
Berisi bab ke-6, 7, 8 yang bisa kamu baca GRATIS.
6
"Cantik," puji Al dengan pandangan dan senyuman penuh makna.
"Astaggaaaahh, bisa copot ini jantung kalau dibiarin gini terus," batin Andin tak mampu lagi menahan gejolak di hatinya.
"Bentar A'," ucap Andin membuat fokus Al buyar.
"Kenapa, Ndin?"
"Andin deg-degan A'," ucap Andin sembari menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Membuat Al menahan tawa melihat tingkah polos istrinya.
"Gadis ini masih sangat polos dan lugu, sebenarnya apa yang terjadi padanya, mengapa ia bisa berada di tempat tante Merry?" batin Al mulai bertanya-tanya.
"Lucu ya, kamu," ucap Al sembari mengacak rambut Andin asal. Pandangannya yang sempat menggelap kini berubah menghangat. Andin dengan segala kepolosannya justru mewarnai malam yang sangat dinantikannya.
Biasanya, ia hanya melewati malam dengan peluh kenikmatan, menuntaskan hasratnya dengan ketergesa-gesaan, sekedar untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya, tanpa merasakan adanya suatu yang dapat menyentuh hatinya.
Tapi malam ini, berkali-kali ia merasakan desiran asing yang belum pernah ia rasakan di malam-malam sebelumnya, ada rasa hangat yang menyentuh hatinya tiap kali ia memandang gadis di hadapannya.
Bahkan ia belum sempat menyentuh dan menikmati setiap jengkal dari tubuhnya yang masih berbalut busana. hanya dengan menyentuh pipi mulus Andin, ketentraman hati itu sudah dapat dirasakannya. Ada kenikmatan tersendiri kala ia melewati momen demi momen kebersamaan mereka.
Tampak Andin menghela nafasnya beberapa kali untuk menetralkan detak jantungnya. Ia merutuki dirinya sendiri yang tak mampu mengendalikan rasa nervous akibat sentuhan si Om bujang tampan di hadapannya.
"Minum dulu, Ndin." Al menyodorkan segelas air minum pada Andin. Andin menerima gelas itu kemudian meneguknya hingga tandas. Segera Al meraih gelas yang sudah kosong itu kemudian meletakkannya kembali ke tempat semula.
"Sudah rilex?" tanya Al sembari mengusap ujung bibir Andin yang basah, merasai hal itu, Dina tak mampu lagi menjawab dengan kata-kata, ia hanya tersenyum tipis tanda ia mulai menikmati sentuhan suaminya.
Lembut bibir ranum Andin yang menyentuh permukaan jemari Al membuatnya tak sabar ingin merasainya dengan kecupan kenikmatan. Perlahan, masih dengan memandang lekat wajah istrinya, Al semakin mendekat dan mengikis jarak di antara mereka.
Merasakan suaminya yang semakin mendekat, kedua mata Andin reflek terpejam, menantikan sesuatu yang indah akan segera dinikmatinya.
Tak perlu menanti terlalu lama, kini kedua bibir itu akhirnya bertemu, saling memberikan kehangatan dengan pagutan demi pagutan kemesraan, menciptakan suasana intim di antara dua manusia yang hendak meneguk cawan madu surga dunia.
Tak lama, Al segera menyudahi akifitas di bibir istrinya, sengaja memberi jeda untuk Andin yang terkesan belum mahir dalam melakukannya.
Al menjauhkan wajahnya dan membiarkan kedua tangannya menangkup kedua pipi istrinya, dipandangnya pipi putih yang kini berubah menjadi pink kemerahan.
"Apa ini yang pertama?" tanya Al lirih dengan pandangan melekat ke bibir ranum Andin yang semakin memerah akibat ulanhnya.
Andin mengangguk malu-malu sebagai jawaban atas pertanyaan Al.
"Good job, awal yang bagus, Sayang," ucap Al sembari membelai pipi Andin pelan. "Kamu begitu nikmat, Ndin," lanjut Al lagi dengan pandangan yang semakin menggelap.
Pujian suaminya sukses membuat Andin berbunga-bunga, ia semakin yakin dan percaya diri untuk melanjutkan tugas utamanya sebagai seorang istri.
Melihat respon Andin yang baik, Al segera melanjutkan aktifitas yang terjeda. Kali ini Andin mulai memberikan balasan, membuat keduanya semakin melayang, terbuai kenikmatan dari sentuhan demi sentuhan yang memabukkan.
Malam itu, akhirnya tunai juga tugas Andin sebagai seorang istri seutuhnya. Membuat suaminya berkali-kali mengerang penuh kenikmatan sembari memanggil namanya.
Malam itu pula, Al akhirnya mendapatkan apa yang diinginkannya. Hasratnya yang sempat tertahan sehari semalam itu akhirnya dapat tersalurkan dan berakhir penuh kepuasan.
Aldebaran dan Andin kini terbaring lemas di atas ranjang yang menjadi saksi percintaan mereka, peluh kenikmatan membasahi tubuh mereka, menandakan mereka benar-benar mencapai puncak kenikmatan surga dunia.
Al melirik Andin di sisinya, mata wanita itu terpejam, namun bibirnya menggambarkan senyuman.
"Masih sakit?" tanya Al sembari memiringkan tubuhnya, memandang Andin dengan memainkan rambut gelombangnya menggunakan jari telunjuk.
Mendengar suara suaminya, Andin segera menoleh, kemudian mengulas senyuman manis, "Dikit, A'," jawabnya sembari menautkan ujung telunjuk dan ibu jarinya menggambarkan sesuatu yang kecil.
"Maaf, ya, itu wajar terjadi saat kali pertama melakukannya, nanti akan berangsur hilang," ucap Al lembut."
"Nggak apa, A', aku menikmatinya, kok."
"Syukurlah." Al memeberikan senyum manisnya. Keduanya saling terdiam dan berpandangan.
"Entah mengapa, walau ini bukan kali pertama gue menghabiskan malam bersama seorang wanita, tapi rasanya berbeda. Ada hal lain yang gue rasakan saat ini, dan itu belum pernah gue rasakan sebelumnya.
Tak hanya kepuasan yang gua rasakan, tetapi, ada semacam ketenangan hati yang tak bisa gue definisikan. Seperti ada sesuatu yang kurang lalu kini menjadi lengkap.
"Ndin ...."
"A' ...."
Panggil Al dan Andin bersamaan.
"Kamu mau ngomong apa?" tanya Al.
"Nggak ada, aku cuma mau nanya sesuatu aja sama Aa', Nggak apa, Aa' duluan aja, Aa' mau bicara apa?" tanya Andin mempersilakan Al bicara terlebih dahulu.
"Sama, ada satu hal yang ingin saya tanyakan sama kamu," sahut Al.
"Apa itu A'?"
"Kenapa kamu menutupi tubuhmu dengan busana serapat itu? Padahal kamu memiliki bentuk tubuh dan paras yang indah, yang tidak dimiliki semua wanita," tanya Al mengungkapkan kekagumannya. Menurutnya bisa saja Andin memanfaatkan tubuh indahnya untuk menunjang penampilannya.
"Aa' sedang memujiku?" goda Andin dengan senyuman tengilnya.
"Saya bertanya, bukan memuji, nggak usah kege-eran," sahut Al gengsian.
"Ehm ... Kenapa, ya?'' sahut Andin dengan raut bertanya- tanya. " Karena Aku manis, A'," jawab Andin kemudian, membuat Al mengerlingkan matanya malas.
"Andin please, serius jawabnya, nggak usah narsis!" protes Al menganggap Andin hanya bercanda.
"Aku serius, A'," jawab Andin mantap.
"Aneh," gumam Al.
"Apanya yang aneh, A'? Menurut Aa' kenapa permen ada bungkusnya?" Andin balik bertanya.
"Kamu bercanda ya? Ya jelas biar nggak dikerubung semut dong, kan permen manis," jawab Al sekenanya.
"Sama kaya aku, A', karena aku manis, jadi aku dibungkus, supaya nggak dikerubungi semut-semut nakal yang tidak bertanggung jawab. Biar nggak sampai terkontaminasi dengan udara kotor terus jadi rusak," jelas Andin memberi perumpamaan.
"Jadi itu alasan kamu? Tapi kenapa kamu justru berada di tempat tante Merry?" tanya Al merasa heran, karena jawaban Andin tidak sinkron dengan kenyataan bahwa dirinya menjadi bagian dari anak buah tante Merry.
"Panjang ceritanya A', kapan-kapan aja lah aku ceritanya," ucap Andin yang tampak tiba-tiba badmood dengan pertanyaan Al. Melihat itu, Al memutuskan untuk menunda pembahasan.
"Ya udah, kalau gitu gantian, tadi kamu mau nanya apa?" tanya Al mencari pembahasan lain.
Andin menatap Al sejenak, kemudian sedikit membenahi posisinya,
"Sebelumnya maaf, ya, A', mungkin pertanyaanku ini terlalu memasuki privasi Aa', tapi aku penasaran, apakah Aa' sering datang ke tempat tante Merry?" Tanya Ansin sangat berhati-hati, tak ingin menyinggung perasaan suaminya.
'' Ya, saya pelanggan VIP di sana," jawab Aldebaran apa adanya.
"Berarti sudah ada banyak wanita yang pernah melayani Aa' sebelum ini?" tanya Andin penasaran.
"Nggak banyak sih, hanya beberapa kali aja saya memakai jasa mereka, karena saya selalu minta yang masih gadis sama tante Merry." Al menjelaskannya tanpa merasa bersalah, sebab ia merasa tidak terikat oleh tuntutan kesetiaan dalam pernikahannya.
"Kenapa Aa' memilih yang masih gadis? apa itu soal rasa?" tanya Andin penasaran. Karena kalau memang suaminya itu hanya menginginkan kegadisannya, sudah barang pasti sebentar lagi ia akan dilepaskannya. Dan ia harus siap dengan konsekuensi apapun.
"Bukan soal rasa alasan saya memilih itu, karena kalau berbicara soal rasa, saya justru belum pernah merasakan bagaimana berhubungan dengan seorang wanita yang sudah tidak gadis, sehingga saya tidak bisa membandingkannya," jelas Al.
"Lalu apa alasan Aa'?"
"Simpel sebenarnya, karena saya tidak ingin menggauli bekas orang lain," jelas Al apa adanya.
"Oh, jadi gitu alasannya. Kalau bekas Aa' sendiri bagaimana?'' tanya Andin to the point membuat Al memandangnya penuh makna.
7
"Oh, jadi gitu alasannya. Kalau bekas Aa' sendiri bagaimana?'' tanya Andin to the point membuat Al memandangnya penuh makna.
" Tergantung." Al menjawab setelah berpikir beberapa saat.
"Tergantung apa, A'?"
"Tergantung apa kata nanti, bakal ketagihan atau nggak," jawab Al asal.
Andin tersipu mendengar jawaban suaminya.
"Aku berharap Aa' selalu ketagihan," ungkapnya malu-malu, yang hanya dibalas dengan pandangan lekat oleh Al.
"A' boleh aku tanya satu hal lagi?"
"Boleh."
"Apa benar Aa' membeliku dari tante Merry?"
"Ya," jawab Al singkat.
"Kenapa Aa' lakukan itu?" tanya Andin penasaran.
"Lantas saya harus bagaimana? Saya tidak bisa membawa kamu begitu saja dari tempat itu. Ibarat kata kalau si Merry itu pedagang, maka kamu adalah barang dagangannya. Mana mungkin saya bisa membawa barang dagangannya cuma-cuma?" jelas Al panjang.
Andin tertegun, karena apa yang suaminya katakan memanglah benar dan masuk akal. Tapi, ia tak menyangka bahwa suaminya harus membayar semahal itu untuk membawanya pergi dari neraka itu.
"Dah nggak usah dipikirkan, hal itu sudah saya perkirakan," lanjut Al santai.
"Tapi Aa' harus membayar begitu mahal untuk membawaku pergi, kenapa Aa' lakukan hal itu?" tanya Andin tak enak.
"Saya akan lakukan apa saja untuk mewujudkan apa yang saya inginkan, Ndin," lanjut Al penuh penekanan.
Andin manggut-manggut paham. "Apapun alasan Aa' yang jelas aku berhutang budi sama Aa', aku janji akan berusaha untuk menebusnya." Andin menyatakan tekadnya di depan Aldebaran.
"Sudahlah, tak perlu terlalu mempermasalahkan hal itu. Bukankah itu sudah masuk di perjanjian kita? Saya bawa kamu keluar dari tempat Merry dan kamu bersedia melayani saya kapanpun saya mau." Al kembali mengingatkan perjanjian di antara mereka
Andin mengangguk paham.
"Ya sudah, hari sudah malam. Saya ngantuk." Al membalikkan badannya memunggungi Andin.
"Selamat malam A'."
"Hemm."
"Maaf kalau hari ini aku ada salah, ya."
Mendengar ucapan Andin, Al kembali membalikkan tubuhnya.
"Kamu kenapa bicara seperti itu? Kamu nggak ada berbuat kesalahan pada saya." Heran Al dengan sikap Andin.
Andin tersenyum, "Syukurlah kalau nggak ada kesalahan yang aku perbuat hari ini. Tapi nggak ada salahnya meminta maaf, kan? Aku pernah dengar, kalau sebaiknya sebelum mengakhiri hari, suami dan istri terlebih dulu saling memaafkan dan ridho satu sama lain, supaya hati menjadi tentram dan bisa menyambut hari esok dengan penuh semangat," jelas Andin menyampaikan alasannya.
"Tapi kan saya sudah katakan sama kamu, nggak perlu terlalu berlaku sebagaimana suami istri pada umumnya?"
"Dan Aku juga sudah katakan pada Aa' 'kan? bahwa aku akan berusaha menjadi istri yang baik untuk Aa'," jawab Andjn.
"Terserah kamu lah," sahut Al seraya menghela nafasnya, kemudian kembali berbalik memunggungi Andin dan memejamkan matanya.
Sedangkan Andin masih terus memandangi punggung suaminya.
"Ya Allah, jadikanlah pernikahan ini pernikahan yang bisa membawa kebaikan untuk hamba dan suami hamba," harap Andin sebelum memejamkan matanya.
****
Andin mengerjapkan matanya kala telinga mendengar ayat-ayat Al Qur'an dilantunkan dari speaker-speaker Masjid. Pertanda waktu shubuh akan segera tiba.
Saat matanya mulai terbuka, Andin terlonjat kaget mendapati seorang lelaki tengah tertidur di sisinya. Ia lupa, bahwa kini statusnya tak lagi jomblo merana, melainkan seorang istri dari Aldebaran sang sultan dengan rumah bak istana.
"Astaghfirullah, ingat, Andin. Kamu udah nikah," batinnya sembari mengelus dada.
Andin beranjak dari posisinya, namun ia merasakan sesuatu yang perih di bawah sana.
"Awwww!" pekiknya tertahan, membuat Al yang tengah berkelana di alam mimpinya menjadi terusik.
Al mencoba membuka matanya yang masih sangat mengantuk, mata itu begitu berat untuk terbuka, bagai ada lem di setiap sisinya.
"Kamu kenapa teriak-teriak sih, Ndin?" protes Al kesal.
"Maaf Aa', tadi reflek soalnya ini sakit," jelas Andin sembari meletakkan kedua tangannya di bawah perut.
"Lagian kamu mau ngapain sih?" tanya Al masih enggan bangkit dari posisi semula.
"Mau mandi, A'," jawab Andin apa adanya.
"Ini masih gelap, Ndin. Nggak bisa apa mandinya tunggu pagi aja!" protes Al merasa geram sebab tidurnya terganggu.
"Ini dah hampir shubuh, A', aku mau sholat.'' Andin menjelaskan alasannya. " Maaf ya, kalau aku dah ganggu tidur Aa'," lanjutnya lagi.
"Hadeeh, ribet amat hidupmu," gerutu Al sembari kembali memeluk gulingnya. Sedangkan Andin, kini ia berjalan perlahan sembari menahan rasa sakit di area kewanitaannya. Mahkota kegadisannya yang baru saja dikoyak membuat ia merasakan sensasi pedih dan panas di area itu.
Melihat Andin yang tertatih berjalan ke arah kamar mandi membuat Al merasa tak tega, pasalnya, baru kali ini ia menyaksikan sendiri bagaimana perjuangan seorang wanita menahan rasa sakit akibat malam pertamanya. Biasanya, setelah ia menuntaskan kebutuhannya, ia segera pergi meninggalkan wanita-wanita yang melayaninya dengan sejumlah uang yang telah disepakati sebelumnya.
Al segera beranjak dari ranjangnya, berjalan cepat ke arah istrinya, lalu,
Hap!
"Aaaaaaaa...." teriak Andin yang terkejut karena Al yang tiba-tiba menggendongnya.
"Ssssttt, ngapain teriak-teriak sih? Ini masih pagi. Nanti dikira orang saya ngapain kamu lagi," protes Al.
"Habisnya Aa' ngagetin aja sih," keluh Andin.
"Sakit mata saya lihat kamu jalan dah kaya buronan polisi, masih gelap dah bikin orang repot aja kamu," gerutu Al membuat Andin tersenyum haru.
Kini langkah Al sudah sampai di kamar mandi, ia segera menurunkan Andin.
"Jangan lupa pakai air hangat, biar lebih rilex dan nggak semakin sakit," pesan Al sebelum berlalu meninggalkan Andin.
Namun baru saja Al sampai di pintu kamar mandi, suara Andin kembali menginterupsi,
"Oppa ..." panggilnya dengan nada manja khas cewek-cewek korea.
"Hem?" Al menoleh sekilas, takut kalau saja istrinya itu membutuhkan sesuatu.
"Sarangheo," lanjut Andin lagi dengan membentuk love dengan jarinya ala-ala pemeran wanita di drama korea favoritnya.
"Saya ngantuk, mau tidur!" balas Al ketus kemudian berlalu, namun diam-diam ia tersenyum melihat tingkah lucu bocah tengil yang kini berstatus sebagai istrinya itu.
****
Waktu menunjukkan pukul 7 pagi saat Al mengerjapkan matanya, ia mengedarkan pandangan mencari keberadaan Andin, tapi ia tak kunjung mendapatinya.
"Kemana bocah itu? pagi-pagi dah ngilang aja, padahal si junior lagi morning wood–gini, harusnya kan enak kalau ada dia yang service gue," batinnya menggerutu, ia baru menyadari, bahwa pelayanan istri kecilnya itu benar-benar nagih.
Al tersenyum tipis menyadari kondisinya saat ini, "biasanya bangun tidur gue langsung disambut oleh pikiran tentang pekerjaan dan kehidupan yang runyam, tapi pagi ini? Bisa-bisanya gue malah mikirin mau mengulang kejadian semalam," batinnya seraya menggelengkan kepala merasa heran dengan dirinya sendiri, kemudian ia memutuskan untuk mandi dan bersiap bekerja.
Setelah siap, Al segera berjalan ke arah meja makan untuk sarapan, biasanya Bi Ina sudah menyiapkan beberapa lembar roti tawar dengan selai coklat favoritnya sebagai menu sarapan, selain itu juga ada segelas susu sebagai penunjang staminanya dalam menghadapi kehidupan. Memang Al sendiri yang meminta agar setiap sarapan selalu disediakan menu tersebut.
Tapi pagi ini ia dibuat heran dengan pemandangan di meja makan yang tersaji makanan dengan banyak variasi. Ada nasi dengan aroma yang begitu menggugah selera, juga perkedel, ayam goreng, tempe orek dan telur dadar sebagai lauk pendampingnya.
Merasa heran, Al segera berteriak memanggil bi Ina.
"Bi Inaaaa!!"
"Dalem, Tuan Muda, ada apa?" sahut Bi Ina yang datang tergopoh dari arah dapur. Saat sang tuan muda memanggil, maka ia harus dengan sigap segera menghadap, karena kalau tidak, sudah pasti tuannya itu akan rusak mood sehari semalam.
"Ini kenapa meja makan isinya warna-warni begini? Mana sarapan saya?" tanya Al pada bi Ina.
"Ehm, itu, anu, Tuan ...." belum selesai Bi Ina berbicara, Andin datang dari arah belakang dengan membawa nampan berisi roti tawar, selai coklat dan segelas susu sebagai menu sarapan Al.
"Ini sarapan Aa'," ujar Andin sembari meletakkan nampan yang ia bawa di meja.
Al segera duduk di kursinya, kemudian Andin memberi kode pada bi Ina agar ia segera pergi dari hadapan tuannya.
"Jadi dari tadi kamu di sini?" tanya Al pada Andin yang sudah duduk di sisinya.
"Iya A', kenapa? Aa' nyariin aku, ya?"
"Hem, kamu ngapain di sini?" sahut Al sembari bersiap sarapan.
"Bantu Bi Ina siapin sarapan buat Aa','' jawab Andin apa adanya.
"Lain kali nggak perlu, saya memang sengaja bayar bi Ina buat ini semua," sahut Al.
"Iya, aku tau A', tapi aku pengen aja masakin sarapan buat Aa'," sanggah Andin.
"Nggak usah masak untuk sarapan saya, karena saya biasa makam roti dan susu aja untuk sarapan," ucap Al sembari membuka selai hendak mengoleskannya ke roti.
"Sini A' biar aku bantu," ucap Andin sembari mengambil alih pisau dan roti dari tangan Al.
Al tak menolak.
"Ini semua kamu yang masak?"
"Iya, A', cobain deh, enak, lho!"
"Masakan apa ini?" tanya Al mulai penasaran.
"Nasi uduk, A'," sahut Andin.
"Dari namanya aja udah nggak menarik," sahut Al meremehkan.
"Cobain dulu A' baru berkomentar, aku ambilin ya?" tawar Andin pada Al.
"Dikit aja. Saya nggak biasa makan nasi di pagi hari.'' Al mencoba menghargai jerih payah Andin, walau sejujurnya ia tidak tertarik.
Dengan penuh semangat Andin mengambil nasi dan beberapa lauk untuk suaminya, kemudian mempersilakan Al untuk mencicipinya.
Di luar dugaan, ternyata Al makan dengan begitu lahap. Bahkan sampai nambah-nambah karena merasa ketagihan dengan masakan Andin.
"Enak ya A'?'' tanya Andin meminta penilaian.
"Hem," sahut Al singkat yang masih sibuk mengunyah.
Andin tersenyum penuh kepuasan.
"Terus ini rotinya gimana , A'?" tanya Andin meminta kepastian untuk nasib roti di tangannya.
"Buat kamu aja," jawab Al asal sembari mencomot perkedel di hadapannya.
Andin berucap syukur menyaksikan suaminya begitu menikmati sajian yang disiapkannya.
"Kamu mau kemana? Kok udah rapi gitu?" tanya Al setelah menyelesaikan sarapannya.
"Aku mau kuliah A' boleh, kan?" tanya Andin meminta izin.
"Boleh, terserah kamu aja,'' jawab Al santai.
"Makasih A', boleh nebeng nggak?" tanya Andin lagi.
"Memangnya di mana kamu kuliah?"
"Universitas Airlangga," jawab Andin.
"Ya udah nggak apa-apa, searah juga dengan kantor saya. Kebetulan saya juga berencana mengajak kamu ke rumah sakit," jelas Al sembari membersihkan mulutnya dengan tissue.
"Ke rumah sakit? Mau ngapain A'?"
Hai, readers, pernah dengar nama Fayung nggak? Karyanya berturut-turut jadi pemenang di even fanfiction. Nah, ketemu lagi kita di sini dengan akun berbeda hehe, jangan lupa follow akun Queen Halu yaa, tinggalkan komentar juga untuk cerita ini. Makasih.
8
"Ke rumah sakit? Mau ngapain A'?"
"Saya mau ajak kamu ke dokter kandungan," jawab Al singkat.
Andin menahan tawa, "Ngapain ke dokter kandungan A'? Kan aku nggak hamil? nggak mungkin, kan, A' bikin semalem paginya langsung jadi, emang adonan donat?" lawak Andin di sertai tawanya merasa aneh dengan suaminya.
"Kita ke dokter kandungan mau konsultasi KB untuk kamu.'' Al menyampaikan rencananya dengan lugas, membuat Andin seketika menghentikan tawanya.
"KB, A'? Aa' ingin aku KB?" tanya Andin tak memahami maksud keinginan suaminya.
"Iya."
"Tapi kenapa A'? Aa' pengen kita pacaran dulu ya?'' goda Andin dengan gaya riang khasnya.
"Saya tidak ingin punya anak!" jawab Al datar.
"Deg!"
Bagai disayat belati, mendengar itu Andin hanya terdiam, tak lagi berucap sepatah katapun. Rasanya begitu sakit mendengar ucapan suaminya yang tak ingin memiliki anak darinya.
"Ya sudah, kamu siap-siap, saya tunggu di depan," lanjut Al lagi yang tak menyadari perubahan sikap Andin.
"Iya A'."
Al berlalu meninggalkan Andin dengan embun di matanya, "Sabar, Ndin. Kamu harus sabar. Harusnya hal seperti ini sudah kamu perkirakan sejak awal. Kamu harus sadar diri, Ndin, kamu ini siapa? Hanya wanita yang dibelinya untuk menuntaskan hasrat birahinya. Kamu dan dia beda kasta, Andin, so nggak mungkin dia mengharapkan keturunan darimu.
Nggak usah terlalu banyak berharap, Ndin. Ingat! Pernikahan ini terjadi bukan atas dasar cinta!'' batin Andin menguatkan dirinya sendiri.
''Lho, Non Andin kenapa nangis?" tanya Bi Ina dengan suara cemprengnya yang tiba-tiba sudah berada di sisi Andin.
"Ssssttt ... Jangan keras-keras, Bi!" ucap Andin memperingati, tak ingin suaminya mendengar ucapan Bi Ina,"aku nggak apa-apa, kok," lanjutnya lagi.
"Owalaah, kasian cah Ayu pagi-pagi dah nangis, pasti gara-gara tuan muda, yo? Non Andin harus gedein sabarnya, Tuan itu memang keliatan galak, suka marah-marah, kalau ngomong pedesnya kaya seblak level lima, tapi sebenarnya dia sangat baik," ucap Bi Ina menenangkan.
"Iya, Bi, makasih, ya? Kalau gitu aku mau siap-siap dulu, si bos muda udah nungguin, ntar keburu marah lagi kalau kelamaan," pamit Andin dengan nada bercanda.
"Oh iya iya, silakan, Non, semangat ya!"
Andin tersenyum, "Oke, Bi. Semangaat!" sahutnya kemudian berlalu.
***
Mercedes Benz Maybach S-Class, Si Merah yang membawa Andin dan Al di bawah kendali Supri kini mulai melaju membelah jalanan kota Surabaya yang mulai padat.
"Jadi kita ke mana dulu, Pak?" tanya Supri pada majikannya.
"Kita ke Universitas Airlangga dulu untuk antar Andin, tapi sebelumnya kita mampir ke rumah sakit terdekat ya!" titah Al pada Supri.
"Baik, Pak. Kalau gitu langsung ke rumah sakitnya UNAIR ya?" ucap Supri memastikan
"Iya, tadi saya sudah daftar online di sana,'' jawab Al.
"Baik, Pak. Tapi siapa yang sakit?" tanya Supri mulai kepo.
"Udah jalan aja, nggak usah banyak tanya!"
"Baik, Pak. Maaf."
Sedangkan Andin sedari tadi ia hanya terdiam, memandang kosong ke arah luar jendela. Keinginan suaminya untuk dia ber-KB benar-benar merusak moodnya.
Merasa hening, Al melirik ke arah Andin, " Tumben si Andin diem aja? biasanya dia banyak tanya," batin Al merasa ada yang kurang jika tak mendengar celotehan bocah tengil di sisinya.
"Ah, bukannya begitu lebih baik ya? Jadi kan gue nggak perlu ngeladenin pertanyaan-pertanyaannya," lanjut Al lagi mencoba menghibur diri.
Ia kembali menyibukkan dirinya dengan ponsel di tangannya, tapi lagi-lagi hatinya merasa tak tenang melihat perubahan sikap Andin.
"Ndin ...."
"Ya?"
"Kamu ambil jurusan apa di UNAIR?" Al mulai basa-basi mencari pembahasan.
"Sastra Bahasa A','' jawab Andin singkat.
"Kenapa ambil jurusan itu? Mau jadi pujangga, ya?" tanya Al yang mulai terdengar sok asik.
Andin melirik sekilas ke arah suaminya, ia merasa aneh ketika pria dingin di sisinya itu mulai banyak bicara.
"Nggak apa-apa, suka aja," jawab Andin lagi, kemudian kembali memandang ke jendela. Kondisi di luar yang sedang gerimis membuat ia semakin mellow, seolah alam ingin memeluknya, dan mengatakan padanya bahwa ia tidak sendiri, ada langit yang juga tengah mendung dan siap meluncurkan air hujannya.
Tak berselang lama, kini mobil merah itu sudah berhenti di depan IGD, Supri terlebih dahulu mempersilakan tuan dan istrinya itu turun sebelum memarkir mobil di tempat parkiran.
"Ayo, Ndin," ajak Al.
Andin pun menurut tanpa banyak berkata. Mereka langsung melakukan komfirmasi pendaftaran dan segera menuju poli kandungan.
Al dan Andin duduk di kursi tunggu bersama, ikut mengantre bersama pasien yang lain. Andin mendapatkan urutan ke-3, dan kini yang sedang berada di ruangan adalah pasien dengan urutan ke-2, tepat waktu.
Andin duduk di sisi seorang ibu-ibu berusia tiga puluh tahunan dengan seorang balita di pangkuannya. Sedang Al berada di sisi kanannya.
"Itu suaminya, Mbak?" tanya seseibu dengan lipen merah cabe itu mulai kepo.
"Iya," jawab Andin dengan senyuman ramah.
"Wah ganteng, ya?" ucap si Ibu dengan nada centil sembari melirik suami di sisinya.
"Alhamdulillah," jawab Andin.
"Periksa anak pertama ya, Om? Mbaknya kelihatan masih muda banget, pasti si Om nih yang udah ngebet punya anak?'' tanya si Ibu langsung pada Al, yang hanya dibalas dengan senyuman kecut olehnya.
"Nomor urut 3," panggil seorang suster membuat Al dan Andin berucap syukur dalam hati, karena diselamatkan dari berlama-lama duduk bersama the real netijen kepo.
"Saya duluan ya, Bu," pamit Andin masih berusaha ramah, kemudian segera berdiri dan berlalu ke ruang pemeriksaan.
"Istrinya dirangkul dong, Om, biar keliatan mesra, kan pengantin baru!" seru si ibu-ibu yang ternyata bukan hanya kepo tapi juga sok tau itu. Walau memang benar apa yang dikatakannya.
Al dan Andin hanya saling berpandangan kemudian berlalu tanpa menggubris ucapan si Ibu.
Aksi ibu tersebut tentu saja mengundang perhatian semua orang yang sedang mengantre. Ia tersenyum kikuk pada semua orang yang memandangnya, "lucu ya ibu-ibu, pasangan om-om sama mbak-mbak imut, kaya cerita-cerita CEO di novel-novel," celetuknya membuat semua orang menggelengkan kepala heran.
Al dan Andin sedang berada di dalam ruangan untuk berkonsultasi, setelah mendengar keinginan pasangan di hadapannya untuk ber-KB, dokter segera memberikan penjelasan terkait KB yang dianjurkan untuk pasangan yang baru menikah dan ingin menunda memiliki keturunan.
"Jadi untuk pasangan baru seperti kalian sebaiknya menggunakan KB pil ya untuk alat kontrasepsinya, KB ini memudahkan kalian untuk bisa menghentikannya kapan saja kalian sudah ingin dan siap untuk memiliki keturunan, dan KB pil juga relatif aman digunakan untuk wanita yang belum pernah hamil sebelumnya," jelas dokter kandungan menyampaikan benefit menggunakan KB pil.
"Maaf, Dok. Apa penggunaan KB ini nantinya akan berpengaruh pada tingkat kesuburan saya?" tanya Andin menyampaikan kekhawatirannya.
"Tidak ya, Mbak. KB pil sekarang tergolong aman untuk kesuburan penggunanya. Dulu, memang KB pil memiliki efek samping membuat rahim menjadi kering, dan mempengaruhi kesuburan penggunanya setelah ia memutuskan untuk berhenti ber-KB. Sehingga kasus yang sering di temui, mereka kesulitan mendapatkan kehamilan selanjutnya.
Tapi itu dulu ya, sekarang sudah tidak. Karena kadar hormon dalam pil kontrasepsi sekarang sangat dijaga. Dahulu, dosis yang digunakan sekitar 50 mcg (mikrogram) dan sekarang diturunkan menjadi 20 mcg sehingga efek samping dari penggunaan alat kontrasepsi bisa diminimalkan.'' penjelasan dokter tersebut membuat Andin bernafas lega.
Dokter lalu memberikan pil KB dan menjelaskan aturan minumnya pada Andin, tak lupa memberikan resep agar ketika pil sudah habis dan ingin lanjut ber-KB mereka bisa membelinya di apotek.
"Jadi apa sudah jelas semuanya? Barangkali ada yang ingin ditanyakan, silakan.'' dokter memberi waktu pada mereka untuk berkonsultasi. Al dan Andin saling berpandangan, kemudian memutuskan untuk menyelesaikan sesi konsultasi ini.
Al dan Andin segera berpamit dan pergi meninggalkan ruangan untuk melanjutkan perjalanan.
Tak perlu waktu lama untuk sampai di Fakultas Ilmu Budaya dari Rumah Sakit UNAIR, kini Supri telah menepikan mobilnya tepat di halaman kampus tempat Andin kuliah.
Segera Andin mengemasi barang bawaannya, kemudian meraih tangan Al untuk berpamit, " Andin kuliah dulu ya A','' ucapnya sembari mencium punggung tangan Al penuh hormat.
"Iya," jawab Al singkat, kemudian Andin segera turun dan berlalu.
"Kita langsung jalan, Pak?"
"Tunggu sebentar sampai istri saya masuk," jawab Al masih dengan pandangan melekat pada punggung Andin yang semakin menjauh.
"Sikap dia pagi ini benar-benar berubah, padahal tadi di meja makan masih biasa-biasa saja. Kira-kira apa ya penyebabnya?" Al mencoba menerka-nerka.
"Astaga! Bodoh banget sih lu, Al!" gumamnya dalam hati merutuki dirinya sendiri. "Dia pasti tersinggung soal ucapan gue yang nggak ingin punya anak. Mungkin dia pikir gue nyuruh dia KB karena gue nggak mau punya anak dari dia, padahal bukan itu alasannya," sesalnya dalam hati. Merasa bersalah telah menyinggung hati wanita yang baru dinikahinya sehari lalu.
"Ah, ngapain pula gua sesali? Siapa dia dalam hidup gue? Sampai gue harus khawatir bikin dia tersinggung?" lanjutnya lagi berusaha menepis rasa bersalah dari hatinya dengan sisi dinginnya.
Baru saja Al hendak mengalihkan pandangannya dari Andin, tiba-tiba seorang lelaki dengan paras tampan mendekat ke arah istrinya, "Siapa lelaki itu? Kenapa Dina kelihatan happy banget ngobrol sama dia?" batinnya bertanya-tanya.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
