Om Han (5. Nasehat)

1
0
Deskripsi

“Tapi umur kalian beda jauh Sa, pemikiran kalian pasti beda.” — Naya. 

“Umur cuma angka kak, aku gak peduli. Aku suka sama om Hansa. Mau beda 50 tahun aku gak peduli, yang penting aku bakal deketin dia.” — Sasa.

5. Nasehat

 

.

 

.

"SASA! SASAAAAAA!"

"Mas, kenapa sih? Dateng-dateng kok udah teriak gini?" tanya Naya menghampiri Nino yang baru saja datang. Pria itu sudah berteriak sesaat setelah memasuki teras rumah.

"Sasa mana?" tanya Nino menatap Naya.

"Ada di dalem, kenapa  sih mas?" tanya Naya bingun

Nino berjalan memasuki rumah. "SASAAAA! TURUN! ABANG MAU NGOMONG SAMA KAMU!" teriaknya lagi.

Bunda dan Ayah yang sedang menonton tv bersama Nila kaget mendengar teriakan Nino. Mereka berdua menatap Nino yang baru saja masuk ke dalam rumah.

"Kenapa sih No? Kok teriak-teriak manggil Sasa gitu?" tanya Bunda menatap putra sulungnya itu.

Nino menatap Bunda. "Anak bunda tuh udah keterlaluan banget. Kurang ajar sama temen aku." jawabnya.

Bunda Gista mengerutkan keningnya. "Kurang ajar gimana No?" tanyanya.

"Suruh dia turun dulu bun, ayah aja yang manggil. Kalo ayah yang manggil pasti dia turun." kata Nino sambil menatap Ayah.

Ayah yang tidak paham apa yang sudah terjadi mengangguk. Pria itu menoleh ke arah tangga.

"SASA! TURUN SA!" panggilnya.

"Duduk dulu mas, tenang. Ini minum dulu biar tenang." kata Naya menaruh segelas air putih dingin ke atas meja.

Nino mengatur nafasnya, pria itu akhirnya duduk di atas sofa dan meraih air putih yang ada di atas meja. Meminumnya hingga habis.

"Papa kenapa? Kok teriak?" tanya Nila menatap papanya itu.

Nino menarik nafas dan menghembuskannya. "Tante kamu bikin papa emosi mulu." jawab pria itu.

Ayah dan Bunda saling berpandangan. Kali ini apa lagi yang Sasa lakukan? Pasti sangat fatal karena Nino sampai sangat emosi seperti ini.

"Sasa cepet sini!" teriak Nino melihat Sasa yang sudah turun dari tangga.

Sasa mengerucutkan bibirnya. Gadis itu dengan malas berjalan menuju ke sofa ruang tamu. Dia langsung duduk di tengah, diantara Ayah dan Bunda.

"Ayaaah.." ucapnya sambil memeluk Ayah.

"Kenapa?" tanya Ayah sambil merangkul bahu Sasa.

Nino yang melihatnya berdecih. "Yah, jangan dimanjain. Anak ayah bener-bener kurang ajar kelakuannya tadi." kata pria itu.

"Kurang ajar gimana sih No? Jelasin biar kita ngerti." tanya Bunda sambil menatap Nino.

Nino menarik nafas dalam dan menghembuskannya. Pria itu menatap Sasa yang tengah memeluk Ayah sambil menyembunyikan wajahnya di dada pria itu.

"Sasa tadi nyium temen aku bun." kata Nino.

Semua kaget, terutama Bunda. Wanita itu langsung menatap Sasa. "Sasa! Bener?"

Ayah menggelengkan kepalanya. "Sasa, lepasin dulu. Maksud abang kamu apa? Bener itu?" tanya pria itu.

Sasa tetap memeluk Ayah, gadis itu tidak mau melepas pelukannya.

"Maksudnya gimana mas? Nyium temen mas gimana?" tanya Naya sambil menatap Nino.

"Tadi waktu dia nganterin dokumen itu, dia nabrak Hansa. Tiba-tiba dia minta Hansa jadi pacarnya, pas udah aku bawa jauh aku bilangin dia malah lari ke tempat Hansa lagi. Dia nyium Hansa." jelas Nino.

Bunda melebarkan matanya. "Hansa yang pernah ke sini itu kan?"

Nino mengangguk. "Iya bun, yang itu."

Ayah menunduk menatap Sasa yang masih menyembunyikan wajah di dadanya. "Bener Sa? Kamu nyium Hansa?"

Sasa mengangguk tanpa melepas pelukannya pada Ayah.

"Ya ampun, terus yang dicium apanya No?" tanya Bunda menatap Nino.

Nino menghela nafas, dia menatap Sasa yang masih terus menyembunyikan wajahnya di dada Ayah. "Bibirnya bun."

"Astaghfirullohaladzim!" kaget mereka semua.

Sasa semakin mengeratkan pelukannya pada Ayah. Naya menggelengkan kepala sambil mengusap dadanya pelan. Bunda langsung melotot menatap Sasa.

"Sasa! Astaghfirulloh! Siapa yang ngajarin kamu gitu? Bisa-bisanya kamu nyium orang sembarangan, di bibir lagi. Sa, ya ampuuuun.." Bunda memijat pelipisnya yang terasa berdenyut setelah mendengar ucapan Nino tadi.

Ayah berdecak pelan, pria itu dengan pelan menjauhkan tubuh Sasa hingga pelukan gadis itu terlepas.

"Sasa, liat ayah." kata pria itu.

Sasa yang masih menunduk menggeleng. Takut melihat wajah sang Ayah.

"Liat ayah Sa, angkat kepala kamu. Ayah mau nanya." kata Ayah Nares mutlak.

Sasa dengan takut menegakkan kepalanya. Gadis itu meremas kuat jari-jarinya.

"Liat ayah." kata Ayah Nares.

Sasa pun membuka matanya dan menatap Ayah Nares.

"Bener kata abang kamu? Kamu nyium temennya?" tanya pria itu sambil menatap Sasa.

Sasa mengangguk pelan.

Bunda dan Ayah langsung menghela nafas pelan. Bunda mengusap dadanya pelan. "Astaghfirulloh Sa, kok bisa-bisanya kamu nyium orang sembarangan gitu?"

Sasa menggigit bibir bawahnya. "Ganteng bun orangnya.." jawab gadis itu.

Bunda memejamkan mata sesaat, wanita itu menatap Ayah yang juga terlihat heran dengan kelakuan Sasa.

"Astaga Sasa, masa cuma karena dia ganteng kamu langsung cium dia? Di bibir lagi nyiumnya.." kata Naya yang juga heran mendengar alasan Sasa.

Sasa mengerucutkan bibirnya. "Aku suka sama dia kak, kayaknya jatuh cinta pada pandangan pertama gitu." kata gadis itu.

"Ya tapi gak langsung kamu cium di bibirnya Sa. Itu termasuk pelecehan Sa. Kalo Hansa gak terima kamu bisa dilaporin polisi." sahut Bunda.

Ayah mengusap kepalanya pelan. Pria itu menatap Sasa. Benar-benar tidak habis fikir dengan kelakuan anak gadisnya yang sudah kelewat bar-bar ini.

"Enggak ah bun, dia diem-diem aja." sahut Sasa.

Bunda kemudian menoleh pada Nino. "Terus Hansa gimana No?" tanya wanita itu.

Nino menghela nafas. "Ya syok bun, bunda kan tau dia kayak gimana. Terus tiba-tiba Hansa yang kayak gitu dicium sama Sasa, ya syok dia bun. Dia langsung pergi setelah di sosor sama nih soang." jawabnya sambil menunjuk ke arah Sasa dengan isyarat dagu.

Bunda berdecak pelan. "Aduh, Hansa kan baik. Gimana kalo dia jadi takut sama Sasa terus gak mau main ke sini lagi? Kamu tuh bener-bener ya Sa.." kata wanita itu.

"Jadi om itu pernah ke sini bun?" tanya Sasa menatap Bunda.

Bunda menoleh pada Sasa. "Pernah lah, dia suka bawain makanan. Awas aja kalo gara-gara kamu dia jadi gak mau ke sini lagi." kata wanita itu.

"Ihhhhh kok bunda gak ngasih tau aku kalo pas om itu dateng ke sini?" tanya Sasa dengan bibir mengerucut.

Bunda menaikkan sebelah alisnya. "Buat apa ngasih tau kamu? Dia ada perlu sama Nino bukan sama kamu." sahutnya.

"Aku suka sama dia bun, pokoknya kalo dia ke sini lagi bunda harus ngasih tau aku." kata Sasa.

"Biar kamu bisa nyium dia lagi? Gak ya Sa, gak akan." sahut Nino melotot pada Sasa.

Sasa mempoutkan bibirnya. Gadis itu menatap Nino. "Bang, aku mau sama dia pokoknya. Aku jatuh cinta sama dia. Aku mau pacaran sama dia." kata gadis itu dengan mata yang sudah melotot.

"Sasa! Jangan main-main." kata Ayah.

Sasa menggeleng. "Enggak yah, aku gak main-main. Aku beneran suka sama dia. Aku mau pacaran sama dia." kata gadis itu.

Nino berdecak. Dia menatap Sasa. "Sa, dia cuma beda 3 tahun sama abang. Kamu sama dia beda 12 tahun Sa. Lagian Hansa gak akan mau sama kamu." kata pria itu berusaha membuat Sasa mengerti.

"Aku gak peduli, mau beda 20 tahun 30 tahun, mau seumuran ayah juga gak masalah, pokoknya aku suka sama dia. Aku mau sama dia." kata Sasa kekeuh dengan pendiriaannya.

Ayah yang mendengarnya menghembuskan nafas frustasi. Pria itu benar-benar tidak habis fikir dengan pemikiran putri bungsunya ini.

"Sa, gak semua yang kita mau bisa kita dapetin. Apalagi kalo soal perasaan gini Sa, kamu gak bisa maksain buat deket sama orang." kata pria itu menasehati.

Sasa menggeleng. "Aku belum nyoba deketin dia yah, aku belom tau dia bakalan suka sama aku apa enggak. Biar aku coba dulu." kata gadis itu.

"Dia gak akan suka sama kamu Sa. Dokter, Model, Aktris sama Pengacara aja pernah dia tolak, apalagi kamu yang masih bocah SMA gini. Lagian abang gak mau kamu pacaran sama dia, nanti dia dikira pedofil sama orang-orang.." kata Nino.

Bunda menatap Sasa. "Kamu kalo mau cari pacar gak papa, bunda sama ayah gak ngelarang. Tapi yang masuk akal lah Sa, cari yang seumuran, ya maksimal 3 atau 4 tahun diatas kamu. Ini masa iya kamu pacaran sama orang yang umurnya cuma beda 3 tahun sama abang kamu. Beda 12 tahun Sa, 12 tahun itu banyak loh." kata wanita itu sambil memegang tangan Sasa.

Naya yang duduk memangku Nila mengangguk. "Iya Sa, cari yang seumuran lah. Masa kamu pacaran sama om-om? Nanti dikira kamu punya Sugar Daddy Sa.." kata wanita itu sambil mengusap kepala Nila.

Nila mendongak menatap Naya. "Sugar Daddy itu apa ma? Gula Papa?" tanya gadis itu.

Naya menghela nafas, wanita itu menatap Nila. "Sayang, main sama bibi dulu ya. Katanya bibi mau bikinin kamu perahu kertas loh.." kata wanita itu sambil tersenyum.

Nila langsung mengangguk. Gadis itu langsung berlari meninggalkan ruang tamu untuk menghampiri Bi Yuni dan mengajaknya bermain.

Naya kemudian kembali menatap Sasa.

"Aku emang sukanya sama om-om kak, aku gak mau sama yang seumuran. Aku emang pengen punya Sugar Daddy kok." kata Sasa.

"Sasa, udahlah. Jangan aneh-aneh. Abang capek ngadepin kamu kayak gini terus. Tiap hari ada aja ulahnya." kata Nino sambil mengusap wajahnya frustasi.

"Pokoknya aku mau sama om itu." kata Sasa sambil menyilangkan tangan di depan dada.

Nino menata wajah Sasa dengan tegas. "Dia manusia, gak bisa kamu paksa buat suka sama kamu juga. Gak bisa kamu ambil terus kamu bawa pulang terus kamu akuin jadi hak milik kamu. Gak bisa Sa." kata pria itu.

"Gak peduli, pokoknya aku bakal deketin om Hansa. Gak mau tau." kata Sasa yang tetap kekeuh dengan kemauannya.

Ayah Nares memijat kepalanya yang mulai terasa pusing mendengar ocehan Sasa. Bunda juga, wanita itu benar-benar heran dengan Sasa yang malah suka pada pria yang usianya jauh lebih tua.

Naya mengusap lengan Nino, berusaha menenangkan suaminya itu. "Tenang mas, jangan ikut kepancing emosi." kata wanita itu.

Nino menunjuk Sasa. "Gimana aku gak emosi, kamu liat kan kelakuan dia? Kamu denger kan dia bilang apa?" tanya pria itu.

Naya mengangguk. "Iya mas, tapi jangan emosi gini." kata wanita itu.

"Pokoknya aku mau sama om Hansa." kata Sasa dan langsung pergi dari ruang tamu. Gadis itu berlari naik kembali ke kamarnya yang ada di lantai dua.

"Sasa!"

"Kita belom selesai ngomong Sa!"

Naya menoleh pada Ayah dan Bunda. "Biar aku yang ngomong sama Sasa. Aku bakal coba ngasih pengertian ke dia." kata wanita itu berdiri dan menyusul ke lantai atas.

"Bilangin dia Nay, bunda udah gak bisa. Gak sanggup." kata Bunda memijat kepalanya yang berdenyut.

Naya mengangguk. "Iya bun.." sahut wanita itu. 

Bunda kemudian menoleh pada Nino. "Ambilin bunda aspirin No, pusing bunda liat kelakuan adek kamu itu."

Nino mengangguk dan berdiri. Pria itu menuju ke arah lemari untuk mengambil aspirin.

"Ayah juga No, pusing banget kepala ayah liat Sasa makin hari makin ada aja ulahnya." sahut Ayah menoleh pada Nino yang sedang membuka laci.

Nino mengangguk dan mengambil 3 butir aspirin dari dalam laci dan membawanya ke tempat Ayah dan Bunda yang masih duduk di atas sofa.

Mereka bertiga akhirnya meminum masing-masing satu butir aspirin untuk bisa meredakan rasa pusing yang kini tengah menyerang di kepala hanya karena ulah dari Sasa yang semakin hari semakin menjadi.

.

.

"Sasa.." Naya membuka pintu kamar Sasa dan masuk ke dalamnya. Wanita itu menghela nafas melihat Sasa yang sedang duduk di atas kasurnya.

Naya menghela nafas dan duduk di samping Sasa. "Sa.."

"Apa? Kak Naya pasti mau bilangin aku supaya gak usah aneh-aneh kan? Supaya aku gak nekat ini itu.." kata Sasa  menoleh pada Naya.

Naya meraih tangan Sasa dan memegangnya. "Kakak cuma mau bilang ke kamu, kamu gak bisa maksain buat dapetin orang kayak gitu. Kamu juga gak boleh asal nyium orang yang gak kamu kenal." kata wanita itu.

Sasa menoleh pada Naya. "Tapi aku belum nyoba kak. Seenggaknya aku harus nyoba buat deketin om Hansa dulu kan?" kata gadis itu.

Naya mengusap tangan Sasa pelan dan menatap gadis itu. "Kamu yakin mau deketin dia? Dia hampir seumuran sama abang kamu loh. Umur kalian beda 12 tahun Sa. Kamu yakin?" tanya wanita itu.

Sasa mengangguk. "Iya kak, aku suka sama dia. Aku ngerasa kalo dia emang orang yang aku cari selama ini." jawabnya.

Naya memejamkan mata sesaat. "Kamu baru ketemu sekali sama dia Sa, kamu aja belum pernah ngobrol sama dia. Gimana bisa kamu bilang kalo dia orang yang selama ini kamu cari?" tanya wanita itu.

Sasa memejamkan mata dan menarik nafas dalam, gadis itu tersenyum. "Ya karena aku tau kak, aku bisa ngerasain itu. Pas pertama liat dia aku kayak langsung ngerasa kalo ya emang dia yang aku mau, dia yang aku pengen..." kata gadis itu.

Sasa menatap Naya. "...gini deh. Misalnya kakak pengen sesuatu, pengen banget pokoknya tapi kakak gak bisa nemu itu, susah pokoknya buat nyari itu. Tas lah misal, terus tiba-tiba kakak akhirnya liat tas itu, tas yang kakak pengen. Kakak pasti langsung ngambil tas itu kan? Kakak pasti tau kalo kakak emang pengen tas itu, jadi langsung kakak ambil."

Naya membasahi bibir bawahnya dan menatap Sasa. "Sa, tapi yang kamu mau ini manusia bukan benda. Kalo benda ya okelah bisa langsung kamu ambil. Tapi kalo manusia ya gak bisa kayak gitu Sa.."

"Ya seenggaknya aku harus nyoba dulu kan kak? Aku harus coba deketin dia kan?"

Naya menarik nafas dan menghembuskannya. "Tapi umur kalian beda  jauh Sa, pemikiran kalian pasti beda."

"Umur cuma angka kak, aku gak peduli. Aku suka sama om Hansa. Mau beda 50 tahun aku gak peduli, yang penting aku bakal deketin dia." kata Sasa yang sudah bertekad untuk mendekati Hansa.

Dia sudah suka pada pria itu sejak pertama kali melihatnya. Dia seperti sudah merasa kalau memang Hansa adalah sosok yang selama ini selalu dia impikan. Jantungnya langsung berhenti berdetak beberapa saat ketika melihat Hansa untuk pertama kalinya. Seluruh tubuhnya langsung  berdesir hebat, dia merasa seperti menemukan sesuatu yang selama ini memang sudah ditunggu oleh jiwanya.

"Kamu yakin Sa? Ayah, bunda, sama abang kamu pasti gak akan setuju."

"Aku gak peduli kak, aku mau deketin om Hansa dulu. Urusan ayah sama yang lain nanti lah aku pikirin, yang penting sekarang aku mau deketin om ganteng dulu."

"Saaa, dia bisa dikira pedofil kalo sama kamu. Umur kalian jauh Sa bedanya.." kata Naya yang masih berusaha memberi Sasa pengertian.

Sasa menarik nafas pelan dan menghembuskannya. "Aku bisa sesuain penampilan aku kalo sama dia."

Naya memejamkan mata, dia sudah tau lagi harus mengatakan apa pada Sasa. Gadis itu sudah benar-benar membulatkan tekadnya untuk mendekati Hansa meski dengan segala macam nasehat yang sudah Naya dan yang lain katakan.

"Kalo dia gak mau gimana? Kakak gak yakin dia bakal mau Sa." kata Naya.

"Aku gak peduli kak, yang penting aku nyoba dulu. Apapun itu harus dicoba dulu biar tau hasilnya gimana, seenggaknya aku bakal deketin om ganteng dulu  biar aku tau." kata Sasa sambil menatap Naya.

Naya meremas tangan Sasa. "Oke, kalo emang kamu mau gitu. Tapi inget, jangan pernah nyesel kalo nanti Hansa tetep gak mau sama kamu. Perasaan gak bisa dipaksa, orang gak bisa dipaksa buat suka balik ke kita." kata wanita itu.

Sasa hanya mengangguk pelan.

"Yaudah kakak pergi dulu. Inget Sa, pikirin semua dulu kalo mau bertindak, jangan kayak gini lagi. Kamu gak bisa asal cium orang ya?" kata Naya sambil memegang pipi Sasa.

"Heem.." gumam Sasa sambil mengangguk pelan.

Naya pun mengangguk, wanita itu berdiri dan meninggalkan kamar Sasa.

Setelah Naya menutup pintu kamarnya, Sasa langsung mengambil ponselnya. Gadis itu langsung menelpon Jeje.

"Jejeeeeeeeee!"

'Apa anjir? Langsung teriak gini, budek kuping gue.'

Sasa tersenyum tidak jelas. Gadis itu meraih gulingnya dan memeluknya erat. "Jeeeee! Gue jatuh cintaaa!"

Terdengar suara batuk dari seberang sana. 'Apa? Jatuh cinta? Anjir sama siapa Sa? Serius lo?'

Sasa mengangguk antusias, gadis itu menggigit bibir bawahnya. "Iyaaa, aaah gue jatuh cinta pada pandangan pertama Je!"

'Kok bisa? Gimana?'

Sasa menarik nafas dan menatap langit-langit kamarnya. Gadis itu meremas guling yang dia pegang.

"Gue tadi abis nganterin dokumen punya abang gue kan, terus gak sengaja nabrak temennya. Gue udah mau misuh-misuh ke dia, tapiiiiii pas gue liat mukanya gue langsung jatuh cinta anjir!" jelas Sasa dengan begitu antusias.

'Wait! Temen abang lo? Umurnya berapa anjir?!'

Sasa memainkan bibirnya. "Eem, kalo kata abang gue sih dia beda 3 tahun sama temennya itu. Jadi ya kira-kira umurnya 30 tahun sih." jawabnya.

'Heee si bangsat beneran sama om-om.'

Sasa mempoutkan bibirnya. "Ihh dia ganteng banget Je, gak keliatan 30 tahun. Masih kayak 20 lah." kata gadis itu.

'Mana ada anjir, gak mungkin gak keliatan.'

"Beneran Jeje! Dia beneran kayak masih anak kuliahan. Gak keliatan kalo umur 30 tahun. Aaah sumpah dia ganteng banget Je, anjir gimana nih!" kata Sasa sambil memukul-mukul kasurnya gemas.

'Ya gimana anjir, terus lo kenalan sama dia tadi?'

Sasa menipiskan bibirnya. "Tadi langsung gue cium anjir, gak tahan gue. Dia ganteng banget!"

'SI GOBLOOOOK! BISA-BISANYA LO LANGSUNG NYOSOR DIA. ILFEEL DIA SA! BEGOOO!'

Sasa menjauhkan ponselnya dari telinga karena teriakan Jeje. Gadis itu berdecak. "Ihhh gue gak tahan Je, dia sumpah spek malaikat anjir. Gantengmya gak manusiawi. Unreal banget." kata gadis itu sambil menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur.

Terdengar suara helaan nafas Jeje di sana. 'Lo cium apanya Sa?'

"Bibirnya."

'TOLOOOL BENERAN ANJIR! BARU PERTAMA KETEMU UDAH LO SOSOR BIBIRNYA! DEMI TUHAN YESUS CAPEK BANGET GUE PUNYA TEMEN KEK GINI!'

Sasa mempoutkan bibirnya sambil memilin mulut boneka bebeknya. "Ya gimana sih Je, gue tuh udah gak tahan. Sumpah ganteng banget dia Je."

'Ganteng sih ganteng, tapi ya gak langsung lo sosor bibirnya anjir. Dia om-om Sa, mikir apaan coba dia. Udah lo sosor gitu, padahal baru pertama ketemu.'

"Ihh ya gimana Je, gue liat bibirnya gagal fokus anjir. Kek merah bibirnya Je, gak tahan. Mana kek kenyel gitu pas gue liat, yaudah lah gue cium aja." kata Sasa kembali teringat dengan bibir Hansa yang tadi dia cium.

Gadis itu meraba bibirnya dan tidak bisa menahan senyumannya karena kembali teringat dengan bibir Hansa yang berhasil dia cium.

'Ya tapi gak langsung lo cium juga bangkeee! Yakin deh gue, dia pasti ilfeel anjir.'

"Enggak ah."

'Enggak gimana, baru pertama ketemu orang udah langsung nyium. Di bibir lagi, ya pasti ilfeel lah Sa.'

"Ihhh jangan gitu dong Je!"

'Btw, dia jangan-jangan udah punya istri. Mampus lo kalo dia udah punya istri, pelakor lo Sa.'

Sasa menggeleng. "Enggak Je, dia belum punya istri. Kata bang Nino aja dia nolak Dokter, Pengacara, Model, banyak yang dia tolak pokoknya."

'Ya anjir, model sama pengacara aja dia tolak Sa, apalagi lo yang cuma bocah SMA prik gini. Udahlah Sa, gak ada harapan. Mundur aja lo.'

Sasa langsung bangun dari posisi tidurnya. "OH TIDAK BISA! SEKALINYA MAJU GAK AKAN MUNDUR GUE!"

'Hah~ terserah lah Sa. Ntar di sekolah cerita langsung aja.'

"Oke. Byeee Jeje boncel!"

'Bangsat bocah prik!'

Sasa langsung tertawa dan menutup panggilan itu. Gadis itu tersenyum lebar.

Sebuah ide terlintas di kepalanya. Sasa berjalan keluar dari kamar dan turun dari tangga. Dengan mengendap-endap gadis itu masuk ke dalam kamar Nino, dimana ada Nila dan Bi Yun di sana.

"Aunty?"

"Stttt! Nila diem!" kata Sasa sambil memberi tanda supaya Nila diam.

"Kenapa non?"

"Sttt! Diem bi." kata gadis itu.

Bi Yuni mengernyitkan kening pelan. Apalagi ini kelakuan si eneng bar-bar.

Sasa membuka laci di nakas samping ranjang. Gadis itu mengambil ponsel lain milik Nino yang ada di sana. Dia membawa ponsel itu mendekati Nila.

"Nila polanya gimana?" tanya gadis itu menunjukkan layar ponsel Nino pada Nila.

Nila menyipitkan matanya. "Bayarannya apa?"

Sasa melotot, mata duitan banget ini keponakan dia. "Nanti sore aunty beliin es krim sama bakso deh." kata gadis itu.

"Oke!" sahut Nila sambil tersenyum senang. Gadis itu langsung mengambil ponsel Nino dan menggambar pola untuk membukanya.

"Ini aunty.." kata Nila memberikan ponsel Nino yang sudah terbuka pada Sasa.

Sasa langsung tersenyum lebar. Gadis itu langsung membuka kontak di ponsel abangnya itu dan mencari nomer Hansa di sana.

Matanya langsung melebar melihat nama Hansa di sana. Dengan begitu senang Sasa langsung menulis nomer itu di ponselnya sendiri. Setelah selesai Sasa langsung mengembalikan ponsel Nino ke dalam laci.

"Jangan bilang ke papa kamu ya. Bibi juga diem ya." kata Sasa menatap kedua orang itu.

Nila dan Bi Yuni mengacungkan jempolnya pada Sasa.

Sasa mengangguk. Gadis itu kemudian keluar dari kamar Nino untuk kembali ke kamarnya.

.

.

+628238xxxxxxx
P
P
P
P

Hansa mengambil ponselnya yang ada di atas meja. Pria itu mengernyitkan kening heran melihat ada nomer baru yang mengirim chat padanya.

"Siapa nih? Kok nomer baru.." gumam pria itu.

+628238xxxxxxx
Save dong
Om ganteng
Ooom

Siapa?
 


+628238xxxxxxx
Calon istri masa depanmu

????
 


+628238xxxxxxx
Save dong om
Om
Om
Kok gak dibales sih?
Om?
Om Hansa?
Ihhhh
Om bales dong
Oooooom
Aku calon istri om loh
Ooom 
Kok diread doang sih?
Om ganteeeeeeeeeng
T_T

 

 

 

              To Be Continue

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Om Han
Selanjutnya Om Han (6. Dianterin)
6
8
“Ngapain kamu foto-foto saya?” — Hansa.“Buat dipelet, biar om suka sama aku.” — Sasa.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan