
“Jangan desah Cha, ah elah lo mah.” — Hanan.
“Sange ya tinggal wikwik, ada gue kok.” — Chacha.
12. Ngambek
.
.
"Pagi ma..."
Chacha yang baru saja bangun menghampiri Mama Renata yang sedang memasak di dapur. Gadis itu duduk di atas kursi dan langsung menidurkan kepalanya di atas meja.
"Kamu tuh, sini bantuin mama masak." kata Mama Renata.
"Males. Hanan juga udah berangkat, mau masak buat siapa.." sahutnya.
Mama Renata menggelengkan kepala pelan. Untung sudah maklum dengan kelakuan anak perempuannya ini.
"Suami kamu katanya buru-buru, ada rapat sama investor. Harus cepet ke kantor." kata Mama Renata mengangkat ayam yang sudah selesai dia goreng.
Chacha mendengus. "Tega banget dia gak pamitan ke aku, main tinggal aja."
Mbok Nah yang baru saja menjemur pakaian menghampiri Mama Renata. "Kenapa itu Nya? Kok Neng Chacha masih pagi udah kusut aja mukanya?" tanya wanita itu.
"Biasa mbok, ditinggal suaminya kerja."
"Ooh, pantesan.."
Chacha tetap menidurkan kepalanya di atas meja. Sebal sekali rasanya, saat terbagun tadi Hanan sudah tidak ada di sampingnya.
"Masak apa ma?" tanya Papa Bima yang baru saja datang setelah jogging.
"Ayam goreng pa, sana papa mandi dulu. Abis itu kita makan.."
Papa Bima langsung mengangguk dan pergi untuk membersihkan diri. Mama Renata dan Mbok Nah menyiapkan semua makanan di atas meja.
"Udah cuci muka belom kamu Cha?" tanya Mama Renata.
"Udah."
"Jangan tiduran gitu, ayok sarapan dulu." kata Mama Renata.
Chacha dengan malas menegakkan kepalanya. Gadis itu mengusap-usap perutnya. "Ihh kesel ah, Hanan tuh kenapa sih gak pamitan dulu. Bangunin gue kek.."
Mama Renata yang sedang menuang air putih ke dalam gelas menghela nafas. "Kalo pamitan ke kamu nanti kamu rewel mau ikut." sahutnya.
Chacha menggembungkan pipinya kesal.
Tak lama Papa Bima datang dan langsung duduk di samping Chacha. Pria itu menatap heran Chacha. "Kamu kenapa?"
"Sebel."
Papa Bima mengerutkan kening bingung. Dia langsung menoleh pada Mama Renata. "Kenapa ma?"
Mama Renata yang sedang mengambilkan nasi untuk Papa Bima menatap Chacha sekilas. "Biasa pa, ditinggal suaminya."
"Ooh.."
"Nanti kamu mau ikut mama gak? Mama mau ke pasar." tanya Mama Renata.
Chacha menoleh pada mamanya itu. "Ngapain ke pasar? Tumben?"
"Mau beli sesuatu lah, masa mau nyari jodoh. Kan udah ada papa kamu." jawab Mama Renata sambil meletakkan piring yang dia pegang ke depan Papa Bima.
Chacha mendengus kesal. "Mama ih!"
Mama Renata tertawa pelan. "Mau beli sayur sama ikan Cha. Kan yang diujung pasar tuh fresh semua. Mama mau beli."
"Yaudah aku ikut. Bosen di rumah gak ada Hanan."
"Yaudah makan dulu kalo gitu." kata Mama Renata.
Chacha mengangguk dan langsung mengambil nasi dan ayam goreng.
"Hanan tumben pagi banget berangkatnya?" tanya Papa Bima.
"Katanya sih ada rapat sama investor pa. Kalo agak siang takut Chacha rewel terus mau ikut, jadinya tadi dia pagi banget berangkatnya. Pas papa berangkat jogging tadi gak lama Hanan juga berangkat kerja." jelas Mama Renata.
"Oh pantes.." sahut Papa Bima.
Mama Renata menoleh pada Mbok Nah yang sedang membereskan dapur. "Mbok, tolong kasih tau Pak Arman saya mau ke pasar ya. Bilangin suruh panasin mobil, makasih."
Mbok Nah mengangguk. "Siap nya." kata wanita itu dan langsung pergi untuk menemui Pak Arman.
Papa Bima menatap Mama Renata. "Loh, mama mau nyetir sendiri?"
Mama Renata mengangguk. "Iya pa, deket doang ke pasar."
"Yaudah, tiati loh. Kamu sama Chacha, jangan ugal-ugalan." pesan Papa Bima.
"Iya pa.." sahut Mama Renata.
Selesai sarapan, Papa Bima langsung berangkat ke kantor sedangkan Chacha kembali ke kamarnya untuk berganti baju. Mama Renata mengambil tas dan menuju ke depan. Dia menunggu Chacha di sana.
Saat Chacha datang dan masuk ke dalam mobil mereka langsung berangkat menuju ke pasar. Chacha masih terlihat kesal, Mama Renata yang melihat itu hanya menghela nafas pelan.
.
.
"Ayo Cha, kamu pilih deh. Nanti mama masakin buat kamu.." kata Mama Renata saat mereka sudah ada di tempat berbagai macam hewan laut yang terlihat begitu segar.
Chacha menatap semua ikan dan juga hewan laut lain yang begitu banyak di sana. "Ma, nanti masakin cumi dong."
Mama Renata yang sedang memilih ikan mengangguk. "Ambil aja, kamu pilih yang bagus-bagus yang seger."
Chacha mengangguk. Dia langsung memakai sarung tangan plastik dan melihat-lihat cumi segar yang ada di depannya. Seorang pedagang memberikan kantong plastik untuk Chacha.
Chacha dengan semangat langsung memilih dan memasukkan beberapa cumi ke dalam plastik, gadis itu juga memilih udang dan kepiting. Bodo amat, dia hari ini ingin makan banyak.
Setelah memilih semua yang dia inginkan Chacha langsung memberikannya pada Mama Renata.
"Astaga Cha, ini beneran? Semua ini?" tanya Mama Renata melihat 3 kantong plastik yang tengah Chacha pegang.
Chacha mengangguk. "Iya. Aku mau makan banyak, mama hari ini harus masakin aku ini semua." kata gadis itu.
Mama Renata menghela nafas pelan. "Yaudah iya, nanti mama masakin." ucapnya langsung menerima kantong plastik yang Chacha berikan.
"Oke."
"Ayo bayar dulu,"
Chacha mengangguk dan mengikuti Mama Renata yang tengah membayar semua belanjaannya.
Selesai dari pasar hewan laut Mama Renata mengajak Chacha menuju ke tempat sayuran.
"Kamu gak beli Cha? Hanan kan suka makan sayur." tanya Mama Renata yang tengah memilih sawi.
Chacha menatap semua sayuran yang ada di sana. Matanya tertuju pada pakcoy yang ada di dekat sawi. "Emm masak pakcoy kali ya ma? Hanan suka.."
Mama Renata tersenyum. "Yaudah beli gih, pilih yang bagus."
Chacha mengangguk dan langsung mendekat, gadis itu memilih pakcoy yang segar dan hijau.
Mereka memilih beberapa sayuran yang masih segar, Mama Renata tersenyum melihat Chacha yang kini juga antusias memilih.
"Kamu pengen sesuatu yang lain gak Cha? Apa mau pulang?" tanya Mama Renata memasukkan semua belanjaan mereka ke dalam bagasi mobil.
Chacha nampak berfikir sejenak. Gadis itu melihat beberapa kios buah yang ada di pasar itu. "Mau manggis sama sawo." jawabnya.
Mama Renata menutup bagasi mobilnya dan mengangguk. "Yaudah ayo cari."
Chacha mengangguk, mereka pun berjalan menuju ke arah kios-kios itu. Agak susah mendapatkan sawo karena memang belum musimnya. Mereka bahkan mendatangi semua kios yang ada di sana.
"Aduh, gak ada Cha. Gak musim." kata Mama Renata menoleh pada Chacha.
"Ihh gamau! Harus ada pokoknya! Aku mau sawo."
Mama Renata menghela nafasnya. "Gak ada Cha, cari ke mana lagi? Semua udah kita datengin loh.."
Chacha menyilangkan tangan di depan dada. "Ya gak tau, pokoknya harus ada. Mama mau cucu mama ngiler nanti kalo udah lahir?"
"Amit-amit, gak mau lah. Kamu jangan asal kalo ngomong." kata Mama Renata sambil menjitak kepala Chacha.
Chacha hanya mendengus dan memajukan bibirnya kesal.
Mama Renata menatap kios-kios buah itu, ya memang susah mendapatkan sawo karena bukan musimnya. Menyesal dia tadi menawari Chacha.
"Maaa! Sawo!" kata Chacha.
"Ya bentar dong, mama juga lagi nyari ini." sahut Mama Renata.
Chacha menyilangkan tangan di depan dada. Gadis itu menekuk bibirnya ke bawah.
Mama Renata menarik Chacha menuju ke bagian pojok kios-kios buah itu.
"Maaa! Ih mau kemana?"
"Nyari sawo."
Mama Renata terus menarik Chacha, hingga saat sampai di pojok wanita itu tersenyum melihat seorang bapak-bapak yang menaiki motor dengan gerobak di belakangnya. Di atas gerobak itu ada banyak buah-buahan.
"Pak! Bapak yang bawa gerobak!" teriak Mama Renata.
Si bapak yang awalnya melayani pembeli langsung menoleh. Pria itu mengernyit heran melihat dua orang perempuan yang terlihat begitu tergesa-gesa menghampirinya.
"Pak! Ada sawo gak?!" tanya Mama Renata.
Si bapak agak kaget karena Mama Renata yang langsung berteriak. Pria itu melihat ke dalam gerobaknya dan mengangguk. "Ada bu, tapi tinggal beberapa biji aja."
"Bungkus semua! Saya beli." kata Mama Renata.
Si bapak mengangguk dan langsung membungkus semua buah sawo yang ada di dalam gerobaknya.
Chacha bersandar pada gerobak si bapak, capek dia ditarik Mama Renata tadi.
"Makasih pak," kata Mama Renata menyerahkan uang pada si bapak.
"Waduh, uang kecil gak ada buk?" tanya si bapak.
"Ambil aja pak, kembaliannya buat bapak." sahut Mama Renata.
Si bapak nampak terkejut. "Serius bu?"
"Iya pak, ambil aja kembaliannya." kata Mama Renata.
Si bapak tersenyum senang, "Makasih ya buk, makasih banget.."
"Sama-sama pak.." sahut Mama Renata.
Dia dan Chacha pun langsung kembali ke mobil setelah membeli semua yang mereka inginkan. Mama Renata langsung menjalankan mobilnya untuk pulang.
.
.
"Chacha, sayang. Ayo dong makan. Kenapa sih? Masih ngambek?" tanya Hanan sambil menatap Chacha.
Istrinya itu sedari dia pulang bekerja diam saja, malah tiap kali diajak ngobrol Chacha langsung melengos dengan bibir yang mengerucut lucu.
Mama Renata yang juga ada di sana menggeleng pelan melihat Chacha yang masih ngambek pada Hanan.
"Ngambek dia Nan, gara-gara kamu tadi pagi pas berangkat gak pamitan sama dia." kata wanita itu.
Hanan yang mendengarnya menghela nafas. Pemuda itu memegang tangan Chacha. "Cha, sorry. Gue gak tega bangunin lo, lo masih tidur. Gue juga buru-buru soalnya harus ketemu klien penting.."
Chacha masih diam.
Mama Renata berdecak. Wanita itu memberikan cumi saus padang yang selesai dia masak pada Hanan. "Kasih ini Nan, pasti langsung berubah nanti."
Hanan mengangguk dan mengambil piring berisi cumi itu. "Ayo makan, masakan mama loh. Baunya enak loh Cha. Hmmm.." kata pemuda itu sengaja memegang piring berisi cumi itu di depan Chacha.
Chacha meneguk ludahnya, aroma cumi itu sangat menggoda. Air liurnya langsung keluar.
"Hmm enak loh Cha.." kata Hanan menyendok cumi itu dan memakannya. Pemuda itu menahan tawa melihat Chacha yang melirik ke arah piring cumi yang dia pegang. Haha, pasti Chacha sudah tergoda.
"Yakin gak mau? Enak loh.." kata Hanan.
"Gak."
Mama Renata tersenyum tipis, dia hafal sekali dengan kelakuan anaknya itu. Pasti Chacha sedang menahan diri. Melihat ekspresinya saja Mama Renata tahu kalau Chacha sedang menahan diri.
"Ayo sayang enak lohh.." kata Hanan sengaja memainkan sendok berisi cumi di depan Chacha.
Sial, aroma cumi itu sangat menggoda. Chacha sangat ingin memakannya, tapi dia kan masih ngambek pada Hanan.
Mama Renata terkekeh pelan, wanita itu memilih pergi meninggalkan Hanan dan Chacha yang duduk di ruang tamu. Lebih baik dia ke teras, menikmati angin malam sambil minum kopi.
"Chaa, enak loh. Adek gak mau? Enak loh, papa abisin nanti." kata Hanan.
Chacha menggigit bibir bawahnya, melihat Hanan yang terus memakan cumi itu membuatnya kesal.
"Emmm, enak banget.."
"SUAPIN!"
Hanan yang akan memasukkan cumi ke dalam mulutnya langsung menoleh pada Chacha. Wajah gadis itu masih terlihat kesal.
"Apa?"
"Suapin! Suapin gue cuminya!"
Hanan menahan tawanya, pemuda itu berdehem dan menatap Chacha. "Tadi katanya gak mau?"
"Mama kan masak itu buat gue!"
"Tadi katanya gak mau? Gimana sih?" tanya Hanan menggoda.
Chacha melirik ke kanan dan kiri, bibirnya mengerucut lucu.
Hanan yang melihatnya terkekeh pelan. Dia langsung menyendok cumi dan menyuapkannya pada Chacha. "Aaak.."
Chacha dengan cepat memakan cumi itu dan memalingkan wajahnya. Gadis itu menahan senyumnya.
Hanan tersenyum. "Enak kan?"
Chacha hanya diam, gadis itu kembali membuka mulutnya.
Hanan menggelengkan kepala pelan dan kembali menyuapkan cumi pada Chacha.
Pemuda itu tersenyum melihat Chacha yang lahap memakan cuminya. Biarpun Chacha marah yang penting gadis itu sudah makan.
Selesai makan Hanan dan Chacha pergi ke kamar. Mereka menggosok gigi sebelum naik ke atas tempat tidur.
Chacha bersandar pada headbed sedangkan Hanan membalas chat dari teman-temannya.
"Bi?"
Hanan meletakkan ponselnya dan menoleh pada Chacha. "Kenapa?"
Chacha menatap Hanan. Menarik tangan pemuda itu menuju ke dadanya. "Pijitin, sakit."
Hanan menghela nafas. Tangan pemuda itu menuju ke punggung Chacha dan melepas kaitan bra gadis itu. "Sesek ya?"
Chacha mengangguk dan melepas branya, membuat dadanya terasa lebih bebas. Sejak hamil rasanya sangat tidak nyaman memakai bra.
Hanan merangkul Chacha dan menyandarkan kepala gadis itu pada bahunya. Sebelah tangannya ada di dalam piyama Chacha dan memijat dadanya.
Chacha menggit pelan bibirnya, enak tapi juga ngilu. "Mmh.."
"Jangan desah.." kata Hanan.
Chacha mendongak, menatap Hanan. "Kan enak, ya refleks desah."
Hanan menghela nafas, tangan pemuda itu berganti menuju ke dada Chacha yang satunya dan melakukan hal yang sama, memijatnya.
"Enak Bi.." kata Chacha.
"Jangan desah Cha, ah elah lo mah."
Chacha tersenyum jahil, tangan gadis itu menuju ke bagian depan celana Hanan. "Sini deh gue elus juga.." ucapnya.
Hanan menahan tangan Chacha. "Jangan, nanti gue sange."
"Sange ya tinggal wikwik, ada gue kok."
Hanan berdecak dan menatap Chacha. "Enggak Cha, gue takut."
"Ihh adek tuh udah 4 bulan lebih, udah boleh. Udah gapapa. Lagian emang lo gak kangen wikwik sama gue? Udah 4 bulan lebih loh.." kata Chacha sambil menatap Hanan.
Memang, sejak dia dinyatakan hamil mereka belum pernah berhubungan badan. Sebenarnya dia sudah sangat gatal ingin menyerang Hanan, tapi pemuda itu terus saja menolaknya dengan alasan takut.
Padahal kata Dokter mereka hanya tidak dianjurkan berhubungan badan saat usia kandungan Chacha belum mencapai 3 bulan, tapi hingga saat ini Hanan masih saja menolak.
Chacha kesal sendiri, hormonnya sangat sensitif sekarang. Dia rasanya gampang sekali tergoda saat melihat Hanan, dia sangat haus akan sentuhan suaminya itu. Dia ingin disentuh Hanan. Tapi Hanan malah menolaknya, pemuda itu mengatakan jika masih takut untuk melakukan hubungan badan.
Hanan menghela nafas. "Iya, tapi gue takut Cha. Gue gak mau adek kenapa-napa.."
Chacha mengerucutkan bibir sebal. "Ya terus sampe kapan? Ish!"
Hanan mengusap kepala Chacha. "Nanti ya, beneran deh kalo gue udah gak takut lagi nanti kita bisa wikwik.." kata Hanan.
Hanan hanya tidak ingin terjadi sesuatu pada Chacha dan juga bayi yang ada di dalam kandungannya. Hanan takut jika dia sampai melakukan sesuatu yang berbahaya. Dia trauma dengan kejadian yang pernah Chacha alami dulu, kejadian saat mereka kehilangan calon anak pertama.
Itulah kenapa sekarang Hanan benar-benar menjaga Chacha dan tidak ingin gegabah. Dia hanya ingin memastikan kalau Chacha dan calon anaknya akan baik-baik saja.
"Lo udah gak sayang sama gue ya? Lo udah gak suka sama gue? Lo punya cewek lain? Iya?!"
Hanan melotot mendengar tuduhan Chacha. Apa-apaan itu?
"Cha, ya ampun enggak. Gue gak pernah punya cewek lain. Lo jangan mikir gitu. Gue cuma gak mau lo sama adek kenapa-napa." kata Hanan.
Chacha berdecak. "Terus kenapa lo gak mau wikwik ish? Lo gak suka badan gue sekarang?"
"Cha ampun deh! Demi apapun lo sekarang makin sexy, makin montok. Gak mungkin gue gak suka, yang ada gue makin tergila-gila sama lo!"
"Ya terus kenapa gak mau wikwik?"
"Gue takut! Gue takut nyakitin lo sama adek! Gue gak mau kalian kenapa-napa." jawab pemuda itu.
Chacha berdecak dan memalingkan wajahnya.
Hanan menghela nafas. Pemuda itu memeluk Chacha dan memasukkan salah satu tangannya ke dalam piyama Chacha.
"Jangan ngambek dong, sini gue pijtiin aja tete lo." kata Hanan.
Chacha masih diam, gadis itu enggan menoleh pada Hanan.
Hanan melirik Chacha, pemuda itu dengan sengaja meremas dan memainkan nipple Chacha.
Chacha masih pada posisinya. Dia masih menahan desahan yang ingin keluar dari bibirnya. Dia lagi ngambek, ish masa diremes dikit udah langsung kalah. Gak ah.
"Udah tegang gini? Mau dihisep gak? Hem?" tanya Hanan sambil berbisik di telinga Chacha.
Pemuda itu memilin dan menarik pelan nipple Chacha. Bibirnya juga mulai mencium dan menghisap leher Chacha.
Tubuh Chacha langsung merinding, tangannya mengepal kuat. Dia mau ngambek, tapi Hanan malah kayak gini. Ishh gimana dong?
Hanan terkekeh pelan merasakan tubuh Chacha yang semakin menegang. Dia sangat hafal, Chacha itu udah sekali terangsang.
"Gausah ditahan gitu. Gue belum bisa kalo wikwik, tapi kalo yang lain gue jamin lo juga bakalan puas." bisik Hanan disertai gigitan pelan pada telinga Chacha.
"Bii~"
Hanan tersenyum, dia mengubah posisinya menjadi di depan Chacha. "Nah gitu, gausah di tahan. Desah aja, gue suka denger desahan lo.." kata pemuda itu.
Chacha memejamkan matanya, setiap sentuhan Hanan membuat tubuhnya begitu panas. Jari pemuda itu begitu lihai memainkan nipplenya.
Hanan mengusap pipi Chacha dan menatap bibirnya. Ugh, sangat menggoda. Bibir Chacha terlihat begitu merah dan juga agak sedikit bengkak. Pasti karena Chacha yang terus menggigitnya karena menahan desahannya.
Chacha meremas kuat paha Hanan. Ugh, rasanya selalu luar biasa. "Bii~"
"Hm?"
Chacha membuka kancing piyamanya. "Buruan!" ucapnya dan langsung memajukan dadanya.
Hanan yang melihat itu tertawa. Pasti Chacha tidak akan tahan, dia sudah tau itu.
"Buruan ih!" kata Chacha lagi.
Hanan terkekeh geli. "Iya-iya, sabar dong.." kata pemuda itu dan langsung mendekat, memasukkan salah satu puncak dada Chacha ke dalam mulutnya.
Chacha menggigit bibirnya dan langsung memejamkan mata. "Hmm~.."
Hanan mendongak menatap Chacha, lucu banget sih istri dia kalo lagi sange gitu wkwkwk. Gemes!
To Be Continue
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
