
Prahara Keluarga Wretikandayun
Anak pasangan Wretikandayun – Pwah Bungatak Mangalengale ada 3 orang, yaitu Rahiang Sempakwaja, Rahiangtang Kidul, dan terakhir Rahiangtang Mandiminyak yang menjalankan pemerintahan Wretikandayun di Galuh.
Pemilihan Mandiminyak, anak bungsu sebagai putra mahkota telah dijelaskan alasannya pada bab terdahulu. Jadi kisah tentang anak pertama dan kedua (dalam Naskah Carita Parahyangan) tidak bisa menjadi raja dikarenakan gigi ompong dan wasir, saya anggap terlalu...
SERAT ANGGALARANG, PERSPEKTIF LAIN DALAM SEJARAH SUNDA
4
0
22
Berlanjut
Terdiri dari 55 Bab, Serat Anggalarang adalah penulisan ulang kisah masa lalu di Tatar Sunda sejak awal Masehi hingga keruntuhan Pajajaran namun dengan perspektif dan analisa yang berbeda. Silahkan kecewa karena Sunda bukan bangsa yang sudah ada sejak zaman sebelum masehi. Sunda sebagai identitas kesukuan baru muncul di abad 10-11. Kerajaan Salakanagara juga tidak pernah ada. Maharaja Sri Jayabhupati bukanlah orang Sunda dan dianggap sebagai penjajah. Kekuasaan Sunda dan Jawa pernah ada dalam satu naungan yang sama. Konflik antara Sunda-Jawa di masa lalu adalah nyata. Prabu Siliwangi dengan segala cerita-cerita dibaliknya adalah kisah fiktif dan banyak kekeliruan analisa terkait dengan tokoh Prabu Siliwangi. Urutan dan jumlah Raja-Raja Sunda di buku ini juga tidak sama dengan yang selama ini mungkin anda pernah lihat. DAFTAR ISIAji SakaAwal Mula Pemerintahan di JawaPtolomeus, Bangsa Eropa, dan Nama Salakanagara Yang Tak Pernah AdaBerdirinya TarumanagaraLokasi Istana, Wilayah, Agama dan Periode Waktu TarumanagaraPenggambaran Sosok PurnawarmanSundapura sebagai ibukota Tarumanagara?Raja Lain Setelah PurnawarmanKaitan Kutai dan TarumanagaraMunculnya Kerajaan Maju di SumateraDulu.. China Tak Pernah Menganggap Kita SetaraLetusan Krakatau, Munculnya Nama Banten, dan Kemunduran TarumanagaraSaat Inilah Sunda Bermula (Persaingan Politik Melayu – India)Gold, Glory, Gospel adalah LumrahPembangunan Candi di BatujayaGalunggung dan Kemunculan Kerajaan di TimurKonsep Putra Mahkota Tidak Jatuh Pada Anak PertamaWilayah Sunda dan Galuh, Kerajaan Tidak Mutlak Harus Memiliki Nama ResmiDimanakah Pusat Kerajaan Galuh?Prahara Keluarga WretikandayunTrarusbawa Penguasa BaruAgresi SriwijayaKudeta PurbasoraTrarusbawa Wafat, Balas Dendam SanjayaGalunggung Sebagai Induk KerajaanSanjaya Sang PenaklukKetika Galuh Berkuasa atas Jawa, Sumatera, dan SemenanjungPerjanjian Damai Sanjaya dan Sang SeuweukarmaSanjaya Berkuasa di MedangRakai Panangkaran dan Kekuasaan TunggalPemberontakan Rahyang Banga dan Legenda Ciung WanaraMedang Berjaya di Bawah Kekuasaan PanangkaranSuksesi Kepemimpinan MedangMunculnya Rahyangta Wuwus, Kemerdekaan Sunda Selama 72 TahunDyah Balitung dan Letusan Gunung MerapiEra Baru Sunda – Galuh, 43 Tahun Merdeka Di Bawah 4 MaharajaHukuman untuk Sunda – GaluhDari Politik Menjadi Eksklusivitas KesukuanSri Jayabhupati Bukan Orang SundaPerang Panjang Sunda-JawaSunda – Galuh Bangkit KembaliSingasari dan Kekecewaan Prabu DarmasiksaPendeknya Periode Kekuasaan Raja-Raja Sunda Galuh Pasca DarmasiksaGajah Mada dan Sumpah PalapaPerang Bubat Hanyalah Puncak Gunung EsKonflik Sunda-Jawa berakhirKemunduran Majapahit, keemasan Sunda-GaluhPrabu Siliwangi, Maung, dan Kisah FiktifPajajaran Yang SejajarPolitik Global, Islam dan PajajaranRangkaian Kisah dan Urutan Raja Pajajaran Hingga Masa Berakhirnya, Upaya Penggabungan Kisah Babad Dengan Sumber HistorisKota PakwanOrang Sunda Juga Pelaut dan PedagangGaya Berpakaian dan Budaya Lainnya di Zaman KerajaanUrutan Raja Sunda versi Serat Anggalarang PENDAHULUAN Mengintip hampir 1500 tahun peristiwa masa lalu yang terjadi di tatar Sunda (sampai dengan tahun 1579), bukanlah sesuatu yang mudah. Sumber-sumber primer yang ada, seperti peninggalan prasasti, arca maupun bangunan bersejarah di tatar Sunda, meninggalkan banyak “lubang” di sana-sini sebagai catatan peristiwa. Sehingga hal itu harus “ditambal” dengan sumber sekunder seperti catatan atau naskah, baik dari dalam maupun luar negeri, itu pun sangat-sangat tidak mencukupi, banyak peristiwa yang masih gelap dan tak terungkap.Adapun “sejarah” yang beredar di masyarakat, yang selama ini saya yakini sebagai sejarah ternyata sumbernya entah darimana. Setelah diteliti secara seksama, dengan membandingkan dengan sumber yang saya kategorikan sebagai sumber primer maupun sekunder, jelaslah sudah bahwa beberapa kisah yang beredar ternyata tidak memiliki landasan yang kuat. Atau meskipun itu bersumber, ternyata diambil dari sumber yang sebenarnya lebih bersifat karya sastra dibandingkan catatan historis.Setelah bertahun-tahun berkutat diantara kisah-kisah yang membingungkan, akhirnya saya memberanikan diri untuk menyusun Serat Anggalarang, Perspektif Lain dalam Sejarah Sunda ini, tentunya dibatasi oleh sumber-sumber yang saya yakini valid saja, ditambah analisa pribadi sebagai pengembangan dari sumber yang dikumpulkan.Analisa dalam penyusunan peristiwa masa lalu adalah lumrah, sebenarnya banyak sekali sejarah yang berlandaskan analisa para ahli. Analisa tersebut kemudian dipahami sebagai kebenaran mutlak, padahal tidak demikian, sekalipun ia datangnya dari ahli, namun tetap tidak bisa disebut sebagai kebenaran mutlak.Saya memang tidak memiliki background dalam ilmu sejarah, hanya sekedar memiliki ketertarikan dengan sejarah, namun kali ini saya mencoba untuk “membebaskan diri” dalam meneropong dan menganalisa. Dalam beberapa hal, saya juga mencoba melepaskan dari pendapat siapapun. Serat Anggalarang adalah kemerdekaan berfikir pribadi. Saya tidak mengklaim catatan ini sebagai kebenaran sejarah, saya juga tidak berharap catatan ini untuk diikuti. Ini bukan buku sejarah, karena itu tidak disusun berdasarkan metodologi penulisan yang akademis. Catatan ini hanyalah cara saya dalam memandang masa lalu.51 Bab pertama, Serat Anggalarang disusun menurut kronologis waktu. Sementara bab selanjutnya hanyalah tambahan yang tidak terikat oleh waktu. Dalam menuliskan nama ibukota Kerajaan Sunda, buku ini menggunakan ejaan ‘Pakwan’, sebenarnya ini hanya masalah selera saja, jadi Pakwan atau Pakuan sebenarnya sama saja, dilafalkannya pun sama. Tidak ada yang lebih benar dari keduanya. Bandung, Januari 2022
Post ini tidak mengandung file untuk diunggah/baca ataupun tulisan panjang.
Dukung suporter dengan membuka akses karya
Pilih Tipe Dukunganmu
Sudah mendukung?
Login untuk mengakses

Selanjutnya
BAB 21 - TRARUSBAWA PENGUASA BARU
0
0
Trarusbawa Penguasa Baru Dikisahkan Trarusbawa sudah menjadi raja “kecil” yang berlokasi di Rancamaya, Bogor. Ia masih keturunan dari kerajaan Sunda Sembawa yang dulu “membebaskan” barat Jawa dari Tarumanagara. Meskipun pendahulu Sunda Sembawa beragama Buddha, namun tampaknya Trarusbawa memiliki kepercayaan Hindu. Pusat pemerintahan Sunda Sembawa yang awalnya menempati istana Tarumanagara di Bekasi, sepertinya tidak berkembang baik. Maka ketika Trarusbawa menjadi raja daerah di Bogor, pemerintahan yang berada di Bekasi sudah tidak tampak jejaknya lagi.Dengan kecakapannya, Trarusbawa memimpin wilayah Pakwan (Bogor) menjadi berkembang baik. Karena itulah tiga orang Bagawat (pemuka agama) dari Kebataraan yang berada di wilayah Galuh mendatangi Trarusbawa untuk menyatakan bergabung, karena ketidakpuasan berada di bawah Galuh yang dipimpin Wretikandayun. Para Bagawat itu antara lain Bagawat Angga Sunyia dari Windupepet, Bagawat Angga Mrewasa dari Hujung Galuh, dan Bagawat Angga Brama dari Pucung.Tidak lama setelah peristiwa itu, Trarusbawa atas saran dari Bujangga Sedamanah (pemuka agama Istana) memindahkan istana sedikit bergeser ke arah utara, tepatnya di sebuah bukit yang menjadi hulu Cipakancilan. Ada 5 buah bangunan istana baru yang dibangun disana dan diberi nama Kerataon Sri Bima, Punta, Narayana, Madura, dan Suradipati. Maka “resmi” lah akhirnya dikenal dengan Kerajaan Sunda versi baru.Ketika keraton baru ditempati, Trarusbawa kedatangan lagi Bagawat Angga Brama yang sedang dikejar oleh Sang Pandawa, raja daerah di wilayah Kuningan. Rupanya Sang Pandawa adalah raja yang loyal kepada Mandiminyak di Galuh dan mengetahui bahwa Pucung menjadi salah satu penyokong pendeklarasian kerajaan Sunda. Karena kesetiaanya pada Sunda, Trarusbawa memberi gelar padanya sebagai Bagawat Suci Majayati. Namun tak lama setelah melaporkan hal tersebut, Bagawat Angga Brama pun wafat ketika memohon izin untuk kembali ke Pucung. Trarusbawa pun kemudian memberikan penghormatan dengan memberikan gelar Buyut Lingga.Setelah istana selesai dan diberkati oleh Bujangga Sedamanah, Trarusbawa juga didatangi oleh 2 putra Wretikandayun (Sempakwaja yang berjuluk Sang Resi Putih, Rahiangtang Kidul yang berjuluk Bagawat Sangkan Windu), mereka berdua menyatakan bersedia berbakti kepada Kerajaan Sunda. Tidak hanya itu, dukungan kembali datang dari Kebataraan lain (sebagian berasal dari Kebataraan wilayah Galuh), yaitu Bagawat Cinta Kelepa, Bagawat Cinta Putih, Bagawat Angga Sunyia, Bagawat Tiga Mrewasa, Bagawat Resi Karangan, Bagawat Cinta Premana, Bagawat Tiga Warna, Bagawat Pitu Rasa. Dukungan tidak hanya datang dari para resi, namun termasuk raja-raja daerah dan para premana (pemimpin masyarakat).Trarusbawa akhirnya mendeklarasikan sebagai Maharaja yang berkuasa di Barat Jawa. Dalam amanatnya kepada hadirin yang datang, ia berpesan untuk tidak beristri lebih dari satu atau jangan berniat mempersaudarakan dalam satu kerabat, bermadu isteri saudara tua, agar mawas diri dalam memegang kekuasaan jika tidak ingin menjadi kacau (sepertinya ini sebagai sindiran kepada Mandiminyak di Galuh), jangan memperbudak tanpa tebusan, jangan menghukum tak berdasarkan aturan, janganlah saling berebut kedudukan dan wilayah kekuasaan, jangan saling berebut penghasilan, dan jangan membunuh tanpa dosa. Para Bagawat yang datang kemudian diberikan tugas, jatah daerah kekuasaan beserta batas-batasnya, antara lain:Sang Resi Putih / Rahiang Sempakwaja, bertanggung jawab dalam urusan kependidikan dan kesejahteraan; dinobatkan sebagai Batara Dangiang Guru di Galunggung, dan dijadikan sebagai pelindung wilayah, guna menaungi masyarakat daerah yang kegerahan, sebagai lambang ketenteraman negeri. Galunggung berpusat di Sukasangtub. Batas wilayah Galunggung ini adalah: sebelah timur lereng Pelangdatar, utara lereng (Gunung) Sawal, dan sebelah barat tepi Sungai Cihulan.Bagawat Sangkan Windu / Rahiangtang Kidul, dikenal sebagai Batara Hiang Buyut di Denuh, dinobatkan sebagai pemerkokoh Denuh. Denuh berpusat di Jambudipa. Batas wilayah Denuh adalah: sebelah barat tepi Cipahengan hingga hulu Cigosong tapal batas Puntang, sebelah timur hulu Cipalu, dan sebelah utara hulu Sungai Cilamaya.Wilayah Sanghyang Talaga Warna, tidak disebutkan penanggung jawabnya. Kemungkinan besar Bujangga Sedamanah mengingat beliau memiliki keterkaitan dengan Rancamaya, dimana Sanghyang Talaga Warna ada di wilayah tersebut.Bagawat Resi Cinta Kelepa dinobatkan sebagai Batara Walayut berkedudukan di Mandala Cidatar. Mandala Cidatar berpusat di Medang Kamulan (ada yang mengatakan sekitar Cilacap, Jawa Tengah, tapi saya lebih memilih daerah antara Demak sampai sungai Bengawan Solo, sesuai penggambaran dalam naskah Bujangga Manik), dalam Fragmen Carita Parahyangan tak disebutkan batas-batas wilayah.Bagawat Cinta Putih dinobatkan sebagai Batara di Gegergadung. Gegergadung berpusat di Bantar Bojong Cisolok. Batas wilayah Geger Gadung: sebelah barat tepi Cilanglayang, sebelah utara lereng Parakukan membentang ke Geger Handiwung serta pasir Taritih terus ke muara Cipager Jampang hingga hulu Cilangla.Bagawat Angga Sunyia menjadi Batara Windupepet di Manglayang, Windupepet berpusat di Gunung Manik. Batas wilayah Windupepet: sebelah barat tepi Cikaradukun, batas-batas yang lain tidak disebut.Bagawat Angga Mrewasa / Tiga Mrewasa menjadi Prebu Hujung Galuh, berpusat di Galuh Wetan. Tak disebutkan batas-batas wilayahnya.Bagawat Piturasa dinobatkan sebagai Batara Sugih Warna di Mandala Utama Jangkar, diberi kewenangan isterinya merencanakan pelaksanaan persiapan didirikannya pintu gerbang, mengingat pada bekas Maharaja Trarusbawa bermukim dahulu keluar lewat gerbang istana itu. Mandala Utama Jangkar berpusat di Gunung Tiga, tak disebutkan batas-batasnya.Bagawat Tiga Warna dinobatkan sebagai penebar anak (murid) di Mandala Pucung, sepertinya Bagawat Tiga Warna menggantikan peran Bagawat Angga Brama yang wafat. Mandala Pucung berpusat di Lamabung. Batas Mandala Pucung: di barat Cipatujah di muara Cipalatih, di barat (?) Gunung Kendeng.Bagawat Cinta Premana dinobatkan sebagai Sanghyang Premana di Puntang. Puntang berpusat di Gunung Sri. Batas wilayah Puntang: sebelah barat lereng Pakujang sampai Gunung Mandalawangi, sebelah utara lereng Kalahedong hingga Gunung Haruman, dan sebelah timur tepi Ciharus. Tidak diketahui nama pemimpinnya yang bertanggung jawab di daerah Lewa. Berpusat di Pacera. Batas wilayah Lewa: sebelah barat tepi Cimangkeh, dan sebelah utara Wates, batas-batas yang lain tidak disebut.Bagawat Resi Karangan dinobatkan sebagai Preburaja di Kandangwesi, Kandangwesi berpusat di Papandayan. Batas wilayah Kandangwesi: sebelah barat tepi Cikandangwesi, sebelah utara Wates.Jika melihat daftar Bagawat yang diberi wilayah kekuasaan dengan wilayah wajib pajak, maka ada 2 nama yang tidak sinkron dalam Fragmen Carita Parahyangan yaitu Pucung dan Puntang (di daftar Bagawat) dengan Reuma dan Lewa (di daftar wajib pajak). Kemungkinan 2 daerah tersebut memang sama hanya memiliki penyebutan lain. Karena itu saya menuliskan daerah Lewa beserta batas-batasnya di nomor 11 (dalam teks asli ditulis Pucung, dan Pucung memang ditulis 2 kali – satu lagi Mandala Pucung). Jika hal tersebut memang demikian, maka wilayah Reuma bisa dipastikan adalah nama lain dari wilayah Puntang.Trarusbawa juga memiliki konsep mengenai sistem pemerintahan yang disebut Tri Tangu. Dimana pemimpin dalam suatu negara dibagi ke dalam 3 peran yang berbeda dan saling melengkapi. Resi bertugas dalam hal pikiran dan perasaan, bertanggung jawab dalam urusan kedamaian. Sebagai tempat suci dan tempat mencari keadilan bagi orang yang teraniaya. Harus ngagurat cai, berwatak menyejukan. Diperkenankan melaksanakan seperangkat aturan dasar demi kedamaian di seluruh negeri. Rama bertugas dalam hal kata-kata, bertanggung jawab untuk urusan bimbingan. Harus ngagurat lemah, menjadi pijakan dalam pelaksanaan aturan pemerintahan. Diperkenankan merumuskan seperangkat aturan dasar demi ketertiban undang-undang pemerintahanPrebu bertugas dalam hal kekuatan, bertanggung jawab untuk urusan pemerintahan. Harus ngagurat batu, berwatak teguh dan mantap dalam menjalankan aturan. Diperkenankan melaksanakan rumusan seperangkat aturan dasar demi ketertiban kedudukan pemimpin (raja).Trarusbawa juga menentukan jenis barang persembahan yang harus disetor oleh 12 daerah bawahan ke Pakwan setiap tahunnya, setiap daerah berbeda-beda baik jenis maupun jumlahnya, kemungkinan disesuaikan dengan kemampuan atau komoditi yang ada di daerah tersebut. Secara keseluruhan, barang-barang tersebut antara lain:Kayu Wangi / dupa 125 batangMinyak hangat 5 gobongAir suci untuk sesaji 2 buahGaram kurang lebih 5 kuintalLada 3 petiJahe 10 bakul besarAsem 25 ruas bambuDendeng 25 buahPindo (kelapa?) 1 buahPelah (buah rotan) 25 keranjangKasumba (bahan pewarna) 2 karungKapas 10 carangka / timbanganKain selendang 100 potongKain samping 2 petiKain putih 3 petiKain Warna 1 petiKain Hitam 1 petiKain Merah 1 petiKain corak Jati Kembang 1 petiIket kepala 100 helaiKain sabuk 125 helaiKerbau 10 ekorAnjing pelacak 1 induk dan anak-anaknyaItik 6 induk dan anak-anaknyaAyam 25 ekorLandak 25 ekorBurung Pikatan 1 ekor Pada tahun 666 dan 669, Trarusbawa mengirimkan utusan ke Kekaisaran China. Karena menempati bekas wilayah Tarumanagara, maka catatan China menulis bahwa utusan yang datang masih berasal dari Taruma.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai
syarat dan persetujuan?
Laporkan