04. Linggajani— Ustadz Galak Milik Jani

11
3
Deskripsi

Part 4 Dia cacat?

 

post-image-67d92b18732ba.jpg

“Andai bisa mengulang waktu, Aku akan pulang ke pesantren saja. Meskipun hanya berdiri di depan pagar.”

••••

Hari itu Jani duduk di sofa, sejak tadi ia terus saja diam, penampilannya terlihat sangat berantakan, dan banyak darah di tangannya. Mami Jani tampak sangat sibuk menghubungi seseorang.

"Mas Satria, akhirnya mas bisa dihubungi, mas boleh ke rumah sekarang? Saya ga tau sekarang harus bagaimana, tidak tahu lagi siapa yang harus saya hubungi mas." kata Aurel beberapa kali dan mengusap wajahnya, Aurel menatap putrinya lekat, gadis kecil itu diam dan menyentuh tangannya lalu bagaimana seragam sekolah Jani yang kotor karena darah.

"Mas Abra di rumah saya mas, saya saya melindungi anakku, jadi aku membunuhnya" kata Aurel, Jani kemudian menatap Maminya lekat,

Mami berbohong.

"Saya tidak perlu tahu mas mau bawa siapa kesini, saya percaya sama mas Satria, dia mau Jani mas, Jani di-" suara Aurel terhenti ketika melihat putri kecilnya yang ternyata juga menatapnya.

"Saya membela anakku, mas. Tolong datang lah kemari, bahkan melihat lelaki yang sudah tidak bernapas ini masih saja membuat saya marah. Saya marahh sekali, ingin membunuhnya berkali-kali." kata Mami, suaranya bergetar, dan sudah menangis, "Datang cepat mas Satria." kata Aurel, lalu memegang pisau buah itu, ia ingin menghilangkan bekas tangan putrinya disana, dan kemudian melemparnya,  lalu Aurel juga menyentuh tubuh lelaki yang sudah bertelanjang  itu, dan menamparnya keras, Aurel memukulnya, kasar, "berani-berani nya kamu hah, bajingan." Aurel marah sekali.

"Menetap lah di neraka!" kata Aurel berdiri dan menendang tubuh itu, ia lalu berjalan ke arah putrinya, yang diam, lalu ketika Maminya duduk di depannya, Jani menatap Maminya, "Jani nggak mau, tapi dia terus menyentuh Jani ma, dia mau sentuh Jani, mukul Jani. Tapi Jani tusuk, Jani udah nakal kan ma." kata Jani menatap Maminya, Aurel yang mendengarnya menggeleng, lalu menyentuh pipi itu.

"Anak Mami tidak nakal, coba Mami liat tangan Jani nak." pinta Aurel, lalu membersihkan tangan putrinya dengan tisu, "Tangan Jani bersih sekarang." kata Aurel lalu mencium tangan putrinya, ia menatap wajah putrinya yang memerah dan banyak lebam, bibirnya robek, di lehernya juga banyak kemerahan, bajunya kusut dan robek Aurel menatap lelaki itu,"Bajingannn." Aurel rasanya belum puas, ia mengatakan dengan penuh penekanan lalu menangis.

"Dia mau jadi pelanggan Jani ma, Jani tidak mau." katanya, Aurel mengangguk, "Maafkan Mami ya sayang." kata Aurel tidak tahan lagi.

Ia menatap putrinya, "Dia sentuh Jani sampai dimana?" tanya Aurel, Jani diam, dan menatap pisau itu, aurel kemudian memeluk tubuhnya erat, "Jangan bilang-bilang siapapun ya, kalau Jani menusuk lelaki itu, tangan Jani akan bersih selamanya." tanya Aurel membuat Jani menatap Maminya, "Tapi Jani bunuh om Abra ma."

"Jani nggak usah merasa bersalah, apa yang hari ini terjadi cukup menjadi rahasia Mami dan Jani saja ya nak."

"Tapi karena Jani Ma-."

"Jani nggak salah apa-apa, sampai situ saja. Mami akan marah kalau Jani ceritakan hari ini pada siapapun. Jani sudah melakukan hal yang benar, jadi ini biar menjadi rahasia Jani sama Mami aja ya, biarkan Mami yang mengurus masalah Jani. Nggak boleh Jani bilang-bilang masalah ini pada siapapun, ya nak" kata Aurel menatap wajah putrinya lalu menciumnya haru,  Aurel datang terlambat, saat Aurel datang, putrinya bersembunyi di sisi lemari ketakutan, penampilannya berantakan, sangat berantakan.

"Ini rahasia kita saja ya sayang." kata Aurel mendekap tubuh itu erat.

Apakah bajingan itu sudah berhasil menyentuh putrinya? Aurel Benar-benar ingin membunuh lelaki itu dua kali, Aurel menangis memeluk  putrinya. 

Tidak lama kemudian, suara ambulans terdengar di depan rumah mereka, lalu terdengar suara ketukan. Aurel kemudian berdiri dan berjalan ke arah pintu,  "Aurel." panggil lelaki bernama Satria itu.

"Saya merasa tidak bersalah mas, ibu mana yang bisa diam saja melihat putrinya di perlakukan seperti itu. Saya memang rusak, tapi saya benar-benar tidak ingin membiarkan putri saya ikut rusak seperti saya. Saya menjaganya terus dari kecil mas. Lelaki itu nggak mau berhenti sebelum mendapatkan keinginannya, saya hanya melindungi anak saya!" kata Aurel membuat Satria memijat pangkal hidungnya 

Lalu menatap Aurel lekat, "Ikut ke kantor Aurel, jelaskan semuanya di kantor polisi" kata Satria, lalu Satria menatap Jani yang berantakan.

"Haruskah menghubungi ayahnya."

"Nggak! Seseorang akan datang menjemputnya, dan sampai orang itu datang Jani akan ikut saya terus." kata Aurel membuat Satria mengangguk.

"Ke mobil Aurel, kamu harus di periksa terlebih dahulu, dan putri kamu harus di visum" katanya,  dan kedua wanita itu benar-benar nampak saling menguatkan.

••••

Seseorang wanita paruh baya nampak berlari di parkiran kantor polisi, ia tidak memperdulikan bagaimana anak lelakinya memperingatinya dari belakang untuk tidak berlari seperti anak kecil.

"Umi, astagfirullah." ujarnya melihat uminya, lelaki tampan itu pun dengan baju Koko yang ditimpa dengan jaket berwarna merah maroon dan juga celana panjang cingkrang nya, ikut berjalan tergesa gesa menyusul Maminya.

Saat wanita itu masuk kedalam kantor polisi, perhatiannya langsung tertuju pada wanita yang duduk di depan seorang polisi.

"Rell astaghfirullah, aku baca pesan kamuu di Instagram aku, aku sangat kaget sekalii." kata wanita itu menangis, "Jani dan kamu baik-baik saja kan?" tanya umi Ara begitu sayang dengan sahabatnya itu, sudah lama tidak bertemu, sekali nya dipertemukan malah di kantor polisi, "I'm fine Ra, anak aku, tolong dijaga ya, meskipun ada ayahnya, tapi hak asuh sudah jatuh sama aku, aku nggak percaya Jani sama ayahnya, istri mantan suamiku tidak suka Jani, jadi saya mohon jaga Jani sampai masalahku disini selesai."

Ara kemudian menatap kesekitarnya itu dan menemukan gadis kecil milik Aurel itu duduk di kursi, penampilannya membuat Ara begitu tercabik hatinya.

Lingga yang melihat tatapan uminya kemudian menoleh ke arah yang sama. Kearah anak perempuan yang duduk melamun, dia diam, tidak seperti hari itu, yang mana selalu memandangnya terus menerus.

"Ka, kasih jaket kamu kasihan." kata Ara pada anak sulungnya itu membuat lelaki itu melepas jaketnya dan akan mendekat, sebelum umi mengambil jaket dan memakaikannya, barulah Jani menatap kearah wanita di depannya.

"Tante Ara?" tanya Jani, berarti sejak tadi dia melamun, pantas saja. Ara menganggukkan kepalanya, "Iya ini umi Ara, Jani bagaimana, ada yang sakit nak?" tanya Ara, Jani kemudian menoleh kearah lelaki yang juga menatapnya itu.

Tampan, jadi Jani sedikit merasa tenang. Lalu Jani  menatap umi Ara, ia mengangguk dan tersenyum.

Jani kembali menatap lelaki itu, dan akhirnya ustadz sudah melihat Jani, tapi di kondisi yang sudah seperti ini?

Lelaki ini baru melihat Jani saat Jani berantakan. Lingga mengalihkan tatapannya, karena Jani tidak mau melepas tatapan mereka seperti biasa.

"Ada yang sakit nak?" tanya Ara. dan Jani diam saja, menundukkan kepalanya, kata Mami hari ini adalah rahasia, berarti semua termasuk lukanya, adalah rahasia kan?

Aurel menatap Lingga lalu kemudian menyuruh Arabella mendekat, ia ingin membicarakan tentang apa yang putrinya alami dan hasil visum itu. Bagi Aurel membicarakan di depan anak lelaki Arabella tidak tepat.

Saat ditinggal berdua, karena Mami mereka berbicara empat mata, Jani menatap lelaki dewasa itu, lelaki yang mungkin mulai cukup penasaran dengannya, ataukah hanya pada luka luka Jani saja.

Karena Jani luka-luka dan tampak sangat berantakan, lelaki itu memperhatikan Jani sampai seintens itu. Jani memang ingin di kasihani, oleh lelaki ini saja, Jani suka dengan tatapan matanya, dan ketika dia bertanya tentang keadaan Jani, saat itu pula perhatian Jani sudah kembali tertuju padanya, "Apa yang terjadi?" tanya lelaki itu lagi, Jani kemudian menarik senyumnya pelan.

"Ustadz itu sudah terlambat." kata Jani pada lelaki tampan itu,  dan kemudian mengalihkan tatapannya pada kakinya.

Jani tidak menggunakan alas kaki. "Ustadz terlambat." katanya lagi, seharusnya tadi sepulang sekolah Jani ikut pulang ke Pesantren saja,  meskipun Kian menolak untuk pulang bersama.

Dan setelah mengatakan itu, Jani diam, sedangkan Gus Lingga menatap gadis kecil lekat. Lingga tidak tahu apa saja luka yang diterima gadis itu.

Hari itu Lingga bersimpati sebagai orang dewasa, bukan karena perasaan secara personal. Lingga belum jatuh cinta, sedangkan Jani berusaha tenang dan baik-baik saja, Jani diam, dan memejamkan matanya.

Hingga Ara dan Aurel keluar dari ruangan itu, mata kedua wanita paruh baya itu bengkak dan memerah.

Lingga melihatnya penuh tanya.

"Ikut sama umi Ara ya nak." kata Mami Jani dan memeluk tubuh ringkih itu erat.

"Ingatkan pesan Mami. Apa yang terjadi di rumah, itu adalah rahasia Jani sama Mami aja." bisik Aurel membuat Jani mengangguk kemudian memeluk Maminya erat.

Seharusnya Jani ke pesantren lebih awal, ketika Jani akan berdiri, Lingga menaruh sandal yang digunakannya di depan kaki Jani. Semua orang lupa jika dari tadi Gadis itu bertelanjang kaki.

Jani menatap Maminya, Maminya mengangguk.

Tapi itu terlalu besar

Jani menatap kearah Lingga, lalu memakai sandal yang cukup besar itu.

"Mami bagaimana?" 

"Jani sama umi Ara dulu ya, kalau ini sudah selesai, Mami akan jemput Jani lagi." kata Aurel membuat Jani menutup mulutnya.

Apa seharusnya hari itu Jani pasrah saja? tidak usah melawan?

Apa Jani sudah melakukan kesalahan fatal?

post-image-67d92b2102700.png

Makasih udah baca bab 4 novel Linggar Jani makasih udah meninggalkan komentar juga💜 Jangan kelupaan Love ya🏻

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya 05. Linggarani— Ustadz Galak Milik Jani
13
3
Part 5 Hari Pertama di Pesantren
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan