Om Han (21. Ganti Status)

2
0
Deskripsi

“Jadi kerjaan om lebih penting dari aku?” – Sasa.

“Berilah hamba kesabaran Ya Allah..” – Hansa.

 

21. Ganti Status

 

.

 

 

.

"Hari ini kamu langsung pindah ke rumah Hansa ya?" tanya Naya sambil menatap Sasa.  Wanita itu sedang membantu sang adik ipar untuk mengemasi barang-barangnya. 

Sasa mengangguk.  "Iya, kata Om Han dia ada kerjaan yang harus di selesaiin di rumah jadi gak bisa nginep sini." jawabnya.

Naya menghela nafas dan mengambil kardus, memasukkan buku-buku Sasa ke dalam sana. "Kamu kalo udah tinggal sama Hansa jangan sampe ngerepotin dia Sa. Kata abang kamu Hansa itu orangnya rapih, jai kamu juga harus belajar rapi. Jangan naroh barang-barang sembarangan kayak pas kamu masih di sini." kata wanita itu menasehati.

Sasa hanya mengangguk. Gadis itu memasukkan baju-bajunya ke dalam koper. "Hem." jawabnya.

Nila masuk ke dalam kamar Sasa. "Aunty mau kemana?" tanya gadis itu.

Sasa menoleh. "Aunty mau pergi Nila.." jawabnya.

Nila mendekat dan memegang tangan Sasa. Wajah gadis itu mencebik sedih. "Yaah, aunty pergi lagi? Terus nanti aku main sama siapa? Yang ngajakin aku main sepeda siapa?  Yang nemenin aku belajar bikin origami siapa? Nanti aku gak bisa tidur sama aunty lagi dong?" tanya gadis itu tanpa henti.

Sasa tertawa. Gadis itu berjongkok dan memegang pipi Nila. "Nilaaaa, kan nanti aunty bisa main ke sini juga. Kamu juga bisa main ke tempat aunty. Kita juga bisa video call. Jangan sedih pokoknya ya.." kata gadis itu.

Nila mengerucutkan bibirnya dan mengangguk pelan. Wajahnya masih menunjukkan kesedihan.

Sasa menghela nafas, gadis itu kemudian meraih boneka unicorn besar miliknya yang masih ada di atas ranjang. "Nila, biar kamu gak sedih boneka kesayangan aunty ini buat kamu deh." kata gadis itu memberikan boneka yang dia pegang pada Nila.

Mata Nila melebar melihat boneka itu. "Beneran aunty? Ini buat aku?" tanyanya.

Sasa mengangguk. "Iya, ini buat kamu. Tapi kamu gak boleh sedih ya. Pokoknya kalo kamu kangen sama aunty langsung telpon aja." kata gadis itu.

Nila langsung mengambil boneka unicorn yang Sasa pegang. Boneka itu sudah lama Nila inginkan tapi Sasa selalu melarang Nila untuk mengambilnya. Tentu saja sekarang Nila sangat senang karena akhirnya boneka itu menjadi miliknya.

"Makasih ya aunty..." kata Nila sambil memeluk erat boneka unicorn yang bahkan lebih besar dari tubuhnya.

Sasa mengangguk dan mengecup pipi Nila. "Sama-sama. Jangan sedih lagi ya.." kata gadis itu.

Nila mengangguk. "Iya aunty, tapi aunty harus sering main ke sini ya nanti. Jangan lupain Nila.." kata gadis kecil itu.

Sasa mengangguk. "Iya. Kamu boleh tidur di kamar aunty juga kok. Pokoknya kamar ini bebas kamu pake." kata gadis itu.

Nila mengangguk. Naya yang melihat itu hanya tersenyum, wanita itu menutup kardus yang sudah penuh dengan buku-buku milik Sasa. Wanita itu mengambil kardus lain dan memasukkan buku-buku yng tersisa.

"Sa, belum selesai?" tanya Bunda yang berdiri di depan pintu.

Sasa menoleh. "Bentar lagi bun, tinggal masukin baju ini aja kok." jawab gadis itu menunjuk ke arah baju-baju yang ada di depannya.

Bunda kemudian masuk ke dalam kamar dan menghampiri Sasa. Duduk di depan anak bungsunya itu dan ikut membantu melipat baju dan memasukkannya ke dalam koper.

"Kamu sekarang udah jadi istri, kalo bisa kamu harus berubah. Jangan males lagi, harus lebih rajin ya.." kata wanita itu.

Sasa hanya mengangguk pelan. Gadis itu membereskan semua skincare miliknya dan memasukkannya ke dalam tas khusus, gadis itu menatap kamarnya. Hah, dia pasti akan merindukan kamar ini nantinya.

"Bunda pasti bakal kangen sama kamu Sa, baik-baik sama Hansa di sana. Kalo ada apa-apa atau kamu mau nanya sesuatu soal pernikahan kamu bisa telpon bunda atau Naya.." kata Bunda.

Sasa  menutup tas skincarenya dan menoleh pada Bunda. Gadis itu mengangguk. "Iya bun.."

"Nanti kakak bakal ngirimin kamu resep-resep masakan yang gampang di bikin. Kamu bisa video call kakak, nanti bisa sambil kakak ajarin ya.." kata Naya tersenyum ke arah Sasa.

Sasa  mengangguk dan balas tersenyum. "Iya kak." jawabnya.

Naya tersenyum. "Buku kamu sama perlengkapan lain udah kakak masukin ke kardus ya Sa. Kakak bawa ke bawah dulu." kata wanita itu.

Sasa mengangguk. "Iya kak, makasih ya."

"Iya.." sahut Naya sambil membawa dua kardus yang berisi buku-buku dan perlengkapan sekolah milik Sasa.

"Mama, aku bawa ini ya.." kata Nila mengambil tas kecil berisi berbagai macam pulpen dan peralatan lain milik Sasa.

Naya menoleh dan tersenyum pada putri kecilnya itu. "Iya sayang.." jawabnya.

Nila pun mengangguk, dia  dan Naya berjalan keluar dari kamar itu meninggalkan Bunda dan juga Sasa di sana.

Bunda menoleh pada Sasa yang sekarang  sedang melipat baju di sampingnya. Bunda memegang tangan Sasa.

"Sa..."

Sasa berhenti melipat baju dan menatap Bunda. "Iya bun, kenapa?" 

Bunda menghela nafas dan maju memeluk Sasa.  "Kamu sekarang udah jadi istri, jangan egois terus ya? Kalo dibilangin sama suami kamu harus dengerin. Jangan suka ngelawan.." kata wanita itu menasehati.

Sasa membalas pelukan Bunda dan mengangguk. Gadis itu menyembunyikan wajahnya di bahu Bunda. "Aku pasti kangen sama bunda sama ayah. Nanti bunda sering-sering main ya ke rumah Om Han.." kata gadis itu.

Bunda mengusap air matanya dan mengangguk. "Iya Sa, kamu juga sering-sering main ke sini. Nila pasti nyariin kamu terus.." kata wanita itu sambil mengusap punggung Sasa.

Sasa mengusap hidungnya yang mulai berair. Air matanya sudah mengalir deras membasahi pipi. "Bunda kalo pagi telpon aku ya biar aku bangun. Aku takut gak bisa bangun pagi kalo gak bunda bangunin." kata gadis itu.

Bunda melepas pelukannya dan terkekeh pelan. Wanita itu mengusap pipi basah Sasa. "Gak mau, kamu harus terbiasa bangun pagi sendiri. Kamu gak bisa selalu bergantung sama bunda, apalagi kamu sekarang udah menikah. Gak bisa bergantung terus ke bunda. Harus belajar mandiri, kamu udah punya suami.." kata wanita itu.

Sasa mengerucutkan bibirnya. "Ih tapi kan bun, aku susah bangun kalo gak bunda bangunin." kata gadis itu.

Bunda mencubit ujung hidung Sasa dan terkekeh pelan. "Makanya kamu tuh harus belajar mandiri. Selama ini ayah, bunda, abang kamu sama Naya selalu bilang ke kamu supaya kamu beruba, belajar mandiri. Tapi kamu gak pernah berubah, gini-gini aja kan?"

Sasa mengerucutkan bibirnya. "Ya abisnya kan masih ada bunda sama ayah, ada abang sama kak Naya juga. Jadi aku ya males." kata gadis itu.

Bunda menghela nafas. "Nah mulai sekarang kamu harus berubah, soalnya sekarang kamu udah jadi istri Hansa. Gak bisa bergantung lagi sama kita.." kata wanita itu.

Sasa hanya mengangguk lemah. Ah, rasanya sangat berat harus pergi dari rumah ini dan meninggalkan semua keluarganya. Tapi mau bagaimana lagi, sekarang kan statusnya sudah berubah. Sudah menjadi istri Hansa.

.

.

"Titip adek gue ya Han. Gue udah ceritain semua kelakuan dia ke lo. Gue harap lo bener-bener  sabar ngadepin dia nantinya." kata Nino sambil menatap Hansa.

Hansa mengangguk pelan. "Iya No.."

"Dia anaknya manja, padahal udah dilatih bunda supaya bisa mandiri dari dulu tapi dia yang susah dibilangin jadi sampe sekarang masih manja terus. DIa juga emosian, lo udah liat sendiri waktu itu. Dia juga egois Han, terus dia juga suka semaunya sendiri. Gue harap setelah sama loo semua sifat buruk Sasa bisa berkurang, atau kalo bisa malah dia bener-bener berubah nantinya." kata Nin sambil tersenyum pada Hansa.

"Iya No, ya semoga aja dengan pernikahan ini gue sama Sasa bisa dapet sisi positifnya lah.." kata Hansa.

Nino mengangguk. "Semoga aja Han. Kalo misalnya dia berulah terus lo bisa telpon gue atau ayah. Dia biasanya nurut sama ayah." kata pria itu berpesan.

Hansa mengangguk mengerti. "Iya No."

"Hansa.."

Hansa dan Nino menoleh. Tak jauh dari mereka ada Ayah yang sedang berdiri. "Iya yah.." sahut Hansa.  Mulai hari ini tentu saja Hansa harus memanggil orangtua Sasa dengan sebutan Ayah dan juga Bunda. Sama seperti Nino dan Sasa memanggil mereka.

Ayah tersenyum. "Ayah mau ngomong sesuatu sama kamu.." kata pria itu.

Hansa mengangguk. Pria itu menoleh pada Nino. "Gue ke ayah dulu No.." kata pria itu.

Nino mengangguk. "Iya Han." sahutnya.

Hansa pun berjalan menghmpiri Ayah, mereka berdua berjalan pergi meninggalkan ruang tamu. Entah apa yang ingin Ayah bicarakan dengan Hansa. Mungkin saja pria itu ingin memberi Hansa pesan atau petuah.

"Hansa mana No?" tanya Ajo yang baru saja dari dapur. Bahkan gadis itu masih mengunyah kue brownies di mulutnya.

Nino menoleh. "Lagi ngomong sama ayah. Kayaknya sih ayah mau ngasih petuah but Hansa." jawabnya.

Ajo mengangguk mengerti. Gadis itu duduk dan mengigit brownies yang masih dia  pegang. Hanya tinggal Ajo yang masih di rumah mereka, Arga, Egan, Arjun dan yang lain sudah pulang. Mereka sempat mampir dan makan bersama di rumah ini setelah acara  pernikahan Hansa dan Sasa selesai.

"Om Han mana bang?" tanya Sasa yang sudah turun dari lantai atas sambil membawa 2 koper besar.

Nino dan Ajo menoleh pada Sasa. "Udah selesai beres-beres?" tanya Nino.

Sasa mengangguk. "Udah, suami aku mana baaaaang?" tanya gadis itu.

Nino berdecak pelan. "Lagi sama ayah, ngobrol tadi diajak ke depan." jawab pria itu.

Ajo berdiri dan menghampiri Sasa. Gadis itu menatap semua barang-barang yang Sasa bawa. "Buset, banyak banget barang  lo Sa.." kata gadis itu.

Sasa mengercutkan bibirnya. "Sepatu gue aja belom masuk semua Jo." sahutnya.

Ajo menggelengkan kepalanya pelan. "Hadeeeh.."

Sasa menuju ke sofa dan duduk di sana. Gadis itu mengambil sepotong buah semangka yang ada di atas piring.

"Jangan nyusahin Hansa kamu. Dia udah repot ngurus kerjaannya, jangan sampe kamu malah bikin dia makin kerepotan." kata Nino menatap Sasa.

"Iya bang." sahut Sasa.

"Jangan cuma iya-iya aja, tapi dilakuin. Belajar mandiri. Hansa gak bisa selalu sama kamu, dia sering ada kerjaan di luar kota, jadi kamu harus bisa urus diri sendiri kalo pas ditinggal." kata Nino.

"Heem." sahut Sasa.

Nino hanya bisa menghela nafas. Sasa memang susah diberi nasehat. Gadis itu hanya akan menjawab iya, tapi pada kenyataannya tidak akan di lakukan. Dia sangat berharap bahwa pernikahan ini memang baik untuk Sasa dan juga Hansa. Dia tidak mau semua malah menjadi runyam nantinya.

"Sa, udah siap?" tanya Ayah yang kembali ke ruang tamu bersama dengan Hansa di sampingnya.

Sasa menoleh dan berdiri, gadis itu mengangguk. "Udah yah."

"Yaudah kalo gitu, ayo ayah bantu bawa barang-barang kamu ke mobil Hansa." kata Ayah sambil berjalan ke arah koper Sasa dan menariknya.

Sasa mengangguk. Dia juga membawa tas ransel dan juga tas skincarenya. Mereka berjalan keluar menuju ke mobil Hansa.

Hansa juga membawa kardus berisi buku-buku milik Sasa dan juga perlengkapan sekolah lainnya. Nila berlari keluar mengikuti mereka.

Hansa memasukkan kardus yang dia bawa ke dalam bagasi mobilnya. Pria itu juga membantu Ayah memasukkan koper dan juga tas Sasa. Setelah semua masuk Hansa langsung menutup bagasi mobilnya.

Sasa menatap Ayah dan memeluk pria itu. Ayah mengusap-usap punggung Sasa. "Baik-baik sama Hansa. Dengerin apa kata dia, jangan suka ngelawan. Kamu udah jadi istri, kalo ngelawan suami dosa. Jangan bawa kebiasaan ngelawan kamu di sini ke rumah Hansa.." pesan Ayah.

Sasa mengangguk pelan. "Iya yah. Ayah nanti main ke sana ya, aku pasti kangen sama ayah." kata gadis itu.

Ayah mengangguk. "Iya, nanti ayah bakal ke sana. Kamu jangan bikin rusuh ya, kasian Hansa. Dia gak biasa ngadepin kamu kayak ayah, bunda atau abang kamu. Jadi ayah harap kamu sebagai istri gak bikin dia kerepotan.."

"Heem.."

"Yaudah, kapan-kapan ayah main ke tempat kamu. Pesen ayah cuma satu. Jangan suka ngelawan kalo dibilangin suami. Dosanya gede." kata pria itu menepuk-nepuk pelan punggung Sasa.

Sasa melepas pelukannya dan mengangguk. "Iya yah."

Ayah tersenyum dan mengecup kening Sasa. "Jangan nakal juga di sana. Kamu udah jadi istri, artinya kamu udah punya kewajiban dan tanggung jawab yang gede."

Sasa mengangguk. "Iya ayah."

Sasa kemudian menoleh pada Bunda dan memeluk wanita itu. "Maafin Sasa ya bun, Sasa suka nakal.."

"Iya. Kamu jangan nakal loh kalo sama Hansa. Jadi istri yang nurut."

Sasa mengangguk, kemudian beralih pada Nino dan memeluknya juga. "Maafin Sasa ya bang.."

"Iya. Jangan bikin Hansa repot. Inget."

Sasa mengangguk dan melepas pelukannya. Dia menatap Naya dan memeluk kakak iparnya itu. "Kak Nay, maafin Sasa ya. Sasa banyak ngerepotin kakak."

Naya mengusap punggung Sasa dan mengangguk. "Iya Sa, kalo ada apa-apa atau mau nanya sesuatu kamu bisa telpon kakak kok. Kakak pasti bantu.." kata wanita itu.

"Makasih ya kak.." kata Sasa sambil melepas pelukannya.

Dia kemudian berjongkok dan menatap Nila yang matanya sudah berkaca-kaca. "Kok mau nangis gitu sih?" tanya Sasa sambil terkekeh pelan.

"Hwaaaa aunty jangan tinggalin Nila! Nila nanti main sepeda sama siapa?! Aunty jangan pergi!" kata Nila yang langsung memeluk tubuh Sasa.

Sasa berdecak pelan dan membalas pelukan keponakannya itu. "Kan ada Aisyah sama temen-temen kamu yang lain, ada mama sama papa kamu juga. Ada kakek sama uti juga. Jangan nangis dong.." kata gadis itu.

"Tapi aku sukanya main sepeda sama aunty hwaaa!" kata Nila semakin erat memeluk leher Sasa.

"Aunty janji bakal sering ke sini kok, jangan nangis gini ah. Katanya udah mau sekolah, gak boleh cengeng dong.." kata Sasa.

Nila melepas pelukannya dan menatap Sasa. "Aunty janji ya bakal sering ke sini beneran?"

Sasa mengangguk. "Iya, aunty janji."

Nila mengusap air matanya dan mengangguk. Dia menatap Sasa yang sudah berdiri.

Sasa kemudian menatap semua anggota keluarganya itu. "Maafin Sasa kalo selama ini Sasa ngerepotin kalian. Suka nakal juga.." kata gadis itu.

"Di sana jangan nakal Sa.."

Sasa mengangguk. "Iya.."

Hansa kemudian menatap keluarga  barunya itu. Dia menyalami semuanya, tak terkecuali Nila. Setelahnya pria itu tersenyum.

"Saya permisi dulu, mulai hari ini Sasa jadi tanggung jawab saya. Saya bakal berusaha bimbing dia jadi lebih baik. Ayah sama bunda, saya minta doanya supaya bisa jadi imam yang baik buat Sasa.." kata pria itu.

Ayah tersenyum dan mengangguk. "Iya Han, ayah pasti doain. Tolong bimbing Sasa ya. Di rumah kita kesusahan buat  bimbing dia. Semoga aja setelah sama kamu dia jadi lebih baik.."

Bunda mengangguk juga. "Iya Han, bunda minta tolong ke kamu. Jadiin Sasa lebih baik lagi, bimbing dia ya Han.."

Hansa mengangguk. "Iya ayah, bunda. Saya bakal berusaha bimbing Sasa.."

Nino mendekat dan memeluk Hansa. "Titip adek gue Han. Tolong bikin dia jadi lebih baik.."

Hansa menepuk punggung Nino. "Iya No, gue bakal berusaha.."

Nino pun melepas pelukannya. Dia menatap Sasa sekilas dan menghembuskannya pelan.

"Kalo gitu saya sama Sasa permisi dulu. Kalo ayah, bunda, Naya atau Nila mau main ke rumah silahkan dateng aja. Nanti alamatnya saya kirim ke ayah." kata Hansa.

"Iya Han."

Hansa mengangguk. "Kalo gitu saya sama Sasa pergi. Assalamualaikum..." kata pria itu.

"Waalaikumsalam.."

.

.

"Semua barang kamu udah di sini. Sekarang kamu rapihin sendiri." kata Hansa menatap Sasa.

Mereka berdua sudah ada di dalam kamar. Koper dan juga tas-tas milik Sasa sudah Hansa bawa semua. Sekarang hanya giliran Sasa untuk membereskannya.

"Lemariny---.."

Hansa menunjuk ke arah lemari besar di samping mereka. "Kamu bisa pake yang sebelah kiri. Masih kosong. Jaket sama hoodie atau yang lain di gantung. Sepatu semuanya taruh di rak depan. Make up, skincare, semua taruh di atas meja sana. Semua buku sama peralatan sekolah bisa di taruh di ruangan sebelah. Di sana ruang kerja saya juga, nanti saya tambah satu meja sama rak buat kamu." kata pria itu.

Sasa mengangguk. "Oke."

Hansa mengangguk. "Beresin semuanya, saya ada kerjaan. Saya balik ke sini udah harus beres semua, saya paling gak suka liat kamar berantakan." kata pria itu memperingatkan.

Sasa mengangguk.

Hansa kemudian mengambil kacamatanya yang ada di atas meja dan pergi ke ruang kerjanya. Pria itu harus menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tertunda.

Setelah kepergian Hansa, Sasa menatap keadaan kamar itu. Sangat luas, tapo terkesan simple dan rapih. Beda sekali dengan kamarnya yang berantakan.

Sasa menarik nafas pelan dan menatap kopernya yang berisi baju. "Duh mana banyak lagi baju gue. Tapi nanti kalo gak gue beresin Om Han marah.." gumam gadis itu.

Sasa berdecak  pelan. Akhirnya setelah mengumpulkan niat gadis itu mulai membuka kopernya dan menaruh semuanya ke dalam lemari. Menggantung jaket dan hoodienya di space khusus di bagian tengah lemari. Di sana juga ada jas dan beberapa kemeja Hansa.

Butuh sekitar 1 jam untuk Sasa menyelesaikan kegiatan merapikan baju itu. Setelahnya dia membuka tas skincarenya. Dia menata beberapa alat make up dan juga skincare wajib miliknya di depan meja rias. Space di sana sangat kosong, Hansa hanya memiliki pelembab dan juga pomade. Ah, ada beberapa parfum juga.

Selesai menatap semua peralatan make up dan juga skincare Sasa kemudian berdiri dan menuju kamar mandi. Gadis itu menaruh sabun dan yang lainnya di sana.

Selesai menata benda-benda itu dia langsung merebahkan tubuhnya ke atas ranjang. Lelah sekali, badannya sangat pegal. Padahal dia hanya menata baju dan juga skincare tapi rasanya sangat lelah.

Sasa melihat ke arah jam. "Ih kok Om Han gak balik-balik sih? Gue samperin aja ah.." kata gadis itu.

Dengan semangat Sasa langsung berdiri, gadis itu keluar dari kamar untuk menghampiri Hansa yang sedang di ruang kerjanya. Dengan perlahan Sasa membuka pintu ruangan itu. Dia dapat melihat Hansa yang terlihat sedang fokus sambil menatap ke arah layar laptopnya.

"Om.." panggilnya.

"Saya lagi sibuk. Jangan ganggu." sahut Hansa tanpa menoleh pada Sasa. Pria itu benar-benar sibuk, dia ada deadline karena harus menyelesaikan dokumen untuk kontrak kerja sama dengan salah satu klien besar.

Sasa berdecak. Gadis itu masuk dan menghampiri Hansa. "Ihh om aku laper.."

"Makan. Di dapur ada bahan masakan. Kamu masak lah." sahut Hansa.

Sasa menggembungkan pipinya. "Ayo temenin om! Aku mau masak sama om." kata gadis itu sambil memegang tangan Hansa.

"Gak bisa. Saya harus selesaiin pekerjaan penting. Ini klien besar, kalo gak selesai dokumen kontraknya bisa batal kerja sama saya." sahut Hansa tetap fokus pada layar laptopnya.

Sasa menarik lengan Hansa. "Ih om ayo temenin masak, aku gak tau tempat om naroh bahan masakan."

"Ya kamu cari lah. Di kulkas semua. Beras di lemari bawah, minyak sama yang lain di atas pantry. Kamu jangan ganggu saya dulu deh. Saya lagi ngerjain proyek penting. Tolong kamu ngerti." kata Hansa menoleh pada Sasa, menatap gadis itu.

Sasa menatap Hansa. "Jadi kerjaan om lebih penting dari aku?" tanya gadis itu.

"Buat sekarang iya. Kerjaan ini penting buat saya dan buat perusahaan saya. Saya gak bisa pergi nemenin kamu masak, kerjaan ini jauh lebih penting. Kamu tinggal ke dapur, cari bahan masakan terus masak. Tolong Sa, saya harus cepet selesaiin ini. Tolong jangan ganggu saya dulu." kata Hansa.

Sasa mengepalkan tangannya kuat. Gadis itu menendang kursi yang ada di depannya dengan kesal. "OM NGESELIN!" teriaknya dan langsung pergi meninggalkan Hansa.

"Sasa!"

"Om ngeselin! Om lebih mentingin kerjaan daripada aku! Padahal aku kan istri om!" teriak gadis itu sambil menatap Hansa emosi.

BRAK!

Sasa membanting pintu ruangan itu dengan keras setelah berteriak pada Hansa.

Hansa menatap kepergian Sasa. Pria itu menggelengkan kepala pelan dan memijat pangkal hidungnya. Ya Allah, semoga saja dia bisa bersabar menghadapi Sasa.

Ternyata benar kata Nino, menghadapi Sasa butuh kesabaran ekstra. Semoga saja untuk ke depannya dia tetap bisa menahan emosinya pada gadis itu.

"Berilah hamba kesabaran ya Allah.." ucap Hansa sambil mengusap dadanya pelan.
 

 

 

           To Be Continue

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Om Han
Selanjutnya Om Han (22. Ternyata Susah)
2
4
“Ternyata gak enak nikah, mending sama bunda di rumah..” – Sasa.“Apa aja yang bisa kamu bikin. Asal gak bikin saya mati saya pasti makan.” –Hansa.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan