Episode 1: Sebuah Pertemuan

1
0
Deskripsi

Selamat membaca…. <3

"Bukan.. Bukan aku yang membunuh mereka!"

"Arghh kenapa masalah ini bisa menimpaku?"

"Ini tidak adil, aku bahkan tidak menyentuh mereka!"

Aku berjalan di pinggiran danau yang dulunya adalah tempat wisata dan rekreasi, namun sekarang telah berubah menjadi danau kusam dengan air yang keruh serta banyak digenangi sampah.

"Aku tidak membunuh."

"Aku.. Aku.."

"AKU TIDAK MEMBUNUH!!!" meneriakkan hal yang sama kedua kali sambil menendang kaleng yang ada didepanku demi meluapkan amarah yang kini menyerangku.

《Flashback》

"Tapi kenapa? Bukannya kau percaya bahwa bukan aku yang menyebabkan kematian itu ?"

"Ya kau benar, memang tidak masuk akal jika kusebut kau yang membunuh mereka. Tapi liatlah, semua orang yang terhubung denganmu mati dengan cara mengenaskan."

"Meski polisi menyebut itu adalah kecelakaan, tidak memungkiri kau adalah penyebab kesialan itu. Bisa saja setelah ini aku yang berikutnya, jadi sebaiknya kau menjauh dariku."

"Tapi Joan, kau satu satunya teman laki lakiku yang membelaku saat mereka menuduhku yang membunuh." ujarku sambil memegang kedua bahu Joan.

"Itu aku lakukan karena awalnya kupikir tidak masuk akal jika kau yang membunuh. Tapi liatlah sudah 4 kali dalam 2 minggu ini teman teman yang lain menjadi korban, bahkan korban ke 4 adalah pacarku. bukankah itu menjadi bukti bahwa secara tidak langsung kau yang membunuh mereka?" kini mata joan berbinar saat membicarakan Friska pacarnya yang tewas terjatuh dari lantai 2 Tiga hari yang lalu.

Kuceritakan sedikit, saat itu aku menemani Joan ke Asrama pacarnya untuk membicarakan sesuatu, karna hubungan ku dengan pacar Joan sedikit canggung aku memilih menunggu di lorong saja. Dari lorong dapat kudengar dengan jelas pertikaian mereka berdua. Sedetik kemudian Friska keluar dari pintu dan berhadapan denganku. Saat aku bertanya ada apa, sebuah tamparan keras mendarat di wajahku. Ternyata Friska menuduhku menghasut Joan untuk memutuskannya. Setelah tamparan itu Friska berlari meninggalkan asrama juga aku yang dilanda kebingungan. Tapi belum jauh Friska pergi tepat didepannya ada sebuah genangan air yang berasal dari langit langit asrama yang bocor saat hujan. Friska yang memakai alas kaki berupa sendal terpleset namun berusaha menyeimbangkan badanya sampai punggungnya menabrak dinding pembatas dan terjungkal kebelakang. Suara hantaman dengan pavin block dibawah dapat kudengar dengan jelas. Akulah satu satunya yang melihat kejadian itu disusul Joan.

"Tapi Joan, kau sendiri yang mengatakan bahwa kejadian itu tidak ada sangkut pautnya dengan aku?" tanyaku sambil menggoyang goyangkan bahunya.

"Aku berkata seperti itu karena aku berusaha untuk tidak percaya bahwa Friska tidak mati karena kesialan mu itu, Bodoh!

"Dan aku memutuskannya agar ia terhindar dari kesialanmu!" Joan menepis tanganku lalu mendorongku hingga terduduk ditanah.

"Aku sadar selama ini, kaulah yang jadi..."

Trasshh..

Tiba tiba kaca jendela yang dilantai dua pecah entah karena apa. Aku dan Joan menatap keatas. Beberapa pecahan jatuh bersamaan dan menhujam tubuh Joan. Aku sempat berfikir betapa beruntungnya aku yang sempat didorong oleh Joan.

Pecahan kaca menancap ke wajah Joan yang tengah menatap keatas. Dan beberapa pecahan lagi menancap di tanah disekitarannya. Lalu beberapa detik kemudian Joan ambruk kebelakang tepat di mana pecahan kaca paling banyak menancap dan punggungnya tertusuk bahkan ada yang tembus. Aku dapat mendengar erangan terakhir Joan yang begitu kesakitan.

Ingin menolong namun tubuh ini terlalu kaku untuk bergerak. Namun saat niatku untuk lari, badanku serasa ringan. Aku pun menjauh dari kejadian karena pasti mereka akan menuduhku yang melakukannya walau aku terus membela diri.

Setelah pelarianku serasa cukup jauh hingga sampai didanau bekas rekereasi ini, aku mencoba menyesali apa yang terjadi selama ini. Sebegitu bencinya kah Tuhan sampai sampai menempatkan aku di posisi yang dituduh sebagai pembunuh?

****

TRAANGG..

"Huwaa.... Huaaaaa." seperti suara tangisan. Jangan jangan kaleng yang kutendang barusan mengenai seseorang.

Aku menajamkan pendengaranku untuk mencari sumber tangisan itu namun cuaca yang tiba tiba mendung dan mulai hujan membuat suara tangis itu memudar. aku mengingat kearah mana ku tendang kaleng itu yang mana mengarah ke bawah tepatnya di tepian bawah danau ini. Aku yang diatas segera menuruni tanah yang miring dan mencoba kebawah menemui orang itu untuk meminta maaf.

Duargghh...

Aku terpeleset saat menahan lajuku karena mendapati sesosok perempuan tanpa busana sama sekali tengah menangis di bawah pohon.

Beberapa detik terdiam karena terkejut. Aku mencoba mendekati perempuan itu..

"Anu.. Maaf saya gak sengaja menendang..."

"Hiks hiks" Ia mengangkat wajahnya dan menampilkan raut wajah tengah terisak. Pipinya dibasahi air mata.

"Astaga, mana pakaianmu?" aku teriak ketika menyadari ia tidak menutupi badannya.

"Hiks... hiks.."

"Ini.. ini pakai seragamku dulu." aku membuka seragamku dan memberikan kepadanya. Untung saja aku memakai baju double setiap harinya..

Aku menunggu sambil menutup mata dengan kedua tanganku. Setelah agak lama menunggu, aku pikir ia sudah memakai baju yang ku berikan. Aku lalu menoleh dan mendapati dia sudah berdiri tidak saat ketemukan tadi yang sedang duduk di tanah beralaskan rumput.

"Apa apaan? Pakai yang benar!" Baju yang kuberikan malah di letakknnya dikepalanya, aku kembali menutup mataku. Namun ia tidak menjawab.

"Apa? Kau tidak tahu cara memakai baju?" cih apa boleh buat, mau tidak mau aku harus memakaikannya, bagaimana jika ada orang melihatnya tanpa mengenakan pakaian?

Aku memalingkan wajah kekiri dan mencoba memasangkan baju.

"Angkat tanganmu seperti ini!" aku mempraktekkan dengan merentangkan tangan.

Aku masukkan lengan kiri disusul lengan kanan. Dan membiarkannya melanjutkan. Tapi dia malah memiringkan wajahnya seperti kebingungan

"Sekarang apa? Kau juga tidak tahu mengancing baju? Astaga kau ini anak siapa sih?" mau tidak mau aku mengancingkan seragam putih dibadannya. Agak aku tarik kearahku agar tidak mengenai bagian tubuh dalamnya. Kau tau aku juga cowok normal, yang bersifat sensitif dengan yang seperti ini. Bagaimna jika orang berniat jahat yang menemukanmu lebih dulu. aku tidak tahu apa yang akan terjadi.

Sudah selesai, seragamku memang terlalu besar untuk ukuran badannya tapi liat sisi baiknya. Badanya tertutupi hingga sepaha. Kulihat dia yang berdiri kebingungan meraba raba baju yang kuberi seakan tidak tahu benda apa yang menempel ditubuhnya. Perempuan yang kira kira 1 atau 2 tahun dibawahku berparas cantik hanya saja wajahnya sedikit kotor dengan bercak tanah dengan rambut sepanjang bahu bewrna kuning agak keemasan. Tubuh ramping serta tinggi kira kira sedagu ku. Lalu kedua benda bulat itu? Ah aku tidak ingin membicarakan lebih detail. Yang jelas dia terlihat seperti perempuan normal pada umumnya.

"Baiklah, sekarang katakan siapa namamu? Bagaimana kau bisa disini tanpa pakaian?" ia mentap kebingungan. Apa aku terlalu banyak bertanya?

"Nama ku Reyhan, kau bisa memanggilku Rey. Dan siapa namamu?" kali ini pasti dia mengerti.

"Eih?"

Apa? Namanya Eih? Bukan, dia pasti mencoba mengeja nama Rey namun karena salah hingga menjadi Eih.

"Bukan Eih tapi Rey!" mencoba menjelaskan.

"Eih! Eiiihh!!" dia nampak senang, cuaca yang tadinya gerimis kini mulai cerah.

"Ah terserahlah!"

"Sekarang dimana rumahmu?" tanyaku lagi.

"Eiih!"

"Bukan itu maksudku, ahh.. Sudahlah." aku pasrah denganya.

"Sebaiknya pulanglah, disini bukan tempat yang aman!" aku berlalu meninggalkannya, mengambil tas di tempat aku terpeleset dan mencoba naik ditanah yang sedikit basah karena gerimis tadi.

"Eiih!" ternyata perempuan itu terpeleset saat hendak naik juga. Apa lagi ini ??

Aku bantu dia naik walau berkali kali terpeleset. Alhasil seragam ku yang dikenakannya kini kotor dengan bercak tanah.

"Sekarang pulanglah!" aku berjalan di jalan setapak meninggalkannya. Aku mencoba menoleh. Dia mengikutiku.

"Apa lagi?"

"Eiihh!!" dia mencoba mengikuti gayaku yang menyandang tas kebelakang dengan satu tangan memegang dari depan, walau tidak ada apa apa yang disandangnya.

"Ayolah, katakan yang lain selain Eiih mu itu."

"Eihh!" he he.. aku bisa gila kalau seperti ini.

"Apa kau tidak punya tempat tinggal? Tidak mungkin kau ikut denganku ke kos! Jika ibu kos tau kau tinggal bersamaku hancur reputasiku!"

"Eiih!"

"Sudahlah tidak ada pilihan lain, tidak mungkin juga aku meninggalkanmu sendirian disini." kini aku memutuskan membawanya ke kosan. Masalah ibu kos, belakangan.

"Ayoo!"

"Eiihh!"

Lihatlah sisi baiknya, aku bisa sedikit melupakan masalah yang menimpaku belakangan ini.

Kau ini sebenarnya siapa sih? Kau tidak bisa mengatakan selain kata 'Eih' bahkan nama dan tempat tinggal mu pun, kau tidak ingat. Sifat seperti bayi yang tidak tahu apa apa melekat di dirimu. Mungkinkah mengalami Amnesia?

Ahh semakin pusing jika aku memikirkannya, belum lagi besok aku akan menghadapi masalah mengenai kecelakaan Joan. Yang penting sekarang aku hanya ingin istirahat.

Aku tinggal di kosan putri, karena didaerah dekat sekolah tidak ada kosan khusus Pria selain Asrama milik sekolah. Harga yang dua kali lipat dari sewa kosan putri membuatku memilih tinggal di kosan putri saja. Ya kamarku jelas berbeda dari kosan putri. Kamarku terletak diluar pekarangan kosan putri tepatnya bersebelahan. Hampir seperti tetangga. Kata pemilik kos itu dulunya rumahnya sebelum membuka usaha kos putri disebelah.

Dengan cepat aku masuk ke kos dan menutup pintu. Ku letakkan tas dan barang bawaanku di sofa dan beristirahat sejenak.

"Eiih!!"

"Eih"

"Eiihhh!"

"Kau kenapa?" ucapku yang melihat perempuan itu gelisah serta celingak celinguk ditemptnya.

Tesshhhh..

Suara air menetes dilantai. Tunggu Apa? Air? Jangan jangan.

"Eiiihhhh." seperti merasa lega akan sesuatu.

"Ka.. Kau buang air kecil di lantai?" ucapku terbata bata.

Astaga, padahal aku hanya ingin istirahat sejenak.

Aku menariknya ke kamar mandi. Tidak lupa dengan dasi lalu melilitkannya disekitaran mata untuk menutupi. Setelah baju yang dikenakannya ku lepas aku meraba bak untuk mencari gayung. Sulit mencari barang dengan mata tertutup.

Aku bukan munafik, hanya saja aku tahu batasan untuk hal hal seperti ini. Aku juga punya adik perempuan, jika aku melecehkan perempuan polos ini. Mungkin nikmat dunia jadi milikku sekarang. Tapi bayangkan jika orang lain juga melecehkan adik perempuanku. Ahh aku tak bisa membayangkannya.

Setelah gayung ku temukan, kutimba air dan menyentuh kepalanya lalu menyiramkan air. Sedikit dingin saat mengenai kaki kakiku.

"Eii..." aku langsung menutup mulutnya, karena kamar mandi sangat dekat dengan kosan putri disebelah. Apa ini juga pertama kalinya dia mandi? Mungkin dia tidak terbiasa mandi dengan air dingin.

Cklaak.. Suara pintu kamar mandi terbuka..

Aku sontak menarik dasi yang menutup mataku. Dan betapa terkejutnya saat melihat sosok Tania tengah melotot melihat aku memandikan perempuan ini.

Tania adalah salah satu penghuni kos putri disebelah, cuman dengan dia aku dekat setelah Joan yang percaya kalau kesialan itu tidak ada hubungannya denganku.

"Tania, aku bisa jelas..." belum sempat aku menyelesaikan kataku, dia berlalu meninggalkan kami. Dengan segera aku mengejar Tania sebelum dia keluar dengan salah paham.

"Tania, dengarkan penjelasanku dulu!" aku menutup pintu keluar sebelum Tania. Dia sedikit takut entah apa yg aku lakukan padanya.

"Aku bisa jelaskan. Perempuan itu.."

"Eiih!" suara dari belakangku.

Aku menoleh dan mendapati perempuan itu menghmpiri kami.

"Astaga! Apa yang kau lakukan? Kembali kekamar mandi!" pekik ku sambil menutup mata dengan tangan.

"Eiihh?" ucapnya dengan nada seperti bertanya.

"Rey, siapa perempuan ini?" tanya Tania. Aku senang Tania akhirnya mau mendengarkan penjelasanku.

"Akan ku jelaskan, tapi bisa kah kau bantu aku memandikan dia?"

"Kau harus menjelaskannya padaku nanti. Sekarang biar aku yang urus dia."

Fyuhh akhirnya.

"Eihh!" perempuan itu nampak enggan bersama Tania.

"Kau, bersihkan badanmu dulu, aku tunggu disini!"

"Eiihh!!" ucapnya sambil tersenyum.

Sekarang urusanku adalah air di ruangan tamu ini, apa 'Eiih' juga termasuk kata 'aku ingin buang air kecil'? Ahh apa yang aku pikirkan.

Aku mulai dengan air yang dibawa perempuan itu saat menyusul ku dan Tania. Hufft susah sekali keringnya.

"Rey, aku sudah memandikannya!" ucap Tania dari belakangku.

"Oh makasih Tan sudah mau ASTAGA kenapa dia memakai pakaianku?" aku terkejut melihat perempuan itu memakai kaus lengan pendek dan celana ku.

"Jadi maksudmu aku membiarkannya tanpa pakaian gitu?"

"Engg iya gak apa apa sih!"

"Tunggu pakaianku, jangan bilang celana dalamku juga?" lanjutku

"Kau benar!" ucap Tania.

"Astaga, bagaimana bisa kau tega memberikan barang pribadi laki laki ke perempuan?" gumanku seakan putus asa.

Khhhrr... "Eiih" nadanya memelas.

Sekarang 'Eiih' artinya 'aku lapar' kah?

"Umm Tania tolong buatkan Mie Instan buatnya." ucapku memohon, tania hanya menghela nafas dan berlalu ke dapur.

Aku lanjut mengelap genangan air di lantai, tiba tiba perempuan ini ikut jongkok disampingku. Aroma sabun dari tubuhnya tercium.

"Eihh?" hoho aku mengerti, kau pasti mengatakan 'apa itu' kan?

"Ini air urin mu!" balasku.

"Eiih?.. Eiih!!" dia berlari kebelakang. Aku tidak terlalu peduli. Mungkin dia mau membantu Tania.

Beberapa menit kemudian dia kembali membawa kain dan jongkok lalu mulai mengelap seperti yang aku lakukan.

"Ohh kau mau membantu?"

"Eih!" dia senyum.

Tapi kain itu seperti tidak asing bagiku, bercak tanah yang masih menempel di beberapa sisi sama seperti seragamku.

"Haa seragamku! Oh Tuhan!" aku merampas kain itu, dan membawa nya untuk duduk sofa.

"Diam disini jangan kemana mana!"

"Eihh." ia senyum. Astaga aku ini sedang marah kau tahu?

Pekerjaanku selesai, aku turut duduk di sofa dan mengambil salah satu majalah dimeja untuk sebatas mengipas ngipas. Anehnya perempuan itu juga mengambil salah satu majalah dan mengikuti gayaku. Kesal sih, tapi apa boleh buat.

Tania datang membawa 3 porsi mie Instan yang sebenarnya untuk jatahku 3 hari. Ah sudahlah.

Tania turut duduk disamping perempuan itu, tapi dia malah menghindar dan malah memilih duduk di tempatku, padahal sofa yang kududuki khusus untuk satu orang.

Kami mulai menyantap mie instan. Tapi tidak dengan perempuan disampingku. Tania mengambil inisiatif menyuapinya.

"Eiih!" seperti nada penolakan.

"Sepertinya cuman dengan mu dia mau disuapi." aku berpikir dan tidak ada yang salah dengan ucapan Tania.

Ku lilit mie pada garpu lalu menyuapinya. Bukanya reaksi senang yang kudapat melainkan semburan mie yang sudah sempat masuk kemulutnya.

"Ughh Makasih loh!" gumanku.

"Eiih.. Eiih!" perempuan itu menjulurkan lidahnya.

"Tiup dulu Rey, itukan masih panas! Pfft" ujar Tania yang sedang menahan tawa.

Tania memberikan air kegelas dan menyerahkan padaku untuk diberikan pada perempuan ini.

"Jadi coba jelaskan siapa perempuan ini?" tanya Tania.

Aku pun menjelaskan panjang lebar dan sedetail mungkin. Ia hanya mendengar dengan seksama.

"Jadi kau tidak tau nama atau pun tempat tinggalnya?" tanya Tania setelah aku selesai bercerita.

"Untuk nama aku memanggilnya dengan sebutan 'Kau' ketimbang menamainya 'Eih'"

"Dasar bodoh itu bukan nama!"

"Kau kan sudah tau 'Eih' itu kesalahan dia mengeja namaku! Tapi aku ingat sesuatu. Saat pertama kali aku bertemu dengannya, cuaca yang cerah berubah jadi mendung disusul hujan. Aku akan menamainya Rein, giamana?"

"Hujan itu kan Rain bukannya Rein!"

"Dia seenaknya memplesetkan namaku, aku juga mau memplesetkan namanya, impas!"

"Lalu, bagaimana kau bisa masuk ke kos ku?" aku bertanya balik. Tania tersentak.

"Ah itu, aku melihatmu mengendap endap melewati kos putri ditambah membawa seorang perempuan, tentu aku curiga. Aku juga sudah mengetuk pintu tapi tidak ada yang jawab sampai aku mendengar suara perempuan dan memutuskan masuk. Lalu aku melihat mu tengah memandikannya. Semua orang yang diposisi aku pasti juga ber ekspresi sama!"

"Oh iya aku lupa mengunci pintunya"

Tak terasa malam telah tiba, dan yang mengetahui keberadaan Rein cuman aku dan Tania.

"jadi diamana dia akan tidur?" tanya Tania.

"Untuk semetara di kosku."

"Kau gila? Bagaimana kalau ibu kos tahu?"

"Tolong jangan kasih tau sama siapapun."

"Dia di kamar kos ku aja, aku akan beralasan dia sepupuku."

"kau liat kan responnya saat kau menyuapinya?"

"kau benar."

"Tenanglah aku juga tau batasanku. Jadi tolong rahasiakn dia dari siapapun oke?"

Malam yang tenang, aku pun menebar selimut di lantai untuk tempat tidur Rein.

"Tidurlah Selamat malam."

"Eiih?" suaranya membuat mataku terjaga.

"Apa? Ahh kau benar, tidak mungkin perempuan tidur dilantai."

Kini kami berganti tempat, namun perasaanku tidak enak membuat mataku terjaga lagi. Benar saja dia tidak tidur melainkan duduk sambil melihat sebuah majalah.

"Apa lagi?" tanyaku.

"Eiih!" jawabnya sambil menunjukkan sebuah halaman majalah yang menampilkan sepasang kekasih tengah berciuman.

Hooo jangan bilang 'Eiih' sekarang artinya 'Cium aku'
"Tidurlah, tidak mungkin aku melakukannya!" ucapku menghiraukannya.

"Eiih.. Hiks hiks" dia terisak. Bagaimana ? Haruskah aku menciumnya? Tapi tidak mungkin dibibirnya? Aku juga baru kenal dengannya sore tadi.

"Baiklah baiklah, tapi setelah ini kau harus tidur mengerti?"

"Eiih!" kini isaknya berubah jadi senyuman.

Tidak mungkin ciuman pertamaku untuk orang yang baru ku kenal. Tapi di pipi tidak apa apa kan?

"Sudah sekarang tidurlah." ucapku setelah mencium pipi kanannya.

Aku melanjutkan tidur dilantai. Tiba tiba aku merasakan desahan nafas disertai aroma wangi yang khas. Aku suka aroma ini. Benar saja saat aku membuka mata yang kulihat tumpukan rambut bewarna kuning keemasan. Dia tidur disisiku dengan meniru posisi yang sama.

"Hei apa apaan ka..." aku menghentikan suaraku saat mengetahui ia sudah tidur diiringi dengkuran lembut. Hanya senyum yang terlukis diwajahku. Berkatnya aku sedikit tenang melupakan masalah berat yang ku alami belakangan ini

Sudahah malam ini saja. Lagian aku suka dengan aroma rambutnya. Dari pada aku tidak bisa tidur mendengar ocehan 'Eih Eih' nya itu.

"Rein..." mataku pun terpejam.

 

BERSAMBUNG…

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Episode 2: Maafkan Aku Rein
0
0
Ini episode 2 ya guys…
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan