik Istri tercinta. Memberikan kode.
"Baiklah... Mama yang masak." Airin menggeleng melihat tingkah Suaminya.
"Aku mau bantu Mama." Pamit Hana pada Suho dan Enwu, lalu mengikuti langkah Airin ke dapur.
Semua keluarga Wilkinson tengah menyantap makanan mereka. Hana yang anggota baru masih terlihat canggung dan kurang nyaman. Yah, beberapa waktu belakangan dia hanya akting natural agar tidak menghawatirkan. Hana pikir rasa gugupnya akan berkurang, rupanya tidak. Hana tetap saja merasa aneh berada di tengah keluarga Wilkinson. Enwu yang menyadari hal tersebut malah menggenggam tangan Hana di bawah meja. Sontak membuat Hana menatap nyalang padanya.
"Apa yang kamu pegang?"
"Tangan," Jawab Enwu datar. Tangan sebelahnya memegang Hana, sedangkan tangan satu lagi sibuk menyupi makanan kedalam mulutnya.
"Ini tangan." Hana mengayunkan kedua tangannya yang berada di atas meja.
Enwu malah tersenyum bak iblis.
"Kenapa? Sudah sah." Enwu kembali mengelus paha Hana. Ia sebenarnya tahu, hanya saja, menggoda Hana sekarang menjadi rutinitas yang Enwu lakukan tiap hari. Semenjak mereka menikah.
Suho menatap Enwu dan Hana bergantian. "Apa yang kalian bisikan?" Tanya Suho curiga, Pria paruh baya itu bahkan mengeluarkan senyum penuh arti. "Oh! Bagaimana dengan malam pertama kalian?" Benar saja! Hana sudah yakin mertuanya itu akan menanyakan hal tersebut.
"Lancar jaya, Pa." Jawab Enwu sambil mengacungkan jempol.
"A---apa?" Hana melongo. Pria itu berbohong!
"Tolonglah sering-sering. Papa sama Mama mau punya Cucu." Pinta Suho sambil menyikut lengan Airin.
"Hana masih muda, biar Hana fokus kuliah dulu. Urusan anak kalian pikirkan nanti saja, jika Hana sudah wisuda." Ujar Airin pengertian. Hana bahkan terharu mendengarnya. Ternyata Airin sebelas dua belas dengan Mamanya. Ah! Hana bahagia menjadi menantu Airin.
"Hamil saat kuliah tidak masalah, bukan?" Imbuh Enwu, lalu mengedipkan sebelah matanya ke arah Hana.
Wajah Hana sektika memerah.
"Lucu sekali," Enwu mengelus kepala Hana gemas.
Suho dan Airin saling berpandangan begitu melihat adegan barusan. Sepertinya mereka tidak salah menjodohkan Enwu dan Hana. Mereka terlihat sangat cocok. Walau baru menikah, mereka sudah terlihat harmonis.
Part 6 : Sarang Cinta.
Hana takjub sendiri melihat Penthouse milik Enwu, yang sekarang menjadi miliknya. Sangat luas dan mewah. Hana yang selama ini tinggal di rumah Orang tuanya atau tinggal dengan neneknya merasa takjub. Selera Wilkinson Family memang tiada duanya. Mereka diisi oleh orang-orang elit dengan jiwa estetik. Hana harap bisa meniru bagian estetiknya.
"Bagaimana menurutmu sarang cinta kita?" Tanya Enwu.
"Bagus! Eh... apa?! Sarang cinta?" Hana baru sadar dengan ucapan Enwu barusan. Sarang cinta katanya? Demi apa?!
Enwu mengangguk.
Aneh. Hana menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Apa Suaminya itu punya dua kepribadian? Kenapa labil sekali. Terkadang sikapnya terasa dingin, cuek, dan terkadang terasa hangat, pengertian, dan penyayang. Seperti sekarang contohnya. Suara Enwu terasa nyaman di dengar. Tidak ada rasa dingin dan cuek disana.
"Oke. Mulai sekarang ini namanya bukan Apartemen, Penthouse, atau rumah. Ini Sarang Cinta, oke!?" Ucap Hana semangat. Dia suka dengan nama itu. Mengingatkannya akan sesuatu.
Ah! Hana baru ingat, Ia jadi rindu Chunta dan Takato. Sudah lama Hana tidak menonton anime atau membaca manhwa favoritnya. Sedih rasanya. Tapi, karena sekarang mereka sudah punya Sarang Cinta, berarti mulai sekarang hidup Hana bebas!
"Aku lapar." Tukas Enwu.
"Tinggal masak." Sahut Hana
Enwu mengerinyit. "Pangkat kamu Istri, tugas Istri apa? Melayani Suami dan menjadi Ibu rumah tangga yang baik dalam segala hal." Jelasnya. Dan semua perkataan itu benar. Hanya saja batin Hana menolak.
"Dih!" Decak Hana kesal.
"Kamu masak sana!" Usir Enwu.
Hana tarik kembali kata-katanya barusan. Enwu bukan penyayang, tapi kejam! Sifatnya yang berubah drastis ini membuat Hana kehilangan kata-kata untuk melawan. Mau tak mau Hana beranjak ke area dapur dengan langkah gontai. Sial! Awas saja, Hana akan balas dendam.
"Makanan sudah siap, Suamiku!" Panggil Hana dengan nada Istri cinta Suami.
Enwu yang tadinya duduk di ruang tv beranjak ke dapur. "Kamu masak apa?" Tanya Enwu.
Hana tersenyum. "Telur dadar, telur mata sapi, dan telur gulung." Ucap Hana. Enwu melongo. "Jangan heran, di kulkas hanya ada telur dan saus sambal. Ini bukan salahku." Tambah Hana.
Enwu memilih duduk, dan mulai menyantap makanan-nya. "Hoek!" Enwu mengeluarkan makanan yang baru saja ia kunyah. "Asin!" Hana langsung memberikan segelas air kepadanya.
"Apa? Aku tidak dengar,"
"Kamu pasti sengaja!" Tuduhan Enwu tepat sekali.
Tapi, yang namanya Hana mana mau mengakui perbuatanya. "Kata siapa? Jangan menuduh Istrimu yang baik ini." Ucap Hana dengan nada terpukul.
Enwu menggeleng-geleng melihat sifat Istrinya. "Kita makan siang di luar saja, sekalian belanja kebutuhan sehari-hari." Ujar Enwu finis.
Hana seketika menepuk bahu Enwu. "Nah, dari tadi bagusnya ngomong gitu." Ucapnya lalu pergi mengganti pakaian.
"Sabar," Rutuk Enwu kesal.
💐💐💐
"Aku mau ini." Hana menyodorkan dua bungkus mie instant ke dalam trolly.
"Tidak baik untuk kesehatan." Enwu mengambil mie tersebut dan meletakanya kembali ke tempat semula.
Hana mencebik. "Dih! Ini tuh enak." Ucapnya kesal. Ini yang sering disebut kehidupan setelah menikah? Padahal Hana menulis novel tentang pasangan yang sudah menikah. Tapi, cerita yang dia buat tidak seburuk ini. Dimana suami dan istri hidup adem ayem dan harmonis. Tidak seperti kenyataan yang dialaminya.
"Kamu melawan?" Tanya Enwu dengan wajah datarnya.
Hana bersidekap. "Masa kita makan sayur sama buah saja?" Melihat isi trolly yang di bawa Enwu dipenuhi oleh warna warni membuat mata Hana cerah.
Alis Enwu naik sebelah. "Daging, Ayam, sama Ikan tidak dihitung?" Tanyanya. Padahal bagian bawah sudah ada itu.
"Beli Sosis, Nuget, atau Mie gitu... kan enak." Celetuk Hana.
"Tidak sehat." Tolak Enwu.
"Capek aku debat sama kamu." Hana menghembuskan nafas berat.
"Kalau begitu diam saja." Balas Enwu tak mau kalah.
Kesal. Hana memilih untuk meninggalkan Enwu yang sibuk mencari hal-hal yang baik untuk kesehatan.
Satu keranjang berisi makanan yang tidak baik untuk kesehatan Hana letakan di atas meja kasir. Lebih baik Hana belanja pisah saja dengan Enwu. Jadi, mereka tidak perlu berdebat, dan Hana mendapatkan apa yang dia inginkan. Berdebat dengan Enwu hanya menguras tenaga saja.
"Mau bayar menggunakan apa Mbak?" Tanya Mas Kasir.
"Pakai kartu saja." Hana memberikan kartu kredit miliknya kepada kasir tersebut.
Setelah di cek, Kasir itu mengembalikan kartu Hana. "Maaf, kartu ini di blokir mbak. Ada kartu lain?" Terangnya.
Kening Hana berkerut. Kok bisa? Pikirnya. "Coba yang ini." Hana memberikan kartu yang lain. Untung dia bawa dua kartu.
"Tetap tidak bisa Mbak." Ucap Mas Kasir itu setelah memeriksa kartu itu.
"Apa!?"
"Tunggu sebentar, Mas." Hana beranjak ke arah sudut ruangan. Apa-apaan ini? Kenapa kartunya di blokir semua. Ini pasti ulah Pria Tua itu. Apalagi yang dia inginkan? Semenderita apalagi Hana agar dia bahagia?
Hana mengeluarkan ponselnya dari salam saku jeansnya. Menekan salh satu kontak. "Halo, Sayang?" Sapa Laura dari sebrang telfon.
"Kenapa kartu aku di blokir, Mi?"
"Di blokir?"
"Iya."
"Mami baru tau."
"Ini pasti ulah Papi. Ck! Ini gimana ceritanya? Aku lagi belanja di mall, masa tidak bisa bayar." Gerutu Hana.
"Kamu pergi sendiri?"
"Ada Enwu."
"Nah, minta Suamimu lah."
Hana menggeleng, walau tidak kelihatan oleh Laura. "Gak mau!"
"Lha... kenapa? Wajar kamu minta uang atau jajan ke Suami sendiri. Malah dia yang dosa tidak beri kamu nafkah." Jelas Laura.
"Bukan gitu, Aku gak mau___" Belum sempat melanjutkan ucapanya, ponsel Hana sudah direbut Enwu. "Mami tenang saja, Hana cuma lagi marah karena Aku tidak mengizinkan membeli makanan instant." Jelas Enwu.
"Maaf Enwu, Hana memang keras kepala. Kamu yang sabar, Nak."
"Belakangan ini Aku merasa sudah terbiasa dengan sifat Putri Mami, dan itu cukup menantang."
Laura tertawa.
"Baiklah, kalian have fun ya."
"Baik, Mi." Laura pun memutuskan sambungan.
Hana kini menatap nyalang Enwu. "Kamu pikir aku wahana ekstream pake menatang segala."
"Sebelas dua belas kan?"
"Cih!" Hana kembali pergi meninggalkan Enwu. Melihat belanjaan Hana di meja kasir membuat Enwu tersenyum. Segitunya Hana ingin makan-makanan tersebut.
"Belanjaan kamu gimana?!" Seru Enwu.
"Bayarin lah, Kamu kan Suami!" Balas Hana.
Sepertinya Enwu memang harus sabar. Tapi, sampai kapan?! Jika begini terus lama-lama kepalanya bisa pecah.
Part 7 : Kejutan Demi Kejutan.
Sarang Cinta, 06.57.
Pagi ini Hana memutuskan untuk jogging. Jangan tanya Enwu, dia masih tidur dengan wajah tampan dan mempesonanya itu. Karena lingkungan di sekitar terlihat sangat asri dengan pepohonan membuat hati Hana tergerak untuk olahraga. Padahal biasanya dia malas menggerakan badan, apalagi olahraga.
"Han!" Seseorang memanggilnya, tentu saja Hana langsung menoleh.
"Siapa?"
Seorang Pria tampan melangkah mendekatinya. Saking tampanya membuat Hana mematung. Jika Enwu tampan maksimal. Pria itu lebih ke kategori pangeran tampan.
"Kenapa Lo sendiri? Byull mana?" Tanya Pria itu setelah berhasil melewati Hana.
Sumpah, Hana malu sekali. Dia pikir Pria itu memanggil namanya. Ternyata tidak. Dia memanggil wanita yang berdiri tepat di belakang Hana. Mungkin nama Wanita itu berawalan 'Han' juga. Nama Hana benar-benar pasaran rupanya.
"Lagi lesehan di rumah." Jawab Wanita itu acuh.
Si Pria tadi berdecak. "Lesehan? Lo pikir keponakan Gue kucing?" Gerutunya. Sepertinya mereka Kakak-Adik, pikir Hana.
"Dia lagi sama Chandra. Kebetulan Chandra libur."
Si Pria itu bertepuk tangan, takjub. "Laki sama anak Lo di rumah. Lo sendiri sibuk caper disini? Hebat Lo!" Sinisnya.
Si Wanita melotot. "Caper apaan? Gue lagi olahraga untuk membentuk tubuh yang meleyot habis melahirkan ini agar kencang kembali. Lo cowok mana paham." Decaknya kesal.
"Iya deh iya, Adik Gue yang chubby ini mau melangsingkan diri." Ujar si Pria.
Melihat keakraban Kakak-Adik di belakangnya membuat Hana merindukan Theo dan Jeno. Abang dan Adiknya itu mungkin tengah sibuk dengan urusan masing-masing. Lihat saja disaat pernikahan Hana, tidak satupun yang datang. Hana kecewa.
Hana memilih untuk berteduh di bawah pohon yang cukup rindang. Melihat ke sekeliling, terdapat keluarga yang asik berpiknik. Hana jadi ingat ketika Nenek dan Kakeknya mengajak Hana piknik. Kini semua itu hanya tinggal kenangan. Dua orang yang Hana cintai itu sudah berada di alam baka.
Dirinya yang di cap sebagai anak buangan ini lebih senang tinggal bersama Nenek dan Kakeknya. Kenapa? Karena orang tuanya sibuk dengan Theo dan Jeno. Walau jarak Jeno dan dirinya cuma dua tahun. Tetap saja, Hana di bawa ke tempat Nenek dan Kakek. Sedangkan Theo dan Jeno tinggal dirumah Nenek dan Kakek.
Karena itu, Theo dan Jeno sangat berbeda denganya. Kedua Pemuda itu disayang oleh Papi, sedangkan dirinya dibenci oleh Papi. Hana yang sayang dan disayang oleh Maminya, Laura. Walau sibuk mengasuh Jeno yang masih kecil. Laura tetap mengasuh Hana sesekali. Dia bahkan meninggalkan Suaminya demi Hana.
"Kakak!" Seorang Pemuda berdiri tepat dihadapan Hana.
Seketika mata Hana berkaca-kaca. "Jeno?" Hana tidak sedang bermimpi bukan? Itu beneran Jeno adiknya?
"Hei! Kenapa menangis?" Tanya Jeno, lalu membawa Hana kedalam pelukannya.
Hana tidak menjawab. Ia sibuk menangis. Kenapa momenya tepat sekali. Hati Hana jadi meledak.
"Ada yang sakit? Bilang ke Gue. Suami Lo kejam ya Kak?" Tanya Jeno khawatir.
Hana mendengus. "Bukan! Gue cuma kangen." Tukasnya.
Kening Jeno berkerut. "Ha?"
"Gue kangen Lo bego!" Maki Hana, lalu mempererat pelukanya.
Jeno terharu. "Ah... jangan baperin anak bujang Mami bisa?" Mendengar ucapan Jeno yang menggelikan membuat Hana berdecak.
"Kapan Lo pulang? Kenapa nggak kasih tau Gue? Dan, kenapa Lo bisa ada disini?" Tanya Hana begitu melepas pelukanya.
"Banyak amat pertanyaanya" Gerutu Jeno.
"Lo ikut Gue ayo!" Ajak Hana, Ia meraih dan menarik tangan Jeno agar ikut dengan-nya.
💐💐💐
Enwu baru saja selesai mandi dan berpakaian. Ia sedikit terkejut saat menyadari Hana tidak ada disampingny begitu bangun tidur. Tapi, saat melihat sticky note yang Hana letakan di atas nakas membuat Enwu tenang seketika. Ia pikir Hana melarikan diri karena tidak kuat menikah dan membina rumah tangga denganya. Mau bagaimana lagi, Enwu tidak bisa bersikap manis di depan Wanita, kecuali Mama dan Adiknya, Sera.
Ting... Tong...
Kening Enwu berkerut. Siapa yang bertamu pagi-pagi begini? Pikirnya. Tidak mungkin Orang Tua atau Mertuanya yang super sibuk itu. Apa mungkin Hana? Kenapa memencet bel segala? Apa dia lupa password rumah sediri? Dasar.
Tak mau berpikir panjang, Enwu bergegas menuju pintu masuk dan membuka pintu. "Kamu ini___"
Tiba-tiba tubuh Enwu terdorong ke belakang karena mendapat pelukan mendadak. "Abang," Lirih Gadis itu.
Sadar jika itu adalah Adiknya, Enwu pun membalas pelukan-nya.
Enwu melepaskan diri dari Adiknya itu. "Kamu kenapa menangis?" Tanya Enwu begitu melihat bulir bening mengalir di mata Sera. Yap, nama Adik Enwu, Sera.
"Satu lagi, kapan kamu pulang? Kenapa tidak bilang ke Abang dulu. Abang bisa jemput kamu di bandara."
Sera menyeka air matanya dengan punggung tangan. Kenapa Enwu harus bertanya lagi? Temtu saja Sera patah hati, dengan pernikahan Enwu. Jika saja Sera tidak mendapat ujian di saat hari pernikahan Enwu, mungkin Sera akan pulang ke Indonesia dan membatalkan acara tersebut.
Hatinya sakit. Sera mencintai Abangnya itu, sangat. Sera bermimpi akan menikahi Enwu disaat umurnya sudah cukup nanti. Jangan pikir Sera gila karena ingin menikahi Kakaknya sendiri. Sera dan Enwu itu bukan saudara kandung. Orang tua mereka berbeda. Sera di adopsi dari panti asuhan ketika dia berumur tujuh tahun. Pertama kali bertemu Enwu ketika Ia dibawa pulang oleh Suho dan Airin, Sera langsung jatuh cinta saat itu juga.
Bahkan hingga saat ini dia masih memendam perasaan cinta itu. Tapi, belum sempat mengungkapkan perasaanya, Enwu malah sudah menikah. Ini sama saja kalah sebelum berperang.
"Sebelum bertanya sebanyak itu, Aku boleh masuk dulu nggak? Capek, baru dari bandara langsung kesini."
"Mari masuk kedalam." Ajak Enwu.
Ketika duduk di sofa, mata Sera memandang ke arah foto pernikahan Enwu dan Hana. Cih! Ternyata Istri Enwu tidak secantik dirinya, decak batin Sera tidak terima.
"Kamu sudah sarapan?" Tanya Enwu.
Enwu sedikit khawatir begitu melihat tubuh Sera yang terlihat lebih kurus dari biasanya. Mungkin Adiknya itu masih belum betah tinggal di Paris. Yah, mau bagaimana lagi? Sera yang tengah mengejar mimpinya menjadi seorang desainer pakaian memang harus belajar di tempat yang terbaik.
"Belum." Sera menggeleng.
"Mau Abang masakin apa?"
Pertanyaan Enwu membuat kening Sera berkerut. "Kok Abang yang masak? Istri Abang mana?"
"Hana lagi olahraga di taman dekat sini." Jelas Enwu.
Kesempatan! Teriak batin Sera. "Aku mau sarapan di luar." Ucapnya cepat.
"Boleh."
Sera dan Enwu memilih untuk mencari cafe terdekat untuk sarapan. Jadi, Enwu tidak perlu repot mengendarai mobilnya. Sera memesan sandwich dan salad, begitupun sebaliknya. Itulah kenapa mereka cocok menjadi Kakak-Adik, selera makanan mereka sama. Sama-sama sehat.
Tidak jauh dari meja Enwu dan Sera. Ternyata Hana dan Jeno juga sarapan ditempat yang sama. Tadi Hana menarik Jeno ke sana untuk sarapan. Ia lapar, dan Hana tau Jeno pasti lapar juga. Soalnya, Adiknya itu baru dari bandara.
"Kamu jangan ambil bagian Kakak!" Maki Hana.
"Kakak pelit ih!" Rutuk Jeno.
Hana seketika tertawa sarkas. "Pelit? Oh, lihat saja nanti, nggak bakalan di kasih jajan lagi!" Ancam Hana.
"Emang pernah?" Jeno mencibir.
"Yak! JENO!" Bentak Hana murka. Apalagi Jeno memakan potongan pizza miliknya.
"Akh! Ampun ampun nyai! Sakit woi!" Jerit Jeno begitu Hana memukul kepala serta punggungnya dengan buku menu yang lumayan keras.
"Ayo ngomong sekali lagi!"
"Nggak! Nggak! Ampun!" Rintih Jeno.
"Hana?" Panggil seseorang.
Hana menoleh ke asal suara. Dan betapa terkejutnya Hana ketika melihat Suaminya.
"Enwu? Kamu disini?" Mata Hana refleks beralih menatap Sera.
"Dia siapa?" Tanya Hana dan Enwu bersamaan.
"Oh, ini Sera. Adik perempuanku."
"Salam kenal, Bro-in-law!" Sapa Jeno cerah. Seperti yang di bilang Mamanya, Enwu memang tampan. Kakaknya sangat beruntung mendapatkan suami setampan Enwu. Tapi, dilihat bagaimana pun, tetap dirinya lah yang tampan. Batin Jeno bermonolog.
"Boleh kami duduk disini?" Tanya Enwu.
"Tentu saja! Silahkan duduk, Adik Ipar." Sapa Hana ramah. Namun, tatapan tajam Sera membuat alis Hana naik sebelah. Apa-apaan tatapan tajam Adik Enwu itu! Jerit batinya.
Berpikir sejenak. Sepertinya Hana tau kenapa Sera menatapnya seperti itu. Apa dia tidak rela Enwu menikah dengan-nya? Aneh, Hana secantik dan sebohai ini lho... malah Abangnya beruntung bisa menikahinya! Dasar!
To be continue...
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
