
“Pengen liat bekicot balapan..” — Chacha.
3. Bocil
.
.
"Hanaaan~" Chacha yang baru saja dari unit Akbar langsung menghampiri Hanan yang ada di balkon. Pemuda itu sedang mengurus dua burung barunya.
"Hanaaaaaan~" panggil Chacha lagi. Dia berjalan cepat dan langsung duduk di atas pangkuan Hanan yang sedang memberi makan Twang Twing.
"Kenapa? Udah selesai bikin puding sama Akbar?" tanya Hanan tanpa menatap Chacha.
Chacha mengangguk. "Udah." jawabnya.
Hanan masih tetap fokus memberi makan kedua burung yang ada di dalam sangkar itu, Chacha yang merasa diabaikan langsung menggembungkan pipi kesal.
"Bii! Ih!"
"Kenapa?"
Chacha berdecak. "Lo tuh ngurusin burung mulu, sejak ada nih burung lo lebih perhatian ke mereka. Bangun tidur ngurus burung, siang burung, sore burung, malem burung lagi. Gue gak pernah lo urusin. Ih kesel!"
Hanan mengerutkan keningnya. Apa kata Chacha? Dia tidak pernah mengurusnya? Yang benar saja, padahal dia mengurus burung saat kegiatannya dengan Chacha sudah selesai ataupun saat istri cantiknya ini ada keperluan lain. Misalnya seperti hari ini, karena Chacha membuatkan puding untuk Akbar dan teman-temannya di unit pemuda itu maka Hanan menghabiskan waktu untuk mengurus kedua burung barunya.
Jadi perkataan Chacha yang mengatakan kalau dia hanya fokus pada burung dan tidak 'mengurus' Chacha adalah suatu hal yang sangat salah. Karena Chacha selalu menjadi prioritas untuknya.
"Oke sorry, gue cuma gak mau burungnya mati. Gak enak sama Om Gun kalo burungnya mati. Kan udah janji bakal rawat mereka." ucap Hanan pada akhirnya.
Chacha mendengus dan melipat tangan ke depan dada. "Yaudah."
Hanan menghela nafas. "Jangan marah dong, nanti burungnya sedih loh kalo liat lo marah ke gue gara-gara mereka.." kata pemuda itu.
"Gue gak marah."
"Gak marah tapi ini bibirnya masih manyun gini, hm?" kata Hanan sambil menarik pelan bibir Chacha yang tengah mengerucut lucu.
"Ihhhh Bi!"
Hanan terkekeh pelan dan mengusap perut Chacha. Sedangkan Chacha hanya diam sambil menatap kedua burung lovebird yang berada di dalam sangkar.
"Emm Bi?"
"Kenapa?" sahut Hanan.
"Ke rumah mama yuk.."
"Ke rumah mama?"
Chacha mengangguk. "Iya, ke rumah mama.."
"Tumben ngajakin ke rumah mama, mau ngapain?"
Chacha memainkan jari Hanan yang ada di atas perutnya. "Pengen liat bekicot balapan."
"Hah? Apaan Cha?" tanya Hanan.
Chacha menoleh pada Hanan. "Di deket rumah gue biasanya bocil-bocil pada maen bareng gitu, mereka juga ngadain balapan bekicot. Gue pengen liat, udah lama gak liat Bi. Ayo kesana.."
"Hah? Seriusan? Bekicot balapan?" tanya Hanan tak percaya.
Chacha mengangguk. "Iya Bi, pas gue kecil dulu gue juga pernah ikutan itu. Ayooo ke sana, gue pengen liat ih!"
"Yaudah-yaudah, ayo ke sana..."
Chacha langsung tersenyum senang dan mengangguk. Gadis itu berdiri dan berjalan menuju ke kamar. Hanan yang melihatnya hanya bisa menggelengkan kepala pelan. Bekicot balapan? Hah, ada-ada saja kelakuan para penghuni komplek perumahan Chacha itu.
.
.
"Mamaaaaaaa~" Chacha yang baru saja memasuki rumahnya langsung berteriak memanggil sang mama.
Mama Renata yang sedang ada di ruang tengah langsung menoleh mendengar teriakan putrinya itu. "Chacha? Ngapain kamu ke sini? Tumben.."
Chacha yang mendengar ucapan sang mama langsung menggembungkan pipi kesal. "Ih, mama kayaknya gak suka banget aku ke sini..."
Mama Renata menghela nafas. "Bukan gitu, tapi tumben banget kamu ke sini tapi gak ngabarin dulu. Kan mama kaget.."
Hanan yang baru saja masuk ke dalam rumah langsung salim pada Mama Renata. "Chacha tadi tiba-tiba ngajakin ke sini Ma. Katanya dia pengen liat balapan bekicot.." jelas pemuda itu.
Mama Renata menaikkan sebelah alisnya. "Ngidam kamu Cha?" tanyanya menatap Chacha.
Chacha yang sedang memakan kacang bawang mengangkat bahu acuh. "Gatau, tadi tiba-tiba keinget bekicot terus pengen liat balapannya kayak dulu." jawab gadis itu.
"Dia udah ngidam apa aja Nan? Aneh-aneh pasti ya.." tanya Mama Renata menoleh pada Hanan.
"Engga----.."
"Hanan tuh yang ngidam aneh-aneh. Kemaren-kemaren dia yang minta inilah, minta itulah. Chacha sampe pusing Ma nurutinnya. Hari apa itu Chacha ke rumah Om Gun gara-gara Hanan pengen burung, ngidam katanya." potong Chacha.
Mama Renata yang mendengarnya tertawa. "Beneran itu Nan? Kamu yang ngidam?"
Hanan mengangguk pelan. "Iya kayaknya Ma, soalnya sekarang tuh Hanan sering banget tiba-tiba pengen sesuatu. Terus kayak harus didapetin gitu apa yang Hanan pengenin.."
"Tuh Ma, kemaren aja dia juga alesan gak masuk kerja ngomongnya ngidam gak pengen masuk kantor coba. Ada-ada aja emang.." kata Chacha.
"Gue gak alesan, itu beneran Cha." sahut Hanan.
"Ya ya ya, terserah lo aja." kata Chacha.
"Hanan, Chacha, tumben ke sini gak ngabarin dulu?"
Hanan dan Chacha langsung menoleh, menatap ke arah Papa Bima yang baru saja datang membawa ember di tangannya.
"Papaaaaa~" Chacha berdiri dan langsung memeluk papanya itu.
"Tumben kamu ke sini gak ngabarin dulu?" tanya Papa Bima setelah Chacha melepas pelukannya.
Chacha nyengir. "Iya Pa, tadi tiba-tiba pengen ke sini jadi gak sempet ngabarin." jawabnya.
"Dapet Pa ikannya?" tanya Mama Renata menghampiri Papa Bima.
Papa Bima mengangguk. "Dapet dong Ma, ini papa tadi dapet 3. Gede-gede ikannya.." jawab pria itu mengangkat ember yang dia pegang.
"Papa abis mancing?" tanya Chacha.
"Iya Cha, kan udah lama papa gak mancing. Jadi hari ini mumpung lagi santai papa mancing, lumayan nih dapet 3 ikannya.." jawab pria itu.
"Waaah, Maaa bikin pepes ikan dong. Udah lama Chacha gak makan pepes ikan bikinan mama.." kata Chacha menatap Mama Renata.
"Kamu mau pepes ikan?"
"Iya Maa, cucu mama juga pengen makan pepes ikan. Bikinin ya Maaa.." kata Chacha sambil mengusap perutnya.
Mama Renata mengangguk. "Yaudah, mama bikinin pepes ikan. Kamu sama Hanan duduk aja, istirahat dulu." kata wanita itu.
Chacha menggeleng. Gadis itu menoleh pada Papa Bima. "Pah, tadi di lapangan banyak bocil gak?"
Papa Bima mengernyitkan kening bingung dan mengangguk. "Banyak, kan emang pada main di situ.."
Mendengar jawaban Papa Bima, Chacha langsung menoleh pada Hanan. "Biiii, ayo ke lapangan. Mumpung banyak bocil, pasti lagi pada maen. Ayoo.."
"Kamu mau ngapain Cha?" tanya Papa Bima.
"Chacha mau lihat bekicot balapan Pah. Kan biasanya bocil di sini suka ngadain balap bekicot kalo pada ngumpul gitu." jawab Chacha menoleh pada Papa Bima.
"Istirahat dulu Cha, kasian itu Hanan. Pasti capek abis nyetir ke sini." kata Mama Renata.
"Iya Cha, masa langsung kamu ajakin ke lapangan. Istirahat dulu aja, nanti kalo udah gak capek baru ke sana.." kata Papa Bima.
Chacha menggeleng. "Gak mau, Chacha pengen sekarang."
"Chaa.."
"Biii, mau liat bekicot balapan! Ayooooo ih!" kata Chacha menoleh pada Hanan.
Mama Renata dan Papa Bima yang melihatnya hanya bisa menghela nafas.
Hanan yang sebenarnya masih merasa capek karena menyetir dari apartemen langsung berdiri. Menghampiri Chacha dan merangkul bahu gadis itu. "Yaudah ayo.."
"Kalo masih capek istirahat dulu aja Nan, jangan terlalu diturutin Chacha maunya apa.." kata Mama Renata.
Chacha mendengus dan menoleh pada mamanya itu. "Ihhh Mama! Aku ngidam loh, cucu mama pengen liat bekicot balapan. Harus diturutin lah.." sahutnya.
"Nanti kan bisa Cha, itu suami kamu pasti masih capek. Kasian loh, istirahat bentar dulu aja.."
"Gapapa Ma, gak capek-capek banget kok. Lagian kemaren Chacha juga nurutin Hanan terus, jadi kayaknya sekarang gantian Hanan yang harus nurutin Chacha.." kata Hanan sambil tersenyum.
Mama Renata yang mendengarnya menghela nafas. "Yaudah kalo emang gitu..."
"Pake motor aja Nan, kuncinya di laci deket pintu. Capek kalo jalan ke lapangan." kata Papa Bima.
"Iya Nan, bawa motor aja." sahut Mama Renata. Wanita itu kemudian menoleh ke arah dapur. "Mbok, sini dulu bentar.." panggilnya.
Mbok Nah yang ada di dapur langsung menghampiri Mama Renata. "Iya Nyah, ada apa?"
"Ini ikannya Mbok bersihin dulu ya. Chacha pengen pepes katanya. Saya mau ke depani beli daun pisang dulu." kata Mama Renata menyerahkan ember berisi ikan yang dia bawa kepada Mbok Nah.
"Oh iya Nyah." sahut Mbok Nah mengambil ember itu.
"Mbok, nanti bikinin wedang jahe ya buat saya.." kata Papa Bima.
"Iya Pak.." sahut Mbok Nah. Wanita itu langsung kembali ke dapur dan membawa ember berisi ikan itu.
Mama Renata kembali menatap Chacha. "Kamu mau pedes gak pepesnya?"
"Ped----..."
"Jangan pedes-pedes Ma, nanti kalo dia mules kita juga yang repot. Sedeng aja." potong Hanan.
Chacha langsung menoleh dan melotot pada pemuda itu. Ish, padahal dia ingin pepes ikan pedas.
"Ihhh!"
"Iya juga Nan, bener kamu. Yaudah kalo gitu mama ke depan dulu. Kalian jangan lama-lama di lapangan. Sebelum maghrib udah harus pulang ya.." kata Mama Renata.
"Iya Ma.."
Mama Renata pun pergi meninggalkan Hanan, Chacha dan juga Papa Bima. Wanita itu ingin membeli daun pisang untuk membungkus pepes ikan.
"Ayo Cha, keburu makin sore entar." kata Hanan.
Chacha berdecak sebal.
"Kenapa kamu Cha? Kok malah jadi cemberut gitu?" tanya Papa Bima.
"Gapapa."
Hanan yang menyadari kalau Chacha kesal karena perkara pepes ikan pedas tadi menghela nafas. "Jadi ke lapangan gak? Kalo enggak yaudah."
Chacha langsung menoleh dan melotot pada Hanan. "Jadi ih!"
"Yaudah ayo kalo gitu, jangan malah ngambek gini." kata Hanan sambil menarik pipi Chacha.
"Ya ayo!" sahut Chacha langsung berbalik dan berjalan meninggalkan Hanan.
Papa Bima hanya menggeleng pelan melihat kelakuan putrinya itu. "Gak pusing kamu Nan tiap hari ngadepin kelakuan dia?" tanya pria itu.
Hanan terkekeh pelan. "Kadang pusing sih Pa, tapi ya karena udah biasa jadi Hanan nikmatin aja." jawabnya.
Papa Bima tertawa. "Iya Nan, nikmatin aja.."
Hanan mengangguk. "Yaudah kalo gitu Pa, aku pergi dulu. Takutnya dia makin ngambek kalo gak cepet-cepet."
"Iya Nan, tiati.."
"Iya Pa.."
.
.
Chacha menghela nafas untuk kesekian kalinya. Gadis itu menatap bosan ke arah jalanan di depan mereka. "Bisa cepetan dikit gak sih Bi?"
"Gak boleh ngebut Cha, harus hati-hati." sahut Hanan yang tengah mengendarai motot matic berwarna hitam.
Chacha berdecak. "Bi, kalo lo bawa motor lelet kayak gini bisa-bisa kita nyampe lapangan nanti malem. Mending gue aja yang bawa motornya ah!" ucapnya kesal.
"Gak boleh ngebut Chacha.."
"Ya tapi agak cepet dikit bisa kan? Lo dari tadi bawa motor kecepatannya cuma 25km perjam Bii!" sahut Chacha kesal.
Suaminya ini dari tadi mengendarai motor dengan kecepatan rendah, padahal seharusnya tidak sampai 10 menit mereka sudah sampai di lapangan, tapi karena Hanan yang terlampau lama mengendarai motor mereka jadi sangat memakan waktu untuk sampai di lapangan.
"Tapi Cha, kalo ngeb---.."
"Kalo gak lo cepetin mending gue turun di sini terus lari ke lapangan!" potong Chacha.
"Tapi Cha---Akhhh! Chacha!" Hanan langsung berteriak dan menghentikan motornya saat tangan Chacha meremas kuat juniornya.
Pemuda itu menoleh pada Chacha. "Gila ya lo?! Kalo gue tadi kaget terus tancep gas gimana?"
"Ya bagus, bisa sampe lapangan lebih cepet." sahut Chacha.
Hanan berdecak dan menarik tangan Chacha dari depan celananya. "Yaiya kalo kek gitu, kalo gue gak bisa jaga keseimbangan bisa jatoh kita Cha. Bahaya." ucapnya.
"Ya abisnya lo lama banget bawa motornya. Kesel gue." sahut Chacha.
Hanan mengusap dada pelan. "Cha, dengerin gue. Lain kali jangan kayak tadi, bahaya Cha. Inget sekarang gak cuma ada lo sama gue, tapi ada adek bayi juga di dalem perut lo. Kita harus hati-hati, harus jagain dia. Jangan pernah kayak tadi, itu bahaya banget." ucap pemuda itu menasehati Chacha.
Chacha memalingkan wajahnya. "Ya makanya jangan lelet banget kalo bawa motor."
"Kan harus hati-hati."
"Ya tapi gak kayak gitu juga. Kalo bawa motornya kayak gitu kapan sampe ke lapangannya ih!" ucap Chacha sambil menyilangkan tangan di depan dada.
Hanan menghela nafas dan akhirnya mengalah, pemuda itu kembali menjalankan motor dan mempercepat laju motornya. Chacha mengangguk puas dan memeluk pinggang Hanan. Beberapa warga yang mengenal Chacha menyapa mereka selama perjalanan menuju ke lapangan. Chacha tentu saja membalas sapaan mereka sambil tersenyum.
Begitu sampai di lapangan Chacha langsung turun dari atas motor dan tersenyum lebar menatap banyaknya anak kecil yang bermain di sana.
Beberapa anak yang menyadari kedatangan Chacha langsung berlari ke arah gadis itu.
"Kak Chachaaaaaaaa!" mereka tertawa dan langsung memegang perut Chacha.
"Adeeeek bayiii, lagi apa di dalem?"
"Kak Chacha, adek bayi lagi ngapain?"
"Adeeek kok belom keluar?"
"Kok perut Kak Chacha makin gede?"
"Adek denger gak kalo aku ajak ngomong?"
"Adeeek keluar dong, ayo maen bareng."
Chacha hanya tertawa menanggapi anak-anak yang kini sedang memegang perutnya. Bahkan ada yang menempelkan telinganya di sana.
"Kok adek diem aja?"
"Adek kan belom bisa ngomong. Nanti kalo udah lahir pasti ngobrol sama kalian.." sahut Chacha.
Diko, Heru, Rita, Danang, Anggun, Novi, Yuda, dan juga Dimas masih mengerubungi Chacha. Anak-anak ini adalah tetangga Chacha, rumah mereka berdekatan dengan rumah Chacha. Orangtua ataupun kakek nenek mereka juga teman Mama Renata jadi tidak heran jika mereka akrab dengan Chacha.
"Kak Chacha, kok baru ke sini?" tanya Anggun.
"Hahaha iya, kan kakak bisa ke sini kalo Om Hanan lagi libur kerja. Kalo Om Hanan kerja kan gak ada yang nganterin.." jawab Chacha.
"Nanti kalo aku udah gede aku aja yang jemput Kak Chacha biar kita bisa main bareng, Om Hanan gak seru. Kerja terus.." kata Diko.
"Iyaaa, Kak Chacha mending sama aku aja. Nanti kalo aku udah gede aku mau jadi pacarnya Kak Chacha!" sahut Heru.
"Kalo gitu nanti aku yang nikah sama Kak Chacha!" sahut Danang tidak mau kalah.
Hanan yang mendengar ucapan para bocil itu langsung maju dan merangkul pinggang Chacha. "Eh, gak bisa ya. Kak Chacha itu udah punya Om Hanan, jadi kalian gak bisa jadiin pacar apalagi nikah sama Kak Chacha." ucapnya menatap para bocah itu.
"Ihhh Om Hanan nanti sama aku aja kalo Kak Chacha sama mereka, aku mau kok sama Om Hanan!" sahut Novi.
"Aku juga mau! Om Hanan kan ganteng! Rita suka!"
Hanan dan Chacha langsung tertawa mendengar para bocah itu. Ada saja pemikiran mereka.
"Gak bisa ya, kan Om Hanan udah nikah sama Kak Chacha jadi gak bisa nikah lagi." kata Hanan.
"Yaaaaaah~"
Chacha tertawa pelan. "Kalian lagi main apa?" tanya gadis itu mengalihkan topik pembicaraan mereka.
"Aku lagi main masak-masakan sama Rita sama Novi." jawab Anggun.
"Kita lagi nungguin bekicot yang lagi balapan. Tadi bekicot aku mau menang loh!" sahut Dimas dengan semangat.
Mendengar ucapan Dimas mata Chacha langsung berbinar. "Kakak juga mau dong liat bekicotnya.."
"Ayo Kak, nanti kalo aku menang mereka bakal jajanin aku." sahut Dimas.
"Ayo cepetan, adek bayi juga mau liat bekicot balapan.." kata Chacha sambil mengusap perutnya.
"Ayo!" kata Yuda langsung menggandeng tangan Chacha menuju ke tempat dimana mereka bermain dengan bekicot.
Hanan yang melihatnya hanya tersenyum. Pemuda itu menoleh saat Rita memegang tangannya. "Kenapa?"
"Om, ayo main masak-masak sama kita. Nanti kita masak buat Om.." ucap gadis kecil itu.
Anggun dan Novi mengangguk. "Iya Om, ayo main sama kita. Nanti kita buatin kue spesial buat Om Hanan."
Hanan terkekeh pelan. "Yaudah ayo, Om ikut kalian deh.." sahut Hanan.
Ketiga gadis kecil itu langsung tersenyum senang. Mereka menarik Hanan menuju ke tempat mereka bermain masak-masakan. Tepat di samping para bocah laki-laki yang sedang mengadakan balapan bekicot.
Chacha yang sudah bersama para bocah laki-laki bersorak senang melihat beberapa ekor bekicot yang tengah bergerak di atas tutup ember besar yang sudah diberi beberapa gambar angka untuk menilai bekicot mana yang bergerak menuju ke pinggir lebih dahulu.
"Itu yang ada stiker mobil punya aku, pasti nanti menang." kata Yuda menunjuk satu bekicot yang bergerak.
Dimas yang ada di sampingnya menggeleng. "Enggaaak, nanti yang menang yang ada stiker pesawatnya. Punya aku!"
"Punya aku lah, itu liat tuh udah gerak!" kata Danang.
"Punya aku juga udah gerak, cepetan punya aku!" sahut Diko.
"Ayo nanti siapa yang bakal menang.." kata Chacha sambil melihat bekicot-bekicot yang mulai bergerak itu dengan antusias.
Hanan yang mendengar perdebatan para bocah itu hanya tertawa pelan. Dia saat ini sedang duduk di atas tikar kecil sambil menunggu Anggun, Novi dan juga Rita yang sedang 'membuat' kue untuknya.
"Om Hanan topingnya mau apa? Meses, permen atau oreo?" tanya Anggun menoleh pada Hanan.
"Semuanya deh biar enak.." jawab Hanan sambil tersenyum.
Anggun mengangguk dan melanjutkan kegiatannya. Sedangkan Hanan kembali menoleh pada Chacha yang terlihat begitu senang menonton balapan bekicot itu. Meskipun terdengar sangat aneh tapi jika Chacha senang tentu saja Hanan juga akan senang.
"Om Hanaaan, ini tehnya. Diminum dulu.." kata Rita memberikan cangkir mainan kecil pada Hanan.
Hanan tersenyum pada gadis itu. "Makasih.." ucapnya dan berpura-pura meminum teh yang ada di dalam cangkir.
"Oh iya, Ilham kok gak ada? Dia dimana?" tanya Hanan setelah meletakkan cangkir yang dia pegang.
Chacha menoleh pada Hanan. "Eh iya, si Ilham kemana? Kok gak ikut? Biasanya dia juga sama kalian.."
"Ilham lagi ikut mamanya ke dokter, mamanya kan lagi sakit gigi. Tapi katanya kalo udah pulang dia mau ke sini." jawab Dimas.
"Ooh, pantesan dia gak ada.."
"Om Hanan, ini kuenya! Rasa coklat, pasti enak. Ini spesial kita bikin buat Om Hanan!" kata Anggun membawa piring dengan kue spesial untuk Hanan. Tentu saja terbuat dari tanah liat. Tapi terlihat cukup bagus dan rapi.
"Waah, kayaknya enak nih. Om cobain yaa.." kata Hanan berpura-pura memotong kue itu dan menyendoknya.
Anggun, Novi dan Rita menatap Hanan dengan mata berbinar. "Gimana Om? Enak kan?"
Hanan melihat ketiga gadis kecil itu bergantian. "Hmm enak, kalian pinter bikinnya.."
"Yeyyy, nanti kita buatin lagi yang rasa stroberi ya Om.." kata Rita.
"Iyaa.."
"Kakak juga mau nyobain dong kuenya.." kata Chacha beranjak duduk di sebelah Hanan.
"Bentar-bentar aku potongin." kata Novi mengambil pisau mainan dan memotong kue tanah liat itu untuk Chacha.
"Waaah, bagus loh kuenya. Kalian nanti pasti pinter masak deh kalo udah gede.." kata Chacha sambil menatap kue tanah liat yang ada di depannya.
Anggun tersenyum senang. "Aku nanti kalo udah gede mau jadi Chef. Pengen bikin kue sama makanan yang enak-enak."
"Keren itu, harus belajar mulai sekarang biar nanti bisa jadi Chef beneran ya.." kata Chacha.
"Iya Kak, aku selalu bantuin mama kalo mama lagi masak. Aku juga sering liat youtube yang bikin kue gitu." kata Anggun.
"Wah bagus itu.."
"Kak Chacha, ini kuenya. Spesial buat Kak Chacha sama adek bayi.." kata Novi memberikan piring kecil berisi potongan kue tanah liat kepada Chacha.
Chacha langsung menerimanya dan berpura-pura memakan kue itu. "Hmm enak!" ucapnya.
"Iya dong! Kan kita yang bikin." sahut Rita.
Chacha tertawa mendengarnya. Gadis itu kemudian bersandar pada Hanan sambil menatap ke arah bekicot-bekicot yang masih bergerak dengan begitu lambat di atas tutup ember.
Para anak laki-laki bersorak menyemangati bekicot mereka masing-masing. Chacha hanya tersenyum melihatnya. Dulu dia juga sering melakukan itu saat masih kecil.
"Eh ada tukang es krim Cha.." kata Hanan melihat ke arah bapak-bapak penjual es krim yang tengah mengayuh sepeda.
"Panggil Bi, kita beliin buat anak-anak.." kata Chacha.
Hanan mengangguk dan langsung berteriak memanggil si bapak tukang es krim. Bapak itu langsung mengayuh sepedanya menuju ke tempat mereka.
"Kalian mau rasa apa? Pesen aja, nanti Om Hanan yang bayarin.." kata Chacha menatap para bocil itu.
Dengan wajah berbinar para bocil itu langsung berdiri dan menuju ke si bapak penjual es krim.
"Aku mau coklat!"
"Aku vanila!"
"Pak, aku mau yang melon!"
"Stroberi satuuu!"
"Rasa jeruk ada gak Pak?"
"Pak aku mau dicampur-campur!"
Hanan dan Chacha menggeleng pelan melihat para bocah yang sudah mengerubungi si bapak penjual es krim. Berteriak memesan es krim pada bapak itu hingga membuat si bapak terlihat kebingungan.
"Haam! Sini, pesen es krim! Dibeliin Om Hanan!" teriak Diko melihat Ilham yang baru saja sampai di lapangan itu.
Chacha menatap Ilham. "Ham, sana gih pesen es krim.."
Ilham hanya diam namun tetap menghampiri teman-temannya dan ikut memesan es krim. Chacha terkekeh pelan. Anak itu sepertinya masih ngambek karena masalah sunat beberapa waktu yang lalu.
"Om, aku pesen dua boleh gak?" tanya Danang menatap Hanan.
"Boleh, pesen aja.." jawab Hanan.
Danang langsung tersenyum senang dan kembali memesan es krim. Hanan yang melihatnya hanya terkekeh pelan.
"Gue bayar dulu, lo mau rasa apa?" tanya Hanan sambil mengusap perut Chacha.
"Emmm, campur aja deh. Coklat sama stroberi." jawab Chacha dan di sahuti anggukan oleh Hanan.
Pemuda itu berdiri dan berjalan menuju ke tempat si bapak penjual es krim untuk membayar semua pesanan anak-anak itu. Sedangkan para bocil itu langsung kembali duduk setelah mendapat es krim masing-masing.
"Makasih ya Kak Chacha es krimnya.." kata Diko sambil menjilati es krimnya.
"Kok ke Kak Chacha makasihnya? Ke Om Hanan dong, yang bayar kan Om Hanan.." kata Chacha.
"Oh iya.."
Heru mendekati Chacha dan memegang perutnya. "Adek bayi, nanti kalo adek udah lahir Kak Heru beliin jajan juga ya. Nanti kita main bareng juga.."
"Nanti Adek bayi aku kasih boneka barbie kalo udah lahir, boneka barbie aku banyaaaaak banget di rumah.." kata Rita.
"Nanti kita main petak umpet juga ya Adek bayi, pasti seruuuuu!" sahut Dimas.
Anggun menatap Chacha. "Kak, Adek bayi kasian ya gak bisa makan es krim kayak kita.."
"Ehh, kata siapa gak bisa? Kan kalo Kak Chacha makan es krim Adek bayi juga ikutan makan. Ikut ngerasain.." kata Chacha.
"Emang iya Kak? Kok bisa? Emang makannya lewat mana? Kan Adek bayi masih di perut?" tanya Novi.
Chacha tertawa. "Bisa dong. Pokoknya apapun yang Kakak makan, Adek bayi juga bisa ngerasain." jawabnya.
"Waaah, aku kira Adek bayi gak bisa makan soalnya masih di dalem perut." kata Rita.
"Cha, ini es krimnya." kata Hanan memberikan es krim pesanan Chacha.
Chacha langsung mengambil es krim itu. "Makasih.."
"Iyaa.."
"Om Hanan makasih ya es krimnya!!" ucap para bocah itu sambil menatap Hanan.
Hanan tersenyum dan mengangguk. "Iya sama-sama.."
Chacha menatap Ilham yang memakan es krim tanpa mengatakan apapun. Gadis itu menghela nafas pelan.
"Ilham?"
Ilham tetap diam tanpa menyahuti Chacha.
"Ilhaaaam~"
Bocah itu malah melengos berpura-pura tidak mendengar panggilan Chacha.
Chacha malah tersenyum jahil dan bergeser mendekati Ilham. Hanan yang melihatnya hanya menggeleng pelan. Maklum dengan kelakuan Chacha. Pasti istrinya itu akan melakukan sesuatu.
"Ilhaaaaam liat titidnya dong, kan udah di potong hehehehehehe~" ucap Chacha.
Ilham langsung menoleh dan melotot pada Chacha. Bocah itu langsung menjauh dari Chacha dan bersembunyi di samping Hanan.
"Ooomm, Kak Chacha sereem. Aku gak mau deket-deket sama Kak Chacha!" kata Ilham.
Hanan terkekeh pelan. "Serem gimana? Cantik gitu.."
Chacha yang mendengar ucapan Hanan langsung menendang pelan kaki suaminya itu. "Ihhh apasihhh!"
"Gak! Kak Chacha serem, masa mau liat titid aku. Kan gak boleh harusnya." ucap Ilham.
Chacha menatap Ilham. "Ih, kan penasaran. Adek bayi juga pengen liat Ham. Sini dong, liat titid kamu.." kata Chacha.
"Gamau! Liat aja titid Om Hanan, kan Om Hanan juga cowok pasti punya titid juga!" kata Ilham terus menghindar dari Chacha yang mendekatinya.
Wajah Hanan sedikit memerah mendengar ucapan Ilham. Ada saja bocah itu.
"Kan bedaaaaa, Kakak maunya liat punya kamu Haaaaam~"
"Enggaaaaaak! Mamaaaaaaaaaa! Tolongin Ilhaaaam! Kak Chacha nakal Maaaaa!" Ilham langsung berlari meninggalkan area lapangan itu.
Para bocil lain yang melihat itu langsung tertawa melihat Ilham yang sudah berlari.
"Nakal banget sih sama anak kecil.." kata Hanan sambil menarik pelan pipi Chacha yang terlihat semakin chubby.
"Hehehe seru sih.." kata Chacha sambil menyandarkan kepalanya pada bahu Hanan.
Hanan hanya terkekeh pelan sambil mengusap kepala Chacha. "Dasar jahil~"
Chacha tersenyum sambil menjilati es krimnya. Dia sangat senang bisa menjahili Ilham. Hah, menyenangkan sekali membuat bocil itu sampai berlari seperti tadi haha~
To Be Continue
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
