
“Selamat Mbak, kita juga ikutan seneng. Aduh, pengen meluk boleh gak sih? Takut dimarahin Bang Hanan..” — Yoda.
“Gue pengen pisang lo! Gue pengen puncha!!” — Chacha.
8. Rewel
.
.
"Akbaaaaaaar! Akbaaaar~" Chacha berteriak memanggil Akbar dari luar. Dia sudah mengetuk pintu pemuda itu beberapa kali tapi tidak ada sahutan dari dalam.
"Gak ada di apart kali dia Cha.." kata Hanan yang berdiri di samping Chacha.
Chacha menggeleng. "Ih, ada lah. Kemaren udah janjian mau bikin puding bareng. Pasti ada."
Hanan melihat jam tangannya, sudah jam 7 pagi. Waktunya dia berangkat kerja.
"Akbaaar!"
"Jangan teriak Cha, gak enak sama tetangga. Nanti pada denger." kata Hanan melihat pintu tetangga unit mereka.
Chacha menoleh pada Hanan dan melihat keadaan di sekeliling lantai tempat unit mereka berada. Semua pintu tertutup. Sepertinya orang-orang belum keluar dari unit mereka masing-masing.
"Pencet bel lagi aja.." usul Hanan.
Chacha mengangguk dan memencet bel unit Akbar beberapa kali. Gadis itu memasukkan tangannya ke dalam kantong hoodie yang dia pakai.
Krieet!
Pintu akhirnya terbuka, menampilkan Akbar dengan wajah yang masih terlihat begitu mengantuk. Kantung mata pemuda itu terlihat sangat jelas. "Cha?"
"Ish, lama banget buka pintunya. Sampe pegel kaki gue berdiri terus di depan pintu." kata Chacha dengan bibir mengerucut sebal.
Akbar mengucek matanya beberapa kali dan menatap Chacha. "Sorry Cha, gue sama anak-anak semalem bikin proposal buat nyari sponsor acara kampus. Baru tidur jam 3 kayaknya, jadi ngantuk banget.." kata pemuda itu.
"Pantesan.." kata Chacha.
"Yaudah ya, Cha gue berangkat dulu. Bar, jagain bini gue. Cha, jangan aneh-aneh." kata Hanan menatap Chacha dan Akbar bergantian.
Chacha mengangguk. "Iyaaaaaa..." sahutnya.
Hanan menghela nafas dan mendekati Chacha, mengecup kening gadis itu singkat. "Yaudah.."
"Beeeh baru melek udah liat keuwuan ini. Kuatkanlah hamba ya Allah.." kata Akbar sambil menatap Hanan dan Chacha yang baru saja menampilkan adegan uwu di depannya.
Hanan berdecak pelan. "Bar gue titip ya, inget jangan biarin bini gue aneh-aneh. Oh iya, awas aja kalo entar lo pada malah pesen ayam geprek pedes kayak waktu itu lagi. Gue gak mau Chacha mules lagi sampe bolak-balik kamar mandi. Inget ya Bar, gue gak bakal bantuin lo sama temen-temen lo lagi kalo sampe nurutin kemauan Chacha yang aneh-aneh." kata Hanan dengan sedikit mengancam Akbar.
Akbar hanya bisa mengangguk patuh, dia juga takut kalau sampai Hanan benar-benar tidak mau membantunya lagi. Dia sangat membutuhkan Hanan jika mendapat tugas untuk compose ataupun membuat lagu.
"Kalo makan seblak tapi boleh kan?" tanya Chacha menatap Hanan.
Hanan menghela nafas. "Gak, dua minggu ke depan lo gak boleh makan yang pedes-pedes." kata pemuda itu.
"Iiiih tap---.."
"Cha, buat kali ini gue mau lo nurut. Jangan bikin gue marah." kata Hanan tegas.
Chacha yang awalnya akan protes langsung diam dan menunduk--takut. Gadis itu meremas ujung hoodie yang dia pakai.
Hanan menatap Chacha yang kini masih menunduk, dia tau Chacha pasti sedikit takut padanya. Tapi untuk kali ini dia benar-benar ingin tegas. Dia ingin Chacha menurut dan mendengarkan perkataannya.
Sebenarnya dia juga tidak tega melihat Chacha seperti ini tapi dia juga tidak ingin Chacha sakit. Beberapa hari yang lalu Chacha mengalami sakit perut dan mules karena memakan ayam geprek. Akibatnya gadis itu harus bolak-balik kamar mandi sampai badannya lemas. Akbar memberi tau Hanan yang baru pulang kerja kalau mereka memakan ayam geprek dengan sambal yang sangat pedas. Itulah kenapa Chacha sampai mules dan sakit perut.
Dan sekarang dia tidak mau hal itu kembali terjadi. Dia tidak ingin Chacha sakit lagi, lagipula kasian Adek bayi di dalam perut kalau Chacha memakan makanan pedas seperti itu.
"Gue cuma gak mau lo sakit kayak kemaren, pikirin kesehatan lo..." kata Hanan sambil mengusap kepala Chacha.
Chacha mendongak dan mengangguk menatap Hanan.
"Yaudah, nanti agak siang gue DO makanan buat lo. Harus lo makan." kata Hanan.
"Iya.."
"Hm, gue berangkat kalo gitu. Bar, jagain bini gue." kata Hanan menoleh menatap Akbar.
"Iya, tenang Nan.."
Hanan mengangguk. "Jangan pecicilan, oke?"
"Oke.." sahut Chacha.
"Good, gue berangkat." kata Hanan.
Chacha mengangguk dan mencium tangan Hanan. Setelahnya Hanan langsung berjalan meninggalkan Akbar dan Chacha yang masih berdiri di ambang pintu.
"Ayo Cha.." kata Akbar membuka lebar pintu unitnya.
Chacha mengangguk dan mengikuti Akbar masuk ke dalam unit pemuda itu. Chacha langsung duduk di sofa, dia menghela nafas melihat Juna, Yoda, dan Doni yang sepertinya juga baru bangun tidur. Wajah para pemuda itu terlihat begitu lesu.
"Lo pada kayaknya sibuk banget, begadang terus ya?" tanya Chacha.
Juna yang sedang menguap mengangguk. "Iya Mbak, proposalnya harus selesai hari ini. Soalnya besok udah harus diserahin buat nyari sponsor.." jawab pemuda itu.
Chacha mengangguk mengerti. "Gue dulu juga gitu, sering banget sibuk sampe gak tidur kalo ada kegiatan kampus. Hanan apalagi, dia sering banget jadi panitia harus ngurus ini itu. Kalo gue sih biasanya pengisi acara doang.."
Doni meregangkan tangannya, pemuda itu bersandar pada sofa. "Ribet banget ngurus proposal kek gini.."
Chacha mengangguk, membenarkan ucapan Doni. Acara kampus memang sering kali membutuhkan sponsor dan proposal untuk mengajukan permintaan pada sponsor memang sedikit ribet.
"Yoda! Da! Bangun, merem mulu lo.." kata Juna menyenggol lengan Yoda. Pemuda itu masih terkantuk-kantuk. Matanya masih menutup.
"Hmmm, ngantuk banget gue.." kata Yoda sambil mengusap-usap matanya.
Chacha menghela nafas, melihat para pemuda itu kecapekan dan mengantuk seperti ini kasihan juga. Apalagi dia paham sekali kalau mereka pasti mengalami kesulitan untuk membuat proposal.
"Bar, kulkas lo ada isinya gak?" tanya Chacha.
Akbar yang hampir saja menutup matanya langsung terbangun lagi. "Hah? Ada, Mama kemaren nganter bahan makanan ke sini. Penuh kulkas gue.." jawab pemuda itu.
Chacha mengangguk. "Oke. Lo pada mau makan apa? Biar gue masakin sarapan deh.." tanya gadis itu menatap para pemuda yang ada di hadapannya bergantian.
"Apa aja lah Cha.." jawab Akbar.
"Nasi goreng mau?" tanya Chacha.
"Iya Mbak, mau.." jawab Juna dan disahuti anggukkan oleh Yoda dan Doni.
Chacha pun berdiri dan menuju ke dapur Akbar. Gadis itu mengambil beras dan segera mencucinya. Setelahnya dia langsung memasukkannya ke dalam rice cooker dan menyalakannya.
Chacha juga menuju ke kulkas untuk mengambil telur dan juga sawi. Dia tersenyum senang melihat kulkas Akbar yang terisi penuh bahan makanan.
"Sini Cha, gue aja yang nyuci sawinya.." kata Akbar yang sudah berdiri di samping kulkas.
Chacha menutup pintu kulkas dan menatap Akbar. Sepertinya pemuda itu baru saja mencuci muka, terlihat jelas dari wajahnya yang masih basah tapi terlihat lebih segar.
"Yaudah, ini.." kata Chacha memberikan sawi yang dia pegang pada Akbar.
Akbar langsung mengambilnya dan menuju ke arah wastafel untuk mencuci sawi tersebut. "Bahan buat bikin puding udah ada di kulkas Cha. Sambil nunggu nasi mateng kita bikin puding aja.."
"Oke deh.." sahut Chacha.
Mereka pun berkutat dengan kegiatan masing-masing. Akbar memotong sawi dan Chacha menyiapkan bahan untuk membuat puding. Yoda, Doni dan Juna membereskan ruang tamu Akbar yang berantakan.
Setelahnya ketiga pemuda itu menghampiri Chacha dan ikut membantu di dapur. Yoda mengupas mangga, Juna memotong semangka dan Doni memotong melon. Chacha tertawa melihat para pemuda itu, mungkin kalau dulu dia memiliki adik cowok akan seperti ini keadaannya saat berada di rumah.
.
.
"Ini buahnya ya, puding nanti dulu nunggu dingin..." kata Chacha membawa mangkok besar berisi potongan buah.
Akbar membawa 2 piring nasi goreng begitupun dengan Juna di belakangnya. "Yok sarapan-sarapan.."
Chacha duduk di sofa sambil menatap para pemuda itu. Akbar juga langsung duduk di sampingnya.
"Makan yang banyak, gue tau lo semua pasti capek. Butuh tenaga buat mikir.." kata Chacha sambil memakan buah semangka.
"Pantesan Bang Hanan makin hari makin melar, masakan Mbak Chacha enak gini sih.." kata Doni sambil memakan nasi goreng.
Yoda di sampingnya mengangguk. "Gue kalo jadi Bang Hanan, udah bodo amat. Mau badan melar segede apapun gak peduli, yang penting bisa makan enak terus kek gini." sahutnya.
Chacha yang mendengarnya tertawa. "Apa gue buka catering aja? Ntar lo pada yang beli?" candanya.
"Yaah jangan Mbak, gak ada duit. Sedekah aja buat kita. Kan Akbar kulkasnya selalu banyak isinya, mubazir kalo gak di masak. Mending kan Mbak Chacha masakin buat kita, lebih enak kan kalo kek gitu hehe.." kata Juna.
Chacha mendengus. "Lo tuh sama aja kayak Juan, maunya gratisan mulu.." kata gadis itu sambil menggeleng.
"Maklumin aja Mbak, masih satu gen." kata Doni.
Chacha mengangguk.
Mereka pun menikmati sarapan itu dengan lahap. Chacha yang melihatnya tersenyum senang. Senang sekali rasanya melihat para pemuda yang sudah ia anggap sebagai adik ini memakan masakan buatannya dengan begitu lahap.
Selesai sarapan Chacha mengambil puding yang sudah jadi. Akbar juga membawa beberapa camilan untuk mereka makan. Snack-snack yang kemarin juga dibawa oleh mamanya cukup banyak.
"Gue kemaren liat foto-foto sama video kegiatan kampus pas angkatan Mbak Chacha, beeeeh gilaaa keren banget. Banyak yang jago nyanyi, dance, fotografi, keren banget pokoknya.." kata Doni.
Juna mengangguk. "Iya keren banget, yang Mbak Chacha nampil pas acara dance itu. Gilaaa pecaaah banget. Bener-bener keren." sahutnya heboh.
Chacha tertawa. "Emang masih ada ya videonya?"
"Ada Mbak, masih lengkap semua video kegiatan dari angkatan yang udah lamaaaa banget. Tapi pas angkatan Mbak Chacha, keren sih. Gila, pecah banget." jawab Yoda.
"Duh jadi malu gue hehe.." kata Chacha sambil terkekeh.
"Beneran pas Mbak ngedance tuh, beeeh damagenya gak main-main. Pantes sih kalo Bang Hanan ngebet nikah dari masih kuliah, Mbak Chacha kek gitu. Fansnya banyak banget, pas Mbak nampil heboh banget cowok-cowok.." kata Doni begitu bersemangat mengingat video yang beberapa hari lalu ditonton oleh para panitia kegiatan kampus tahun ini.
Untuk referensi pihak kampus memperlihatkan beberapa video dari kegiatan-kegiatan yang sudah pernah dilakukan sebelumnya.
"Iya dong, gue kan dulu terkenal haha.." ucap Chacha disertai tawa.
"Bang Hanan juga keren, biarpun cuma beberapa kali nampil tapi kek bener-bener wah gitu auranya. Sampe heran gue, mana suara cewek-cewek yang pada jerit-jerit berisik banget lagi.." kata Juna sambil memakan pudingnya.
"Dia lebih sering jadi panitia, jarang mau nampil. Lebih sering gangguin gue kalo gue mau nampil sih kalo dia.." kata Chacha teringat masa lalunya saat masih kuliah. Ya, Hanan memang lebih sering mengganggunya.
"Ehh gue inget, pas Mbak Chacha nampil ada adegan ngasih fly kiss terus kameranya langsung nyorot ke Bang Hanan. Tapi muka Bang Hanan malah keliatan kesel, kek bete banget gitu.." kata Yoda.
Chacha mendengus. "Biasa itu, dia emang sering kek gitu dulu." kata Chacha berdiri hendak mengambil puding yang ada di atas meja.
"Jun, minta pringles do--Eh?"
Akbar langsung diam, dia menoleh ke arah tangannya yang tidak sengaja menyenggol perut Chacha karena gadis itu yang tengah berdiri.
"Cha? Kok perut lo gede?" tanya Akbar.
"Eh?" Chacha langsung memegang perutnya. Gadis itu itu berdehem pelan dan kembali duduk di atas sofa.
Akbar menyipitkan matanya menatap Chacha. Pemuda itu menatap perut dan wajah Chacha bergantian.
"Lo pake korset buat ngilangin lemak di perut Cha?" tanya Akbar.
"Eeh?" Chacha mengedipkan mata beberapa kali. Tidak menyangka kalau Akbar akan bertanya seperti itu.
"Mbak Chacha kurus gitu, lemak apaan lagi yang mau diilangin?" tanya Juna sambil mengunyah pringlesnya.
Akbar langsung menoleh pada Juna. "Tapi perut Chacha keras gitu, kayak pake korset. Mama gue sering make Jun.."
Chacha tertawa mendengar ucapan Akbar. Lha kok malah korset sih?
"Emang iya Mbak? Mbak pake korset? Udah kurus loh, mau lemak mana lagi yang diilangin dah?" tanya Doni menatap Chacha.
"Yang pake korset siapa? Ada-ada aja lo Bar." kata Chacha sambil menoleh pada Akbar.
Akbar berdecak. "Ya itu perut lo, pake korset kan?"
"Enggak." jawab Chacha.
"Boong. Perut lo gede gitu, mana agak keras lagi, pasti pake korset kan?"
Chacha menghela nafas. "Enggak Akbar. Gue gak pake korset."
"Terus kenapa gitu?"
Chacha terkekeh pelan. Gadis itu berdiri, membuat keempat pemuda yang masih asik memakan snack itu menatapnya penasaran.
"Soalnya di dalem perut gue....ada dedek bayinyaaaa~ taraaaaa!!" kata Chacha menaikkan hoodie yang dia pakai. Memperlihatkan perutnya yang sudah membuncit tertutupi kaos polos berwarna putih.
"HAH?!" Akbar, Juna, Yoda dan Doni langsung menatap Chacha tidak percaya. Para pemuda itu menatap perut Chacha yang kini sudah terlihat membuncit.
"Lo hamil?!" tanya mereka bersamaan.
Chacha mengusap perutnya sambil mengangguk dan tersenyum lebar. "Iyap!"
Juna langsung mendekat dan menyentuh perut Chacha. "Ih beneran, hamil beneran." kata pemuda itu heboh.
Doni, Yoda dan Akbar langsung ikut memegang perut Chacha. "Lho, iya. Hamil beneran.."
Chacha berdecak. "Ish, iyalah beneran. Yakali gue hamil boongan." ucapnya.
"Anjir, selamat Cha. Duh gue ikut seneng.." kata Akbar.
"Selamat Mbak, kita juga ikutan seneng. Aduh, pengen meluk boleh gak sih? Takut dimarahin Bang Hanan.." kata Yoda.
Chacha tertawa. Gadis itu merentangkan tangannya. "Hanan lagi gak ada, gapapa. Sini peluk.." ucapnya.
Keempat pemuda itu tersenyum dan langsung memeluk Chacha. Mereka berpelukan untuk beberapa saat.
"Gak nyangka gue, kok lo hamil sih Mbak?" ucap Juna.
Chacha mengernyit bingung. "Ya bisa lah, perlu gue jelasin proses supaya gue hamil gitu?" tanyanya.
"Eh." Juna yang tersadar dengan ucapannya langsung menggeleng. "Enggak gitu maksudnya, duh maksud gue tuh kok bisa sih Mbak hamil tapi gak ngasih tau kita? Padahal kita sering ketemu, sering ngumpul di sini. Tapi gak keliatan kalo Mbak Chacha lagi hamil.." jelasnya.
Chacha tertawa. Mereka kembali duduk di atas sofa. "Hahaha, gimana ya. Gue emang sengaja belom mau ngasih tau orang-orang kalo lagi hamil. Ya baru beberapa aja sih yang tau.."
"Tega banget sih Mbak, padahal kan kita udah bestie. Kabar bahagia gini malah di rahasiain.." kata Juna.
Chacha menoleh pada Juna. "Maaf ya, emang belom pengen publish aja kalo lagi hamil.."
"Pantes aja akhir-akhir ini emang kayak ada yang beda dari lo. Ternyata lagi hamil.." kata Akbar.
"Hehehe ya maklum, hormon bumil suka aneh.." kata Chacha sambil nyengir.
"Udah berapa bulan sih Mbak? Kok belum terlalu keliatan perutnya?" tanya Doni.
"Emm udah tiga bulan sih, jalan empat bulan."
"Tapi belom terlalu keliatan ya.."
"Mungkin karena gue pake baju oversize terus jadi gak terlalu keliatan. Padahal kalo pake baju biasa yang gak oversize keliatan kok, udah buncit.." jelas Chacha.
"Oh gitu, gak nyangka Mbak Chacha bakalan punya dedek bayi. Gak sabar liat nanti dia lahir.." kata Yoda.
"Gue juga gak sabar Yod hehe.." kata Chacha sambil mengusap-usap perutnya.
Juna menatap Chacha. "Mbak udah ngidam apa aja? Udah ngerepotin Bang Hanan apa aja?"
"Wah iya tuh, udah ngidam apa aja Mbak?" sahut Doni tak kalah antusias.
Chacha langsung mendengus. "Ish, malah dia yang ngidam. Yang dia minta burung itu Bar, yang gue pernah cerita. Itu dia ngidam, dia yang sering ngidam, bukan gue."
"Lha? Hahahaha bisa gitu.."
Chacha menghela nafas dan mulai memakan oreo yang dia pegang. "Tau ah, gue aja sampe diledekin sama mama, sama temen-temen juga. Katanya Adek lebih sayang ke Hanan makanya dia yang ngidam.."
Akbar dan yang lain langsung tertawa. "Wah, kalo kayak gitu sih ya bisa jadi Cha. Mungkin anak lo emang lebih sayang sama Hanan."
"Ishh tuh kan, sama aja nyebelin.."
"Hahaha.."
Mereka langsung tertawa melihat Chacha yang kesal. Masih tidak menyangka kalau saat ini Chacha sedang hamil. Wah, mereka jadi sangat excited menunggu anak Chacha lahir.
.
.
"Kenapa, hm? Kayaknya seneng banget? Dari tadi senyum-senyum terus?" tanya Hanan sambil mengusap rambut Chacha.
"Gapapa, seneng aja." jawab Chacha.
Gadis itu menyamankan posisi berbaringnya di samping Hanan. Kepalanya sudah ndusel di bawah tangan Hanan. Bersembunyi di bawah ketiak pemuda itu.
"Senengnya kenapa? Masa gak ada alasannya?" tanya Hanan.
Chacha yang tengah asik memainkan bulu ketiak Hanan malah terkekeh pelan. "Lucu aja, masa tadi Akbar pas gak sengaja nyenggol perut gue dikira gue pake korset buat ngilangin lemak itu.."
Hanan langsung berhenti mengusap kepala Chacha. "Akbar nyenggol perut lo? Tapi gapapa kan? Dia kenceng gak nyenggolnya? Gak ada yang sakit kan?"
Chacha berdecak, gadis itu sedikit mundur menjauhkan tubuhnya dari Hanan. "Ish, nyenggol dikit doang. Gapapa kok."
"Beneran? Gak ada yang sakit kan?"
Chacha menghela nafas. Hanan benar-benar over sekali. "Enggak sayang, gapapa."
Hanan mengubah posisinya menjadi miring dan menatap Chacha sambil menopang kepalanya menggunakan tangan. "Kok bisa kesenggol sih? Gimana?"
"Tadi kan lagi makan jajan, pada duduk di sofa. Terus Akbar mau minta pringles ke Juna, posisi Juna kan di samping gue. Pas banget waktu itu gue lagi mau berdiri ngambil puding, eh yaudah deh tangan Akbar
yang mau ambil pringles nyenggol perut gue..." jelas Chacha.
Hanan yang mendengar cerita Chacha menghela nafas pelan. "Lain kali hati-hati, untung aja Akbar cuma nyengol.."
"Iyaaa, lagian kan emang gak sengaja. Kalo dia tau kalo gue hamil pasti dia juga lebih hati-hati.." kata Chacha. Gadis itu menarik tangan Hanan untuk kembali mengusap-usap perutnya.
"Terus reaksi mereka gimana waktu lo bilang lagi hamil?" tanya Hanan sambil terus mengusap perut Chacha.
"Heboooooooh banget. Pada kaget, syok gitu. Soalnya kan gue sering sama mereka tapi mereka selama ini gak nyadar, jadi pas gue kasih tau ya pada syok. Langsung heboh nanya ini itu."
Hanan yang mendengar ucapan Chacha terkekeh pelan. "Udah gue tebak sih, pasti mereka heboh."
"Uum.." sahut Chacha sambil mengangguk.
Untuk beberapa saat mereka hanya saling diam. Hanyut dalam kegiatan masing-masing. Hanan yang tengah mengusap-usap perut Chacha sambil memandangi wajah imut gadis itu dan Chacha sendiri yang tengah asik dengan nipple Hanan.
"Em Biii~" panggil Chacha pelan.
"Apa?" sahut Hanan masih terus menatap wajah Chacha.
Chacha menggigit bibir bawahnya. "Emm pengen makan pecel sama kelengkeng..." jawab gadis itu sambil menatap mata Hanan.
"Hah? Pecel sama kelengkeng?"
Chacha mengangguk.
Hanan melihat ke arah jam dinding di kamar mereka. Sudah jam setengah 12 malam, memang ada yang masih berjualan?
"Tapi udah malem Cha, nyari dimana?"
"Ih! Ya gak tau, cari pokoknya. Gue pengen pecel sama kelengkeng sekarang." kata Chacha langsung mengubah posisinya menjadi duduk sambil menyilangkan tangan di depan dada.
Hanan juga langsung ikut duduk dan menatap Chacha. "Yaudah oke, kita liat dulu di online ya? Masih ada yang buka apa enggak..."
"Yaudah, cepetan." sahut Chacha dengan bibir mengerucut kesal.
Hanan meraih ponselnya dan langsung melihat apakah ada penjual pecel dan penjual buah yang masih buka. Pemuda itu berdecak karena tidak menemukan penjual buah ataupun pecel yang masih berjualan pada jam segitu.
"Ada gak?" tanya Chacha.
Hanan menatap Chacha dan menggeleng.
"Ishh, cariin pokoknya. Gue pengen makan itu sekarang. Cariiiin Biiiiii!" kata Chacha.
"Beneran harus sekarang banget?"
"Iya ih! Sekarang. Sekarang Biiiii~" jawab Chacha dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Oke, oke. Gue cari kelengkeng sama pecel sekarang." kata Hanan turun dari atas ranjang. Pemuda itu meraih kaosnya dan langsung bergegas keluar dari kamar mereka untuk mencari pecel dan buah kelengkeng yang Chacha inginkan.
Chacha langsung bangkit dari atas kasur dan ikut berjalan keluar dari kamar mereka. Gadis itu menuju ke ruang tengah dan duduk di sofa sambil menonton tv.
Setelah hampir satu jam, Hanan akhirnya pulang dengan membawa pecel dan juga kelengkeng yang Chacha inginkan. Dengan cepat Hanan langsung ke dapur mengambil piring dan sendok untuk Chacha supaya istrinya itu bisa langsung memakan pecelnya.
"Makan cepetan, mumpung masih anget. Nanti kalo dingin mendoannya gak enak.." kata Hanan setelah menaruh pecel ke atas piring.
Selesai menyiapkan semua itu. Dia langsung bersandar pada sofa dan mengatur nafasnya yang masih sedikit terengah. Tangannya bergerak di depan wajah untuk sedikit menghilangkan rasa gerah yang kini menderanya.
Tidak ada penjual pecel yang buka selarut ini di sekitaran apartemen mereka. Tadi Hanan harus pergi ke dekat rumah Yohan untuk membeli pecel itu. Butuh sekitar 30 menit untuk ke sana. Belum lagi dia juga harus mencari kelengkeng.
Banyak toko buah yang dia datangi tapi tidak ada yang menjual kelengkeng ataupun buah itu sudah habis terjual. Beruntung saat dalam perjalanan pulang dia melihat penjual buah yang keliling dengan mobil dan tengah membereskan dagangan, di sana dia melihat kelengkeng dan tanpa pikir panjang Hanan langsung membelinya.
"Mas Hanan, suapiiiin~"
Hanan yang baru saja bersandar langsung menoleh pada Chacha. Istrinya itu sudah menatap kearahnya sambil membuka mulut.
"Aaaaaak!"
Hanan menghela nafas pelan dan langsung menegakkan badannya. Dia mengambil piring dan dengan sabar menyuapi Chacha.
"Enyaaaak! Lagii!" pinta Chacha.
Hanan tersenyum. Rasa lelah yang tadi dia rasakan langsung menghilang saat melihat Chacha yang begitu lahap dan senang saat memakan pecel yang dia belikan.
"Papa makan juga.." kata Chacha.
"Buat mama sama adek aja. Biar kenyang, ya.." sahut Hanan sambil membersihkan sisa nasi di sudut bibir Chacha.
Chacha menggeleng. "Noooo~ papa makan juga. Makaaan.."
"Yaudah, ini makan juga." kata Hanan dan langsung ikut makan.
Chacha yang melihatnya tersenyum senang. Dia kembali membuka mulutnya agar disuapi oleh Hanan.
"Nanti selesai makan pecel, makan buah dulu. Abis itu minum susu hamilnya. Tadi sore lo gak mau minum, jadi nanti harus diminum." kata Hanan sambil menyuapi Chacha.
"Ish, bosen minum susu hamil terus." kata Chacha.
"Eh, lupa kata Bu Dokter? Hm?"
Chacha mendengus pelan dan langsung menunduk. "Inget."
"Kalo gitu harus diminum susu hamilnya, biar Adek sehat, mama juga sehat. Kan?" kata Hanan sambil mengusap perut Chacha.
"Emm.." sahut Chacha dengan gumaman pelan.
"Yaudah, lanjut makan dulu. Abisin. Aaaak.."
.
.
"Udah cuci muka? Cuci kaki?" tanya Hanan melihat Chacha yang baru keluar dari kamar mandi.
Chacha mengangguk dan langsung naik ke atas tempat tidur. Gadis itu langsung meluruskan kakinya dan bersandar pada headbed. Hanan mengubah posisinya menjadi sejajar dengan kaki Chacha dan langsung memijatnya.
"Capek ya?" tanya Hanan.
Chacha menatap Hanan. "Harusnya gue yang nanya gitu, lo pasti capek abis kesana-kemari nyari apa yang gue minta. Padahal tadi lo kerja tapi gue udah ngerepotin minta ini itu. Pasti capek ya? Maaf ya.." kata gadis itu.
"Apasih minta maaf segala. Itu emang udah kewajiban gue. Dan gue seneng banget kalo bisa nurutin semua yang lo mau. Jadi kalo pengen apa-apa bilang ya ke gue, gue janji selama gue bisa dapetin dan ngelakuin apapun yang lo mau, gue bakal turutin apa yang lo mau..." kata Hanan sambil tersenyum menatap Chacha.
Chacha langsung menatap Hanan dengan mata berbinar. "Beneran?"
Hanan mengangguk. "Iya."
"Janji ya?" kata Chacha mengulurkan jari kelingkingnya pada Hanan.
Hanan menyambut uluran tangan Chacha dan menautkan kelingking mereka. "Janji."
Chacha langsung menegakkan badannya. "Gue pengen pisang." ucapnya sambil menatap lurus Hanan.
"Pisang? Yaudah gue ambilin dulu ke dapur.." kata Hanan hendak turun dari atas kasur mereka.
Chacha menahan lengan Hanan. "Ihhh, kok malah pergi?!"
Hanan mengerutkan kening bingung. Dia kan ingin ke dapur mengambil pisang. "Katanya pengen pisang? Ya gue ambil dulu.."
Chacha berdecak dan menggembungkan pipinya kesal. "Ihhh gue pengen pisang lo!"
"Hah?"
"Gue pengen pisang lo! Gue pengen Pucha!!"
"Eh? Gak boleh! Belom waktunya!"
"Ihhh mau Pucha! Pucha! Puchaaa!"
"Cha tap----..."
"Mau PUCHAAAAAAAAAAAA!"
To Be Continue
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
