
Memahami mertuaku adalah awal dari keputusanku untuk mengambil sikap untuk menjauh untuk mental health yang lebih baik.
Setelah kalimat pertama yang menyakitkan itu keluar dari bibirnya, tentang nasi gorengku yang putih sedangakan anaknya suka yang warnanya hitam. Aku mulai mengambil jarak. Tidak secara terang-terangan, tentu saja. Sebagai menantu baru, aku masih bingung bagaimana harus bersikap. Haruskah aku tetap berusaha dekat? Atau lebih baik menjaga batas aman supaya hatiku tidak terluka?
Aku sempat bertanya-tanya, apakah ini hal yang biasa bagi para mertua? Apakah dia hanya ingin memberi tahu selera anaknya tanpa maksud buruk? Aku mencoba untuk tidak memasukkannya ke hati. Aku berpikir, ah, sebentar lagi beliau akan kembali ke Jakarta, dan semuanya akan kembali seperti semula. Jauh terasa wangi, dekat baru akan tercium baunya.
Tapi kemudian, semuanya berubah.
Ketika anakku berusia satu tahun, dia ikut neneknya ke Jakarta. Keputusan itu kubuat dengan air mata berlinang, karena Aku kesulitan mencari pengasuh yang bisa dipercaya, sementara suamiku sedang merancang kepindahan kami ke Jakarta demi kehidupan yang lebih baik. Jadi aku pikir, untuk beberapa bulan, biarlah anakku lebih dulu tinggal bersama mertua, sementara kami menyusul nanti, setelah tahun ajaran baru selesai dan aku boleh resign.
Dan sejak pindah , karena semakin dekat, pasti baunya mulai tercium sehingga babak baru dalam hubunganku dengan mertua semakin rumit.
Kami memang tidak tinggal serumah, tetapi rumah kami berada di kompleks yang sama sehingga mengharuskan kami harus tetap berinteraksi, apalagi anak pertamaku, yang sempat ikut beliau berbulan-bulan sangat dekat dengan neneknya, hal ini yang sering membuat kami berselisih pendapat , soal cara mengasuh anak, soal menu makan dan lainnya. Ada banyak perbedaan, ada banyak ketidaksepahaman yang kalau diceritakan bisa seperti telenovela yang berjilid-jilid dan tak bakalan ada tulisan the end . Tapi semua sudah berhasil aku lalui jadi kalau ditanya bagaimana hubunganku dengan mertua? So far so good. Meskipun berliku dan penuh drama, aku tetap berusaha menghormatinya. Dia tetap ibu dari suamiku, nenek tersayang dari anakku dan yang paling penting , aku tidak ingin membuat suamiku serba salah.
Akhirnya setelah hubungan yang so far so good itu memasuki usia ke 28 tahun dengan begitu banyak drama yang sudah aku lalui sejak menjadi seorang menantu. Aku memutuskan mengambil satu sikap : MENJAUH darinya. Aku memutuskan hanya bicara seperlunya saja, lebih sedikit dari yang dulu-dulu, tidak mau interaksi terlalu dekat, agar tidak perlu terus-terusan sakit hati.
Aku banyak merenung dan mencoba memahami, alasan terbesar mengapa hubungan kami terasa sulit bukan hanya karena dia adalah ibu mertuaku yang menurut orang-orang hubungan mertua dan menantu itu memang tak pernah harmonis dan pada akhirnya aku menyadari satu hal yang membuat hubungan kami terasa asing dan jauh itu terjadi karena sifat kami yang semuanya bertolak belakang.
Aku ingin berbagi sedikit tentang sifat-sifatnya yang membuat hubungan kami selalu berjarak. Bukan untuk menghakimi, hanya sebagai bahan refleksi, agar keputusanku untuk menjauh itu adalah keputusan terbaik bagi aku dan dirinya , agar aku tidak perlu emosi tingkat tinggi bila berhadapan dengannya dan dia tidak perlu merasa tersakiti karena menganggapku menantu kurang ajar yang berani melawannya.
1. Princess Syndrome
Mertuaku terlahir di keluarga kaya. Dia selalu beranggapan orang itu lebih rendah dari dirinya. Pembantu tidak boleh makan di meja yang sama. Piring dan gelas pembantu dibedakan . Dia memang berbicara dengan nada lembut, tapi sering kali kata-katanya menusuk tanpa dia sadari. Mungkin dalam pikirannya, dia tidak bermaksud menyakiti, atau bahkan tidak menyadari bahwa ucapannya bisa melukai hati orang lain.
Dia sering berkata di depan orang-orang, “Aku selalu beli makanan buat pembantuku. Aku nggak pernah pelit soal makanan"
Tapi kenyataannya? Lemari tempat dia menyimpan kopi, teh, dan makanan ringan dikunci rapat. Pembantunya bahkan tidak bisa mengakses gula , kopi tanpa minta izin dulu darinya.
Di sinilah kami bertolak belakang. Aku bukan terlahir dari keluarga kaya, jadi aku tidak pernah beranggapan orang lain lebih rendah dariku. Aku memperlakukan asisten rumah tanggaku seperti adik sendiri. Bahkan, aku mengajak mereka merayakan setiap ulang tahun mereka dengan makan di restoran. Bagiku, orang yang bekerja di rumah adalah bagian dari keluarga, bukan sekadar ‘orang luar’ yang hanya menerima perintah. Mereka akan makan di meja yang sama denganku dengan piring dan gelas yang tidak berbeda.
Sifat mertuaku yang selalu menganggap orang lain lebih rendah darinya adalah sifat bawaannya yang sudah bercokol berpuluh tahun dalam dirinya, tidak bisa lagi kuperbaiki, tidak bisa aku merubah sifatnya seperti sifatku, jadi aku menerimanya , selama dia tidak memperlakukan hal itu di rumahku. My home my rules , kalau dia mau melakukan hal itu di rumahnya, tidak masalah bagiku. Tapi dia seperti tidak tahu dan selalu ingin agar aku menjadi seperti dirinya , kalau dia datang ke rumahku,dia akan berkomentar “ pembantu jangan terlalu di manja. dan bla..bla bla .. lainnya.”
Selama dia hanya berkomentar, aku mendiamkannya saja. anggap aja angin lalu. Aku juga uda selesai dengan drama-drama itu karena sekarang aku tidak pake pembantu yang nginap lagi. jadi dia tidak bisa mengatakan apa-apa lagi tentang sifatku yang tidak pernah memperlakukan pembantuku sebagai orang yang lebih rendah daripada dirku.
2. Lack of Empathy
Ada satu kejadian yang membuatku benar-benar sadar bahwa empati bukanlah sifat ibu mertuaku
Suatu hari, ada salah seorang saudara yang bercerita, “Aku dulu waktu kecil pernah naik kapal ke Jakarta. Perjalanan lautnya panjang dan melelahkan.”
Bukannya merespons dengan simpati, mertua malah menimpali, “Oh, kalau aku dari kecil sudah naik pesawat. Zaman dulu, saat orang-orang cuma naik kapal, aku sudah kemana-mana pakai pesawat. Saat jarang orang pernah ke luar negeri, kami tiap liburan selalu ke luar negeri.”
Aku yang mendengar hanya bisa menghela napas. Dia tidak sadar bahwa kalimatnya bisa melukai perasaan saudara yang bercerita tadi. .
Tapi ada suatu kejadian, saat dia membanggakan dirinya saat kami di mobil dalam perjalanan pulang dari suatu tempat.
"Dulu ipar-iparku paling suka ngikutin aku kalau liburan keluarga ke Hongkong. Soalnya aku yang paling hapal rute MRT Hongkong. Aku juga tahu tempat belanja yang bagus, restoran yang enak, karena aku dari muda sudah terbiasa keliling dunia, sedangkan mereka kan dulu miskin jadi belum pernah."
Saat itu, aku benar-benar tidak bisa menahan diri lagi. Aku tidak suka sifatnya yang sombong dan lack of emphaty itu.
"Ma, coba sebutkan negara mana saja yang sudah pernah Mama kunjungi?" tanyaku, menantangnya dengan senyum kecil.
Dengan percaya diri, dia menjawab, “Singapura, Malaysia, Hongkong, China. Australia”
Aku tertawa . "Ma, itu bahkan belum seperdelapan dunia. Bahkan belum setengah Asia. apalagi seperti yang mama sebutkan sebagai keliling dunia, Jadi jangan sombong bilang sudah keliling dunia, malu-maluin aja kalau didengar orang yang sudah benar-benar keliling dunia."
Dia terdiam. Tapi kemudian menjawab dengan nada tak mau kalah
"Yah, bagiku, dulu saat orang-orang belum pernah ke mana-mana, aku sudah bisa terbang ke negara-negara tersebut, itu uda hebat karena ayahku kaya. Setelah menikah yang membuatku jarang jalan-jalan."
Aku melirik bapak mertuaku yang hanya diam. Sekali lagi dia berbicara tanpa merasa kalau kata-katanya itu bisa melukai hati mertuaku. Aku juga akhirnya memilih untuk diam karena tidak ingin menyakiti perasaan bapak mertuaku yang sangat aku sayangi, kalau aku memperpanjang perdebatan kami, aku tahu pasti ayah mertuaku yang akan serba salah, selain juga tentunya suamiku.
Percuma berdebat dengan orang yang tidak sadar bahwa kata-katanya menyakitkan. Dan aku tahu, ini bukan hanya tentang empatinya yang minus, tetapi juga karena dia ada sifat lainnya, seperti
3. Manipulatif & Drama Queen
Sebenarnya, dua sifat sebelumnya sudah cukup menjelaskan bagaimana sikap mertuaku yang sangat bertolak belakang dari sifatku. Tapi ternyata, ada satu hal yang membuat semuanya semakin rumit : Kemampuannya memutar balik keadaan agar selalu terlihat sebagai korban.
Setiap kali ada orang yang mencoba memberitahunya bahwa sikapnya salah, dia tidak akan menerimanya begitu saja. Sebaliknya, dia akan memanipulasi keadaan, mencari alasan, dan akhirnya membuat orang lain merasa bersalah.
Contohnya? Seperti kasus keliling dunia-nya itu. Saat aku mengingatkannya bahwa negara yang pernah dia kunjungi bahkan belum seperdelapan dunia, dia langsung mencari pembenaran: “Ya, sejak menikah aku memang jarang jalan-jalan.” Seolah-olah, pernikahan adalah penyebab mengapa dia tidak bisa bepergian lebih jauh.
Dan kalau manipulatifnya tidak berhasil, maka jurus berikutnya akan keluar sifat drama queen.
Aku ingat satu kejadian saat acara makan siang keluarga bersama abang suamiku dan beberapa sepupu. Saat itu, bapak mertua baru saja meninggal, dan tiba-tiba dia berkata dengan wajah sedih:
"Kalau papa kalian masih hidup, aku ini lebih gampang ke mana-mana. Sekarang, bahkan mau ke dokter gigi saja aku bingung, nggak tahu siapa yang mau antar aku."
Kami semua diam. Tapi kemudian, salah satu sepupu langsung menanggapi dengan nada kesal,
"Tante, nggak usah drama deh. Kalau tante bilang mau ke dokter gigi, aku yakin Koko A dan Koko M (suamiku dan abangnya) pasti langsung antar. Jadi nggak usah ngomong kayak gitu. Seakan-akan kedua anak tante menyiksa tante. Kalau tante nggak ngomong tentang sakit gigi, siapa yang tahu? Emang mereka mentalis, bisa baca pikiran tante?"
Saat itu aku hampir tertawa karena jujur, aku setuju dengan sepupuku.
Tapi tentu saja, mertua tidak tinggal diam. Langsung dikeluarkan jurus manipulatif dan drama queennya :
"Bukan aku nggak mau bilang… Tapi kan aku takut mereka sibuk dengan pekerjaannya . Aku ya lebih baik diam saja dan menahan sakitnya."
Duh! Benar-benar dia pantas dapat piala Oscar.
Saat itu, aku kembali hanya bisa menghela napas panjang. Aku sadar, tidak ada gunanya mendebatnya atau meluruskannya Akhirnya, aku memilih jalan terbaik untuk diriku sendiri: menjauh. Aku tidak mau lagi masuk dalam permainan manipulatifnya. Tidak mau lagi berdebat atau mencoba membenarkan atau menyalahkan tindakannya. Aku sudah belajar satu hal penting:
Kita tidak bisa mengubah suara burung gagak menjadi semerdu burung nuri.
Jadi, biarlah dia dengan semua sifatnya. Aku sudah merdeka dengan memilih menjauh .
4. Abu Bakar : Sifat Adu Domba
Ada satu lagi sifat sang Ibu Mertua yang makin memperjelas kenapa hubunganku dengannya selalu berjarak, karena aku tidak memiliki sifat seperti dirinya.
Aku menyebutnya sifat Abu Bakar, bukan karena dia mirip sahabat Nabi, tapi karena dia jago sekali membuat api! Bukan api semangat, tapi api pertikaian.
Mertuaku senang sekali memanas-manasi hubungan antar ipar. Aku dan iparku memang tidak cocok, dan alasannya panjang seperti serial silat Kho Ping Ho, ( mungkin akan aku ceritakan di buku lainnya) Tapi meskipun begitu, aku masih bisa menilai mana yang benar dan mana yang sudah keterlaluan.
Suatu hari, dia datang ke rumahku dan berkata,
"Net, mama boleh titip barang-barang berharga mama di safe deposit mu?"
Aku langsung waspada. Kenapa tiba-tiba mau titip barang? Aku sudah berniat menolak, karena aku tahu ini bisa jadi sumber masalah dengan abang suamiku dan tentunya iparku.
"Kenapa, Ma?" tanyaku.
Dengan entengnya, dia menjawab,
"Yah… Mama nggak mau titip ke dia. Kamu tahu kan, dia nggak bisa dipercaya. Latar belakang keluarganya kan nggak baik."
Saat itu aku langsung merasa jengah.
Aku memang tidak cocok dengan iparku, tapi aku tahu kata-kata seperti itu tidak pantas diucapkan. Ini jelas upaya adu domba. Seolah-olah dia ingin aku ikut menambah-nambahkan dan menjelek-jelekkan iparku.
Jadi aku langsung menjawab,
“Mama ini nggak bisa jadi mertua yang bijak ya? Aku memang nggak cocok dengan dia, tapi mama nggak pantas ngomong seperti itu. Ini namanya adu domba, Ma. Aku nggak mau ikut-ikutan. Mama bisa ngomong menjelekan dia di depanku , tentu mama akan melakukan hal yang sama , menjelekkan aku di depannya. ”
Dan seperti yang sudah bisa ditebak, begitu ditegur, jurus manipulatif dan drama queennya langsung keluar:
"Oh… Aku nggak pernah menjelek-jelekkan kamu. Aku paling sayang sama kamu. "
Aku sudah muak dengan alasan-alasan klisenya. Jadi aku langsung menegaskan,
“Udah deh, Ma. Nggak usah ngomong sayang aku segala. Cukup jadi orang tua yang bijak saja.Jangan suka adu domba”
Tapi tentu saja, dia tidak akan berhenti sampai di situ.
"Aku ini kan hanya nggak tahu cara bicara yang benar, aku bukan adu domba. Aku kan nggak punya teman. Aku kan selalu di rumah. Aku kan ibu rumah tangga biasa, tidak seperti kamu yang banyak teman "
Duh, bosan banget aku dengar alasan ini. Jadi aku pun menanggapi,
"Ma, kalau mama merasa nggak bisa bicara dengan baik, ya upgrade diri . Pergi belajar di John Robert Power supaya tahu cara bersikap dan berbicara yang benar, tanpa menyakiti orang lain."
Setelah aku mengucapkan itu, aku langsung menyesal.
Bukan karena aku merasa bersalah, tapi karena aku sadar: sia-sia saja buang energi untuk menjelaskan sesuatu yang dia tidak akan pernah mengerti, manalah seorang burung gagak tau tentang John Robert Power. Huh!
Dulu, aku sering ada perasaan tidak enak, sedikit bersalah setiap aku menyela dengan kata-kata yang cukup keras kepada mertua. Tapi setelah bertahun-tahun menghadapinya, aku sadar satu hal: Aku bukan menantu durhaka untuk keputusanku menjaga jarak.
Aku akan tetap menghormatinya. Aku akan bersikap seadannya dan aku memilih untuk tidak membiarkan diriku terus-menerus terseret dalam drama yang dia ciptakan.
Karena pada akhirnya, aku juga berhak untuk hidup tenang, damai dan bahagia tanpa terseret dengan drama-drama yang dibuatnya.
Aku berbagi cerita ini bukan untuk mengeluh, tapi untuk memahami.
Sebagai menantu, kadang kita sering merasa berada di posisi yang serba salah. Tapi dengan memahami karakter mertua, kita bisa lebih siap menghadapi situasi tanpa terbawa emosi. Dan yang lebih penting, kita bisa belajar agar kelak, saat kita menjadi mertua, kita tidak mengulangi pola yang sama.
Begitulah kisahku, di bab selanjutnya, aku akan bercerita tentang curhatan teman-temanku tentang mertuanya. Nantikan kelanjutannya.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
