Husband Next Door

72
5
Deskripsi

Intip, guys! 

Husband Next Door


 

“Oke, mari kita bikin perjanjian.”

Freyya Elizabeth Wirgiawan menatap pria di hadapannya dengan wajah datar.

”Kita nikah karena dijodohkan.”

”Hmm.”

”Gue sebenarnya nggak mau nikah tapi Eyang gue maksa.” Pria di depannya berjalan hilir mudik sejak tadi hingga membuat Eliz pusing.

”Sama, atau lebih tepatnya saya punya pacar dan saya mencintai dia,” jawab Eliz.

”Nah, itu maksud gue, kita punya pacar masing-masing, tapi kita terjebak pernikahan tolol ini di mana gue nggak kenal lo sama sekali, begitu juga lo nggak kenal gue.”

”Jadi mau kamu apa?” Bahkan Eliz saja masih mengenakan gaun after party dan sama sekali belum berganti pakaian setelah acara resepsi mereka, ini pernikahan jebakan—alias terpaksa. Opanya menjodohkan Eliz dengan anak kenalannya karena berjanji akan menjodohkan cucu mereka masing-masing jika mereka masih sama-sama hidup sampai umur tujuh puluh lima tahun. For God’s sake, tidak bisakah mereka menjanjikan hal lain? Pergi memancing ke samudra hindia menggunakan perahu, misalnya? Atau jalan-jalan di antartika untuk menguji nyali apakah mereka akan terkena hipotermia atau tidak? Harusnya mereka menjanjikan hal yang lebih berguna dan bermanfaat bagi nusa dan bangsa, bukannya malah berjanji akan menjodohkan cucu-cucu mereka! Oh, God. Kalau tahu begini, harusnya diam-diam Eliz berdoa semoga kakeknya segera—I’m sorry, Opa, tapi kalau begini ceritanya aku lebih suka Opa main-main di surga daripada harus mengorbankan hidupku yang berharga ini untuk menikahi seorang pria yang—Eliz menatap pria yang mondar mandir itu dari ujung kaki sampai ujung kepala—mirip dengan Chris Hemsworth dan aku benci Chris Hemsworth karena dia berhenti menjadi Thor!

“Oke, Ratu Elizabeth—“

”Eliz!” Koreksi Eliz, dia paling benci dipanggil seperti itu karena adik dan sepupu-sepupunya memanggilnya seperti itu untuk mengejeknya. Mereka mengatakan Eliz terlalu kaku dan terlalu suka mengatur seperti seorang ratu kerajaan. Arsen—adik bungusnya—bahkan memanggilnya Queen of Death.

”Oke, Queen Elizabeth—“

Just Eliz!”

”Oke, Eliz! Harusnya lo seneng dong disamakan sama Her Royal Highness Princess Elizabeth of York—“

“Bisa tidak kamu serius?” sela Eliz jengkel.

”Eliz.” Sena mengangguk, “gue serius.” Pria itu berdehem, “gue belum ada niat menikah, dan gue tahu lo juga nggak mau menikah sama gue—“ Eliz mengangguk setuju, “—jadi karena itu mari kita jalani pernikahan ini sampai satu tahun—“

”Terlalu lama,” sela Eliz lagi.

”Satu tahun sampai gue mendapatkan warisan dari Eyang, setelah itu kita cerai. Gue juga nggak mau nikah lama-lama, bagi gue pernikahan itu sama menjijikkannya dengan muntahan Dona—“

”Siapa Dona?” 

“Kucing persia kesayangan gue—ngomong-ngomong dia lagi hamil dan gue nggak tahu siapa yang menghamilinya, gue harus minta pertanggung jawaban sama siapa? Dona gue hamil dan gue bakal punya cucu, Oh God! Gue belum pantes jadi kakek! Bisa-bisanya anak gue hamil di luar nikah! Nanti kalau anak-anak Dona nanya siapa bapaknya, gue mau jawab apa?”

Eliz mengusap pelipisnya. Kakeknya memilih pria ini untuk menjadi suaminya, sebenarnya kakeknya melihat potensi pria ini dari mana, sih? Bicaranya saja ngawur dan membuat Eliz muak, bagaimana bisa kakeknya berpikir bahwa pria dengan otak setengah sendok ini pantas menjadi suaminya? Tidak bisakah kakeknya melihat kalau pria ini memiliki kelainan? Atau kacamata kakeknya sudah buram dan perlu diganti yang baru? Atau perlu ganti bola mata sekalian?!

Please, Sena, berhenti bicara tentang kucing kamu dan fokus saja pada permasalahan kita sekarang,” ujar Eliz dengan nada lelah.

”Dona ini penting banget buat gue, lo nggak akan tahu rasanya punya anak gadis yang dihamili entah siapa, nggak bisa minta pertanggung jawaban dan nanti kalau cucu-cucu gue nanya siapa bapaknya, gue harus jawab apa? Lo nggak tahu—“

“Dia itu kucing! Bukan manusia! Dan anak-anaknya nggak akan nanya siapa bapaknya karena kucing nggak bisa bicara!” bentak Eliz sudah habis kesabaran.

”Siapa bilang kucing nggak bisa bicara? Lo nggak pernah denger kucing ngomong?”

Memangnya apa yang keluar dari mulut kucing selain meow meow? Memangnya pria ini tahu bahasa kucing? Kursus di mana? Di alam barzah?

”Kembali pada topik yang penting dan kehamilan kucing kamu bukan tanggung jawab saya! Satu tahun terlalu lama bagi saya, bagaimana kalau kita bercerai bulan depan?”

”Terlalu cepet, warisan gue belum turun.”

”Saya nggak peduli sama warisan kamu—“

”Tapi gue peduli, kalau warisan gue nggak turun, gue mau kasih makan apa Dona dan anak-anaknya? Gue nggak mungkin kasih mereka ikan asin, mereka nggak doyan ikan asin! Dan gue nggak mau jadi bapak dan kakek yang nggak bertanggung jawab terhadap anak dan cucu-cucu gue kelak!”

OH GOD! Bunuh saja Eliz sekarang! Mengapa ia harus terjebak dengan pria aneh ini?! Harry Potter, tolong sihir pria ini menjadi kodok agar dia berhenti bicara tentang kucingnya yang hamil tanpa suami! Jangan sampai Eliz mengamuk dan akhirnya melempar pria ini dari lantai delapan belas! Kesabarannya sudah nyaris nol saat ini.

”Satu tahun, dalam satu tahun ini, gue dan lo sama-sama bebas, lo bebas mau pacaran sama cowok lo, dan gue bebas pacaran sama cewek-cewek gue, kita jangan saling ganggu, di depan keluarga kita pura-pura jadi suami istri, tapi di belakang keluarga kita fokus pada hidup masing-masing.”

”Enam bulan,” tawar Eliz.

”Satu tahun, harga mati.”

”Terlalu lama—“

”Gue nggak akan ngapa-ngapain lo, gue nggak akan ganggu lo pacaran sama cowok lo, tapi kita harus atur siasat agar jangan sampai kita ketahuan sama keluarga. Cuma sampai warisan gue turun, gue bakal ngelakuin segala cara biar warisan gue turun cepat. Semakin cepat warisan gue cair, semakin cepat kita cerai.”

Eliz duduk bersandar di sofa.

”Oke, satu tahun. Jangan saling ganggu, untuk pertemuan keluarga, kita harus atur waktu, keluarga saya sering mengadakan pertemuan-pertemuan penting saat weekend, jadi tolong pastikan kamu free setiap weekend—“

”Setiap weekend? Keluarga lo ngapain? Arisan rempong?”

Eliz melayangkan tatapan dingin, jika tatapan bisa membunuh, pria di depannya sudah tergeletak tak bernyawa. Untuk pertama kali Eliz berharap bahwa ia memiliki kekuatan sihir membunuh manusia tanpa menyentuh. Haruskan ia belajar santet pada seorang dukun? Jika prospeknya menjanjikan, Eliz mulai tergiur mencari guru santet.

”Nggak setiap weekend juga, tapi jaga-jaga siapa tahu keluarga saya mengundang makan siang bersama—dan ini kegiatan wajib!” Eliz melotot begitu melihat Sena membuka mulut hendak melayangkan protes. “Kalau kamu nggak mau, besok pagi saya akan ke Pengadilan Agama untuk melayangkan gugatan cerai, ucapkan selamat tinggal pada warisan kamu!” ancamnya serius.

“Oke, gue bisa.”

Good,”

”Tapi gue punya syarat.”

”Apa?”

”Lo ikut bantu gue ngurus Dona—“

No way!” sanggah Eliz cepat. Seumur hidup Eliz tidak pernah punya peliharaan dan ia benci mengurus hewan peliharaan.

”Harus, gue nggak bisa jaga Dona sendirian kalau anak-anaknya lahir—“

”Kamu bisa cari baby sitter—baby ‘cat’ sitter, dan jangan libatkan saya dengan hewan peliharaan kamu, saya tidak mau!”

“Cuma urusin dia kalau gue nggak di rumah, kalau ada gue, lo nggak perlu ngurus dia, lagian gue yakin Dona juga nggak sudi punya mamak tiri kayak lo!”

What did you say?!” Mamak tiri? 

“Dan karena ini apartemen gue, lo harus wajib ikuti—“

”Kalau begitu saya akan beli apartemen sebelah, saya nggak sudi jadi pengasuh kucing kamu!”

”Oke, terserah lo.” Pria itu berderap pergi, tapi baru beberapa langkah, Sena berbalik untuk berlutut di depan Eliz, “Dona nggak suka sama orang asing, Eliz, please, gue udah sering nyari pengasuh buat dia tapi semuanya habis dicakar sama dia—“

”Dan kamu mau saya menjaga kucing kamu? Kalau saya dicakar, gimana?”

”Nanti gue bantuin beli obat—aduh!” Sena terjengkang karena pukulan kuat dari Eliz menggunakan bantal sofa.

”Urus saja kucing kamu sendiri, saya nggak sudi!” Eliz berdiri dengan napas terengah-engah, “lagian siapa suruh kamu biarin kucing kamu kawin dengan sembarang jantan, sebagai bapaknya harusnya kamu jaga dia baik-baik! Jangan libatkan saya mengurus peliharaan kamu—“

”Dona nggak sekedar peliharaan, dia sudah gue anggap sebagai anak gadis yang gue jaga baik-baik tapi sayangnya gue kecolongan, salahkan kucing jantan birahi yang udah ngawinin Dona tanpa permisi.”

”Saya tidak peduli!” Eliz berdiri menjauh, lama-lama ia menghadapi Sena akan membuatnya terkena darah tinggi, pria aneh ini benar-benar menguji kesabaran. Apakah ini semacam cobaan, Tuhan? Kalau memang cobaan, bisakah Eliz menyerah sekarang? Kali ini, dengan kesadaran penuh Eliz akan mengakui kalau menjadi janda lebih baik daripada menikah dengan jelmaan Voldemort! 

“Eliz, Dona itu anak perempuan gue—“ Eliz masuk ke dalam kamar mandi dan membanting pintunya kuat-kuat, ia sama sekali tidak peduli pada pria itu maupun kepada kucingnya.

Memangnya Sena pikir Eliz tidak punya pekerjaan lain hingga Sena berpikir menjadikannya sebagai pengasuh kucing?! Dasar sinting! 


 

Sorry for typo 🖤

Genrenya mungkin romance comedy, dan tidak ada cowok green flag di sini, aku muak dengan pria sempurna, di sini cuma ada cowok sinting red flag dengan seribu kekurangan yang isi otaknya cuma duit, cewek dan Dona. 

Btw, ceweknya dari Zahid, ya. 

Dan tentunya cerita ini tidak ramah untuk anak-anak.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Husband Next Door: Bab 1 dan 2
28
3
Eliz menggaruk pelipisnya, ia terjebak di antara kakek dan cucu yang sama gilanya. Yang satunya gila cicit dan yang satunya gila kucing betina.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan