PIJAR 9 CAN I FACE IT( 1)

44
16
Deskripsi

"Jadi Kamu cinta sama kakak hmm?" Mata itu mengerling jenaka, kerlip dimata hitam itu seperti bintang dilangit malam.

Sabita mengangguk tegas, yang semakin membuat Bintang tertawa.

Anak.kecil tau apa soal cinta sama.setia?"

"Aku ngga tau kak, cuma...aku bisa ngerasain dan yakin aku bisa buktikan..." 


 

Sabita menggelengkan kepalanya,  ia ingin melupakan kenaifannya. Entah apa yang membuat ia berpikir jika hidupnya bisa memiliki kisah cinta seperti di dongeng dongeng.

Sabita memilih fokus untuk merapikan rangkaian bunga terakhir yang dipesan oleh sebuah restoran yang akan launching hari ini.

Masih akibat efek proyek 
tiba-tiba tadi malam, bunga- bunga masih belum rapi tersusun, karena semua tenaga terpaksa diturunkan ke lapangan.

Tapi untungnya semua sudah disimpan dan diatur diruang penyimpanan.

Ia sudah memastikan karyawan untuk menyortir dan mengelompokkan bunga bunga itu.

Meskipun dari nursery semua bunga sudah pilihan terbaik,  tetap saja dalam proses distribusi ada beberapa kejadian tak terhindarkan yang menyebabkan bunga kadang rusak atau menurun kualitasnya.

Ia pandang hasil kerjanya dan ia cukup puas.

Rangkaian bunga itu tampak cantik. Di awal-awal kadang ia merasa sayang untuk menjual bunga-bunga yang ia rangkai.

Sabita geli mengingat hal itu.

Sabita menuliskan nota, lalu menempelkannya di keranjang bunga itu.

Good.

Ia harus segera pergi.

Setelah ini ia masih ada janji temu dengan dosen pembimbing skripsinya.

Ia tak berencana berlama lama kuliah, ada banyak hal yang harus dikerjakannya segera. Ia harus sepenuhnya bisa melepaskan diri dari...

Sabita segera meraih ranselnya yang ada di meja.

"Auchh..." Sabita mengaduh, ia lupa jika ada luka bekas duri mawar ditelapak tangannya.

Ia berdiam sebentar untuk mengurangi denyut nyeri itu.

Tadi malam saat pulang Ia belum merasakan apa pun, hingga ia terbangun pagi hari bekas luka itu terlihat memerah.

Infeksi.

Tadi malam ia pun langsung tidur dan tidak sempat membersihkan lukanya. Tubuhnya, pikirannya, hatinya amat lelah.

Bagus.

Ia memang menyedihkan.

Ia baru membersihkan lukanya pagi tadi, memberi obat dan terpaksa ia harus membebat sekeliling telapak tangan nya dengan kasa steril.

Bergegas ia mengambil ransel dengan tangan kirinya.

Ia menyempatkan diri melihat cermin didinding dan merapikan rambutnya yang ia ikat asal.

Tak sempat berdandan karena ada begitu banyak yang harus ia kerjakan dalam satu waktu.

Bertepatan dengan itu lonceng pintu berbunyi menandakan ada yang masuk.

Arif yang masuk sift pagi baru akan datang sebentar lagi, jadi sementara ia lah yang akan menggantikannya.

"Selamat Pagi , selamat datang di Magno...."

Ucapan salam standar dari Bita mendadak terhenti.

Matanya menatap tak percaya pada sosok pria yang berdiri menjulang di depannya.

"Bita....." Sapa suara  yang sangat dikenalnya itu.

Senyum nya juga tak berubah sejak bertahun lalu.

Senyum yang dengan mudah membuat wanita meleleh.

Sabita segera tersadar, wajahnya langsung berseri, sudah berapa lama mereka tidak bertemu?

Lama sekali..

Sabita pikir dia telah dilupakan.

Ternyata...

"Bumi...??"

Bita merentangkan tangannya,  lalu menghambur kepelukan pria yang tertawa gembira itu.

"Bita...Bita..." Bumi menyambut tubuh Bita yang terasa mungil dalam pelukannya.

"Gila....mimpi apa gue didatangi artis hebat????" Bita masih terus memeluk Bumi. Lalu suara tawa mereka mengudara.

Bumi Aksara Muda.

Sahabatnya sejak kelas tiga SMA.
Meski beda sekolah tapi mereka berdua sangat dekat.

Mereka kenalan disatu tempat bimbingan belajar masuk universitas.

"Gue dong punya teman pengusaha sukses..." Seru Bumi dengan suara beratnya.

"Ck...apaan sih lo...cuma florist ini..."

"Iya yang sudah punya tiga cabang dan nursery sendiri...." Bumi menaikkan alisnya dengan senyum miring yang membuatnya tampak bagai seorang badboy.

"Lo tau dari mana?" Cibir Bita meskipun ada rasa senang dalam hatinya.

"Gue kan stalker lo paling radikal Bi..."

Sabita mencubit pinggang Bumi yang membuat pria itu berjengit kaget.

Ia dari dulu tidak tahan jika ada yang menyentuh pinggangnya.

Sabita tergelak

"Tapi Lo ngga pernah balas pesan gue, atau lo kasih kabar ke gue...." Cibir Sabita.

Bumi menggaruk tengkuk nya yang tidak gatal itu

"Lo tau kan, hape gue dipegang sama manager gue, jadi kalo gue dah pegang hape pesan udah bejibun banget, ga bisa kebaca lagi saking banyaknya. Dan lo kan tau tahun ini gue sibuk banget sampe ngga bisa pulang sama sekali..."

Sabita menarik tangan Bumi mengajaknya masuk kedalam ruangannya.

Gawat jika ada pengunjung atau pegawai yang yang melihat Bumi  sang penyanyi solo yang tengah naik daun itu ada di Floristnya.

"So...hari ini Lo lagi kosong?"

"Yup!" Bumi Menghempaskan bokongnya ke salah satu kursi.

"Gue mau pulang hari ini Bi...mami sudah ngomel ngomel.
Gue mau bawain mami bunga, biar ngga panjang panjang banget kalau mau ngomel, sekalian gue mau ajak lo, biar ada temen mami  ngobrol..."

"Ish...lo ngumpanin gue nih ceritanya?"

"Mami jinak  kalo sama Lo Bi..."

"Lo kata mami Kucing, pake Jinak segala...."

"Please Bi, help me. Kalo lo ada, mami bakal sibuk sama Lo, jadi gue bisa istirahat dengan tenang dikamar, gue cape banget,  tur kali ini bikin gue pengen berhenti aja jadi penyanyi...."

"Lah...jadi ngapain gue dulu bela belain temenin lo ke stadion? Buat latihan aksi panggung biar ngga kagok suatu saat nanti jadi penyanyi besar dan terkenal?"

Bumi dan Bita  terbahak-bahak mengingat kenangan gila mereka.

Teringat kembali saat mereka mengendap-ngendap masuk ke stadion sepak bola yang terbengkalai di dekat tempat les mereka.

Bumi yang bercita cita jadi penyanyi terkenal sering latihan bergaya dipanggung, pura pura ditonton puluhan ribu orang, yang diwakili Bita yang berjingkrak jingkrak meneriakkan nama Bumi. Atau berpura-pura melempari Bumi dengan bunga.

Mereka benar benar meresapi peran mereka, sampai mereka kelelahan sendiri tidur terlentang di rerumputan sambil memandang langit dan menyuarakan cita cita mereka.

Ribuan kali Bumi meneriakkan cita-citanya, pun Bita yang meneriakkan harapannya.

"Lo norak banget ya dulu?" Ujar  Sabita diantara tawanya

"Lo yang bikin gue norak, kalo lo lupa!" Balas Bumi sambil tersenyum lebar pada gadis manis dengan rambut ekor kuda yang tidak sempurna. Tapi ia tahu gadis itu memiliki kebaikan hati sempurna, senyum yanh sempurna dan binar mata yang sempurna.

"So? Temenin gue pulang ya Bi. Mami pasti seneng  banget..." Bumi menggerakkan kedua alisnya yang membuat Sabita mengerucutkan bibirnya.

"Bita, Pleaseeeeeeee"

"Tapi gue mau ke kampus Bumbum...mau ketemu Dospem.."

"Gue temenin deh..."

"Dan lo bakal capek ngeladenin penggemar lo?"

"Ck! Ya ngga lah, gue tunggu lo dimobil..."

"Ish, gue pengen lo temenin, kan gue juga pengen pansos Bum.
Punya temen artis..." Bita mengerling kearah  Bumi dengan gaya sok manja.

Bumi terbahak, ia tau Sabita bercanda. Hanya gadis itu yang bisa buatnya tertawa bebas lepas tanpa beban.

Gadis itu juga yang mendukung keinginan nya untuk meniti karir bernyanyi.

Ketika kuliah menjadi beban tersendiri, akhirnya ia memutuskan cuti sementara.

Sabita terus mengingatkan dirinya untuk fokus agar tak kehilangan semua masa depannya.

"Oke....gue siapin bunga buat Mami dulu, gue bikin yang paling mahal ya Bum? Kapan lagi gue porotin Lo..."

Bumi tersenyum senang, Sabita memenuhi permintaan nya.
"Sesuka lo Bi...Mami paling seneng dengan semua yang lo Bikin..."

"Lo tunggu disini aja, kecuali lo berniat ngeladenin orang orang..."

"Gue disini aja Bi, lo tau aja gue lagi ngga mood banget..." Potong Bumi langsung.

Sabita tertawa dan  meninggalkan Bumi dengan sekaleng minuman dingin yang ada di kulkas mininya.
.
.
 

***********
.
.
 

Kini Sabita mulai bertanya tanya, mengapa kini takdir selalu membawanya kembali lagi ke titik itu?

Siapa yang mengira jika Bumi kenal dengan Seruni?

Ia baru saja keluar dari bengkel , istilah Sabita untuk tempat merangkai bunga.

Tiba-tiba Bumi menodongnya untuk  menemaninya ke acara Pertunangan    temannya.

Saat Bumi membacakan nama temannya di undangan digital di ponselnya itu, hampir saja Sabita menjatuhkan keranjang bunga yang ia pegang.

Saat Mami menelepon dan tahu jika Bumi  cuti dan sekarang ada di tempat Sabita, mami langsung memaksa Bumi untuk datang ke acara Seruni, dan dengan jelas menyuruh Sabita agar ikut juga. Mami kangen.

Fenny, Mami Bumi ternyata adalah teman Florens, mama Seruni. Istri sah ayah biologisnya.

Bagaimana bisa ?

Semenjak berteman dengan Bumi dan hingga dekat dengan Mami Fenny ia tak pernah bersinggungan dengan Seruni dan mamanya.

Meskipun ia sering berkunjung ke rumah Bumi atas permintaan Mami Fenny.

Dan kini mereka kini tengah berdebat, Bumi dan mami memaksanya untuk ikut ke acara Pertunangan Bintang dan Seruni.

Tidak.

Sabita tidak mungkin datang.

"Bita, temenin gue ke acara Mbak Uni, please." Bumi memohon dengan wajah memelas.

Sabita menggelengkan kepalanya.

"Gue ada bimbingan, Bum.."

"Habis Lo bimbingan saja nggak apa-apa, toh acaranya sampai siang.." Bujuk Bumi, ia belum menyerah.

Sabita menggelengkan kepalanya 
"No, Bum..gue nggak tahu berapa lama bimbingannya, gue juga nggak tahu dosennya tepat waktu atau tidak..."

"Gue tungguin..." Bumi bersikeras.

"Bumi..."

"Bita...."

Sabita menggelengkan kepalanya.

"I wish I can, Bum..tapi nggak bisa. Lagian masa gue begini datang ke acara pesta? Jeans ? Kemeja? Sepatu kets buluk?"

"Ck, jangan kayak punya teman orang susah aja sih, Bi. Kita nanti tinggal mampir di butik langganan gue, ntar lo beli keperluan Lo..."

Sabita tetap menggelengkan kepalanya.

"Maaf Bum..."

"Bi.....?"

Sabita mendekati Bumi. Ia meletakkan keranjang bunga itu di dekat meja.

Lalu Sabita memegang lengan Bumi.

"Maaf Bum, gue..."

"Tangan Lo kenapa, Bi?" Tanya Bumi sambil meraih tangan Sabita yang di balut perban.

"Ya ampun gue baru perhatikan.." Nada suara Bumi menunjukkan jika dia sangat cemas.

Sabita membiarkan Bumi melihat tangannya, karena percuma menolak.

"Gue tukang bunga, Bum. Kena duri, kena pisau, kena gunting, ya gitu-gitu deh..."

"Ck, hati-hati, Bitaa..."

"Iya, namanya juga kecelakaan Bum..."

"Ya kalo hati-hati, nggak akan kecelakaan kan?" Omel Bumi.

Sabita mengerucutkan bibirnya.

"Iyaaaa...."

"Ya udah, gue tetap antar lo ke kampus. Yuk!"

Sabita tersenyum, Bumi akhirnya tidak lagi mengajaknya. 

.
.
.

Sabita tidak konsentrasi saat Bumi mengajaknya ngobrol.

Ia sibuk menahan nyeri di dadanya.

Padahal ia berusaha melupa, tapi  kedatangan Bumi, membuat ia kembali ingat.

That was so close..

Hampir saja ia hadir di pertunangan Bintang dan Seruni.

Bita menggelengkan kepalanya.

Ia tidak mungkin bisa berada disana.

Hari ini, pria yang ia cintai akan bertunangan.

Seolah semesta sengaja mengambil semua yang ia punya.

Keluarga...

Cinta Pertama nya.

Berkali ia menepis rasa ini. Tapi mengapa sulit?

Rasa sakit, takut, marah, kecewa membuatnya mual.

Keringat dingin  merayapi tubuhnya.

Bayangan ketika ia berdiri di balik pohon besar tak jauh dari rumah ayah biologisnya itu kembali hadir.

Pelukan manja seorang remaja, kecupan mesra dikening wanita cantik yang menyambut pria itu, dan ketiganya memasuki rumah dengan gelak tawa ceria.

Sementara dirinya berurai air mata dengan tubuh penuh keringat dibawah terik matahari.

Ia kembali teringat hari-hari sepi yang dilaluinya. Mengharap ada yang datang menjemputnya.

Ia menjalani hari harinya dalam sepi.

Dibiarkan,

Ditinggalkan....

Bayangan bunga matahari nya yang tergeletak ditempat sampah.

Bintang yang melewatinya begitu saja sambil menggandeng wanita lain..

Foto Bintang dengan wanita yang bingkai perak..

Dan wanita itu adalah saudara tirinya....

Ia bisa membayangkan kemeriahan acara Pertunangan itu

Senyum dan tawa..

Kegembiraan dan sukacita..

Tepuk tangan  dan doa untuk Bintang dan Seruni..

Sabita memejamkan matanya.

Sepi...

Sepi sekali dunianya...
 

"Sabita!"

Sabita berjengit saat pundaknya ditepuk

"Sabita? Kamu baik-baik saja?" Wajah cemas Bumi memenuhi netranya.

Sabita mencoba mengembalikan lagi konsentrasinya

"Uhmm..ya?" Tenggorokan nya terasa kering sekali.

"Kamu sakit? Kamu Pucat banget, Bi.."

Sabita segera menggelengkan kepalanya

"Eh, nggak kok, aku nggak sakit...begadang, ya...kemarin banyak pesanan Bum..ya banyak pesanan...aku….eum eh…kita…kita  sudah sampai ya?" Sabita melihat mereka sudah berada di parkiran fakultasnya. Ia berharap Kalimatnya tak  beraturan itu tidak menimbulkan kecurigaan Bumi.  Ia masih mengumpulkan serpihan ketenangannya.

Bumi meraih tangan Sabita dan mengenggam nya. 

Ah harusnya Bita tahu,  Bumi pasti tahu ada yang tidak beres.

Mata itu menatapnya lembut,  Bumi tidak pernah menghakimi. Bumi selalu berusaha memahami.

"Aku antar kamu pulang saja ya?"

Sabita segera menggelengkan kepalanya. 

“Bita….”

"Hei, buat ketemu hari ini aja, gue bikin janjinya sudah dari lama yaaa, nggak mungkin gue batalin lagi. Lo pengen gue nggak lulus?"

"Oke, kalo lo sudah ngomel, berarti lo sehat. Sana turun!"

Sabita memukul lengan Bumi dengan keras, dan Bumi tertawa sambil mengacak-acak rambut Sabita.

"Bumiiiii....gue berantakan lagi!!!"

Bumi tidak peduli, mereka bagai anak SMA lagi yang suka bercanda hingga salah satu dari mereka kesal.

Seperti saat ini,  Bumi menahan kedua tangan Bita yang hendak membalasnya.

"Bumi!!!" Akhirnya Bumi melepaskan tangannya. Ia tetap memastikan jika tangan Bita yang  terluka tidak ia sentuh.

"Lo tuh, masih aja nyebelin!" Omel sabita memukul  lengan Bumi yang masih tertawa menggodanya.

"Tapi juga ngangenin kan?"

"Pret!"

Bumi Tertawa-tawa. Ia ikut merapikan rambut Sabita yang berantakan akibat ulahnya

"Good luck, Sabita. Semoga lancar ya bimbingan nya. Gue cuti tiga hari, besok lo mesti kosongin  waktu buat gue, oke?" Bumi menepuk puncak kepala Sabita dengan lembut.

"Okeee..." Sabita Tersenyum “Gue turun ya Bum. Salam buat Mami,..” 

Bintang mengangguk. Bita pun meraih handle pintu.

"Bita...."  Sabita yang hendak turun, kembali menoleh.

"Kalau ada yang mau lo ceritakan, gue ada. Oke?" Bumi memberikan senyum tulusnya.

Sabita balas  tersenyum 

"Ya, thank you, Bumi. See you"

"See you, Bita..."

.
.
.

********

.
.
.

Ketika mobil Bumi menjauh,

Bita baru ingat sesuatu....

Tapi mobil Bumi sudah hilang dari pandangan matanya.

Sabita tertegun...


 

.
.
.

 

"Pinjam pensil dong, punya gue ketinggalan..."

"Balikin ya!"

"Iya!"

"Pensil gue sering nggak balik. Males banget, nggak ngasih pinjam kasihan, dikasih pinjam gue yang kasihan  pensil  hilang melulu "

"Nggak usah nyindir, ini beneran habis ini gue balikin!"

"Semua juga bilang begitu!"

"Catat nama gue, Bumi Aksara Muda. SMA 48"

"Bumi, Sabita! Ini try out alias u-ji-an bukan kerja kelompok!"

"Maaf Miss..." Ujar dua anak SMA itu serentak.


 

..

.


.
.
.

 

JANGAN LUPA 
 

Vote dan komentar nya kakak

🥰🥰🥰
 

Maaf untuk Typo🙏🙏
 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Pijar
Selanjutnya TENTANG JANJI (BROKEN SOUL 4)
13
2
Maaf lama update🙇‍♂️🙏 ..  .
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan