
Sequel dari Nona-ku Canduku
Cerita 21+ beberapa part mengandung unsur dewasa
AYAH DARMO | Status Baru
•
Seorang gadis remaja dengan seragam abu-abu yang masih melekat di tubuhnya, tampak beberapa kali mengusap peluh yang membanjiri pelipisnya. Napasnya terengah dengan tubuhnya yang mulai terasa lelah karena harus berjalan cukup jauh untuk sampai ke rumahnya.
"Kenapa motor Ayah harus mogok, sih. Hanna kan jadi harus jalan kaki pulang perginya." gerutu seorang gadis yang menyebut dirinya Hanna.
Benar, gadis yang tengah menggerutu saat ini adalah Hanna Purwadinata. Sosok cantik bertubuh mungil yang merupakan anak ketiga dari pengusaha kaya raya bernama Rama Purwadinata.
Lalu jika Hanna adalah anak dari seorang konglomerat, kenapa dia harus capek-capek berjalan kaki untuk sampai ke rumahnya?
"Hanna.. " seru seorang pemuda berparas tampan yang tengah mengendarai motornya.
Langkah kaki Hanna terhenti saat mendengar namanya dipanggil. Dia lalu menoleh dan menatap heran pada sosok pemuda yang memanggilnya tadi.
"Arman? Ada apa?" tanya Hanna dengan sebelah alisnya terangkat naik. Tentu saja gadis itu mengenal siapa pemuda di depannya ini.
Pemuda bernama Arman itu tampak tersenyum malu-malu sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Sebenarnya aku cuma mau ngajak kamu pulang bareng, Han." jawab Arman tampak kikuk.
Hanna mengerutkan keningnya mendengar jawaban Arman, teman sekelasnya. Memang selama hampir satu semester ini, hanya pemuda itu yang berani terang-terangan mendekatinya.
"Em, nggak usah deh, Ar. Aku bisa pulang sendiri kok. Lagian rumah aku juga udah deket." tolak Hanna halus.
Dia hanya tidak ingin teman-teman di sekolahnya melihat dirinya berboncengan dengan salah satu siswa populer di sekolahnya itu. Dan membuat fans dari Arman merasa marah padanya.
Namun sepertinya Arman tidak ingin menyerah begitu saja. Sudah beberapa kali dia menawarkan diri pada Hanna. Gadis cantik yang enam bulan lalu menjadi siswi pindahan di sekolahnya.
"Ayolah, Han. Masak tiap aku nawarin kamu pulang bareng, kamu selalu nolak terus. Aku nggak ada maksud apa-apa, kok. Beneran." bujuk Arman dengan wajah memelas.
Hanna yang merasa tidak enak pada pemuda itu akhirnya mengiyakan ajakannya. Membuat Arman memekik tertahan saking senangnya. Sepertinya tidak ada salahnya Hanna mengiyakan ajakan Arman untuk kali ini. Lagipula mereka sekarang juga sudah tidak berada di area sekolah.
"I-Ini aku langsung naik aja ya?" tanya Hanna kikuk. Merasa malu karena baru pertama kalinya dibonceng oleh seorang pemuda. Pasalnya selama ini dia hanya pernah dibonceng sosok ayah-nya saja.
Arman mengangguk sembari menyunggingkan senyumnya. Rasanya masih terasa seperti mimpi karena bisa membonceng gadis cantik yang selama ini dia incar.
"Kamu hari ini kenapa jalan kaki pulangnya, Han?" tanya Arman membuka suara. Iris gelapnya sesekali melirik Hanna dari balik kaca spion motornya.
Motor yang dikendarai Arman saat ini tengah melaju dengan kecepatan sedang di jalanan beraspal yang sedikit terjal. Beberapa bagian jalan tersebut bahkan telah banyak berlubang dan pasti akan menimbulkan genangan air jika hujan datang.
"Motor Ayah aku mogok, Ar." jawab Hanna sekenanya.
Gadis itu tampak menggigit bibir bawahnya dengan raut gugup. Bagaimanapun ini pertama kalinya dia berdekatan dengan pria selain ayah-nya. Sehingga membuat dirinya terlihat kikuk dan salah tingkah.
Arman hanya ber-oh ria mendengar jawaban Hanna. Tak tahu harus bersikap bagaimana karena dirinya juga merasa bingung. Ini pertama kalinya dia berani mendekati Hanna. Gadis pindahan di desanya yang memiliki paras menawan layaknya gadis kota.
Alhasil, selama perjalanan menuju rumah Hanna, tidak ada lagi percakapan yang terjadi di antara mereka. Arman memilih diam dan sesekali melirik kaca spion motornya untuk melihat Hanna. Yang membuat pemuda itu kadang kala mengulum senyum dengan sendirinya.
Di sisi lain, Hanna justru merasa khawatir dengan apa yang akan terjadi ketika dirinya sampai di rumah. Pasalnya, ayah-nya itu..
"Han, kita udah sampai di rumah kamu." ucapan Arman yang tiba-tiba membuat Hanna seketika tersentak dari lamunannya.
Gadis itu tak langsung sadar, terdiam sejenak menatap pintu rumahnya yang masih tertutup rapat. Lalu akhirnya segera turun dari boncengan Arman.
"Ma-Makasih ya, Ar udah bonceng aku sampai rumah." kata Hanna kikuk bahkan sampai terbata di awal kalimatnya.
Arman membalas ucapan Hanna dengan senyuman lebar. Yang membuat gigi ginsulnya terlihat dan semakin menambah ketampanan pemuda itu.
"Santai aja, Han. Lain kali kalau butuh tumpangan, kamu bisa nebeng aku aja." jawab Arman masih dengan senyum manisnya.
Munafik jika Hanna tidak merasa terpesona dengan ketampanan Arman. Namun setampan apapun pria yang dia lihat, nyatanya hati Hanna hanya terpaku pada satu nama itu.
"Ya udah, kalau gitu aku langsung pulang ya, Han." pamit Arman sembari menunjuk arah rumahnya dengan ibu jarinya.
Hanna mengangguk dan melihat kepergian Arman dengan hati lega. Merasa jika hari ini adalah hari keberuntungannya karena mendapati rumahnya sepi. Belum ada tanda-tanda ayahnya telah pulang.
Gadis itu lantas berjalan menuju rumahnya dengan riang. Membuka pintu bercat putih yang warnanya telah hampir pudar di depannya dengan kunci yang dia bawa.
Ceklek
Tak
Baru saja Hanna hendak menutup kembali pintu tersebut, rumah yang semula gelap seketika berubah terang. Di tengah keterkejutannya itu, Hanna juga dibuat terkesiap saat merasakan dekapan hangat seseorang dari belakang tubuhnya.
"Pulang bersama siapa, hm?" tanya seseorang dengan suara beratnya.
Hanna bergidik merasakan terpaan napas hangat mengenai tengkuknya. Dia menelan ludahnya susah payah setelah mengetahui siapa yang tengah memeluknya saat ini.
"A-Ayah udah pulang?" bukannya menjawab pertanyaan tersebut, Hanna justru melontarkan pertanyaan lain pada pria yang dia panggil dengan sebutan 'ayah' itu.
Pria itu berdehem pelan, sembari sibuk membenamkan wajahnya di ceruk leher Hanna. Hal yang seharusnya tidak biasa dilakukan oleh seorang 'ayah' terhadap putrinya.
Di sisi lain, Hanna hanya bisa terdiam kaku di dalam dekapan ayahnya. Tangan mungilnya mencengkram strap bahu pada tas ranselnya dengan erat. Melampiaskan rasa gugup sekaligus menggelitik yang dia rasakan.
"Kamu belum menjawab pertanyaan Ayah, Sayang. Siapa yang mengantar kamu tadi?" ayah Hanna kembali menanyakan hal yang sama. Kali ini dengan suaranya yang lebih berat dan terdengar serak.
Tangan kekar berwarna coklat legam itu mendarat apik di pinggang ramping Hanna. Mengelusnya naik turun dengan gerakan sensual.
Hanna tanpa sadar menahan laju tangan ayahnya. Membuat suasana di antara mereka kian berubah canggung.
"Ja-Jangan kaya gini, Pak." cicit Hanna dengan jantung bergemuruh.
Iris gelap pria itu menajam saat mendengar Hanna menyebutnya dengan sebutan 'Pak'. Panggilan yang sudah hampir dia lupakan selama dirinya dan Hanna tinggal di sini.
"Berhenti memanggil saya seperti itu, Hanna. Kita sudah sepakat untuk tidak mengungkitnya lagi." ujar pria itu dengan suara tegasnya. Sembari melepaskan lilitan tangannya pada pinggang ramping Hanna.
"Di sini orang-orang mengenal kita sebagai pasangan ayah dan anak. Kamu harus membiasakan diri dengan status baru kita, jika tidak ingin orang lain curiga." jelasnya sembari menatap lurus pintu rumahnya yang tertutup rapat.
Menyadari jika 'ayahnya' tengah marah, membuat Hanna menjadi kelabakan. Dengan gugup dia berusaha untuk meredakan amarah pria itu.
"Ma-Maaf, Y-Yah. Hanna nggak akan ngelakuin itu lagi." Hanna mengatakannya sembari memeluk pria itu dengan erat.
Mendapat pelukan hangat dari gadis muda di belakangnya, membuat wajah keras pria itu seketika melunak. Dia lalu membalikkan tubuhnya menghadap Hanna. Kemudian menangkup wajah gadis itu dengan lembut.
"Gadis pintar. Mulai sekarang biasakan diri kamu untuk memanggil saya Ayah, ya." katanya dengan suara melembut.
Hanna mengangguk di dekapan 'ayahnya'.
"Baik, Ayah." jawab gadis itu.
Pria paruh baya itu tersenyum miring dengan netra gelapnya yang menyorot Hanna dengan sejuta makna.
"Ayah siapa, hm?" tanya pria itu mengerling.
Pipi Hanna lantas memerah, dengan bibir bawahnya yang dia gigit gugup.
"A-Ayah Darmo." cicit gadis itu yang mengundang seringai lebar dari pria paruh baya di depannya.
•
•
Tbc.
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
AYAH DARMO | Hanna yang Manja
•
Hanna menggeliatkan tubuhnya yang terasa tidak nyaman saat pergerakannya terbatasi. Dia yang sebelumnya tertidur nyenyak, harus terbangun saat merasakan kecupan-kecupan ringan pada wajahnya.
Melenguh kesal, gadis itu lantas mencoba untuk membuka kedua matanya yang terasa lengket. Hal pertama yang Hanna lihat adalah rambut seorang pria yang telah memutih.
"Ayah.. " lirih Hanna berusaha mendorong dada bidang seorang pria yang tengah menindihnya.
Terdengar gumaman samar dari pria tersebut yang kemudian mendongakkan wajahnya. Tersenyum lebar dengan tatapan menggelap yang tertuju ke arahnya.
"Pagi, Sayang." sapa pria itu tanpa beban. Siapa lagi kalau bukan Darmo.
Hanna masih bergeming dan sibuk mengusak kedua matanya yang lengket. Membuat Darmo mendengus geli karena merasa diabaikan.
Tak kehilangan cara, pria itu lantas kembali menghadiahi wajah Hanna dengan ciuman yang bertubi-tubi. Pria itu dengan sengaja menggesekkan kumisnya yang mulai tebal hingga membuat Hanna terkikik geli.
"Kyaa.. Ayah.. geli... hahaha.. " kikik Hanna kegelian. Berusaha menjauhkan kepala Darmo dari wajahnya.
Darmo terkekeh kecil dan terus melayangkan serangannya pada Hanna. Membuat gadis cantik itu berteriak meminta dilepaskan. Dia sudah merasa sangat kegelian.
Setelah merasa puas telah mengerjai Hanna, Darmo lantas terdiam menatap wajah rupawan yang ada di bawahnya. Tatapannya yang dalam dan intens membuat Hanna tak dapat berkutik. Gadis itu selalu merasa lemah saat bersitatap dengan netra jelaga tersebut.
"Kamu cantik sekali, Sayang." ujar Darmo setengah berbisik.
Hanna yang mendapatkan pujian tersebut sontak saja tersipu. Kedua pipinya tanpa bisa dikomando langsung berubah warna menjadi semerah tomat.
Darmo tentu saja tidak asal bicara. Hanna memang sangat cantik dalam keadaan apapun. Bahkan saat baru bangun tidur dengan rambutnya yang awut-awutan dan muka bantalnya yang dihiasi dengan mata sembab.
"Ayah gombal ih.. " seru Hanna pura-pura merajuk. Padahal dirinya merasa sangat senang saat dipuji oleh Darmo. Pria itu memang sangat manis terlepas dari usianya yang terpaut cukup jauh dengan dirinya.
Darmo tersenyum tipis sembari menyamankan posisinya berbaring di samping Hanna. Tak ada jarak di antara keduanya sehingga mereka terlihat begitu intim.
"Ayah tidak pernah berbohong, Sayang. Kamu memang sangat cantik sampai bisa membuat pria tua seperti ayah jatuh cinta pada kamu." balas Darmo jujur sembari mengelus rahang Hanna dengan lembut. Jangan lupakan sorot matanya yang tengah menatap Hanna dengan penuh cinta.
Jantung Hanna berdetak semakin cepat kala mendengar kata-kata manis yang Darmo ucapkan barusan. Gadis itu bahkan tidak membayangkan semerah apa pipinya sekarang.
Darmo dengan perilaku dan tutur katanya yang manis, berhasil menjerat gadis muda seperti dirinya. Tak peduli jika pria itu sudah sangat tua dan bahkan tidak pantas menjadi kekasihnya. Namun hanya lelaki itu saja yang hatinya inginkan.
"Ayah.. " lirih Hanna tak mampu berkata-kata selain menatap Darmo dengan binar bahagia.
Gadis itu merangkulkan kedua lengan kecilnya di leher Darmo yang masih terlihat kokoh. Lalu mendaratkan kecupan singkat di bibir coklat kehitaman milik pria itu.
"Hanna juga cinta sama Ayah Darmo." Hanna mengatakan kalimat itu dengan tersipu malu. Kemudian memilih untuk menyembunyikan wajah merahnya di rahang Darmo.
Melihat sikap menggemaskan kekasih kecilnya itu, lantas membuat Darmo tersenyum lebar. Apalagi saat mendengar kata cinta kembali terucap dari bibir Hanna. Membuat pria itu tak segan mengeratkan pelukannya pada tubuh ramping Hanna.
"Sekarang lebih baik kamu segera bersiap. Sudah hampir pukul enam." kata Darmo setelah mengingat tujuan awalnya masuk ke kamar. Pria itu sebenarnya ingin membangunkan Hanna untuk bersiap ke sekolah. Namun yang terjadi dia justru tergoda untuk menciumi wajah cantik gadis itu.
Hanna yang tadinya merasa nyaman di dalam posisi tersebut lantas memberengut. Dia masih ingin bermanja-manja dengan Darmo. Tapi pria itu justru menyuruhnya untuk segera beranjak.
"Nggak mau, Yah.. " rengek Hanna semakin mengeratkan pelukannya pada leher Darmo.
Darmo memutar bola matanya malas kala mendapati sikap Hanna yang seperti ini. Gadis itu memang susah sekali dibujuk untuk berangkat ke sekolah.
Walaupun Darmo nekat membawa gadis itu kabur dari rumah megahnya, pria itu tak lantas lepas dari tanggung jawabnya atas diri Hanna. Darmo tetap menyekolahkan Hanna agar terjamin masa depannya. Walaupun dia hanya mampu menyekolahkan gadis itu di sekolah swasta yang berbeda jauh dengan sekolah lama Hanna.
Tapi lihatlah gadis itu saat ini. Begitu erat memeluk dirinya dengan manja. Bahkan tak membiarkan dirinya melepaskan diri barang sejenak. Hanna bahkan beberapa kali mengatakan jika dia lebih baik tidak bersekolah saja karena ingin selalu bersama dengannya.
"Ayolah, Sayang. Jika kamu tidak segera bersiap, kamu bisa terlambat ke sekolah. Ayah tidak ingin kamu terkena hukuman." bujuk Darmo berusaha menasihati Hanna.
Karena Hanna masih saja diam, terpaksa Darmo mengangkat tubuh mungil gadis itu ke dalam gendongannya. Membuat Hanna terpekik karena terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Darmo.
"Kyaa.. Ayah.. " pekik Hanna semakin mengeratkan pelukannya pada leher kokoh Darmo. Terang saja jika gadis itu takut terjatuh. Walau Darmo tidak akan mungkin tega membiarkannya jatuh begitu saja.
"Kamu harus mandi sekarang. Kalau perlu biar Ayah yang mandikan." kata Darmo yang mulai berjalan menuju pintu kamar. Tentu saja dengan Hanna yang masih berada di gendongannya.
Hanna seketika memekik mendengar ucapan Darmo. Tidak mungkin dia membiarkan pria itu memandikannya. Hanna benar-benar akan sangat malu jika hal itu terjadi.
"No, Ayah. Hanna bisa mandi sendiri. Turunin Hanna sekarang." pekik Hanna berusaha melepaskan diri.
Bukannya melepaskan Hanna, hal yang selanjutnya Darmo lakukan justru membuat gadis itu memekik kencang.
Plak
"Diam, Sayang. Biarkan Ayah yang memandikan kamu." Darmo menyeringai dengan tatapan nakal.
Hanna melotot melihat raut wajah Darmo sekarang. Membuat dirinya merasa merinding dan menggigil. Gadis itu seakan mengerti apa yang akan terjadi jika Darmo benar-benar melakukannya.
"NO... lepasin Hanna.. " berontak Hanna brutal di dalam gendongan Darmo. Yang akhirnya berhasil membuat gadis itu terlepas.
"Hanna.. " seru Darmo terkejut dengan apa yang Hanna lakukan. Padahal dirinya hanya sedang menjahili gadis itu saja. Tapi lihatlah reaksinya yang di luar dugaan.
"Hanna mau mandi sendiri.. " seru Hanna berlari kencang menuju ke arah kamar mandi.
Darmo yang melihat tingkah Hanna hanya bisa terpaku dengan tatapan mengerjap. Baru sedetik kemudian, tawanya pecah karena menyadari tingkah gadis itu yang sangat lucu dan menggemaskan.
"Kamu benar-benar sangat menggemaskan, Sayang. Membuat Ayah ingin menerkammu sekarang juga." gumam Darmo terkekeh geli. Sembari menatap lorong yang terhubung dengan dapur dan kamar mandi dengan tatapan menggelap.
Di sisi lain, Hanna yang berhasil kabur dari jeratan Darmo tampak berdiri kaku di belakang pintu kamar mandi. Napasnya tampak tersengal dengan raut wajah tegang.
"Untung aja Hanna bisa lepas. Kalo nggak, Hanna nggak bisa bayangin dimandiin sama Ayah. Ish.. dasar ayah omes." gerutu Hanna dengan wajah memberengut.
•
•
Tbc.
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Untung aja Hanna bisa lepas, kalo nggak... entah apa yang terjadi sama mereka berdua😋
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
