
“Awas aja, ntar mas aku cium sampe bengkak bibirnya.” — Alesha.
“Emang kelebihan hormon..” — Harshan.
48. Hadiah
.
.
"Le, jangan cium-cium ah.." kata Harshan berusaha menjauhkan wajahnya dari Alesha.
Alesha menggeleng. Gadis itu merapatkan kursi yang dia duduki dan terus menciumi Harshan. "Gak mau."
Harshan berdecak, pria itu menoleh dan menahan wajah Alesha yang terus saja berusaha mendekat. "Kita lagi di kantor, mas bentar lagi ada tamu. Jangan sampe lipstick kamu nempel di pipi mas.."
"Lipstick aku matte. Gak bakal nempel di pipi mas." sahut Alesha, gadis itu menyingkirkan tangan Harshan yang ada di wajahnya dan kembali mencium Harshan.
Harshan berdecak, pria itu memutar kursinya hingga menghadap Alesha. "Kam---hmpp!"
Alesha langsung mengambil kesempatan dan mencium bibir Harshan saat pria itu menghadapnya. Bibirnya tebalnya mulai melumat bibir tipis Harshan. Dia sangat suka dengan bibir Harshan, sangat 'enak' untuk dicium.
"Ya ampuuuuun! Heh Harshan! Alesha! Gue ketok pintu dari tadi gak disahutin malah asik ciuman kalian ya."
Harshan langsung mendorong wajah Alesha dan menutupinya menggunakan kertas yang ada di mejanya.
Galih berjalan mendekati meja Harshan dan duduk di kursi yang ada di sebrang meja. "Kayaknya sejak nikah sama Alesha lo jadi gak profesional ya Shan, bisa-bisanya ciuman di kantor." kata pria itu.
Harshan berdecak. "Si Lele kelebihan hormon, tiap hari ngajakin ciuman mulu. Bibir gue aja sampe kebas." sahut pria itu.
"Ih mas mah gitu.." kata Alesha dengan bibir mengerucut.
Harshan menoleh dan menjepit bibir Alesha menggunakan tangannya. "Balik sana ke meja kamu, jangan gangguin mas.." kata pria itu.
"Akh! Mas ih!" Alesha melepas tangan Harshan dari bibirnya. Gadis itu berdiri dan menatap Harshan dengan mata menyipit.
"Apa lagi?" tanya Harshan menyadari tatapan Alesha.
Alesha mendengus. "Awas aja, ntar mas aku cium sampe bengkak bibirnya." kata gadis itu dan langsung berjalan menuju ke meja kerjanya.
Harshan yanng mendengar itu menggelengkan kepalanya pelan. "Emang kelebihan hormon.." gumamnya.
Galih yang melihat itu memijat keningnya. "Ngeri banget si Alesha.." ucapnya.
Harshan langsung menoleh pada Galih. "Gara-gara keseringan nonton bokep sama adek lo tuh. Gak bener banget emang mereka, bisa-bisanya nobar bokep."
Galih mengerutkan keningnya. "Emang?"
"Iya, katanya dia kalo gabut nobar bokep sama Yuni sama Windy. Gak bener banget coba." jawab Harshan.
Galih menggelengkan kepala pelan. "Si Yuni ngadi-ngadi banget. Bisa-bisanya nobar bokep."
"Gue aja suka pusing gara-gara Lele, ada aja kelakuannya. Mana dia kalo udah kumat gatau tempat lagi." kata Harshan.
Galih terkekeh pelan. "Gak bisa bayangin gue, kalo lagi di rumah lo berdua kayak gimana.." kata pria itu.
Harshan berdecak. "Gak usah bahas itu."
Galih langsung tertawa mendengar ucapan Harshan. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupan Harshan yang dingin dan cuek ini bersama dengan Alesha yang begitu agresif.
"Lo mau ngapain ke sini?" tanya Harshan menatap Galih.
Galih langsung mengambil flashdisk dari saku bajunya. "Ini, lo baca dulu deh. Kontrak kerja sama baru. Nanti pasti Bu Desi bahas ini." kata pria itu.
Harshan mengambil flashdisk itu dan langsung menancapkannya pada laptop, melihat kontrak kerja sama baru yang ada di sana.
"Tiati Shan, sekretarisnya Bu Desi genit banget.." kata Galih.
"Masa?"
Galih mengangguk. "Iya, gue pernah ketemu sama dia pas ikut meeting sama Pak Wira. Gila, genit banget. Biasanya pake baju seksi, ketat banget." jawabnya.
Harshan berdecak. "Males banget gue sama cewek kayak gitu."
Galih mengangguk. "Pokoknya lo harus tahan aja kalo nanti dia ikut, jangan emosi." kata pria itu.
Harshan mengangguk. "Iya."
"Yaudah gue balik ke ruangan gue dulu." kata Galih dan berdiri dari kursinya, pria itu berbalik berjalan menuju ke pintu keluar.
"Jangan ngajakin Harshan mesum terus Sha.." kata Galih saat melewati meja Alesha.
Alesha mendongak. "Gak ah, enakan ngajakin Mas Harshan mesum pak.." sahut gadis itu sambil nyengir.
Galih hanya menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Alesha. Pria itu membuka pintu dan pergi meninggalkan ruangan Harshan.
Alesha kemudian menoleh pada Harshan. "Mas, mau makan buah gak sekarang?" tanya gadis itu.
Harshan yang sedang melihat kontrak baru mereka mengangguk.
Alesha pun langsung berdiri. Gadis itu menuju kearah kulkas kecil di sudut ruangan mereka dan mengambil lunchboxnya. Alesha kembali menghampiri Harshan dan kembali menarik kursi yang tadinya dia duduki.
"Mau alpukatnya?" tanya Alesha.
Harshan mengangguk. Alesha pun menyuapi pria itu dan menyandarkan kepalanya di lengan Harshan. "Emang Bu Desi dateng jam berapa mas?" tanya Alesha.
"Setelah makan siang." jawab Harshan.
Mata Alesha melihat layar laptop Harshan yang menampilkan rincian tentang kontrak kerja sama baru mereka.
"Nanti aku ikut pertemuaannya juga gak?" tanya Alesha.
"Ikut, kan kemaren kamu juga udah baca email yang Galih kirim. Itu juga soal kerja sama baru kita sama Bu Desi." jawab Harshan.
Alesha mengangguk-angguk mengerti. Gadis itu memakan buah bluberi sambil terus bersandar pada Harshan.
"Jeruknya Le.." kata Harshan.
Alesha pun menyuapkan buah jeruk untuk Harshan. "Nanti beli sate yuk mas, yang di deket lampu merah ituloh. Di sana enak banget satenya." ajaknya.
"Iya."
Alesha langsung tersenyum. "Yes, makasih mas."
"Iya."
.
.
"Jadi gimana Pak Harshan? Kerja sama yang saya tawarkan ini akan menguntungkan untuk kita. Kalo bapak setuju besok akan saya bicarakan langsung dengan Pak Panca." tanya Bu Desi sambil menatap Harshan.
Harshan masih membaca kontrak kerja sama yang Bu Desi berikan padanya. Pria itu dengan hati-hati membaca semua poin yang tertulis di sana. Dia harus memastikan bahwa di dalam kontrak kerja sama itu tidak akan ada hal yang merugikan perusahaan.
"Saya cukup tertarik dengan kerja sama ini bu. Apalagi sekarang coklat menjadi makanan yang sedang hype.." kata Harshan.
Bu Desi kemudian menoleh pada Dinda--sekretarisnya. "Din, kamu tunjukkin contoh-contoh produk sama kemasan coklat yang udah kamu buat."
Dinda yang awalnya duduk di samping Bu Desi mengangguk. Gadis itu langsung pindah ke samping Harshan.
"Jadi ini pak, kami berencana membuat coklat dengan bentuk-bentuk lucu dan juga estetik. Karena akhir-akhir ini coklat sedang hype kemungkinan kalau kita membuat coklat dengan bentuk-bentuk yang lucu, misalnya bunga mawar, boneka atau mungkin juga bentuk karakter kartun atau artis anak-anak muda akan antusias untuk membeli pak." kata Dinda.
Harshan melihat-lihat contoh gambar coklat yang Dinda tunjukkan. "Menurut saya ini bagus, tapi saya mau nambahin lagi. Mungkin bisa ditambah dengan coklat yang dibentuk seperti alat make up. Satu set coklat yang bisa dimakan dengan bentuk seperti alat make up." kata pria itu.
Bu Desi mengaggukkan kepalanya. "Ide bapak bagus banget, saya setuju. Sekarang make up lagi hype banget. Kalo misalnya ada coklat yang berbentuk alat make up pasti banyak yang suka." kata wanita itu.
Harshan tetap melihat berkas yang ada di tangannya. "Bungkusnya terlalu rame. Kebanyakan motif, lebih bagus kalo simple tapi keliatan menarik." kata pria itu.
Dinda semakin merapat pada Harshan, gadis itu memajukan tubuhnya hingga dadanya menempel pada lengan Harshan. "Yang ini ya pak?"
Harshan melirik Dinda risih, pria itu menjauhkan lengannya dari Dinda. "Iya." sahut pria itu.
Dinda tidak menyerah, gadis itu kembali merapatkan tubuhnya pada Harshan. "Menurut bapak, untuk bungkusnya nanti lebih bagus warna apa ya? Harus tetap merah atau warna lain?"
Harshan mengumpat dalam hati, pria itu kembali menjauhkan lengannya dari Dinda. "Nanti silahkan disesuaikan saja, silahkan didiskusikan dengan staff produksi dan packing." jawabnya.
Alesha yang dari tadi menyadari gerak-gerik Dinda hanya menatap malas gadis itu. "Ekhem, mas--eh pak itu nanti coklatnya bisa juga dikasih tambahan kacang-kacangan atau mungkin yang lain." ucapnya.
Bu Desi dan Dinda yang tadi mendengar ucapan Alesha yang menyebut 'mas' langsung menatap gadis itu.
"Oh iya, ide bagus. Biar gak cuma coklat aja, biar ada variasi." sahut Harshan.
Alesha mengangguk. "Bisa juga ditambah varian rasa atau varian coklat lain. Dark coklat atau white coklat." kata gadis itu kembali memberikan usul.
Harshan mengangguk. "Iya, itu juga ide bagus.Nanti silahkan Bu Desi diskusikan dulu dengan Pak Panca."
Bu Desi mengangguk. "Iya pak. Jadi Pak Harshan setuju kan dengan kerja sama yang saya ajukan?" tanya wanita itu.
"Saya setuju."
"Oh iya pak, untuk rincian yang lain nanti biar Dinda yang kontak bapak, dia yang lebih tau soal produknya." kata Bu Desi.
Dinda kemudian tersenyum dan menatap Harshan. "Iya pak, kalo boleh saya ingin minta kontak bapak yang bisa dihubungi.." kata gadis itu.
Harshan menoleh pada Alesha. "Silahkan minta kontak Alesha, dia sekretaris sekaligus istri saya. Jadi kalo memang ada yang ingin dibahas tolong hubungin Alesha aja." kata pria itu dan kembali menoleh pada Dinda.
Bu Desi dan Dinda tampak kagt mendengar ucapan Harshan. "Istri?"
"Mbak Alesha ini istrinya Pak Harshan?" tanya Bu Desi sambil menatap Alesha.
Harshan mengangguk. "Benar bu, Alesha ini sekretaris sekaligus istri saya. Jadi kalo misalkan memang ada yang ingin dibahas silahkan hubungin aja Alesha.." jawab pria itu.
Dinda menatap Alesha. Alesha yang sadar kalau Dinda sedang menatapnya langsung balas menatap gadis itu dan tersenyum angkuh. Alesha langsung memberikan kertas yang sudah dia tulisi kontak miliknya yang bisa dihubungi oleh Dinda.
"Ini kontak saya, kalau mbak ingin membahas sesuatu mbak bisa hubungin saya." Alesha sambil tersenyum pada Dinda.
Dinda berdecih pelan, gadis itu mengambil kertas yang Alesha berikan padanya. Dinda kemudian berdiri dan kembali duduk di samping Bu Desi.
"Wah, saya baru tau kalau Pak Harshan sudah menikah.." kata Bu Desi.
Harshan tersenyum. "Iya buk, waktu saya nikah kita belum pernah ketemu. Belum ada kerja sama."
"Berarti udah lama ya nikahnya?" tanya Bu Desi.
"Belum terlalu lama, tapi saya menikah sebelum kenal sama ibu jadi saya nggak bisa ngundang ibu ke pesta pernikahan saya." kata Harshan.
Bu Desi mengangguk-angguk mengerti. "Oh iya-iya. Kalau begitu selamat ya Pak Harshan, Mbak Alesha. Semoga pernikahannya bertahan selamanya dan bahagia terus." kata wanita itu.
"Amiin, terima kasih bu doanya." kata Alesha sambil tersenyum pada Bu Desi.
"Sama-sama mbak, aduh cocok banget mbak sama Pak Harshan ini. Kerjanya satu ruangan, pasti seneng ya mbak? Bisa deket terus sama suami di tempat kerja." tanya Bu Desi sambil tersennyum pada Alesha.
Alesha tersenyum dan mengangguk malu. "Iya bu.."
"Ekhem!" Dinda berdehem. "Maaf, pulpen saya ketinggalan." kata gadis itu sambil berdiri dan menunduk meraih pulpennya yang ada di depan Harshan.
Alesha langsung melotot melihat Dinda yang sedang menunduk mengambil pulpen. Karena 2 kancing kemeja yang Dinda pakai sengaja dibuka maka saat gadis itu menunduk maka belahannya sedikit terlihat.
"Anjing!" umpat Alesha pelan.
Harshan yang sedang menunduk membaca kontrak langsung menoleh pada Alesha. "Apa?"
Alesha langsung menatap Harshan dan memegang wajah pria itu. "Eh ada nyamuk." ucapnya dan menepuk pipi pria itu.
Harshan langsung melotot.
Dinda yang melihat itu berdecak kesal. Sialan, dia sudah sengaja menunduk tapi Harshan malah tidak melihatnya. Gadis itu mendengus dan kembali duduk di samping Bu Desi.
"Baik Pak Harshan, kalau begitu saya permisi. Saya akan langsung ke ruangan Pak Panca." kata Bu Desi.
Alesha langsung melepas tangannya yang sedang menangkup wajah Harshan.
Harshan berdehem dan menatap Bu Desi. "Baik bu, terima kasih sudah meluangkan waktu untuk datang hari ini." kata pria itu.
"Sama-sama pak. Kalau begitu saya permisi." kata Bu Desi menyalami Harshan dan juga Alesha.
"Iya bu.."
Dinda yang ada di samping Bu Desi hanya menatap Alesha sekilas. Gadis itu berdecak pelan dan mengikuti Bu Desi yang sudah berjalan meninggalkan ruangan pertemuan mereka.
Setelah memastikan bahwa pintu sudah tertutup dan Bu Desi serta Dinda sudah tak terlihat Alesha langsung menatap Harshan.
"Maaaaaaaaaas~.."
Harshan menutup berkas yang sedang dia baca dan menoleh pada istrinya itu. "Apa?" tanya pria itu.
Alesha mengerucutkan bibirnya sambil menyilangkan tangan di depan dada.
"Kenapa sih?" tanya Harshan menyadari sikap aneh gadis itu.
Alesha berdecak. Gadis itu tiba-tiba menarik tangan Harshan ke atas dadanya.
"Apasih Le? Jangan ngajakin mesum di kantor lagi deh." kata Harshan langsung menarik tangannya dari dada Alesha.
"Mas tadi liat kan kalo tetenya Dinda gede?"
"Ya terus kenapa?"
"Aku juga mau kayak gitu, mas yang rajin dong remes-remes tete aku. Biar jadi gede juga. Aku kan juga pengen punya tete gede yang keliatan seksi gitu." kata Alesha.
Harshan melepas kacamata yang dia pakai dan menatap Alesha. "Udahlah Le, terima aja apa adanya. Mas aja gak pernah permasalahin ukuran tete kamu. Kok malah kamu yang ribet sendiri pengen gini pengen gitu.."
"Yakan aku pengen kayak cewek-cewek bohay yang tetenya gede gitu mas. Yang kalo pake baju tuh keliatan ketat gara-gara tetenya gede."
"Mas gak suka yang kayak gitu. Udah jangan aneh-aneh. Ukuran tete kamu udah pas, nanti kalo kegedean malah mas susah mau megang. Udah segitu aja, gak usah ribet mikirin pengen tete gede segala." kata Harshan.
Alesha mengela nafas dan menunduk, gadis itu menatap dadanya yang memang berukuran tak seberapa. Tangannya bergerak menangkup dadanya. "Kamu kenapa sih gak mau numbuh yang agak gedean gitu? Kalo dipake tiduran aja jadi rata gak keliatan ada tetenya.." kata gadis itu.
Harshan yang mendengar ucapan Alesha memutar bola mata jengah. Pria itu menangkup wajah Alesha. "Gak usah mikirin tete. Intinya mas suka tete kamu apa adanya. Pas di tangan. Jadi jangan pernah mikirin ukuran tete cewek lain. Gak penting."
Alesha menatap Harshan dengan bibir mengerucut. "Bener ya mas, mas jangan tergoda sama tete gede."
"Iya. Mas aja geli liat cewek yang tetenya gede. Kayak apa gitu, gak nyaman aja ngeliatnya." sahut Harshan.
"Bener ya? Kal----hmm!"
Alesha melotot kaget saat bibir Harshan langsung membungkam mulutnya. Gadis itu mengedipkan mata beberapa kali merasakan bibirnya yang dilumat sebentar.
"Mas suka tete kamu apa adanya. Intinya itu. Gak usah mikirin yang gak penting. Ngerti?"
Alesha meneguk ludahnya dan mengangguk pelan. "Iya.."
.
.
"Kita kencan ya mas? Kita belom pernah kencan loh. Aku pengen beli baju sama skincare. Abis itu kita beli es krim, terus beli crepes, terus beli puding, ter---.."
"Kamu tadi ngajak beli sate. Kenapa sekarang jadi ke mall beli ini itu?" tanya Harshan menoleh pada Alesha.
Ya, setelah pulang dari kantor mereka bukannya langsung pulang malah Alesha tiba-tiba mengajak Harshan mampir ke salah satu pusat perbelanjaan yang mereka lewati. Dan gadis itu kini sedang menariknya menuju ke salah satu toko baju.
"Gatau, pengen aja kencan sama mas. Kan kita belom pernah pergi berdua gini. Biasanya sama Eli." jawab Alesha. Mereka sudah ada di dalam salah satu toko baju.
"Kamu belom lama beli baju, sekarang udah mau beli lagi?" tanya Harshan sambil menyilangkan tangan di depan dada.
"Satu aja mas, ayo dong pilihin." kata Alesha menatap Harshan. Mereka sedang ada di depan gantungan dengan berbagai macam midi dress.
"Bener satu ya?"
Alesha mengangguk. "Iya mas, tapi mas yang milihin." jawabnya.
"Oke." sahut Harshan. Pria itu kemudian menatap semua midi dress yang tergantung itu. Tangannya langsung mengambil sebuah dress hitam polos dan memberikannya pada Alesha.
Alesha menerima dress itu dan tersenyum. "Ih bagus, pilihan mas oke juga."
"Iyalah, udah kan? Ayo bayar."
"Bentar mas, aku mau beliin Eli celana. Kemaren dia bilang pengen celana warna biru." kata Alesha.
Harshan menghela nafas. "Yaudah kamu pilih aja dulu. Mas mau pergi bentar."
"Mau kemana?" tanya Alesha langsung menatap Harshan.
"Kepo kamu, udah pilih aja dulu. Nanti ms balik kesini." kata Harshan dan berbalik meningggalkan Alesha di toko baju itu.
Alesha mengerucutkan bibirnya. Gadis itu mendengus melihat Harshan yang sudah pergi meninggalkannya. "Ish nyebelin banget." kata gadis itu.
Alesha kemudian menuju ke arah tempat baju anak-anak. Gadis itu memilih celana yang Eli inginkan. Gadis itu sangat senang membelikan Eli baju karena di masa kecilnya dia jarang sekali membeli baju baru.
Inner childnya sangat senang bisa membeli baju-baju lucu untuk anak kecil seperti ini.
Setelah memilih beberapa baju Alesha menuju ke arah kasir, dia mellihat sudah ada Harshan yang ada di sana menunggunya.
"Udah kan?"
"Iya."
Mereka pun membayar dress itu dan segera keluar dari toko. Setelahnya Alesha menarik tangan Harshan menuju ke toko skincare. Harshan sampai pusing karena Alesha yang terus bertanya dia harus memakai yang mana, Harshan mana tau tentang dunia perskincare an wanita. Dia hanya tau facial wash dan juga moisturizer, yang lain dia sangat awam.
Dan akhirnya setelah hampir satu jam mereka ada di toko skincare itu karena Alesha yang bingung memilih mereka keluar juga. Alesha memeluk lengan Harshan dan menariknya ke tempat ice cream.
"Satu aja, mas gak mau." kata Harshan saat Alesha hendak memesan.
Alesha menoleh. "Mas lemon tea ya?"
"Ya."
Alesha pun memesan, setelahnya mereka kembali berjalan. Dengan Alesha yang menjilati es krimnya dan Harshan yang meminum lemon teanya.
Alesha benar-benar mengajak Harshan untuk membeli crepes dan juga puding. Mereka benar-benar seperti berkencan. Berkeliling mall sambil menikmati makanan.
"Kapan-kapan kita nonton ya mas?"
"Nonton bokep?"
"Ih! Mas mah!" Alesha langsung mencubit lengan Harshan mendengar ucapan pria itu.
"Ya nonton apa? Kan kamu sukanya nonton bokep." kata Harshan.
Alesha mendengus. "Nonton di bioskop mas. Mana ada bokep tayang di bioskop.."
"Oh, kirain kamu ngajakin mas nonton bokep." kata Harshan.
Alesha mengerucutkan bibirnya. "Nonton bokep mah di rumah aja, gila kali nonton bokep di bioskop."
"Ya siapa tau kan.."
"Enggak lah. Kita nonton film apa gituh, yang romantis." kata Alesha.
"Nanti kalo John Wick 4 tayang kita nonton." kata Harshan.
Alesha berdecak dan mencubit lengan Harshan lagi. "Ih masa kencan nonton film bunuh-bunuhan sih? Gak romantis banget." kata gadis itu kesal.
Harshan mengangkat bahu. "Biar lebih memacu adrenalin." kata pria itu.
Alesha mendengus. Mereka lanjut berjalan untuk keluar dari area mall itu. Setelah mengambil mobil mereka segera pulang, tentu mampir ke tempat sate dulu.
"Mas mau sate apa?" tanya Alesha menatap Harshan.
"Sate ayam aja." jawab Harshan.
Alesha tersenyum pada Harshan. "Gak mau sate kambing muda?" tanya gadis itu.
Harshan berdecak. "Enggak, gak usah aneh-aneh kamu. Sate ayam aja." kata pria itu.
Alesha terkekeh. "Iya deh." sahutnya dan langsung memesan sate untuk mereka.
.
.
"Maaf ya bi kita pulang telat.." kata Alesha menatap Bi Jum.
Bi Jum tersenyum. "Gapapa neng, bibi seneng kok jagain si mbul. Gak usah sungkan neng, kalo neng sama bos mau ada acara bibi gak masalah kok harus jagain si mbul.."
Alesha tersenyum dan melirik Eli yang kini sedang memakan pudingnya dengan begitu senang. "Makasih banget ya bi.."
"Sama-sama neng.."
Alesha kemudian berdiri, gadis itu memberikan kantong plastik berisi dua bungkus sate pada Bi Jum. "Ini sate buat bibi sama suami bibi.." kata gadis itu.
"Gausah neng, repot-repot segala si eneng.."
"Gapapa bi, ambil aja. Udah aku beliin loh bi, masa bibi gak mau?"
Bi Jum menghela nafas. "Yaudah, makasih ya neng."
Alesha tersenyum. "Sama-sama bi."
"Yaudah bibi pulang dulu ya neng, kalo butuh bantuan buat jagain si mbul, neng telpon bibi aja." kata wanita itu.
Alesha mengangguk. "Oke bi, tiati ya bi.."
"Iya neng, bibi pulang ya mbul.." kata Bi Jum menoleh pada Eli.
Eli mendongak dan mengangguk. "Dadah bibi.." sahut gadis kecil itu sambil melambaikan tangan.
Bi Jum mengangguk. "Dadah mbul.." kata wanita itu ikut melambaikan tangan pada Eli. Wanita itu kemudian pergi meninggalkan Alesha dan juga Eli.
Alesha kemudian menatap Eli. "Enak pudingnya?"
Eli mengangguk. "Enyaaak.." jawab gadis itu.
Alesha kemudian berdiri, wanita itu menuju kamar. Tak lama kemudian Alesha keluar bersama Harsha yang baru saja selesai mandi.
"Eli makan puding di sofa aja ya?" kata Alesha.
Eli mengangguk. "Oke ance.." kata gadis itu dan membawa pudingnya menuju ke arah sofa. Harshan terkekeh dan membantu Eli duduk di atas sofa.
"Mas pake ini." kata Alesha memberikan bando dengan hiasan pita pada Harshan.
Harshan mengernyitkan kening bingung. "Buat apa?"
"Kita maskeran bareng!!!" kata Alesha menunjukkan masker dan kuas yang sudah dia bawa.
Harshan melotot. "Gak, ngapain maskeran gitu. Mas gak mau." kata pria itu.
Alesha mempoutkan bibirnya. "Ayo dong mas, biar ala-ala couple goals gitu loh."
"Gak Le."
Alesha yang sudah memakai bando kataknya mendengus. Dia menatap Eli. "El, bilangin dong ke om kamu. Suruh maskeran El.." kata gadis itu.
Eli mengedipkan matanya beberapa kali dan menatap Harshan. "Ommmm maskelan.." kata gadis kecil itu.
Harshan memutar bola mata jengah. Sedangkan Alesha tersenyum senang.
"Ayo mas.." kata Alesha yang sudah memegang clay mask di tangannya.
Harshan berdecak. "Emang ya, kamu tuh manfaatin Eli terus." kata pria itu.
Alesha tersenyum, dia langsung mendekat dan mulai mengoleskan masker ke wajah Harshan. "Mas diem dulu, nanti gantian mas yang maskerin aku." kata gadis itu.
"Ya." sahut Harshan.
Pria itu hanya pasrah saat Alesha mulai mengoleskan masker di wajahnya. Rasa dingin mulai memenuhi wajahnya saat Alesha mengoleskan masker itu.
Setelah wajah Harshan sudah rata terkena masker kini Alesha memberikan masker dan juga kuas yang dia pegang. "Mas gantian." kata gadis itu.
Harshan mengambil masker dan juga kuas yang Alesha berikan. "Semua diolesin?" tanyanya.
Alesha mengangguk. "Iya, tapi mata sama mulut jangan sampe kena."
Harshan mengangguk. Pria itupun mulai mengoleskan masker di wajah Alesha dengan hati-hati. Alesha tertawa karena Harshan yang terlihat sangat fokus mengoleskan masker di wajahnya.
"Ihhh om cama ance kaya mostel di tipi.." kata Eli saat melihat Harshan dan Alesha.
Harshan meletakkan masker dan juga kuas saat selesai mengoleskan masker di wajah Alesha. "Gara-gara tante kamu nih." kata pria itu.
Alesha tertawa. "Biar makin glowing mas.." kata gadis itu.
Harshan mendengus. Pria itu kemudian berdiri dan berjalan menuju ke kamar. Meninggalkan Alesha dan juga Eli.
Alesha hanya mengangkat bahu, gadis itu kemudian menatap Eli. "Eli, tante mau pudingnya dong." kata gadis itu.
Eli menyendok pudingnya dan menatap Alesha. "Aaaak.."
Alesha tersenyum dan memakan puding yang Eli suapkan padanya. "Hmmm enak."
Eli teersenyum lebar dan mengangguk-angguk senang.
"Nih, buat kamu sama Eli." kata Harshan menaruh sebuah kotak di atas meja.
Alesha menoleh, menatap kotak yang Harshan letakan di atas meja. "Apa mas?" tanyanya.
"Hadiah buat kamu sama Eli." jawabnya.
Alesha mengambil kotak itu dan membukanya. Matanya langsung berbinar melihat isi kotak itu. "Kalungnya bagus banget mas.."
"Iya, itu buat kamu sama Eli."
Mata Alesha tidak lepas dari dua kalung yang ada di dalam kotak itu. Kalung dengan bandul berbentuk kepingan salju yang dihiasi berlian. Sangat cantik sekali.
Alesha mengambil satu kalung yang berukuran lebih kecil. "Eli, liat nih om beliin kalung buat kita. Sini El, tante pakein." kata gadis itu.
Eli mendekat, mata gadis kecil itu berbinar. "Uwaaaaah cantiiiiiiik.." ucapnya menatap bandul kalung itu dengan begitu kagum.
"Tante pakein ya.." kata Alesha mendekati Eli dan memakaikan kalung itu di leher Eli.
Eli menunduk menatap bandul kalungny yang begitu cantik. "Cantiiiiik.."
"Bilang apa ke om?"
ELi menoleh. "Maacih om.." kata gadis itu.
"Sama-sama sayang..." sahut Harshan sambil tersenyum.
Alesha kemudian menatap Harshan. "Pakein mas." kata gadis itu.
Harshan mengambil kalung dari dalam kotak dan memakaikannya di leher Alesha. Alesha benar-benar kagum dengan keindahan kalung itu. Sangat cantik sekali.
Setelah kalungnya terpasang, Alesha menoleh dan langsung memeluk Harshan. Gadis itu mengecup bibir Harshan beberapa kali dan kembali memeluknya. "Makasih mas. Makasih bangeeeet.."
"Suka?" tanya Harshan.
Alesha mengangguk. "Bangeeet." jawab gadis itu.
Alesha mengusapkan pipinya di dada Harshan dan kembali mengecup bibir pria itu.
"Lele, maskernya kena badan mas!"
"Hehehehe.."
To Be Continue
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
