Arranging Love (Chapter 2)

1
0
Deskripsi

Nadia Alvina ingin melepas segala hal tentang Rayyan Hardana. Dia ingin menjalani kehidupan yang tenang bersama kedua anak kembarnya Dera dan Derry. Siapa sangka takdir mempertemukan Nadia dan Rayyan kembali. Apakah pada akhirnya mereka akan bersama kembali atau mungkin ada cinta lain yang akan datang?

Chapter 2 - Berita Mengejutkan

⁠⁠⁠⁠⁠⁠Sang surya bahkan belum terbangun dari tidurnya yang lelap. Handphone bercasing merah muda polos sudah berdering beberapa kali mengalahkan alarm yang dipasang oleh Nadia. Merasa terganggu diambilnya benda pipih tersebut. Ada banyak notifikasi dari aplikasi hijau. Hal menarik apa sampai orang kantor membuat notifikasi sebanyak ini? batin Nadia menebak-nebak. 

Nadia yang penasaran segera membuka grup sesama rekan kantor hotel cendana. Dibacanya chat dari yang paling atas sampai yang paling bawah. Satu kata yang dia dapat simpulkan adalah semua karyawan hotel cendana dipecat dengan diberikan uang pesangon yang tidak sesuai dengan perjanjian kerja karena bangkrut. Spontan jantungnya berdetak kencang. Matanya yang awalnya masih mengantuk berubah menjadi cerah. Seakan tak percaya, dibacanya sekali lagi chat-chat teman serekan kerjanya, semuanya tetap sama tak ada sedikitpun yang berubah. Seketika tubuhnya lemas seolah tulang-tulangnya telah berubah menjadi jelly. 

Untuk beberapa saat pandangan mata Nadia kosong. Pikirannya sudah melayang jauh ke depan memikirkan bagaimana nasib mereka berempat nanti. Apa yang akan mereka makan nanti jika dia dipecat. Air mata mengalir tanpa disadari membasahi kedua pipi Nadia. 

Tak lama kemudian panggilan telepon masuk atas nama Layla Mayang Sari. Layla adalah rekan kerja yang paling dekat dan akrab dengannya. Dengan lemas diangkatnya panggilan telepon. 

"Assalamu'alaikum! Halo, Nad, kau sudah baca belum informasi terbaru dari teman-teman kita?" tanya Layla dari seberang sana. Nadia bisa mendengar nada gemetar teman dekatnya itu. Layla pasti merasakan hal yang sama dengannya. 

"Waalaikumsalam, iya, aku sudah membacanya dari atas sampai bawah." Tangis Nadia pun pecah. Air mata meleleh membasahi kedua pipinya. 

"Aku tak tahu bagaimana ke depannya nanti. Anak-anakku perlu banyak biaya. Digo juga perlu biaya untuk bayar uang kuliahnya. Belum lagi untuk makan sehari-hari."

"Sama, Nad. Aku juga sama sepertimu kita senasib. Ibuku baru saja selesai operasi miom, butuh banyak biaya untuk beli obat herbal." Layla ikut mengeluhkan apa yang dia rasakan. Suaranya terdengar bergetar saat berbicara. 

"Bisakah kita meminta tolong dengan Pak Bimo agar pengecualian untuk kita berdua? Lay, kau 'kan yang paling dekat dengan Pak Bimo. Tolong bujuk dia! Tolong, please!" Nadia memohon dan memelas. Satu-satunya harapan yang tersisa hanyalah memanfaatkan hubungan Layla dan Pak Bimo, selaku direktur hotel cendana. 

Beberapa saat keadaan hening menguasai. Di seberang sana Layla sedang berpikir menimbang-nimbang ide Nadia. Hingga suara Layla terdengar kembali. 

"Aku akan mencobanya terlebih dahulu. Semoga saja cara ini berhasil," ucap Layla sangat berharap. 

"Aku juga sama. Aku akan berdo'a kepada Allah agar keberuntungan mendekat pada kita berdua," jawab Nadia. 

"Aku akan berangkat ke tempat kerja jam 08.00 pagi. Kau mau ikut aku? Kalau mau ikut nanti kabari aku kalau sudah sampai di sana," pinta Layla. 

"Baiklah, aku akan menyusul ke sana. Aku antar anak-anak ke sekolah terlebih dahulu. Seperti biasa aku akan kabari kalau sudah sampai di sana."

"Baiklah, aku tutup teleponnya. Assalamu'alaikum."

"Waalaikum salam."
 
Sedetik kemudian panggilan telepon terputus. Ada satu notifikasi email, dibukanya. Satu pesan dari hotel cendana yang isinya tentang surat keterangan Nadia dipecat sebagai karyawan dan alasannya karena hotel cendana bangkrut. Pihak hotel cendana juga meminta maaf karena hanya bisa memberikan sedikit uang pesangon tak sesuai dengan perjanjian kerja.
 
"Apa mungkin Pak Bimo bisa mempertahankan dua karyawan hotel cendana?" Nadia berkata sambil menatap dan menyentuh satu setel seragam kerjanya. Setelan baju lengan pendek krem dan celana panjang coklat yang tergantung rapi di gantungan baju di samping lemari pakaian kayu.
 
"Mengapa aku sangat ragu akan hal tersebut? Seharusnya aku menunggu bagian respon dari Pak Bimo baru ambil keputusan."

Nadia mengambil napas panjang, kemudian diembuskannya. "Aku lebih baik siap-siap mandi, menyiapkan sarapan pagi untuk Digo, Derry, dan Dera, dan mengantar anak-anak ke sekolah." 

***

Di ruangan dapur sederhana, ukurannya hanya sebesar dua meter dikali dua meter. Cat dinding kuning yang sudah tampak mengelupas di beberapa sudut. Dan beberapa perabotan rumah tangga yang sudah usang dan tua. 

"Mama masak apa hari ini?" tanya Dera, anak kedua Nadia. Dia lahir dua puluh satu menit setelah kakak kembarnya lahir. 

Nadia menarik sudut bibirnya membentuk senyuman manis. Tangannya membuka tudung saji hijau muda, tampaklah beberapa piring yang tertata rapi berisi lauk, sayur, dan nasi. 

"Wah, ada roket tahu kesukaanku!" seru Dera antusias. Dia langsung mengambil posisi duduk di sebelah Derry, kakak kembarnya yang sebelumnya sudah duduk di sana. 

"Iya, sayang ada roket tahu kesukaan adek Dera. Mama ambilkan nasi dulu untuk kalian." Dera dan Derry mengangguk pelan. 

"Digo, ayo sarapan pagi sebelum berangkat kuliah," ajak Nadia saat Digo baru saja selesai berpakaian berjalan masuk ke dapur dengan rambut yang masih sedikit basah. 

Digo, adik laki-laki Nadia duduk di kursi yang kosong. "Kak, hari ini aku pulangnya agak telat." Dia berkata sambil menyuapkan makanan ke dalam mulut. 

"Ada apa?" tanya Nadia menatap adik satu-satunya itu. 

"Biasa, Kak, ada tugas kelompok miss Felly. Mungkin nanti pulangnya sekitar jam lima," jawab Digo sambil melihat sekilas jam tangan hitam murah yang dibelinya secara online dari aplikasi belanja online. 

"Kak, aku berangkat kuliah." Digo pamit kepada kakak perempuannya. 

"Iya, hati-hati di jalan!" pesan Nadia. 

"Om Digo, nanti jangan lupa beliin mainan barbie untuk Dera," pesan Dera.

Digo berbalik, kemudian tersenyum. Dia mengusap puncak rambut keponakan kesayangannya. "Tenang saja, om tidak akan lupa." 

"Jangan lupakan aku, om, aku juga mau mainan," protes Derry. 

"Iya, sayang, om tidak lupa kok." Dicubitnya pelan pipi gembul Derry. Anak kecil laki-laki itu mengaduh pelan dan mengusap pipi gembulnya. 

"Berangkatlah ke kampus, nanti telat." Ingat Nadia sembari menunjuk jam dinding di salah satu dinding. 

"Oh, iya, Kak."

Setelah itu Digo langsung menggendong tas kuliah hitamnya, dan menaiki sepeda motor merah berangkat ke kampus. 
Nadia menatap kedua anaknya yang sudah selesai makan secara bergantian.
 
"Habiskan susunya terlebih dahulu setelah itu mama akan mengantar kalian ke sekolah."

"Iya, Ma," jawab Derry kemudian mengangkat gelas ukuran kecil, meminum susu coklat kesukaannya. 
Keduanya meletakkan gelas susu yang sudah kosong ke dalam wastafel, kemudian menggendong tas masing-masing. Di depan halaman rumah motor hitam Nadia terparkir. Matahari bersinar dengan cerah.

"Dera, dan Derry kalian sudah pegangan dengan mama?" tanya Nadia yang sudah duduk di atas motor, memegang stang motor sambil menoleh ke arah kaca spion. Derry dan Dera memakai seragam sekolah ungu muda. 

"Sudah, Ma!" ujar kedua anak kembar itu kompak. Dera duduk di depan, dan Derry di belakangnya. 

"Oke, kita segera berangkat ke sekolah!" jawab Nadia, lalu mulai membawa motor ke arah jalan kompleks perumahan menuju ke jalan raya bergabung bersama pengendara yang lain.

❤❤❤

Hai, pembaca Arranging Love,

Gimana chapter 2-nya? Komen yuk!

See you next chapter❤❤❤

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Arranging Love (Chapter 3)
1
0
Kelanjutan Arranging Love
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan