Di antara sorot lampu terang dan gemerlap pusat perbelanjaan di Surabaya, ada sebuah tempat ibadah yang menjadi oase rohani bagi banyak jiwa. Di sanalah Maria, seorang perempuan bersuami yang juga bekerja sebagai sales cetakan pakan ternak, dikenal sebagai sosok pelayan Tuhan yang setia.
Namun, di balik senyuman hangat dan suara merdu saat memimpin pujian, Maria menyimpan rahasia kelam yang hanya diketahuinya bersama Andreas—seorang pemilik rumah makan sate babi di lantai atas mall yang sama. Lelaki...
Di antara sorot lampu terang dan gemerlap pusat perbelanjaan di Surabaya, ada sebuah tempat ibadah yang menjadi oase rohani bagi banyak jiwa. Di sanalah Maria, seorang perempuan bersuami yang juga bekerja sebagai sales cetakan pakan ternak, dikenal sebagai sosok pelayan Tuhan yang setia.
Namun, di balik senyuman hangat dan suara merdu saat memimpin pujian, Maria menyimpan rahasia kelam yang hanya diketahuinya bersama Andreas—seorang pemilik rumah makan sate babi di lantai atas mall yang sama. Lelaki yang juga dikenal sebagai penatua gereja, dan suami dari seorang wanita yang tak kalah terhormat di lingkungan pelayanan mereka.
Pertemuan pertama mereka hanya sebatas urusan bisnis. Maria menawarkan kerja sama promosi produk cetakannya untuk restoran Andreas. Tapi dari percakapan singkat, tatapan yang terlalu lama, dan tawa yang terlalu tulus, sesuatu mulai tumbuh—sesuatu yang tak semestinya ada.
Ketika Maria harus melakukan perjalanan dinas ke Makassar, hubungan mereka justru semakin dalam. Jarak bukan penghalang—malah menjadi ruang bebas yang membungkam logika dan memperbesar hasrat. Dalam kesepian hotel, mereka melakukan panggilan video yang tak sekadar mengobrol.
Dan setelah itu, tak ada yang sama.
---
Maria duduk di bangku pesawat, memandangi awan di luar jendela. Makassar perlahan menjauh, tapi denyut hangat di dadanya tetap tinggal. Ponselnya masih menyimpan rekaman panggilan video semalam, namun bukan itu yang membuatnya tersenyum—melainkan kenyataan bahwa untuk pertama kalinya sejak lama, ia merasa hidup.
"Kalau ini salah, kenapa aku justru merasa utuh?" gumamnya pelan.
Ia tak merasa bersalah. Mungkin karena selama bertahun-tahun, rumah tangganya hanya diisi kewajiban. Suaminya lelaki baik, tapi hambar. Perhatian yang datang dari Andreas terasa seperti musim semi setelah musim kering. Ada gairah, tawa, bahkan rasa ingin didengar yang sudah lama mati dalam dirinya.
Andreas tak pernah menuntut. Mereka jarang bicara tentang istri atau keluarga masing-masing. Hubungan mereka tak dibangun dari pelarian, tapi dari pengakuan diam-diam bahwa mereka saling memilih—meski hanya di sela waktu, di balik layar panggilan, atau dalam pertemuan singkat setelah pelayanan hari Minggu.
Di gereja, mereka tetap tampil sempurna. Senyum profesional, sapaan rohani, dan pelukan singkat yang tak menimbulkan curiga. Tapi di balik dinding studio musik tempat latihan pujian, tangan mereka pernah saling mencari. Tak ada air mata, tak ada rasa berdosa. Yang ada hanya keheningan dan detak jantung yang senada.
Maria mulai bertanya-tanya, sejak kapan ia berhenti merasa bersalah?
Mungkin karena ia sudah terlalu sering memberi, terlalu lama menekan. Mungkin karena di dalam ruang pelayanan yang begitu menjunjung kasih, ia tak pernah benar-benar dicintai.
---
Namun rahasia, sekuat apa pun dijaga, selalu punya cara untuk menyelinap keluar.
Namanya Livia—seorang remaja musik yang bertugas sebagai operator sound saat latihan. Ia datang lebih awal malam itu, berharap bisa latihan tambahan sebelum tim pujian tiba. Tapi langkahnya terhenti di balik pintu studio, ketika mendengar suara yang tak biasa. Suara tawa… dan gumaman nama.
Ia tak membuka pintu. Hanya mendengar. Tapi cukup untuk tahu siapa yang ada di dalam ruangan, dan apa yang sedang terjadi.
Livia tak berkata apa-apa. Bukan karena takut, tapi karena tak tahu bagaimana menghadapi kenyataan bahwa dua figur paling dihormati dalam hidup rohaninya menyimpan hubungan terlarang. Tapi sejak malam itu, sorot matanya pada Maria berubah. Bukan kebencian—melainkan kecewa yang diam-diam menumpuk.
Maria tidak tahu ia sedang diawasi. Tidak tahu bahwa seseorang diam-diam menyimpan kebenaran, dan mungkin saja, suatu hari, memilih untuk melepaskannya ke dunia.
Dan jika hari itu datang…
Apakah kasih karunia yang mereka khotbahkan setiap minggu, cukup untuk menutupi dosa yang mereka pilih sendiri?
---
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
