
PERSIB ERA 30’AN MEMANG BELUM STABIL
Setelah berhasil masuk 3 besar, kompetisi 1939/1940 Persib kembali mendapatkan hasil yang buruk. Tidak lolos babak penyisihan.
Sementara itu di musim 1940/1941, Persib berhasil masuk kembali ke deretan papan atas. Persib masuk babak 3 besar setelah di babak penyisihan menyingkirkan Persipo Poerwakarta dan Persitas Tasikmalaya. Babak 3 Besar sendiri diadakan di Bandung bulan April 1941.
![]() |
BOEKOE POETIH, PELURUSAN SEJARAH PERSIB BANDUNG
3
1
22
Berlanjut
Banyak hal yang harus diluruskan mengenai sejarah tim kebanggan kita ini. Buku ini mengulas awal mula menjadi Persib hingga kebangkitannya kembali di tahun 1949-1950.
Post ini tidak mengandung file untuk diunggah/baca ataupun tulisan panjang.
Dukung suporter dengan membuka akses karya
Pilih Tipe Dukunganmu
Sudah mendukung?
Login untuk mengakses
Kategori
Sejarah
Selanjutnya
BAB 22 - GAYA BERMAIN DAN KARAKTER PEMAIN PERSIB 1934 - 1941
1
1
GAYA BERMAIN DAN KARAKTER PEMAIN PERSIB 1934 - 1941 Ketika di era liga pelatih datang silih berganti, biasanya di awal ia melatih selalu berujar “ingin mengembalikan ciri khas permainan Persib, yaitu dari kaki ke kaki”. Benarkah ciri khas permainan Persib itu bersih, cantik disertai umpan pendek dari kaki ke kaki?Sebenarnya ciri khas itu baru terjadi di pertengahan 80’an sampai pertengahan 90’an, era Adjat, Sukowiyono, Iwan Sunarya, yang dilanjutkan oleh Yusuf Bachtiar sebagai pengatur serangan. Sebelum-sebelumnya (bahkan lebih tepat, lebih seringnya) Persib tidak seperti itu. Era 70’an, Persib dikenal dengan permainan keras dan umpan-umpan panjang. Era 50-60’an Persib dikenal dengan umpan-umpan panjang, adu cepat lari untuk kedua pemain sayapnya, kemudian crossing ke tengah. Bagaimana dengan gaya permainan Persib sejak mulai berdiri sampai tahun 1941? Persib mempraktekan permainan terbuka, “aanval is de beste verdediging”, yang berarti “menyerang adalah pertahanan terbaik”. Permainan tidak dilihat dari kerapian main, tetapi kecepatanlah yang diutamakan, Persib juga bisa merubah taktik secara mendadak sehingga lawan tidak memiliki kesempatan untuk memperbaiki strateginya. Hal demikian tentu saja memiliki resiko baik di barisan depan maupun belakang. Bola selalu langsung mengarah ke depan, melambung melewati beberapa pemain. Bola dari gelandang tengah biasanya diumpan ke sayap baik kanan maupun kiri, sementara dari rechthalf / gelandang kanan biasanya diumpan secara menyilang ke pos kiri luar, begitu juga dari linkshalf / gelandang kiri diumpan silang ke kanan luar. Dari 133 pemain Persib antara tahun 1934 – 1941 yang terdata, saya akan bahas sekilas karakter 22 pemain yang dianggap terbaik pada era tersebut. Enang Doerasid, Kiper (1934 – 1941)Penjaga gawang yang dapat dipercaya karena pengalamannya sejak zaman PSIB. Postur sangat ideal sebagai penjaga gawang, penguasaan bola lengket dan kerap melakukan penyelamatan gemilang dalam menghalau tembakan bola jauh, kekurangannya dia kerap kali berdiri terlalu di depan. Dia menjadi langganan dipanggil memperkuat PSSI Jabar. Moerhadi, Kiper (1940 – 1941)Mantan pemain PSIS Semarang, selama menjadi pemain PSIS pernah menyabet gelar pemain terbaik di Kompetisi PSSI 1935/1936. Sayang persepakbolaan Indonesia mati, sehingga kiprahnya bersama Persib tidak lama. Z. Arifin, Back (1934 – 1939)Sudah berpengalaman sejak era PSIB, bermain tenang, mampu merebut bola dari lawan, stamina baik. Kekurangannya yaitu ketika bermain di klubnya, posisi dia ditempatkan di gelandang, sehingga ketika bermain untuk Persib ditempatkan di posisi back, sehingga terkadang ia menjadi canggung. Dija, Back (1935 – 1939)Berani dan bagus dalam hal merebut bola. Kekurangan, kurang bagus dalam membuat perangkap offside. Dia salah satu dari 2 pemain Persib yang pertama dipanggil memperkuat PSSI. Njoman, Back (1939 – 1941)Badan ideal, stamina cukup baik, rajin, berani, tendangan cukup keras, sportif namun terkadang terlalu baik kepada lawan. Soewarta, Back (1934 – 1936)Bermula bermain untuk Persib B karena posisi back di Persib dipegang oleh pemain senior Roekasah, mantan PSIB. Lambat laun dia diberikan kepercayaan dan menjawab kepercayaan tersebut dengan permainan apik di lapangan, Dimjati, Central Midvoor (1934 – 1938)Publik sepakbola pribumi khususnya Bandung sudah tidak akan asing lagi dengan nama Dimjati, ia sudah bermain sejak era PSIB. Pengatur serangan, taktis, kontrol bola baik, umpannya pun sangat akurat seolah tahu kemana bola harus diumpan. Selain itu ia juga bagus dalam hal merebut bola. Jasin, Rechthalf / Central Midvoor (1934 – 1939)Skill cukup lengkap untuk posisi gelandang, kekurangannya yaitu terlambat dalam bertahan. Koetjid, Linkshalf / Back / Kanan Luar (1937 – 1941)Pemain bintang dari Persib yang sudah bermain dari era PSIB. Bermain efektif dan tangguh dalam bertahan. Dia salah satu dari 2 pemain Persib yang pertama dipanggil memperkuat PSSI. Dasman, Central Midvoor (1934 – 1940)Pengatur serangan, namun untuk skema 2-3-5 dimana posisi gelandang sering untuk membantu pertahanan, dalam hal ini Dasman seringkali lupa turun membantu pertahanan. Dia juga sempat dipanggil memperkuat PSSI Jabar. Saparman, Rechthalf / Central Midvoor (1940– 1941)Taktis dan bermain dengan “otak”. Mampu mematikan pergerakan Jazid (pemain bintang dari Persis Solo). Kekurangan dalam umpan terkadang terus ke kanan atau ke kiri (kurang kombinasi). Edang, Rechthalf / Linkshalf / Central Midvoor (1937 – 1941)Setelah Dimjati pensiun, pos central Midvoor menjadi milik Edang, tidak tergantikan. Pengamat sepakbola saat itu menyebut Edang mempunyai gaya Eropa. Umpan panjangnya sangat memanjakan 2 pemain sayap untuk berlari, sementara jika mengumpan ke 3 pemain depan ia memberikan umpan mendatar yang sama bagusnya. Moesa, Kanan Luar / Kiri Dalam / Gelandang (1934 – 1938)Pelari cepat yang sangat cocok dengan permainan Persib saat itu, bahkan kecepatannya tidak berkurang meskipun saat dia membawa bola. Naluri mencetak gol sangat tinggi (menurut data yang saya miliki, Moesa adalah pencetak gol terbanyak Persib pada era 1934 – 1941). Latif, Kanan Dalam (1937 – 1938)Tajam. Apabila bola sudah ada di kakinya dan berhadapan dengan gawang lawan, maka kemungkinan besar masuk. Dia sangat suka umpan yang mengarah ke kakinya, namun sering tidak terjangkau apabila diberi umpan terobosan. Adang, Ujung Tombak / Kanan Luar / Kanan Dalam (1937 - 1941)Cerdik melewati dan mengelabui musuh, tajam, tendangan dan kepalanya cukup akurat. Dia sangat tahu waktunya mengeksekusi, atau mendribbling atau membagi bola kepada temannya di kanan dan kiri. Kekurangannya tidak memiliki kecepatan. Soegondo, Kiri Dalam / Kiri Luar / Kanan Dalam (1937 – 1941)Tajam, pergerakan dengan dan tanpa bola sangat licin dan cekatan. Sangat cocok berduet dengan Ana di kiri, kekurangannya ketika membantu pertahanan, dia kurang cepat maju ke posnya saat diadakan serangan balik. Ana, Kiri Luar (1934 – 1941)Termasuk pemain senior karena sudah bermain sejak zaman PSIB, pemain yang paling tidak tergantikan di posisinya, sangat cepat, memiliki kekuatan di kedua kakinya, tendangannya keras, umpan crossing yang sangat memanjakan pemain di kotak penalti, ibaratnya pemain yang ada di kotak penalti hanya cukup mengenai bola saja sudah membuat bola berbelok membahayakan bagi gawang lawan, karena umpan yang diberikan Ana sudah sangat keras. Kekurangan sedikit tempramental dan stamina mulai menurun terutama di tahun-tahun terakhir karena faktor usia. Dia menjadi langganan dipanggil memperkuat PSSI Jabar. Epeng, Kanan Luar / Kiri Luar (1934 – 1938)Sudah bermain sejak zaman PSIB, tipe pelari cepat, sangat cocok untuk gaya permainan Persib saat itu sering melakukan tendangan jarak jauh dan memberikan crossing yang memanjakan rekannya di kotak penalti. Sering dipercaya menjadi eksekutor bola mati juga. Handa, Kanan Dalam (1934 – 1935)Sudah bermain sejak zaman PSIB, punya tendangan yang sangat keras dan lumayan akurat. Sering dipercaya sebagai penendang bola-bola mati. Sayang kebersamaannya bersama Persib hanya 1 musim, setelah itu ia pindah ke klub rival, Persitas. Emong, Ujung Tombak / Kanan Dalam (1935 – 1936)Jika dalam kondisi stamina yang baik, dia akan mengandalkan speed. Naluri golnya pun lumayan tinggi. Hoedoro, Kiri Dalam / Kanan Dalam / Ujung Tombak (1935 – 1936)Pemain asal PSIT Cirebon, kerjasama tim dan distribusi bola yang sangat baik, tajam. Sayang hanya bermain 1 musim, kemudian kembali pindah ke Cirebon. Djaja, Kiri Dalam / Kiri Luar / Striker / Back (1935 – 1938)Pemain serba bisa yang bisa ditempatkan di berbagai posisi sama baiknya. Bermain sejak zaman PSIB. Mempunyai keberanian, namun kurang bagus dalam melakukan crossing.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai
syarat dan persetujuan?
Laporkan