BALAS DENDAM SEORANG ISTRI (2)

2
0
Deskripsi

Bab 1 

https://karyakarsa.com/Nurmoyz/putus-tapi-masih-tembus

Mahendra's Pov

[Kirim alamat kamu, aku mau anterin undangan]

aku mengirim pesan itu pada Mira di tengah aktivitas bekerja. Tak berapa lama pesan balasan pun terdengar masuk. Aku tanpa sadar tersenyum saat membaca barisan kata yang tertera di layar.

[Mira : Yakin cuman mau anterin undangan?]

[Emang mau apa lagi?]

Aku memancing reaksi Mira dengan pesan itu. Entah mengapa sejak pertemuan kami tempo hari, bertukar pesan dengan Mira terasa kembali membangkitkan nostalgia kami. Perasaanku selalu bersemangat ketika mendapat pesan darinya.

Aku tahu ini salah karena tinggal menghitung hari aku akan resmi menikah dengan Kirana. Tapi aku tak bisa mengendalikan euforia ini dengan mudah. Apa lagi Mira selalu terang-terangan menggodaku seperti tadi.

[Mira : Kamu nggak kangen sama si manis sama tobrut aku?]

Aku melebarkan mata saat membaca barisan kalimat itu. Bibirku tanpa sadar menyunggingkan senyum senang. Tapi aku sedikit merasa bersalah kala mengingat Kirana. Haruskan aku meladeni setiap rayuan maut Mira? Namun, godaan ini terlalu indah untuk diabaikan begitu saja. Biar bagaimanapun aku masih memimpikan dia setiap malam, ketika hasrat yang mulai bangkit tak bisa tersalurkan. Ya ... aku memang belum pernah menyentuh Kirana sama sekali, bagiku dia terlalu berharga untuk dinodai sebelum waktunya. Aku tahu betul wanitaku itu belum pernah berhubungan dengan lelaki manapun mengingat sifatnya yang tertutup dan sulit didekati.

Aku pun memilih mengetik balasan untuk Mira sambil tetap fokus pada layar komputer.

[Em ... aku harus jawab jujur atau gimana? Sejujurnya aku bingung]

Aku memang selalu naif begini, karena aku pertama kali berhubungan badan dengan Mira. Dialah yang membuatku merasa candu dengannya. Dia pula yang mengajari aku banyak hal soal bercinta. Mira bisa dibilang sangat jango di ranjang dan selalu bisa memuaskanku tanpa jeda. Libidonya seolah tak pernah habis dan selalu sigap memberiku kenikmatan tanpa pernah menolak.

[Mira : Kenapa bingung? Biasa aja kali, Hen, nggak usah bingung-bingung. Toh kita nggak ada hubungan apa-apa. Aku nggak akan mengganggu pernikahanmu. Cukup kita yang tahu, aku ikhlas kok mau kasih 'jatah mantan' sama kamu. Anggap aja ini perpisahan terakhir kita]

Aku sedikit tak menyangka ketika membaca isi balasan Mira. Walaupun pengalamanku di ranjang tak sebanyak Mira, tentu saja aku tahu apa yang dimaksudnya dengan 'jatah mantan' karena hal seperti itu memang lumrah terjadi apa lagi di kota besar seperti Jakarta. Teman-temanku di kantor pun sering membahas soal ini. Tapi untukku pribadi hal tersebut adalah kali pertama.

"Weh gila ... lo masih berhubungan sama Mira, Bro?" Aku terkesiap kaget dan reflek menyembunyikan isi chatku kala Rendy tiba-tiba sudah berada di sampingku.

"Ya ... dia klien kita sekarang. Kami nggak sengaja ketemu kemarin untuk membahas kerja sama soal pengadaan barang untuk proyek. Jadi mau nggak mau kita kudu ketemu."

Rendy memicingkan mata, seolah tak puas dengan penjelasanku.

"Serius ... aku nggak boong," ujarku mencoba meyakinkan.

"Boong juga bukan urusan gue, yang penting jangan macam-macam di belakang Kirana, inget lo bentar lagi nikah. Gue nggak mau, ya, nanti kena imbas diomelin Marsya kalau ada apa-apa sama Kirana." Rendy memperingatkan ku dengan wajah serius lalu pergi ke kubikel nya. Laki-laki tampan ini adalah orang yang sudah cukup lama dekat denganku, dia pun tahu soal Mira.

Selain itu Rendy adalah calon suami Marsya, sahabat Kirana, yang kini berkarir di luar negeri. Keduanya saling mengenal kala acara pertunanganku dengan Kirana. Marsya memang cukup sadis, wajar bila Rendy tak berkutik di depannya. Bahkan sejak bersama Marsya, Rendy berubah total, dari yang tadinya hobi dugem kini jadi lebih alim, tak jarang dia selalu menolak bila diajak ke club.

"Lo serius ketemu Mira lagi?" Kali ini Anton yang duduk tak jauh dari meja kerjaku yang bertanya. Dia juga tahu soal Mira karena mantan pacarku itu sering aku ajak nongkrong dengan teman-temanku.

"Ya ... karena urusan pekerjaan," jawabku tak sepenuhnya bohong.

Namun, ucapanku justru ditanggapi senyum meledek oleh Anton. "Halah nggak yakin gue kalau lo cuman ketemu karena kerjaan. Paling juga ujungnya dia bakal kasih 'jatah mantan'."

"Ck ... ngaco lo." Aku pura-pura menyanggah karena merasa sedikit risi soal bahasan 'jatah mantan' ini. Aku takut orang-orang tahu dan membicarakan aku. Sebab aku terkenal paling green flag di kantor ini dibanding semua rekanku yang selalu menanam benih di mana-mana.

Bahkan sesama rekan kerja di kantor pun bisa saling memuaskan padahal mereka sudah sama-sama memiliki pasangan. Sedang aku hanya melakukannya dengan Mira, semua orang tahu itu, bagaimana setianya aku pada pasangan. Namun, kali ini aku tak yakin bisa menolak Mira.

"Ck ... lo bego banget, sih, kalau nolak. Ini Mira loh, seseksi dan segemoy itu mau lo sia-siain. Kalau gue jadi lo bakal gue sikat tanpa pikir dua kali. Lo nggak ngiler apa liat tobrutnya? Gue aja tiap liat dia suka ngaceng, pengin enyot tobrutnya sama ‘itu’ nya yang ginu-ginu. untung dia cewek lo dulu, kalau bukan udah abis dia sama gue. Tapi kalau lo udah puas sama dia boleh lah gue cicipi, Bro."

"Anjing lo!" makiku pada Anton. Namun, laki-laki itu malah terkekeh dan kembali fokus pada layar komputernya.

Seolah belum puas Anton kembali menyeret kursi kerjanya mendekati aku.

"Gue tahu lo galau karena Bu Kirana, tapi sepanjang dia nggak tahu aman lah. Yang penting si Mira nggak nuntut lebih dan suka rela kasih lo 'jatah mantan'. Anggap aja ini penutupan terakhir lo sebagai lajang," ujar Anton lalu kembali menyeret kursinya ke kubikel lagi.

Aku terdiam mendengar kalimat terakhirnya yang semakin mengusik hasratku. Berbulan-bulan tak bisa menyalurkan nafsu memang sedikit membuatku frustrasi. Kepalaku rasanya sangat pening dan tak jarang menjadi lebih emosi. Tapi bagaimana dengan Kirana? Bayangan wajahnya yang lugu dan selalu percaya padaku benar-benar mengusik hati nurani.

Ketika tengah memikirkan itu semua, telepon di atas meja kerjaku berbunyi. Yang ternyata dari Pak Nico, Direktur di perusahaan ini.

"Hendra, tolong datang ke ruangan saya." Setelah mengatakan itu Pak Nico langsung menutup panggilan.

"Baik," jawabku lalu beranjak dari duduk.

"Kali ini ada apa lagi?" tanya Anton, seolah dia tahu kalau Pak Nico pasti akan mencecar ku dengan banyak pertanyaan. Sudah jadi rahasia umum kalau bosku itu sangat kejam pada karyawan nya. Dia tak pernah pandang bulu. Bahkan dulu Pak Nico sering bersitegang dengan Kirana.

"Dia pasti mau mengintrogasi gue terkait masalah di proyek kemarin," jawabku lalu beranjak menuju ke ruangan Pak Nico.

"Kenapa bisa terjadi hal seperti ini! Kamu kerjanya ngapain aja sampai ada banyak kecurangan begini kamu nggak tahu!" Pak Nico berkata sambil melempar dokumen tepat di hadapanku.

Aku pun membuka dokumen yang berisi laporan beberapa hal soal pengadaan barang. Di mana kualitas barang yang sudah ditentukan oleh pihak design berbeda jauh dengan kualitas barang yang datang ke proyek. Memang hal seperti ini bukan sekali dua kali terjadi. Karena terkadang ada beberapa mandor yang melakukan kecurangan di lapangan.

"Maaf sebelumnya, Pak, karena saya lalai soal ini. Semua ini sudah saya bicarakan dengan pihak design. Saya juga sudah menemukan klien baru untuk pengadaan barang, karena yang kemarin itu ternyata mereka bekerja sama dengan mandor untuk melakukan kecurangan. Besok saya akan meninjau langsung ke sana untuk lebih jelasnya."

"Saya nggak mau tahu, lain kali jangan lagi ada masalah seperti ini." Akhirnya hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Pak Nico. Aku pun pamit undur diri setelahnya.

"Heran gue sama Pak Nico, dia selalu ada aja cara buat mencari kesalahan gue," gumamku sambil menjatuhkan diri di kursi.

"Lo, sih, pake mau nikahin Bu Kirana."

"Lah, emang apa hubungannya sama pernikahan kami?"

"Lo nggak tahu, ya, kalau Pak Nico diam-diam naksir Bu Kirana?"

Aku terdiam mendengar ucapan Anton. Sedikit tak menyangka kalau Pak Nico yang terkenal sebagai laki-laki dingin tak tersentuh ternyata menyukai calon istriku. Karena selama ini yang aku lihat Pak Nico dan Kirana justru sering berdebat. Mereka tak pernah akur.

"Sejak kapan?" Hanya kalimat itu yang mampu aku utarakan.

"Sejak sebelum lo datang ke kantor ini. Kabarnya mereka dulu pernah pacaran saat SMA. Pak Nico diam-diam masih mencintai Bu Kirana, karena sejak dia keluar demi menikahi lo, Pak Nico sering tantrum. Masa lo nggak merhatiin itu. Bu Kirana nggak cerita? Gue juga baru denger gosipnya dari Anin, si ratu gosip yang dulu lumayan deket sama Bu Kirana."

Aku menggeleng sebagai jawaban atas ucapan

Anton. Aku memang tak pernah ingin tahu masa lalu Kirana. Karena bagiku dia nggak akan mungkin berbuat macam-macam dengan laki-laki lain. Tapi aku harus menanyakan ini padanya nanti. Aku penasaran kenapa mereka bisa putus, padahal bisa dibilang Pak Nico lebih segalanya dibanding aku. Mengetahui kenyataan ini membuatku sedikit kesal.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya BALAS DENDAM SEORANG ISTRI (3)
3
0
Bab 2https://karyakarsa.com/Nurmoyz/putus-tapi-masih-tembus-936416Bagi Mahendra Hadiwijaya, menikahi Kirana Saraswati terasa seperti mimpi. Segala rencana masa depan mereka pun sudah disusun dengan rapi dan terlihat sangat sempurna. Sampai akhirnya Mira, mantan pacar Hendra tiba-tiba datang untuk menawarkan 'jatah mantan'. Berkali-kali menolak, Mahendra akhirnya terjebak dalam permainan Mira yang memabukkan.Ketika Mahendra mengira semuanya akan berjalan lancar tanpa ketahuan, sebuah insiden fatal tiba-tiba terjadi dan membongkar semua kebohongannya yang disimpan rapat-rapat, hingga berakhir mengancam keutuhan rumah tangganya dengan Kirana.Namun, ketika Mahendra pikir dia masih bisa memilih, ternyata Kirana sudah lebih dulu menyiapkan balas dendam terkejam untuknya.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan