Malam Pertama Dengan Kakak Ipar Season One (1 - 10)

0
0
Deskripsi

"Massss, sakittt," lirih Mona perlahan air berjatuhan dari kelopak matanya.


"Sakit! Lebih sakitan aku  sialan! Apa kamu tak mengerti, bahwa kakak biadapmu itu kabur. Membawa uang dan perhiasan yang aku berikan," bentak Arka lalu melepaskan jambakan beralih menatap kedua pipi Mona sampai memerah.


"Itu tidak mungkin, Mas," ucap Mona menggelengkan kepala, lututnya terasa lemas dan jatuh duduk di lantai.

BAB 1

Semua barang-barang berserakan di lantai, bahkan banyak yang pecah. Mona karena terkejut mendengar suara sesuatu terjatuh, ia langsung berlari walau tas masih melekat di punggung. Memandang Kakak iparnya terduduk di kasur sambil memegang sebuah kertas membuat Mona penasaran, dia mendekat dan bertanya dengan pelan.


"Mas, ada apa?" tanya Mona menatap Arka yang langsung mendongak saat mendengar suaranya.


"Pergi!" bentak Arka bangkit menatap tajam ke arah Mona.


Mona menunduk ia terkejut mendapatkan bentakan dari Arka. Dengan langkah lemah dia keluar dan bergegas ke kamar untuk mengganti pakaian. Sehabis itu berkeliling mencari Kakaknya. 


"Kak Dinda, dimana?" Mona terus berteriak  berusaha mencari sang Kakak yang mengajaknya tinggal bersama dua bulan yang lalu saat orangtua mereka tiada.


Sampai sebuah suara membuat ia berhenti mencari, terdengar dari nada itu sangat dingin. Lelaki yang memanjakannya bahkan menyekolahkan disini berubah menjadi menyeramkan. Terlihat dari manik mata terpancar kebencian.


"Dia tak ada," seru Arka dengan dingin memandang Mona yang berada dibawah sedangkan dia di atas tangga.


"Kak Dinda belanja, Mas?" tanya Mona merasakan hawa yang mengerikan saat mendongak membalas tatapan Arka, membuat bergidik ngeri dan menunduk.


"Dia pergi, dan tak akan pernah kembali," balas Arka membuat mata Mona mengerjap dan otaknya berusaha mencerna perkataan Arka.


"Maksud Mas, apa?" Mona berusaha mengusir pikiran buruk dari otaknya, ia malah bertanya pada Arka yang langsung tersenyum sinis sambil melangkah mendekatinya.


Rasa takut mencuat dihati, ia melangkah mundur saat Arka sudah dekat. Lelaki itu mencengkram lengan adik iparnya yang berusaha menghindar. Dengan kasar Arka menjambak rambut Mona membuat gadis itu mengerang kesakitan dan berusaha melepaskan tangan Arka dari surainya.


"Massss, sakittt," lirih Mona perlahan air berjatuhan dari kelopak matanya.


"Sakit! Lebih sakitan aku  sialan! Apa kamu tak mengerti, bahwa kakak biadapmu itu kabur. Membawa uang dan perhiasan yang aku berikan," bentak Arka lalu melepaskan jambakan beralih menatap kedua pipi Mona sampai memerah.


"Itu tidak mungkin, Mas," ucap Mona menggelengkan kepala, lututnya terasa lemas dan jatuh duduk di lantai.


"Aku juga berpikir tidak mungkin, tapi ini yang terjadi!" geram Arka menendang Mona sampai terlentang dan sudut bibir gadis itu berdarah.


"Pergi ke kamarmu, atau kamu akan mati ditanganku sekarang!" perintah Arka membuat Mona berusaha bangkit dan melangkah ke kamar sambil terisak menahan sakit.


"Kak, apa benar kamu pergi. Kamu memang sialan! Meninggalkan aku dan Mas Arka yang sangat mencintai Kakak," gumam Mona masih tidak percaya, ia membuka laci untuk mengambil obat tetapi dia malah menemukan sebuah kertas.

"Apa ini?" tanya Mona lalu membawa ke kasur untuk membacanya.

Isi surat

Mona, Kakak pergi bersama pria yang kakak cintai. Kakak sudah tak tahan dengan Arka, lelaki itu terlalu kaku dan tidak romantis bahkan lemah saat di ranjang. Sedangkan kakak memiliki fantasi liar. Kamu tinggallah bersama dia, Kakak sudah membuat surat juga padanya. Berbuat baik dan menurutlah, agar kamu bisa meraih cita-cita yang kamu inginkan. Gantikan Kakak jadi istrinya ya, layanin dia.

Dari Dinda untuk Mona

Mona meremas kertas itu lalu melemparnya, ia menangis histeris. Lalu melempar buku-buku yang tergeletakan di kasur belum dibereskan. Setelah menumpahkan rasa kesal dan kecewa gadis itu jatuh tertidur.

BAB 2

jam sudah menunjukan angka lima pagi, Mona terbangun  segera bangkit duduk di ranjang. Mata bengkak, mengambil cermin kecil di nakas lalu memandang pantulannya. Dada terasa sesak lagi, kejadian kemarin  langsung hinggap di hati.


"Ternyata bukan mimpi," batin Mona berseru lirih.


"Dulu aku menganggumimu Kak," gumam Mona pelan.


"Tapi sekarang tidak, kamu bajingan menumbalkan aku untuk mengantikanmu,"  lanjut Mona memegang cermin dengan kencang.


"Apa yang harus aku la--," ucap Mona terpotong oleh teriakan Arka di depan pintu kamarnya.


"Mona cepat buatkan aku sarapan!"  teriak Arka lalu lelaki itu melangkah pergi ke meja makan, duduk di kursi memainkan ponsel.


Mona lekas bangkit menaruh cermin, merapikan rambutnya asal lalu diikat menjadi satu. Melangkah ke bilik mandi untuk cuci muka dan gosok gigi. Setelah selesai segera pergi menuju dapur untuk memasak.


"Lain kali bangun lebih cepat dan siapkan sarapan!" perintah Arka tanpa melihat Mona yang menoleh.


"Iya Mas, " sahut Mona.


"Pasti kamu udah baca suratnya'kan," kata Arka dengan nada dingin


"Kamu menggantikan dia menjadi istriku," seru Arka lalu memandang Mona yang tengah  mematung mendengar perkataannya.


"Cepat buatkan aku kopi!" perintah Arka lalu Mona segera menyiapkan apa yang disuruh.


"Ini, Mas." Mona menaruh kopi di meja sambil menunduk, ia tak berani menatap wajah Arka. 


"Sehabis joging, sarapan dan pakaian kerja harus sudah siap!" seloroh Arka lalu bangkit keluar tanpa menunggu jawaban Mona.


Mona hanya menghela napas pelan, melakukan tugasnya lalu cepat-cepat berganti pakaian untuk sekolah. Beruntung lelaki itu masih mau menyekolahkannya bukan! Kalau tidak bagaimana nasib Mona. Dengan menyemangati diri, Mona bergegas melaksanakan pekerjaan rumah tangga.


"Akhirnya selesai juga," ucap Mona lalu bergegas ke kamar untuk membersihkan diri dan bersiap - siap. 


Arka baru saja selesai joging, ia menatap meja makan yang telah terhidang sarapan. Melangkah mendekat dan duduk untuk menikmati nasi goreng buatan Mona. Lelaki tersebut melirik kopi yang telah dingin, dia tadi tak meminumnya, langsung pergi berolahraga. Arka meraih ponsel lalu mengirim pesan pada adik ipar.


[Siapkan kopi lagi, yang tadi sudah dingin. Cepatlah!] - Arka


Mona yang baru saja selesai menyisir rambut langsung meraih handphone karena bergetar tanda pesan masuk. Dengan tergesa-gesa ia mengikat surai lagi lalu mengambil tas dan berlari menuju dapur unruk menyiapkan kopi. Sehabis itu lekas menaruh di meja makan membuat Arka melirik sekilas. 


"Aku sudah selesai, kamu sarapan gih!" Setelah mengatakan itu Arka melangkah menuju kamar membuat Mona menghela napas lalu duduk di kursi untuk sarapan.


"Sabar Mona, mendingan kamu sarapan," monolog Mona pada dirinya sendiri lalu melahap makanan yang di depan mata.


Arka selesai berpakaian ia langsung memegang tas dan melangkah keluar menuju dapur. Menaruh uang lima puluh ribu di meja. Melirik kopinya sebentar dan mengembuskan napas kasar.


"Ini uang untuk ongkosmu sekolah," kata Arka lalu pergi meninggalkan Mona tanpa meminum kopi yang dibuatkan gadis itu lagi.


Sehabis makan Mona langsung bangkit dan mengambil uang yang ditaruh Arka tadi. Memasukan ke saku lalu cepat membereskan piring kotor. Setelah itu melangkah cepat-cepat keluar dan menatap kosong bagasi.


"Bodohnya aku! Memangnya Mas Arka sudi, mengantarkan aku sekolah setelah pengkhianatan Kak Dinda," tutur Mona mengomeli dirinya sendiri, lalu melangkah memilih berjalan kaki ke sekolah karena jaraknya tidak terlalu jauh.


BAB 3

Pagi bergulir dengan cepat, jam telah menunjuk angka setengah empat sore. Mona telah di rumah melakukan pekerjaan rumah tangga, mengangkat jemuran lalu bergegas memasak makanan. Peluh membanjiri keningnya, rasa letih menyerang tubuh karena sehabis pulang sekolah langsung mengerjakan tugasnya.


"Ahhhhh, akhirnya selesai juga. Aku harus segera mandi, badan lengket banget," monolog Mona lalu memasuki kamar dan melakukan ritual membersihkan diri.


Sehabis mandi Mona menuju ruang tengah, menunggu Arka sambil berbaring di sofa. Perlahan ia terlelap karena kelelahan, menuju alam mimpi sampai akhirnya jam menunjuk angka tujuh. Bel rumah berbunyi tapi dia masih pulas, dengan kesal Arka mengambil kunci cadangan di mobil dan membuka pintu. 


"Kenapa gadis sialan itu!" maki Arka melangkah dengan lebar lalu matanya menangkap Mona tengah tertidur pulas di sofa.


"Sialan! Gadis ini malah enak-enakan tidur," geram Arka lalu menendang kaki Mona membuat gadis tersebut terkejut dan langsung duduk.


"Ada apa, Mas?" tanya Mona masih belum sadar seratus persen.


"Ada apa, ada apa! Kamu ini, Mas pulang bukannya di sambut malah enakan tidur," sembur Arka dengan suara keras.


"Siapkan aku pakaian, dan kopi!" perintah Arka membuat Mona bangkit dari duduknya.


"Baju Mas sudah aku siapkan, aku pamit nyeduh kopi dulu," kata Mona menundukan kepalanya lalu melangkah menuju dapur.


Mona langsung menyiapkan kopi dan mengambil biskuit untuk cemilan juga. Dengan langkah hati-hati ia membawa nampan. Arka telah berganti pakaian, terlihat pria itu duduk santai di sofa. 


"Ini Mas." Mona menaruh kopi dan biskuit di meja, lalu bergegas pergi ke dapur untuk menaruh nampan.


Baru saja kopi habis setengah, perut Arka sudah berbunyi minta diisi. Dengan langkah santai ia menuju meja makan, ia memandang Mona yang tengah mencuci buah-buahan. Arka memandang makanan, lalu melirik Mona.


"Mona!" panggil Arka membuat Mona langsung menoleh.


"Iya Mas?" tanya Mona balas memandang wajah Arka lalu ia langsung menunduk lagi.


"Belikan Mas Sate ayam, ini uangnya," tutur Arka menyerangkan selembaran warna merah.


"Tapi Mas, akukan masak sup ayam, dan di luar hujan juga," cicit Mona mendapatkan pelototan Arka.


"Jangan membantah! belikan dua puluh tusuk, pakai motor yang ada di bagasi. Jangan manja, ada mantel'kan, pakai itu!" perintah Arka lalu melangkah menuju ruangan kerjanya.


Mona dengan lesu melangkah meraih jas hujan dan menuju motor. Mulai melajukan kendaraan roda dua itu menembus hujan. Air yang berjatuhan sangat deras, membuat Mona sedikit kesulitan melihat jalan. Ia berucap syukur saat selamat sampai tujuan dengan cepat memesan sate ayam.


"Mang dua puluh tusuk sate ayam ya," pinta Mona lalu cepat-cepat berteduh.


Jam sudah menunjuk angka setengah sembilan, akhirnya ia sampai rumah. Dengan cepat ia menuju ruang kerja Arka, terlihat lelaki itu tengah mengerjakan sesuatu. Mona masih belum melepaskan mantel itu sampai air hujan menetes ke lantai.


"Mas, ini satenya," ucap Mona menyodorkan sate ke hadapan Arka.


Arka melirik sekilas lalu melanjutkan pekerjaannya lagi. "Buang saja! Aku sudah gak berselera makannya, kamu lama sekali. Aku sudah makan jam delapan tadi," ujar Arka dengan menampilkan wajah tanpa dosa.


"Sabar Mona," batin Mona berseru sambil mengelus dadanya.


"Kenapa mengelus dada, kamu kesal!" seru Arka membuat Mona terkejut lalu menggeleng.


"Tidak Mas, Mona gak marah. Ini aku makan saja ya, sayang kalau dibuang," seloroh Mona hanya mendapatkan dengkusan Arka.


"Terserah!" 

 

BAB 4

Hari ini libur, Mona sedikit pusing dan badannya panas. Ia hanya mencuci wajah  lalu mengosok gigi saja, melihat ke dalam kulkas ternyata tidak ada bahan untuk di masak. Melangkah dengan ragu menuju kamar Arka, baru saja hendak diketuk pintu itu sudah terbuka.


"Mau ngapain," tanya Arka dingin.


"I-itu, bahan makanan sudah habis," seloroh Mona dengan gugup lalu ia bersin.


"Kamu sakit?" tanya Arka masih dengan nada dingin.


Mona menggeleng dengan cepat. "Tidak Mas, Mona tidak sakit," sahut Mona dengan suara gemetar.


"Bahan untuk sarapan tidak ada?" tanya Arka lagi dibalas gelengan oleh Mona.


"Ya sudah, ayo kita belanja," lanjut Arka masuk ke kamar lagi untuk mengambil kunci mobil.


Arka mengendarai mobil di kecepatan rata-rata, perutnya sudah bergejolak minta diisi. Akhirnya mampir ke tukang bubur ayam dulu untuk makan. Alis Mona mengeryit saat Arka bukan pergi ke minimarket tetapi dia takut bertanya.


"Turun! Kita makan bubur dulu," seru Arka lalu melangkah meninggalkan Mona, gadis itu langsung turun karena ia juga lapar.


"Bubur dua," pinta Arka dibalas anggukan pelayan.


Pelayan langsung menghidangkan bubur di meja saat telah siap. Dia memandang wajah Mona yang pucat, sesekali gadis itu bersin. Ia menyodorkan air hangat untuk Mona membuat Mona mendongak.


"Apa Adek sakit? Mukanya pucet banget, ini air hangat buat minum," ucap pelayan itu.


"Makasih Bang, enggak kok." Mona menunduk lagi saat mendapatkan tatapan tajam dari Arka.


Setelah bubur mereka habis, Arka langsung membayar dan bergegas ke mobil melanjutkan perjalanan. Akhirnya sampai juga di pasar, lelaki itu bukan membawa ke minimarket. Arka telah memakai masker lalu memerintahkan Mona keluar.


"Beli bahan makanan untuk sebulan," perintah Arka dibalas anggukan Mona, gadis itu langsung melangkah dan memilih bahan m

akanan lalu lelaki tersebut yang membayar.

 

Setelah membeli semua bahan, Arka lekas menuju mobil meninggalkan Mona yang kesusahan membawa belanjaan. Jalannya mulai oleng, kepala gadis itu semakin berdenyut nyeri. Kaki sudah tak kuat menahan bobot, ia langsung ambruk membuat Arka menoleh dan berlari melihat Mona yang tergeletak tak sadarkan diri.


"Ishhh, kamu menyusahkan saja," gerutu Arka pelan lalu membopong masuk ke mobil, tak lupa mengambil belanjaan.


Setelah itu ia langsung menelepon dokter pribadi dan menyuruh ke rumah. Dia melajukan mobil untuk pulang, sehabis sampai menaruh Mona di kamarnya. Arka langsung menyuruh Hans yang baru sampai memeriksa adik ipar.


"Dia kenapa, Hans?" tanya Arka langsung setelah Hans selesai memeriksa Mona.


"Dia demam, ini obat Tuan berikan saat dia sudah bangun. Kompres juga agar panasnya agak turun," ujar Hans menyodorkan beberapa obat dan sudah ia tulis berapa kali harus di minum.


"Saya pamit pulang, Tuan," kata Hans dibalas anggukan Arka, lelaki itu langsung mengantar Hans keluar.


 Arka lekas ke dapur mengambil air untuk mengompres Mona. Melangkah menuju kamar dan duduk disamping adik ipar yang berbaring. Dengan telaten ia menempelkan kain ke kening Mona lalu mengambil laptop untuk mengerjakan pekerjaan di sini, sambil merawat gadis tersebut.


"Eughhhhh," erang Mona lalu perlahan membuka kelopak mata, tatapannya langsung beradu dengan manik tajam Arka.


"Mas kok kita ada di sini?" tanya Mona dengan suara lemah.


"Terus di parkiran gitu! Ninggalin kamu di sana, terus Mas langsung viral karena ninggal kamu," sinis Arka membuat Mona terdiam.


"Ini minum obatmu, menyusahkan saja!" Arka langsung pergi meninggalkan Mona sendiri di kamar.


BAB 5

Matahari sangat terik dan cuaca sangat panas, Mona terbangun dari tidur. Ia sedikit merasa baikan, melirik resep obat, ternyata siang ini harus meminum pil untuk menyembuhkan demam. Bangkit perlahan lalu menuju dapur menyiapkan bubur untuknya, makanan buat kakak ipar.


"Bismillah," kata Mona bangkit dari kasur menuju dapur dengan pelan.


Mona mulai memasak dengan tubuh lemas, ia harus mengerjakan pekerjaan rumah karena tak mau menyusahkan sang kakak ipar lagi. Dengan hati-hati menyiapkan bahan lalu menggoreng, ia mengulas senyuman saat semua telah beres. Pelan-pelan menuju ruang kerja Arka karena dia tau pasti lelaki itu tengah mengerjakan kesibukannya.


"Masss," panggil Mona dengan suara pelan sambil mengetuk pintu.


"Masuk!" perintah Arka tanpa menoleh ke pintu yang telah terbuka.


"Mas, makan siang sudah siap," tutur Mona membuat Arka menoleh sekilas lalu fokus tidak menghiraukan ucapan adik iparnya.


Mona berdiri diam di depan pintu, menunggu Arka menyahuti. Tiba-tiba terdengar suara perut berbunyi membuat Arka meruntuki lambung yang telah meronta minta di isi. Lelaki itu segera bangkit dan melewati Mona, adik iparnya mengikuti dari belakang.


"Mas mau minum kopi?" tanya Mona pelan saat sampai dapur, melihat lelaki itu duduk di kursi.


"Hmmmm, buat saja nanti kuminum," balas Arka lalu menyendok makanan.


Mona menyeduhkan kopi terlebih dahulu lalu mulai memakan bubur setelah selesai. Ia harus makan banyak agar cepat sehat, sehabis  nasi yang lembek itu ia bangkit. Menuju kamar tak lupa membawa segelas air.


"Apa aku harus istirahat atau membersihkan rumah?" tanya Mona pada dirinya sendiri.


"Istirahat saja, kalau kerja nanti sakitnya makin parah aku yang susah," sambar Arka dingin dan tegas saat melewati kamar Mona yang pintunya terbuka.


"Makasih Mas sudah diizinkan istirahat, maaf merepotkan," ujar Mona menundukan kepala lalu melangkah ke pintu untuk menutup karena Arka telah pergi.


Malam tiba suara bel membuat Arka yang bersantai di ruang tengah bergegas menuju pintu. Tatapannya langsung bertemu dengan beberapa anak muda seusia Mona. Ia menatap dingin, memandang satu persatu membuat mereka menunduk.


"Kenapa kalian datang kemari?" tanya Arka dengan nada dingin.


"Anu Omm, kami ingin menjenguk Mona kenapa dia tidak masuk sekolah," balas seorang pria dengan suara gemetar.


"Mona sedang sakit," seru Arka masih berdiam di pintu.


"Boleh kami menjenguk Mona, Om?" tanya lelaki itu berusaha agar suaranya tak bergetar karena merasakan aura yang menyeramkan keluar dari tubuh Arka.


Arka hanya mengembuskan napas kasar, lalu berdehem membuat jantung mereka semua memompa lebih cepat. "Jangan lama-lama karena ini sudah malam!" Perintah Arka dibalas anggukan semuanya, Arka memerintah mereka masuk dan mengikuti sampai kamar Mona.


"Monaaa, temanmu jenguk nih," ucap Arka dingin sambil mengetuk pintu, Mona yang mendengar langsung bergegas membuka pintu.


"Iya Mas," sahut Mona lemah lalu memandang mereka semua.


"Jangan lama-lama, ini sudah malam," kata Arka tidak seperti menasehati tapi memerintah.


"Iya Mas, makasih udah ngebolehin mereka masuk," balas Mona tidak ditanggapi Arka, lelaki itu langsung pergi.


"Mona lo gak papa?" tanya lelaki yang tadi berbicara dengan Arka.


"Gak papa, Raka. Makasih kalian udah jengukin gue," tutur Mona pelan mengajak mereka masuk dan duduk, tanpa menutup pintu.


"Iya sama-sama, Raka nih yang ngebet banget pengen ngeliat keadaan lo," sungut Mirna menunjuk Raka.


"Gue buatin minuman dulu ya," seru Mona dibalas gelengan semuanya.


"Gak deh, kita cuma sebentar. Om lo serem Mon," ucap Dimas dibalas anggukan semua.


BAB 6

Tiga hari berlalu akhirnya Mona sudah sembuh total, ia langsung bebenah. Rencana besok baru mau masuk sekolah, hari ini harus melakukan pekerjaan rumah tangga terlebih dahulu. Menata makanan di meja, membuatkan kopi seperti biasa. Setelah dilihat telah beres semua, dia melangkah menuju kamar Arka untuk memberitahu waktunya sarapan.


"Massss, sudah waktunya sarapan," panggil Mona sambil mengetuk pintu.


"Kamu sudah sembuh?" tanya Arka saat membuka pintu membuat Mona terkejut dan mengelus dadanya.


"Su-sudah Mas, ayo sarapan sudah aku buatkan, kopi juga udah ada," terang Mona hanya dibalas deheman oleh Arka.


Lelaki itu duduk mulai menikmati sarapan, ia memandang Mona yang sehabis makan langsung beberes lagi membuat ia mengeryitkan alis. "Apa kamu tidak masuk sekolah?" tanya Arka tanpa basa-basi membuat pekerjaan Mona terhenti dan menoleh membalas tatapan Arka yang sangat tajam.


"Tidak, Mas. Mona mau sekolah besok saja, sekarang mau bebenah dulu," sahut Mona hanya dibalas anggukan Arka lalu laki-laki itu pergi bekerja.


***


Seminggu berlalu Mona tengah di sekolah, hari ini tidak ada pelajaran. Mereka pulang cepat, gadis itu masih berkumpul berbincang-bincang untuk mengerjakan tugas kelompok. Mona duduk disamping Raka, lelaki tersebut tak melepaskan genggaman tangan semenjak bel bunyi.


"Gimana, kita kerja kelompok di rumah siapa?" tanya Mirna sambil menyeruput pop ice rasa stoberi.


"Gue gak bisa ke mana-mana," kata Mona membuat semua temannya memandang dia.


"Ya sudah, di rumah kamu aja," usul Raka membuat semua melotot.


"Gak ah, gue takut ama Omnya, auranya serem banget," tolak Dimas sambil bergidig ngeri.


"Tapi dia ganteng, Dim." Mirna sambil membayangkan wajah tampan Arka.


"Ya sudah, tapi gue izin dulu ya," ucap Mona dibalas anggukan semuanya.


Mona merogoh handphone di saku. Mengetik setiap huruf menjadi kata. Lalu mengirim pada kakak iparnya.


[Mas, Mona izin bawa temen ke rumah, buat ngerjain tugas kelompok,] - Mona


Mona masih menatap layar ponsel, menunggu jawaban sang kakak ipar. Ia tak berani mengajak teman-temannya sebelum di izinkan pemilik kediaman. Dengan gelisah dia menunggu jawaban, saat bunyi pesan masuk Mona langsung cepat mengecek.

 

[Boleh,] - Arka 


Mona tersenyum senang saat diperbolehkan oleh kakak iparnya, ia langsung menunjukan pada teman-temannya. Mirna bersorak bahagia, dia lekas mengajak mereka ke minimarket dulu untuk membeli cemilan. 

Sehabis belanja, semua lekas menuju kediaman Arka.


"Om lo ada di rumah gak?" tanya Dimas saat menaiki motor masing-masing.


"Jangan lupa pake halm," kata Raka menyerahkan halm pada Mona.


"Mas Arka lagi kerja. Oke aku pake halmnya ayoooo! Biar cepat selesai tugasnya," seru Mona menaiki motor Raka.


"Ngapain buru-buru, Mon?" tanya Raka mulai melajukan motornya.


"Gue'kan harus bebenah Ka, gue harus tau dirilah numpang di rumah kakak ipar gue," balas Mona dibalas anggukan Raka.


"Bukanya lo dulu selalu dianterin Om, Lo? kok sekarang enggak sih?" tanya Mirna karena motor dimas berlaju sejajar dengan Raka.


"Mungkin Mas Arka lagi sibuk, Mir. Jadi gak sempet anter gue," sahut Mona lalu memandang jalanan di depan.


"Itu karena Kak Dinda yang berkhianat," geram Mona dalam hati tanpa sadar tangannya mengepal.


Sehabis sampai kediaman Arka, mereka langsung memarkirkan motor. Sedangkan Mona cepat membuka pintu lalu mengajak Mirna agar membantu menyiapkan minuman dan cemilan. Mirna menatap dapur minimalis itu dengan mata berbinar.


"Kalau Om lo masih lajang mah, gue mau jadi istrinya deh," ucap Mirna membuat Mona menoleh menatap sahabatnya. 


BAB 7

Semua teman-teman Mona sudah pulang, gadis itu langsung mengerjakan pekerjaan rumah. Menyiapkan makan malam, lalu masuk ke kamar Arka untuk membersihkan tempat tersebut. Dengan cekatan Mona merapikan seluruhnya. Mengembuskan napas lelah, lekas mandi karena Mona akan istirahat. Tubuh sangat letih akibat belajar kelompok dan membersihkan kediaman Arka.


 "Tidur sebentar aja deh," kata Mona setelah membersihkan diri, membiarkan tubuhnya hanya berbalut handuk.


Arka menggeramkan marah saat sampai rumah Mona tidak membukakan pintu. Dengan rasa kesal yang mengganjal, Arka melangkah ke mobil untuk mengambil kunci cadangan. Saat memasuki kamar, ia baru teringat bahwa adik iparnya tadi mengerjakan tugas kelompok di sini. Dia langsung melihat CCTV lalu menggeram kesal saat melihat Mona selalu bergenggaman tangan bersama salah satu laki-laki.


"Gadis ini harus diberi hukuman agar tau posisinya," seru Arka lalu bangkit ke kamar mandi untuk membersihkan diri.


Sehabis membersihkan diri, Arka langsung memakai pakaian santai. Melangkah dengan pasti ke bilik Mona, ia langsung membuka pintu dan disuguhkan pemandangan yang mengundang gelora yang beberapa hari ini dia tahan. Lelaki tersebut mendekat dan mengusap bibir ranum adik ipar, perlahan wajah Arka mendekat menyatukan kedua benda kenyal melumat dengan kasar.


Mona terusik oleh kegiatan Arka, perlahan mata lentik itu terbuka dan langsung membulat. Saat mengetahui kakak ipar tengah menindih, sambil menyelipkan tangan ke gunung kembar miliknya. Mona berusaha memberontak tetapi tenaga kalah kuat dengan Arka, gadis tersebut hanya bisa terisak karena dilecehkan.


"Berisik!" geram Arka lalu melepaskan pertemuan benda kenyal itu, ia lekas mengusap bibir dan menatap tajam Mona.


"Ini hukuman untukmu, karena sudah berdekatan dengan laki-laki. Ingatlah, kamu adalah pengganti istriku jadi jangan macam-macam!" gertak laki-laki itu lalu melangkah meninggalkan Mona yang terisak tetapi berhenti di pintu berbicara tanpa menoleh.

 

"Cepat turun! Atau kamu mau Mas berbuat lebih," ucap Arka melangkah keluar menuju dapur yang ada meja makan.


Arka menunggu lima belas menit lalu Mona keluar dengan mata sembab. Lelaki itu hanya melirik sekilas lalu fokus ke ponsel sambil mengunyah makanan. Arka memandang Mona yang masih terdiam di kursi tanpa menyentuh hidangan.


"Siapkan aku kopi! Cepat!" perintah Arka dengan tegas, Mona tersentak lalu melakukan bangkit dengan lesu untuk menyeduh kopi.


"Ini Mas," kata Mona dengan lesu, lalu mengambil hidangan untuk dimakan, selera Mona hilang saat mengingat kejadian tadi.


"Masss, aku ingin berbicara," ucap Mona pelan membuat Arka mendongak sebentar lalu menunduk lagi fokus makan.


"Nanti, jika sudah makan malam," sahut Arka tak peduli dibalas anggukan Mona.


"Aku bisa melakukan pekerjaan rumah tangga, tapi tidak untuk melayani di ranjang," batin Mona berseru saat mengingat Dinda membuat ia jadi tumbal oleh keegoisan sang kakak.


Sehabis makan malam, Arka bangkit meraih secangkir kopi lalu melangkah ke ruang tamu. Mona masih melahap makanannya, ia akan ke Arka saat selesai mengisi perut. Berdiri dari kursi dan mendekat pada kakak ipar, gelisah menyerang membuat Mona meremas pakaian bahkan sampai berkeringat di dahi.


"Mau apa gadis ini," batin Arka berseru tetapi tidak memperdulikan Mona, pria itu fokus mengetik keybroad di laptop. Menikmati secangkir kopi yang terasa pas di lidah.


"Ma-masss, aku tidak mau melayanimu di ranjang, cukup hanya pelecehan yang tadi saja," ujar Mona dengan nada cepat setelah tergagap tadi, membuat Arka menoleh dan menatap tajam wajahnya.


BAB 8

Arka bangkit dari duduk, lalu mendekati Mona menatap tajam ke arah gadis itu. Membuat nyali Mona yang ingin berkata lagi jadi menciut. Menarik dagu adik ipar dan mencengkram agar membalas tatapannya


"Bercermin dululah sebelum berbicara itu, Mona! Boleh saja kamu tidak melakukan kewajiban yang dilemparkan padamu. Tapi ganti uang yang dibawa kakak sialanmu itu," maki Arka lalu membuat Mona terjatuh duduk di lantai.


"Kamu ini tidak tau diri!" bentak Arka lalu menarik tangan Mona untuk mengikutinya.


"Diamlah di sini! Renungkan keinginanmu, apakah pantas atau tidak kamu pinta padaku,"   seru Arka mendorong Mona masuk gudang dan lelaki itu kunci.


"Masss, buka! Jangan dikunci Mona takut," teriak Mona menggedor pintu, ia mulai terisak ketakutan.


Arka berlalu begitu saja meninggalkan gudang, ia sangat kesal mendengar permintaan Mona. Lelaki itu lebih memilih ke  kamar untuk mengistirahatkan tubuh. Dia sangat lelah, membiarkan adik ipar tidur di gudang untuk malam ini. 


"Masss, tolong buka! Mona takut, Mona janji gak bakal nego lagi apalagi ngebantah," pekik Mona, gadis itu sangat takut gelap.


Mona melorot ke lantai, memeluk lutut dengan gemetar. Matanya melirik setiap sudut, gudang ini sangat berdebu. Ia sangat takut dengan kecoa, rasa takut bertemu sangat besar. 


"Mona takutttt," lirih Mona dengan gementar, tubuhnya sedikit terguncang akibat tangisan.


 Mona memekik kaget saat merasa ada yang menggerayangi tangannya, gadis itu langsung mengibaskan lengan saat mengetahui kecoa. Ia berlari mencari sesuatu untuk mengusir serangga itu, saat menemukan sapu Mona langsung cepat menyingkirkan cecunguk. Perempuan tersebut bernapas lega, dia langsung menyapu tempat buat duduk sambil memegang benda bakal membersihkan debu. Akan menjadi senjata selama berada disini. 


"Tempat ini sangat menyeramkan, kenapa Mas Arka tega menghukumku disini. Aku lebih memilih bekerja sehari penuh," lirih Mona, matanya tetap waspada takut cecunguk mendekatinya lagi.


"Ini semua karena Kak Dinda, kalau dia tidak kabur dan mengkhianati Mas Arka pasti hidupku baik-baik saja," ujar Mona mengepalkan tangannya, mengingat kepergian Dinda.


"Apa yang harus aku lakukan, aku tidak bisa mengembalikan uang yang dibawa kabur oleh Kak Dinda," gumaman Mona terdengar lirih dan putus asa.


"Kenapa Kak Dinda tega mengorbankan aku sebagai pengganti dirinya," tutur Mona mengusap air mata yang mulai berjatuhan.


"Pilihanku hanya menuruti Mas Arka, mengganti peran Kak Dinda sebagai istrinya," ucap Mona lagi, ia terus berbicara sendiri meratapi nasibnya yang ternyata harus melayani Arka di atas ranjang juga.


"Hidupku hancur dalam sekejap karena ulah Kak Dinda. Apa karena aku terlena dengan kemanjaan yang diberikan Mas Arka, hingga tuhan menegurku dengan cara ini?" Pikiran Mona telah berkelana ke mana saja, tanpa ia ketahui jam telah menunjuk angka tiga dan gadis tersebut baru terlelap karena kelelahan.


Arka telah terbangun saat jarum jam menunjuk angka setengah enam, ia bangkit untuk ke meja makan dan tidak menemukan sarapan. Dia baru ingin bahwa telah menghukum Mona, dengan langkah lebar Arka pergi menuju gudang. Saat membuka pintu itu, matanya langsung disuguhkan pemandangan yang menyedihkan.


Arka membuang napas kasar. "Jangan simpati, Arka! Gadis ini adalah adik wanita sialan itu," batin Arka memperingati, ia segera mendekat dan membopong Mona ke kamar perempuan itu.


"Aishhhh, menyusahkan saja." Arka langsung pergi saat menaruh Mona di kasur, melangkah ke dapur untuk membuat secangkir kopi, ia memilih membeli makanan untuk sarapan.


BAB 9

Mona terbangun jam enam, matanya mengerjap menyesuaikan penglihatan. Ia turun dari kasur, merasa heran karena berada di kamar. Berpikir keras, tidak mungkin kejadian tadi malam hanya mimpi lantaran terasa sangat nyata.


"ishhh, sudahlah mendiangan aku mandi, cepat-cepat berangkat sekolah," ujar Mona saat melihat jam di dinding.


Gadis itu terus meguap setelah memakai bedak dan memoles lipbalm di bibir. Hari ini ada kelas pagi, karena kemaren sore Mirna memberitahu lewat chat. Saat menuju dapur untuk membuat sarapan, tetapi ia bertemu Arka yang menenteng sesuatu. 


"Masss," lirih Mona pelan masih teringat kejadian semalam, ia ragu jika itu mimpi apalagi melihat tatapan Arka tidak seperti biasanya.


Arka langsung menunjuk kening Mona dengan telunjuk. "Apa otakmu ini sudah berpikir dengan benar? mau patuh padaku atau mengganti rugi uang yang dibawa kakakmu," sinis Arka menatap tajam wajah Mona yang seketika pucat.


"Ternyata bukan mimpi, lagi malam aku sempat hendak dilecehkan," batin Mona berseru dengan lirih, jari tangan saling meremas berusaha memendam kegelisahan.


"Jawab! Bukan diam," bentak Arka tak sabaran terus menatap sinis Mona yang gemetar.


"A-aku pilih patuh, Mas," sahut Mona dengan terbata-bata.


Arka tersenyum mengejek ia menoyor kening Mona membuat sang empu terdorong sedikit ke belakang. "Makanya kalau mau berbicara berpikir dulu! Kamu hanya bisa menurut padaku, apalagi Kakakmu sendiri yang menumbalkanmu hhaha. Kalian hanya orang miskin! Jangan belagu," geram Arka lalu menyodorkan plastik putih pada Mona.


"Siapkan ini untuk sarapan, kamu tak perlu memasak." Setelah Mona menerima plastik itu, Arka langsung pergi ke kamar untuk membersihkan diri.


Tanpa dikomando air mata Mona berjatuhan. Lekas mengusap dengan kasar karena menangis tidak akan mengubah nasib malang yang menyerang. Cepat melaksanakan tugas menyiapkan sarapan di meja.


[Mona, siapkan pakaianku sekarang!] - Arka


Saat menerima pesan dari Arka, Mona langsung bangkit lalu berlari menuju kamar kakak ipar untuk menyiapkan pakaian sesuatu perintah. Dengan cekatan memilih baju, celana yang pas. Sehabis itu cepat keluar karena mengetahui jika Arka selesai mandi.


"Ahhh syukurlah, aku masih takut dengan Mas Arka. Apalagi setelah kejadian itu," monolog Mona dengan suara pelan, mengelus dada menenangkan detak jantung yang berpacu.


Arka keluar kamar mandi ia mendengar suara pintu yang ditutup dengan cepat. Seringai muncul di bibirnya, merasa bahagia bahwa gadis itu takut. Segera memakai pakaian lalu mengambil tas dan dasi. Melangkah menuju meja makan, dia harus cepat-cepat karena ada jadwal rapat hari ini.


"Mona! Cepat pakaikan dasi, aku harus segera sarapan dan pergi bekerja," perintah Arka, ia menyodorkan dasi itu pada adik iparnya.


Mona mengambil dasi itu, memakaikan dengan gugup. Ia takut berdekatan dengan Arka, lelaki itu tinggi membuat Mona kesusahan untuk memasangkannya. Arka yang mengetahui kesulitan Mona lebih menunduk, dia merasa senang saat melihat Mona gelagapan.


"Cepatlah! Waktuku terbuang sia-sia jika kamu lama sekali memakaikannya," ejek Arka, Mona menunduk sebentar lalu dengan cekatan mengenakan dasi pada Arka.


Selesai memakaikan dasi, Arka langsung menyuruh Mona untuk sarapan. Lelaki tersebut juga makan dengan lahap, memakai menu favoritnya. Sehabis itu bangkit lalu mendekati Mona menaruh uang tiga puluh ribu di meja.


"Ini uang jajanmu, harus cukup sehari! Ini hukuman karena ucapanmu kemarin." Arka menunduk mensejajarkan wajahnya dengan adik ipar. 


"Belajarlah menjadi pengganti istriku dengan baik. Jangan terlalu gugup, karena aku akan melakukan yang lebih dari ini," ucap Arka lalu mengecup bibir Mona sekilas yang menjadi candu untuk, dengan tidak memperdulikan air mata Mona yang menetes lagi, Arka bergegas pergi meninggalkan adik ipar sendiri.


BAB 10

Arka langsung menghempaskan bokongnya sesampai di kantor. Mengembuskan napas kasar lalu cepat mengerjakan berkas-berkas yang menumpuk. Dua jam berlalu, lelaki itu masih membaca dan menandatangani kertas tersebut. Pintu ruangan terbuka, menampilkan sahabat merangkak menjadi sekertaris. Arka menatap sinis Reyhan memamerkan cengiran lalu mendekati meja.


"Sinis banget sih matanya bos, belum dipuaskan sama istri apa! Ikut gue aja yuk clubing," ajak Reyhan beralih duduk di sofa saat menaruh berkas di meja.


"Bersik lo" geram Arka lalu meraih berka itu untuk dibaca.


"Ayolah, Ka. Sesekali jajan diluar, emang gak bosen istrimu mulu," ucap Reyhan memang tidak mengetahui jika istri Arka kabur.


"Pergi lo! Ganggu aja, gue lagi banyak kerjaan," usir Arka membuat Reyhan terkekeh.


"hahaha, kalau berubah pikiran bilang ke gue." Reyhan langsung berlegang pergi.


"Sialan!" maki Arka menghempaskan pulpen ke meja, ia lekas meraih telepon dan meminta jus untuk mendinginkan kepala.


Dilain tempat, Mona sudah duduk di kursi menatap kosong papan tulis. Suara berisik siswa-siswi tidak menganggu gadis itu yang otaknya tengah berkenala. Suara seseorang memanggil bahkan mengguncang tubuh Mona membuat perempuan tersebut tersadar lalu tersentak.


"Ada apa? Apa guru sudah datang," ucap Mona repleks tanpa melihat siapa yang mengguncang tubuhnya lalu tatapan mereka langsung beradu dengan Raka sang pelaku.


"Lo kenapa Mon? gak biasanya ngelamun gitu," tegur Raka duduk dihadapan Mona.


"Ternyata lo Ka, bikin kaget aja. Gue gak papa kok," sahut Mona senatural mungkin.


"Jangan bohong, Mon. Kalau ada masalah bilang sama gue," balas Raka menatap tajam manik Mona. 


"Gue gak papa, Ka. Gak usah lebay deh, pergi ke tempat lo sono! Tuh guru udah datang," usir Mona tidak mau memberitahu Raka soal dirinya.


Raka mengembuskan napasnya, lalu bangkit sedikit membungkuk dan memegang pipi kanan. "Ya sudah, aku tidak memaksamu bercerita, tapi kalau sudah mau bercerita pergilah padaku, aku akan mendengarkannya," ujar Raka  berdiri tegak, mulai melangkah menuju tempat duduknya.


 ***


Mona melangkah keluar sekolah, ia pulang berjalan kaki karena uang yang diberikan Arka tak cukup untuk ngojek. Dengan lesu berjalan menuju kediaman kakak ipar. Sebuah notifikasi khusus berbunyi, membuat Mona lekas mengambil handphone di tas.


[Aku akan pulang tiga jam lagi, cepat siapkan lobster asam manis. Setelah aku sampai, makanan itu harus sudah matang! Jika belum awas kamu,] - Arka


[Jika stok lobster habis, ambil uang diatas kulkas, aku sudah menyiapkannya.] - Arka


Mata Mona membulat, ia segera memasukan handphone tidak membalas pesan itu. Lebih memilih cepat pulang dan berganti pakaian lalu lekas belanja. Dia tau jika loster habis karena pagi tadi sempat hendak membuat sarapan. Napas wanita tersebut terengah, mengatur pernapasan sebentar lalu berlari ke kamar, mengambil uang, lekas  pergi membeli bahan.


"Untunglah, aku cepat menemukan bahan-bahannya," ucap Mona saat sampai rumah, ia naik ojek karena ingin cepat sampai.


"Aku harus cepat memasak, waktu tinggal sedikit lagi," kata Mona saat melihat jam lalu cepat menyiapkan bahan dan memasak.


Arka pulang bertepatan, Mona selesai memasak terlihat gadis itu mengembuskan napasnya. Arka menatap hidangan di meja, ia langsung menyantap tanpa berbicara sedikitpun pada adik ipar. Sehabis makanan tersebut, Arka langsung bangkit menenteng sesuatu, masuk ke ruang kerja.


"Aku harus bebenah dulu baru tidur," ucap Mona lalu cepat melakukan pekerjaan rumah tangga.


"Pyuhhhh, akhirnya selesai juga." Mona mengusap keringat di kening, lalu melangkah ke kamar untuk membersihkan diri.


Saat keluar kamar mandi, tubuh Mona hanya terbungkus handuk. Suara pintu terbuka membuat gadis itu terkejut kala mencari pakaian tidur di kamar. Matanya membulat melihat Arka masuk dengan sempoyongan lalu mengunci pintu.


"Kamu berusaha menggodaku, sayang," ujar Arka dengan suara serak, bau alkohol tercium saat sudah berada di dekat Mona.


"Mass, mau ngapain ke sini. Mas mabuk." Mona terus mundur, saat mencium bau alkohol. Alarm berbahaya berbunyi saat melihat tatapan berbeda dari manik kakak iparnya.


"Kamu milikku, Mona. Cepat layani aku!" perintah Arka lalu menerkam Mona yang terus memberontak.


Bersambung ...

Maaf belum sempat di revisi🙏 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Malam Pertama Dengan Kakak Ipar Season One ( 11 - 15)
0
0
Dengar jalang kecil! Tidak usah menangis, cepat bersihkan dirimu dan bersiap sarapan. Hari ini kamu tak perlu sekolah atau melakukan pekerjaan rumah. Ikut aku pergi ke suatu tempat, tuturnya membuatku terluka saat sebutan jalang terlontar dari bibir kakak ipar yang dulu selalu berkata sopan. Dengar tidak! bentaknya saat aku tidak kunjung menyahuti. I-iya, Mas, balasku dengan suara pelan.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan