Dia Bukan Istriku Tapi Pembantuku Bab 1,2,3 (Gratis)

9
3
Deskripsi

Seorang Hasna Khairani Syafina yang berumur 23 tahun ia dijodohkan dengan duda yang beranak 2 yang menganggapnya hanya seorang pembantu dirumahnya. Ia tidak pernah diperlakukan lembut dengan suaminya didepan mamahnya ia lembut sekali, tapi dibelakangnya selalu bersikap kasar padanya ditambah anak perempuan pertamanya yang menganggap dirinya hanya sebagai pembantu. Selalu menginjak-injak harga dirinya tapi ia harus sabar mempertahankan pernikahannya.

"apa bu dijodohkan?" Hasna tidak percaya jika dirinya...

Hasna terbangun dari tidurnya yang menunjukkan pukul 05.00 kakinya pun beranjak dari kasurnya, untuk menjalankan sholat shubuh setelah itu harus bantu-bantu ibunya memasak dan niatnya juga ia ingin mencari pekerjaan lagi. karena sudah lama ia mencari pekerjaan tapi satu pun belum ada yang menerimanya mungkin belum rezekinya sesudah sarapan orang tuanya ingin membicarakan soal penting padanya mengenai perjodohan.

"apa bu dijodohkan?" Hasna tidak percaya jika dirinya akan dijodohkan dia takut jika suaminya om-om yang sudah mempunyai istri dan anak.

"Iya sayang, kami ingin menjodohkan kamu dengan anak sahabat ayah" ujar ibunya.

"Tapi Bu, aku ingin kerja mencari uang untuk membantu kalian membiayai pengobatan ayah"

"Nak kalo kamu menikah dengannya kita bisa hidup enak gak perlu lagi bekerja"

"Tapi Bu...?" Belum sempat Hasna berbicara ibunya memotong pembicaraann jugaya.

"Please bantu ibu untuk membayar pengobatan ayah"

"Yasudah aku mau Bu demi kalian" lirih Hasna ia tidak bisa berkata-kata apa lagi jika sudah begini.

"Terima kasih nak" mereka memeluk anaknya.

Malam hari ini adalah malam perjodohan mereka berdua yang sudah ditentukan kapan menikahnya, sedangkan lelaki duda itu bersikap tidak perduli dengan perjodohannya yang terpenting dia masih bisa bersama anak-anaknya.

"Mamah" panggil anak kecil yang berada dibelakang lalu Hasna menoleh ke belakang yang melihat seorang anak kecil memanggilnya.

"Mamah?" Pikir Hasna yang kaget menyebut dirinya mamahnya.

"Oh iya has kenalin ini anak Tante Reynand Aditya dan ini cucu Tante namanya Nadhifa nandra Aditya, sedangkan yang satu ini namanya Elsabila nandra aditya ayo Salim sama mamah baru kalian" Tante Maya memperkenalkan anaknya dan cucu-cucunya, pada Hasna ia juga menyuruh cucunya untuk bersalaman tapi Elsa menolaknya untuk bersalaman dengan mamah tirinya.

"Aku dhifa mamah" anak kecil bersalaman dengan Hasna dan memperkenalkan dirinya, sedangkan anak pertamanya tidak mau bersalaman dengannya mungkin dia tidak menerima dirinya sebagai mamah barunya.

"Elsa salaman sama mamah kamu" perintah Tante Maya.

"Sampai kapanpun aku gak mau punya mamah baru, mamahku cuma satu hanya Maira Amarissa mamah kandung ku bukan dia" Elsa menatap tajam ke arah Hasna ia juga tidak tau apa salah dirinya membuat Elsa tidak suka padanya.

"Elsa jaga bicara kamu"

"Seterah kalian mau bela dia atau gak sampai kapanpun aku gak punya mamah seperti dia" Elsa pun meninggalkan mereka semua yang masih berada di sini ia berlari menuju kamarnya.

"Maaf yah dia masih belum terima kalo papahnya menikah lagi" Maya jadi malu dengan semua yang berada disini.

"Iya tidak apa-apa Tante" ucap Hasna dengan tersenyum, ia melihat Reynand hanya diam saja apa dia juga sama seperti anaknya tidak mau menganggap dirinya.

"Reynand ajarkan anakmu"

"Hmm" Hanya itu Reynand menjawabnya karena ia tidak mau menambah masalah lagi dengan orang tutuany

"Mamah mamah" panggil anak kecil itu yang menghampiri Hasna lalu duduk dipangkuannya, Reynand heran kenapa dhifa mudah sekali akrab dengannya perasaan yang dia tau dhifa paling tidak suka dengan orang asing yang belum ia mengenalinya.

"Iya sayang ada apa" tanya Hasna padanya dengan membelai rambutnya yang lembut itu

"Nanti mamah tinggal bareng kita kan" ujar dhifa.

"Pasti dong" balas Hasna dengan tersenyum.

"Jadi bagaimana pernikahannya kapan diadakan" tanya ayah Hasna.

"Hmm gimana dua hari lagi" jawab om Aditya.

"Pah apa gak kecepatan" ujar Reynand.

"Tidak cepat lebih baik dari pada menundanya" balas om Aditya ia tidak bisa berkutik apa lagi jika papahnya yang sudah bicara.

Hari ini adalah hari pernikahan Reynand dan Hasna, mereka berdua akan segera halal. Hasna sedang di Make-upi oleh tukang riasnya.

“Masya Allah kamu cantik banget Nak.” Puji Mamah Reynand takjub melihat menantunya lebih cantik setelah di make-up.

“Hehe makasih Mah.” Ucap Hasna malu dipuji mertuanya.

“Pasti Reynand suka lihat kamu.”

“Apa mungkin Mas Reynand akan suka denganku.” Gumam Hasna tidak percaya jika Reynand mengatakan seperti itu.

“Oh, iya Mah. Ijab Qobul dimulainya kapan yah?” tanya Hasna.

“sebentar lagi sayang.” Jawab Mamah Reynand.

“Saudara Reynand Aditya saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan putri saya yang bernama Hasna Khairani Syafina dengan mas kawin emas dengan seberat sepuluh gram dibayar tunai” ucap papah Hasna dengan tangan yang menggenggam erat tangan Reynand seakan mempercayai Reynand untuk menyerahkan Hasna seutuhnya. Sedangkan Hasna sedang menunggu Ijab Qabul dilamarnya.

“Saya terima dan kawinnya Raina Adriana Agatha binti Agatha malik dengan maskawin tersebut dibayar tunai” Reynand mengucap ijab qobul dengan satu tarikan nafas bersaman dengan kelegaan hati yang lelaki itu rasakan, seakan menerima Raina untuk menjadi tanggung jawab seutuhnya.

“Bagaimana para saksi” tanya penghulu

“SAH” Semua yang hadir menyaksikan prosesi ijab qobul pagi itu, tersenyum senang.

“Alhamdulilah” didalam kamarnya  menatap cermin tak percaya jika hari ini statusnya sudah berubah menjadi seorang istri

Hasna mengerjai ketika mendapati pantulan tubuh tinggi Reynand yang berada dibelakang, Hasna celingukan mencari keberadaan Ibunya yang sudah tidak terlihat di kamarnya.

Reynand terdiam menatap pantulan wajah Hasna dicermin dihadapan Hasna yang kini menjadi istrinya, Kevin melangkahkan kakinya mendekati Hasna yang masih menatapnya.

Berdiri tept dibelakang Hasna menatap tepa kedua bola mata hitam lewat cermin besar dihadapan keduanya.

Jantung Hasna berdegup kencang. Belum pernah Hasna berada didalam sebuah ruangan bersama lelaki asing selain Ayahnya, namun kin pertama kalinya Hasna  berada dalam kamar bersama lelaki.

Hasna sontak berdiri berhadapan dengan lelaki yang jauh lebih tinggi dari Hasna, Hasna menjaga jarak beberapa meter seakan lupa bahwa kami sudah halal.

“Keluar, semua sudah menunggu.” Tegas Reynand tanpa mengucapkan apapun.

“I-iya, Mas.” Hasna pikir setelah menikah suaminya akan lebih romantis ternyata tidak sesuai ekspektasinya.

Setelah pernikahan selesai Hasna akan dibawa oleh suaminya untuk tinggal dirumahnya sendiri, sampai didepan rumahnya Hasna tidak percaya jika rumahnya semewah ini seperti layaknya istana saja.

"Keluar" perintah Reynand padanya yang sudah keluar dari mobilnya.

"Mas boleh tolong bawain koperku gak mas" tanya Hasna yang sudah mengambil kopernya di bagasi mobil milik suaminya.

"Buat apa ada tangan kamu, kalo tidak dimanfaatkan" sindir Reynand membuat Hasna menundukkan kepalanya, baru saja menikah suaminya sudah bersikap seperti ini apalagi nanti lebih baik ia bawa sendiri kopernya dari pada ia tambah marah Hasna menggeret kopernya untuk masuk ke dalam rumahnya sampai didalam dhifa teriak memanggilnya.

"Mamah" teriak dhifa padanya langsung saja ia memeluk mamahnya dengan erat sampai dia kewalahan membawa kopernya dan juga memeluk anaknya, iya Sekarang mereka sudah menjadi anaknya Hasna ia harus bersabar menghadapi sikap anaknya dan juga suaminya.

"Mamah tinggal di rumah ini juga kan"

"Iya dong"

"Horeee sekarang aku punya mamah, aku juga gak bakal di ledekin lagi kalo aku gak punya mamah" lirih dhifa.

"Mau saya kasih kamu sekarang?" tegur Bian menegur istrinya itu apakah dia masih menginginkannya juga.

"Heh nggak usah Mas, aku udah lihat kok." Linda menolak permintaan dari suaminya bahwa dirinya sedang tak ingin melihat milik suaminya itu sendiri.

"Serius? Nggak mau lihat yang asli gitu?" tawar Bian menawarkan istrinya lagi apakah dia memang tidak ingin melihat miliknya secara langsung lagi.

"Nggak usah, aku mau keluar dulu mau makan siang dulu." Linda langsung berjalan keluar dari dalam kamarnya saja tak ingin terjadi sesuatu lagi dengan dirinya nantinya.

"Kenapa dia nggak bilang aja kalau menginginkan saya? Saya nggak habis pikir dengan dia deh," gumam Bian yang masih bertanya-tanya dengan dirinya sendiri, mengapa istrinya itu tidak bilang dengan dirinya saja. Jika istrinya itu menginginkan dirinya juga, dirinya pun kembali pergi ke bawah untuk makan siang dengan istrinya dan juga keluarga dari istrinya itu.

"Ayo Mas sini, kita makan siang dulu." Linda melihat suaminya baru saja turun dari kamarnya langsung saja mengajak suaminya itu untuk makan siang dulu bersama dirinya dan juga keluarganya itu.

"Iya sayang," ujar Bian hanya mengiyakan ucapan istrinya lalu duduk di sebelah istrinya saja.

"Kalian kapan pulang ke Jakarta lagi?" tegur Rudi bertanya dengan adiknya dan juga adik iparnya itu kapan mereka berdua akan kembal ke Jakarta lagi.

"Baru juga sampai di Ibu kemarin Bang, masa iya udah langsung mau pulang aja sih." Linda pun menyahuti perkataan dari suaminya itu kalau dirinya baru saja sampai ke rumah ibunya itu juga, yang benar saja dirinya langsung oukangke Jakarta lagi.

"Maksud Abang itu, kira-kira kapan mau pulang ke Jakarta lagi satu Minggu lagi atau gimana?" pikir Rudi maksud dari perkataan dirinya hanya ingin tahu kapan adiknya dan juga adik iparnya itu ingin pulang ke Jakarta kapan lagi.

"Mungkin satu Minggu lagi Bang," ujar Linda bahwa dirinya akan pulang ke Jakarta mungkin saja satu Minggu lagi.

"Masih lama juga yah, Abang juga mau ke Jakarta besok sih." Rudi juga akan kembali pulang ke Jakarta besoknya lagi, padahal dirinya ingin pulang ke Jakarta bersama adiknya dan juga adik iparnya itu. Ternyata mereka berdua masih lama juga pulang ke Jakartanya lagi.

"Cepat banget Bang," sontak Linda mengapa abangnya itu sangat cepat sekali sudah ingin pulang ke Jakarta lagi saja.

"Iya Dek, soalnya banyak kerjaan di kantor lagi." Rudi mengatakan kepada adiknya kalau dirinya sedang banyak kerjaan di kantornya itu lagi.

"Sibuk mulu deh Abang ini," sindir Linda menyindir abangnya itu yang sangat sibuk sekali dengan pekerjaannya itu lagi.

"Namanya juga Abang ini Bos, jadi masih banyak kerjaan juga di kantor lagi." Rusia berbicara dengan adiknya kalau dirinya adalah seorang bos jadi masih banyak pekerjaan lagi di kantornya tak bisa menunda-nunda pekerjaannya itu.

Rasya masih berada di dalam kamarnya, merasa sangat pusing sekali hari ini. Mungkin karena dirinya terlalu kecapean jadi sakit juga, melihat suaminya baru saja masuk ke dalam kamarnya juga. Mendekati dirinya yang sedang sakit ini.

"Keadaan kamu gimana? Apa masih sakit lagi?" tegur Barra bertanya dengan istrinya bagaimana dengan keadaan istrinya itu, apakah dia sudah mulai baikkan juga. Atau mungkin istirnya masih merasakan sakit lagi.

"Masih Mas pusing banget kepala ku," sahut Rasya bahwa dirinya masih merasa sangat pusing sekali kepalanya ini.

"Kita ke dokter aja yah," pinta Barra meminta istrinya untuk pergi ke Dokternya saja, dirinya hanya takut terjadi sesuatu dengan istrinya saja.

"Iya Mas, aku juga nggak sanggup lagi." Rasya hanya mengiyakan ucapan suaminya kalau dirinya memang sudah tak sanggup lagi. Ingin sekali di bawa ke dokternya saja.

"Ya udah, ayo kita berangkat sekarang aja." Barra mengajak istrinya untuk berangkat sekarang saja, dirinya hanya khawatir dengan istirnya itu lagi. Menuntun istirnya menuju rumah sakitnya, sampai di rumah sakitnya Rasya pun di periksa oleh dokternya terlebih dahulu.

"Keadaan istri saya bagaimana Dok?" tegur Barra bertanya dengan Dokternya itu bagaimana keadaan istrinya apakah dia baik-baik saja.

"Alhamdulillah baik-baik saja Pak, selamat juga yah untuk Bapak karena istri Bapak sedang hamil juga sekarang ini." Dokternya mengucapkan selamat kepada suami dari pasiennya itu karena istrinya sedang hamil juga.

"Alhamdulilah," kata Barra merasa sangat senang sekali karena istirnya itu pun sedang hamil anak kandung dirinya juga.

"Di jaga dengan baik yah istri Bapaknya jangan sampai kecapean juga," ucap Dokternya meminta lelaki itu untuk menjaga istrinya saja, jangan sampai istrinya itu merasa kecapean lagi.

"Baik Dok, terima kasih. Kalau gitu saya permisi dulu," ujar Barra mengucapkan terima kasih banyak kepada dokternya karena sudah memeriksa keadaan istirnya juga. Langsung saja membawa istrinya itu keluar dari dalam ruangan dokternya lagi.

"Mas, nanti mampir ke supermarket yang ada di Mall dulu yah." Rasya berbicara dengan suaminya itu kalau dirinya ingin mampir ke tempat supermarketnya dulu untuk membeli bahan-bahan masakannya itu lagi.

"Mau ngapain sayang ke Mall?" tegur Barra bertanya dengan istrinya itu untuk apa lagi kami berdua pergi ke tempat Mallnya.

"Aku mau beli buah-buahan dulu sama belanja bulanan juga Mas. Bahan-bahan masakan di rumah udah habis," sahut Rasya bahwa dirinya ingin sekali membeli buah-buahan karena dirinya sedang ngidam juga. Dan sekalian dirinya ingin membeli bahan-bahan masakannya dulu karen bahan-bahan masakan di rumahnya pun sudah habis juga.

"Ya udah kita ke sana," ujar Barra hanya menganggukkan kepalanya menuruti keinginan istrinya itu saja.

Sampai di depan Mallnya, Barra memarkirkan mobilnya terlebih dahulu. Lalu turun dari dalam mobil miliknya, berjala memasuki gedung Mallnya itu. Barra menggenggam tangan milik istrinya dengan erat.

"Mas, kita mampir ke toko baju dulu yuk." Rasya ingin mengajak suaminya untuk mampir ke tempat toko bajunya dulu hanya ingin lihat-lihat bajunya saja.

"Hem, boleh." Barra hanya menganggukkan kepalanya mengikuti kemauan istrinya saja berjalan memasuki gedung Mallnya itu.

"Lihat deh Mas, bagus banget bajunya mana lucu lagi." Rasya menunjukkan bajunya yang dirinya sentuh itu dengan suaminya, kalau baju yang dirinya pegang ini sangat bagus sekali.

"Kamu mau beli baju itu? Kalau mau ambil aja, biar saya yang akan bayarnya." Barra bertanya dengan istrinya apakah dia memang menginginkan bajunya itu juga, jika istrinya memang menginginkan baju yang di sentuh oleh istrinya itu ambil saja biarkan dirinya yang akan membayar bajunya itu lagi.

"Nggak perlu mas, aku bisa bayar sendiri kok." Rasya menolak permintaan dari suaminya kalau dirinya masih bisa bayar sendiri juga.

"Salahmu karena saya gak suka kamu jadi istri saya"

"Mas jodoh itu gak ada yang tau mungkin mas memang jodohku"

"Pede sekali kau ini" Reynand menertawakan dirinya

"Jujur saja kamu bilang apa saja sama anak saya hah"

"Aku sudah bilang sama mas aku gak bilang apa-apa smaa dhifa"

"Saya gak percaya sama kamu pasti kamu menjelekkan saya didepan anak saya iya kan"

"Sumpah aku gak bilang apa-apa sama dhifa"

"Kalo gak bilang apa-apa kenapa anak saya bisa benci sama saya hah" bentak Reynand menjatuhkan Hasna ke lantai membuat dia kesakitan

"Aduhh sakit hiks hiks" Hasna memegangi kakinya yang terdampar dilantai

"Dasar cengeng baru segitu saja menangis" ejek Reynand lalu berjongkok menghadap istrinya dengan tatapan tajamnya

"Saya gak akan segan-segan nyakitin kamu" Reynand menangkap dagunya dan mencengkeram kuat membuat Hasna kesakitan

"Jawab pertanyaan saya kamu ngadu apa saja ke anak saya" tangan Reynand menarik jilbabya sampai jilbabnya berantakan

"Aku gak ngadu apa-apa sama dhifa mas"

"Saya pikir kamu perempuan baik-baik ternyata hanya diluar nya saja tertutup rapat" pikir Reynand

"Ada apa ini" tanya anak pertama Reynand yang baru saja datang dari rumah temannya untuk menenangkan dirinya ia tidak terima jika papahnya menikah lagi ia hanya mau mamah maira mamah kandungnya

"Elsa dari mana saja kamu" Reynand bangkit dari jongkoknya lalu menghampiri anaknya dengan membawa kopernya

"Aku dari rumah teman untuk menenangkan diri" ujar Elsa dengan menjawabnya dengan datar

"Kenapa kamu ke rumah teman apa kamu gak anggap saya papahmu lagi" balas Reynand

"Aku gak suka papah menikah lagi apa lagi dengan dia pakaiannya saja kaya orang kampung" sindir Elsa

"Jaga ucapanmu" bentak Reynand membuat Hasna senang mendengarnya karena suaminya membela dirinya

"Kenapa? Kenapa papah malah belain gadis kampung ini" emosi Elsa dengan menatap tajam ke arah Hasna seperti ingin memakannya

"Segera ke kamar bersihkan diri kamu" Reynand pun meninggalkan mereka berdua yang masih didapur

"Lu pelet apa sampai papah gw membela lu hah" Elsa melangkah kan kakinya mendekati Hasna dengan melototkan mata ke arahnya

"Aaa...aaku gak pake pelet" gugup Hasna yang memundurkan tubuhnya sampai mentok ke dinding

"Gw gak percaya sama perempuan munafik kaya lu" Elsa ingin sekali habisi mamah tirinya tapi ia tidak mau membuat papahnya marah besar lagi

"Gw bakal bikin lu gak betah tinggal disini" licik Elsa lalu meninggalkan Hasna yang masih berada didapur

"Hufffttt Alhamdulillah gak terjadi apa-apa" Hasna menghela nafasnya ia bersyukur tidak terjadi apa-apa lagi padanya sudah cukup papahnya bersikap kasar padanya jangan sampai anaknya juga ikutan bersikap kasar padanyaHasna menyiapkan makanan diatas meja makan ia berniat ingin memanggil suaminya untuk makan tapi dia sudah ada disitu yang sedang duduk dan memainkan handphonenya

"Sarapan mas" Hasna manaruh makanannya diatas meja ia menatap suaminya yang sedang memainkan handphonenya

"Saya mau sarapan di kantor saja"

"Kenapa gak sarapan disini saja" tanya Hasna

"Saya gak mau makan masakan kamu" jawab Reynand membuat hatinya sakit padahal dia sudah capek-capek memasak yang banyak tapi suaminya malah makan diluar

"Yasudah jangan lupa makan yah" Hasna berniat ingin memanggil anak-anaknya tapi suaminya memberhentikan langkahnya

"Ambilkan saya kopi" perintah Reynand

"Bentar yah aku panggilkan anak-anak untuk makan dulu" tidak ada jawaban dari suaminya lalu berjalan menuju kamar anak-anaknya

"Dhifa udah rapi belum" tanya Hasna masuk ke kamar anaknya ia melihat anaknya sudah memakai seragam sekolahnya

"Udah mah, mamah kuncirin rambut aku" ujar dhifa

"Mana sini kuncirannya biar mamah kuncirin" balas Hasna yang menghampiri anaknya sudah duduk di kursi riasnya

"Mamah anterin aku berangkat ke sekolah yah aku mau nunjukin ke teman-teman ku kalo aku punya mamah juga"

"Maaf sayang mamah gak bisa"

"Kenapa" wajah dhifa menjadi lesu mamahnya menolak untuk mengantarkan dirinya

"Kamu berangkat bareng papah kan terus juga papah langsung ke kantor kan"

"Eh iya mah"

"Maaf yah sayang mamah gak bisa nganterin kamu mamah mau ngurusin pekerjaan rumah dulu" ujar Hasna

"Iya gapapa kok mah"

"Nanti pulang sekolah mamah jemput deh mau gak" tanya Hasna

"Mau mah" sorak dhifa yang sudah semangat untuk dijemput olehnya

"Ok nah sudah selesai gimana bagus gak" Hasna sudah selesai menguncir rambut anaknya

"Bagus mah aku suka"

"Ayo sekarang kita makan dulu mamah mau ambilkan kopi buat papah dulu kamu duluan aja yah"

"Iya mah" Hasna pun berjalan menuju dapur untuk membuatkan suaminya kopi lalu mengantarkannya ke ruang makan ia taruh kopi diatas meja didepan suaminya tadinya ia ingin memanggil Elsa untuk makan tapi dia sudah datang juga

"Ayo El kita makan" ajak Hasna

"Gw gak Sudi makan masakan lu" Elsa menatap makanan yang begitu enak tapi dirinya tahan karena malu jika ia makan masakannya

"Hargain masakan dia El" ujar Reynand

"Tapi aku gak suka pah" balas El

"Jangan banyak bicara makan saja" perintah Reynand dengan tegas lalu El mencoba memakannya tapi malah dimuntahkan begitu saja

"Kenapa El gak enak yah" tanya Hasna

"Masih nanya enak apa gak? Lu mau ngeracunin gw yah" protes Elsa

"Masakan mamah enak kok kak" dhifa melahap makanan yang dimasak oleh mamahnya

"Enak apanya dek gak enak gini kok"

"Sudah habiskan saja makannya nanti kalian telat berangkat ke sekolahnya"

"Aku mau makan disekolahan aja gak mau makan masakan dia" sindir Elsa lalu meninggalkan meja makan sedangkan mamahnya hanya bisa menundukkan kepalanya ia takut dengan semua ini apa lagi nanti kalo suaminya marah pasti dia lebih ketakutan lagi

"Kenapa sih kakak gak jelas banget" gerutu dhifa

"Sudah habiskan saja makanan kamu papah tunggu disini"

"Pah nanti pulangnya dijemput mamah yah" ujar dhifa

"Iya, Hasna jam 09.30 kamu jemput anak saya" perintah Reynand

"Iya"

"Nanti kamu diantarkan oleh supir"

"Baik mas" mereka melanjutkan makannya setelah selesai dhifa berpamitan untuk berangkat ke sekolah ia mencium tangan anaknya ia berniat ingin mencium tangan suaminya tapi ditolak olehnya

"Hati-hati dijalan ya nak" Hasna mencium puncak kepala anaknya dengan penuh kasih sayang

"Dada mamah" dhifa melambaikan tangannya mobilnya sudah berjalan keluar gerbang rumahnya Hasna pun berjalan masuk dan ia melihat makanan diatas mejanya masih banyak karena hanya dia dan dhifa yang memakannya

"Makanannya masih banyak lagi kan mubazir kalo gak dimakan hmm... Gimana yah? Aku kasih ke pengemis saja yah dia pasti lebih membutuhkannya" Hasna memutuskan untuk berbagi makanannya pada yang lebih membutuhkannyaMalam hari Hasna menunggu suaminya pulang kerja tapi belum saja pulang tengah malam begini angka jam sudah menunjukkan pukul 12 ia menunggu suaminya di ruang tamu tiba saja anaknya memanggilnya dari arah kamarnya yang sudah keluar dari kamar miliknya

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Dia Bukan Istriku Tapi Pembantuku Bab 4,5
7
0
Kamu berani sekali melawan saya hah bentak Reynand dengan mencekik lehernya tanpa ampun membuat Hasna kesakitan Mas sakit hiks hiks... Hasna mencoba melepaskan cekikikannya dari tangan suaminya Cengeng sekali kau ini cuih! Kamu harus dikasih pelajaran dulu baru kamu nurut sama saya Reynand menarik tangan istrinya dengan kasar berjalan dengan cepat tak lupa tangannya mencengkram kuat tangannya Mas aku mohon jangan hiks hiks... berontak Hasna yang mencoba melepaskan cengkraman tangan dari suaminya Tempat kamu lebih pantas disini Reynand menjatuhkan tubuhnya ke lantai kamar mandi lalu menyalakan air showernya 
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan