
"Emang aneh cewe di samping lo, Kash. Gue denger-denger sih pohon rambutan di samping rumahnya Senja ada Mba Kukunnya. Ga heran deh kalo dia rada aneh gitu." Langit berbicara dengan sedikit berbisik dan raut wajah seperti ibu-ibu bergosip.
"Jujur, gue udah mencoba untuk tidak berkata haram, Kash. Tapi kayaknya emang bener kalo orang mau tobat tuh setannya kenceng banget buat gangguin."
"Bener 'kan kata gue disamping rumah lo ada Mba Kukun, Ja?"
"Engga, anjir! Lo setannya ya!" Ucap Senja gemas seraya...
"Cepet kesini atau seblak lo gue makan!" Ucap Senja pada Akash di seberang telepon.
"Sabar, udah pembacaan notulensi."
Setelah mengucap itu, Akash menutup teleponnya. Senja mencibir dengan gerakan bibirnya setelah mengetahui Akash menutup telepon secara sepihak.
"Punya lo yang apa sih, Ja?" Tanya Langit saat tiga mangkuk seblak tiba di meja mereka.
"Lo ga usah pura-pura bego biar bisa ngembat seblak gue ya, sat. Punya gue yang komplit ada ceker, jamur, sama bakso."
"Njir lah, tau aja mau gue tuker."
"Kita udah hidup 17 tahun bersama ya, Lang."
"Mau nambah seumur hidup ga, Ja? Nanti kita jadi sehidup semati, gue-nya hidup lo yang mati."
"Anjing, ngomong yang bener ya bangsat. Lo pilih gue siram kuah seblak apa gua tonjok?!"
"Daripada buat nyiram gue, mending masuk ke perut gue, Ja."
"Akash mana sih, anjir? Dia harus secepat mungkin ada di sekeliling kita, gue udah cape ngadepin lo yang gila."
Laki-laki yang baru saja disebut namanya itu kini mulai memasuki kedai dimana Langit dan Senja berada. Akash duduk di sebelah Senja dengan muka lelahnya seraya menyeruput es teh manis yang telah lebih dulu dipesan kedua temannya.
"Kash, bener deh, lo ga boleh kayaknya biarin gue berduaan aja sama Langit." Ucap Senja seraya menggoyangkan lengan Akash.
"Kenapa lagi, sih?"
"Emang aneh cewe di samping lo, Kash. Gue denger-denger sih pohon rambutan di samping rumahnya Senja ada Mba Kukunnya. Ga heran deh kalo dia rada aneh gitu." Langit berbicara dengan sedikit berbisik dan raut wajah seperti ibu-ibu bergosip.
"Jujur, gue udah mencoba untuk tidak berkata haram, Kash. Tapi kayaknya emang bener kalo orang mau tobat tuh setannya kenceng banget buat gangguin."
"Bener 'kan kata gue disamping rumah lo ada Mba Kukun, Ja?"
"Engga, anjir! Lo setannya ya!" Ucap Senja gemas seraya mencoba mencubit Langit yang berada di depannya.
"Ja—Senja, udah, Ja. Ini nanti seblaknya tumpah." Akash mencoba menengahi seraya menarik Senja.
"Belain gue dong, Kash." Pinta Senja dengan raut wajah memohon.
"Iya-iya, udah ya ga usah berantem lo berdua, gue lagi cape banget."
Melihat raut wajah Akash yang tidak berbohong tentang rasa lelahnya, Senja mengambil tas miliknya dan mengeluarkan kipas elektrik yang selalu ia bawa kemana-mana lalu mengarahkannya ke Akash. Langit mendorong seblak milik Akash bersamaan dengan tangannya yang menaruh sendok di mangkuk tersebut.
"Ayo Kash, sebentar lagi demisioner dari ketos. Masa letoy gini lo." Ucap Senja masih dengan kegiatannya mengipasi Akash.
"Kenapa lagi Wakasek Kemahasiswaan?" Tanya Langit tiba-tiba.
"Darimana lo tau gue lagi pusing sama Wakasek Kemahasiswaan?"
"Ada dede gemes yang curhat gitu masalah OSIS."
"Bisa-bisanya masalah internal di umbar."
"Tanpa dia umbar juga lo bakal ngasih tau gue ujung-ujungnya, sama aja lah."
Akash menghela napasnya, "Pensi sebulan lagi dan persiapannya belum mateng. Panitianya ga bisa dikasih kepercayaan banget. Gue yang pusing sendiri nyari solusi."
"Kash.." Panggil Senja pelan, "Lo harus inget kalo setahun yang lalu lo seneng banget kepilih jadi ketos, sekarang ga boleh nyerah dong. Katanya pensi proker terakhir lo sebelum demisioner."
"Gue ga nyerah, Ja. Tapi ya cape aja."
"Gue nanti bantu ngomong sama guest star yang kalian mau deh, kebetulan gue kenal sama manajernya." Ucap Langit seraya menyeruput kuah seblak.
Baik Akash maupun Senja sama-sama menatap Langit dengan heran, sedangkan manusia yang menjadi perhatian bersikap tidak peduli dan memilih melanjutkan kegiatannya.
"Lo ngomong apaan sih, Lang?" Tanya Senja.
"Masalah hari ini tentang guest star 'kan?"
"Sejauh apa deh dede gemes itu ngebocorin internal pensi ke lo?" Kini Akash bertanya cukup serius.
"Tenang, Kash. Ga usah marah, anjir. Dia ga salah-salah banget juga 'kan? Dia cerita ke gue juga karena gue bilang kalo kenal sama manajernya. Bukan dia yang emang langsung cerita."
Senja mengangguk mengerti mendengar penuturan Langit, "Bener sih kata Langit. Kali ini gue tim Langit, Kash. Ada bagian yang harus disyukuri dari dede gemes itu cerita ke Langit, lo sedikit nemu solusi 'kan jadinya? Daripada udah lo ga cerita, dede gemes itu juga ga cerita, akhirnya lo harus mikir solusi ini sendiri. Nanti lo ngunci kamar lagi, abis itu Ibu harus ke rumah gue sama Langit soalnya pusing anaknya ga keluar kamar."
"Waktu itu gue lagi butuh tenang."
"Kash, gue tau lo dan ambisi lo tentang organisasi. Lo emang selalu keren buat ada dan mimpin di suatu kelompok, tapi namanya kelompok tuh ga cuma diisi satu kepala. Lo harus punya kepala lain buat diminta pendapatnya. Lo juga ga bisa dapet jawaban cuma dari satu kepala itu, lo juga butuh referensi, contohnya gue sama Langit."
Senja mengubah posisi duduknya menghadap Akash, "Gue tau Kash, gue ama Langit emang paling bobrok di pertemanan seperembrioan ini. Tapi lo masih bisa percaya lah ke kita," Senja mengangkat tangannya dan menempelkan ibu jari dan jari telunjuknya, "walau emang cuma sedikit."
Akash menghembuskan napasnya dengan berat, "Sorry, gue pusing banget sampe ga bisa bersyukur lo berdua udah bantu gue."
"Iya, lo pusing gue tau."
"Ya udah, Lang. Gue minta tolong ya?" Pinta Akash pada Langit yang kemudian diangguki oleh Langit.
"Oke, friends. Abis ini kita mampir SD deket kelurahan ya." Ucap Senja seraya merangkul Akash.
"Mau ngapain?"
"Mau beli cilok di depan SD. Gue kangen cilok depan SD soalnya."
"Jaja anjir, ini seblak lo aja belom abis, Ja." Nyinyir Langit sambil menatap seblak milik Senja.
"Gue tuh udah membagi ruangan-ruangannya sendiri di perut gue. Lo ga usah kebanyakan bacot ya, Lang."
"Gue makin yakin sih, Ja. Lo jomblo dari lahir sampe sekarang gara-gara ga punya jiwa jaim—jaga image—sedikitpun. Cewek lain mah makan aja pelan-pelan dan anggun, lo malah sebar-bar ini."
"Heh ketek kodok! Ga sadar apa ya cowok-cowok tuh ga ada yang deketin gue gara-gara pada takut sama lo berdua."
"Dih, ngapain takut anjir. Gue ga suka cowok padahal. Ga tau sih kalo Akash." Ucap Langit dengan matanya yang menatap Akash seperti menyindir.
"Ga usah ke kamar gue nanti malem buat nyalin Fisika." Ucap Akash dengan intonasi dingin.
"Ah anjing, kok mainannya sama contekan sih. Ya jangan begitu dong, Kash. Gue 'kan bercanda pake mulut, lo mah balesnya pake contekan. Ga fair lo."
"Mari kita sudahi diskusi kita karena seblak gue kuahnya semakin menghilang gara-gara kita ngobrol kebanyakan." Ucap Senja dengan muka sedih seraya mengaduk seblak miliknya.
"Lo aja bego ga sambil dimakan itu seblak."
"Diem, Langit. Gue mau makan dulu, ga usah ngajak gue ribut."
Langit tertawa lalu memukul kepala Senja yang diberi respon tatapan sinis.
"Khusus hari ini, ayo belajar di rumah gue. Kayaknya gue harus ngobrol sama orang lain biar ga stres mikirin OSIS." Ucap Akash terakhir sebelum akhirnya mereka fokus pada makanannya masing-masing.
***
Senja kini sudah duduk manis di jok motor milik Langit. Mereka berdua membelah malamnya kota menuju ke sekolah mereka. Pukul 23.00 tepatnya saat ini, dengan inisiatif yang cukup tinggi mereka membawa satu buah tas berisi baju ganti untuk Akash karena hingga saat ini laki-laki itu belum memberi kepastian akan pulang ke rumah atau tidak.
Sebelum sampai di sekolah, mereka berdua lebih dulu untuk melakukan drive-thru salah satu makanan cepat saji. Alih-alih ingin memberikan makanan penyemangat kepada ketua OSIS yang esok hari melaksanakan pensi, mereka malah memesan makanan untuk diri sendiri juga dengan alasan kasihan jika Akash harus memakan makanan itu sendiri.
Setelah kembali menempuh perjalanan dalam beberapa menit, Langit dan Senja sampai di sekolah yang kini berlalu-lalang panitia yang masih sibuk menghias dan mempersiapkan acara esok hari. Senja mengedarkan pandangannya mencari sosok Akash di antara kerumunan orang yang sedang menatap panggung dengan raut wajah lelah.
"Kash!" Panggil Senja saat ia menemukan laki-laki itu sedang melipat kedua lengannya di depan dada seraya memperhatikan panggung yang sedang didekorasi.
Senja dan Langit akhirnya mendekati Akash yang sepertinya tidak memiliki minat untuk menyambut kedua temannya.
"Ga usah galak-galak dong, Kak." Ucap Senja seraya menyenggol lengan Akash.
"Do!" Panggil Langit pada Dido sang ketua pelaksana, "Lo bisa handle semua ini sendiri 'kan? Gue ajak Akash pergi dulu ga papa 'kan?"
"Iya, Kak. Sebenernya mah kita-kita bisa kok ditinggal. Kak Akash dari tadi juga belum makan tuh, Kak. Ajak makan dulu aja." Jawab Dido.
"Gue ga laper. Masih banyak yang belum kelar. Lo berdua pulang aja ga papa. Nanti dicariin Bunda sama Mama." Ucap Akash masih dengan posisinya.
Senja menarik Akash dengan paksa dan dibantu oleh Langit yang mendorongnya. Beberapa orang di sekitar mereka menatap dengan heran, tetapi tidak ada satupun yang memiliki minat menganggu karena sepertinya siapapun sudah mengerti bahwa saat Akash berada dalam mode 'senggol bacok' hanya Senja dan Langit saja yang mampu menanganinya.
"Lo mau sakit, Kash?" Tanya Senja saat mereka sudah duduk di salah satu meja kantin yang kosong.
"Gue ga mau lepas tanggung jawab."
"Tapi lo lepas tanggung jawab sama diri lo sendiri."
"Kalo lo maksain kayak gini dan ketauan sama Ayah, gue jamin lo ga bakal boleh ikut organisasi lagi." Ucap Langit.
"Gue lagi ga mau diomelin."
Langit mengeluarkan kotak nasi yang tadi dibawanya, "Makan gih kalo ga mau diomelin."
Bersamaan dengan Akash yang mulai memakan nasi berisi potongan ayam itu, kedua temannya pun mengikuti kegiatannya. Senja memasukkan nasi yang ia ambil, mengunyahnya secara perlahan dengan sedikit melamun.
"Gue panik tiba-tiba." Ucap Senja ditengah kunyahannya.
"Kenapa?" Tanya Akash.
"Abis pensi tuh kita udah UAS semester genap 'kan? Artinya semester depannya kita udah kelas 12?"
"Lo panik jadi anak kelas 12?"
"Ya iyalah, semester depan kita kayaknya harus buat rencana."
"Ga usah aneh-aneh ya lo, Ja. Gue suka takut kalo lo udah mikir." Ucap Langit memperingati.
"Bangsat, maksud gue, ayo kita bikin rencana kayak belajar bareng buat UTBK gitu. Setiap weekend kita belajar bareng, diluar jadwal bimbel kita."
"Boleh, sih. Ayah sama Ibu juga pasti setuju banget kalo belajar bareng kayak gitu."
"Gila, Jaja!" Panggil Langit dengan begitu riang, "Tumben otak lo bisa dipake mikir keren kayak gini."
"Anjing."
Langit hanya tertawa menanggapi ucapan Senja.
"Ayo satu kampus lagi barengan." Ucap Akash tiba-tiba setelah hening diantara mereka datang dalam beberapa waktu.
"Lo sayang banget sama gue ya, Kash?" Tanya Langit dengan senyum yang mengembang.
Akash menatap geli ke arah Langit, "Lo pulang aja deh, Lang. Bisa-bisa sumbu pendek Senja pindah ke gue nanti."
"Gue udah diem. Ga usah bawa-bawa gue bisa ga?" Senja menatap kedua temannya bergantian dengan kedua alis yang menyatu.
Dan malam itu mereka bertiga mengobrol cukup lama sekaligus memberi waktu istirahat untuk Akash yang sebenarnya sejak dua hari terus-menerus sibuk dengan persiapan pensi. Setelah waktu menunjukkan pukul 24.00, Senja dan Langit akhirnya pulang meninggalkan Akash yang masih ingin menemani dan mengawasi panitia mempersiapkan pensi. Proker yang dijadikan acara untuk menutup kabinet kepengurusan Akash di OSIS itu sekaligus menjadi peringatan kepada siswa kelas 11 bahwa sebentar lagi adalah waktunya mereka yang berjuang. Senja cukup menghela napas kasarnya, merapal beberapa doa agar kemudahan tetap mengiringi ketiganya juga teman satu angkatannya menghadapi masa genting sebelum mereka menginjakkan kaki di perguruan tinggi.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
