Ch. 2 — Sterminatore and Training
MARIEL hari ini berulang tahun yang kesepuluh.
Hampir tiga tahun telah berlalu sejak Lukhiel memberinya pelatihan fisik bak neraka. Dalam masa tersebut, Mariel benar-benar difokuskan meningkatkan fisik dan stamina. Yang menjadi selingan dalam latihan hanyalah pelajaran berpedang dan bela diri tangan kosong.
Di waktu senggang, Mariel membaca berbagai buku yang Lukhiel bawa. Iblis itu selalu pergi di setiap hari ketujuh. Salah satu benda yang dia bawa adalah papan catur beserta bidak-bidaknya—permainan nomor satu yang digemari para bangsawan dan orang-orang kaya. Ia dan Lukhiel kerap bermain catur saat Mariel kehabisan buku untuk dibaca.
Dalam hampir tiga tahun ini, hubungan Mariel dan sang iblis telah benar-benar dekat.
Sedikit pun Mariel tak lagi merasa perlu waspada di hadapan iblis itu. Kadangkala ia sampai melempar serapahan ke wajah sang iblis—terutama saat Lukhiel berbuat curang dalam duel catur. Sebegitu dekatnyalah mereka. Walau penampilan Lukhiel tua, dia tak bersikap sok tua. Namun, tentu saja, Mariel tak sedikit pun mengorek masa lalu sang iblis.
Karena hari ini ulang tahunnya yang kesepuluh, latihan diliburkan sampai lusa.
Lukhiel sudah meninggalkan gua sejak tadi pagi; iblis itu bilang baru akan kembali dalam tiga hari. Jadi, selama tiga hari ini, Mariel hanya akan sendiri di gua. Dan tidak seperti dua tahun yang lalu, kali ini Lukhiel tak memagari gua dengan tombak anginnya. Mariel bisa mengatasi serangan sekelompok singa hutan sekaligus; Lukhiel memercayainya untuk bisa berjaga diri.
Dengan sebuah tombak di tangan, Mariel keluar gua setelah merapikan isinya. Ia tak beralas kaki; sandal jeraminya putus—dan tak ada cadangan jerami yang bisa ia pakai. Mariel hanya mengenakan kaos hitam lengan pendek dan celana hitam panjang sebetis.
Menutup mulut gua dengan tanaman rambat yang sengaja mereka tanam di atas gua, Mariel lantas berlari ke utara.
Di sana, sekitar dua puluh kilometer ke utara, ada bekas pedesaan yang telah lama ditinggalkan. Itu mungkin desa yang ibunya maksud, yang katanya akan menolong jika waktu itu ia melompat. Namun, berdasar penyelidikan Lukhiel, desa itu telah ditinggalkan lebih dari sepuluh tahun lalu. Mariel sudah melihatnya sendiri beberapa kali, dan menurutnya ucapan sang iblis benar.
Mariel ke sana bukan bermaksud mengunjungi desa itu lagi. Tujuannya tebing di sisi timur desa yang memiliki bagian yang bisa dipanjat.
Lukhiel belum mengajarkan Mariel cara menggunakan prana. Dia juga tak memberinya buku-buku yang berhubungan dengan prana. Jadi, Mariel tak bisa ke atas tebing secara leluasa. Ia harus melakukannya secara konvensional, dan dinding tebing di sana adalah tempat yang sangat sempurna untuk dipanjat.
Tentu saja, Mariel tidak pergi dengan tangan kosong.
Ia tak mau mengunjungi makam sang ibu tanpa membawa bunga apa. Ia terlebih dahulu mencari bunga-bunga untuk dibawa ke pusara. Meski sang ibu telah pergi hampir tiga tahun, ia ingin pusara itu selalu terawat. Mariel juga tidak tahu kapan Lukhiel akan mengajaknya pergi dari gua; ia takkan selamanya bisa mengunjungi makam sang ibu sering-sering.
Ini bukan kali pertama Mariel mencari bunga untuk dibawa ke pusara ibunya. Jadi, pencariannya tak memakan banyak waktu. Ia bisa mengumpulkan bunga-bunga hanya dalam beberapa menit. Dan tiga puluh menit kemudian, Mariel sudah merangkak pada dinding tebing—berusaha mencapai puncak.
Akan lebih mudah jika ia tak membawa tombak dan bunga-bunga, tetapi ini juga bisa disebut latihan.
Mariel akhirnya tiba di puncak tebing setelah hampir dua puluh menit. Ia menghempaskan tubuh, beristirahat dengan kedua tangan terentang. Napasnya sedikit tak beraturan, dan kedua lengannya cukup pegal—terutama jari-jari tangan. Mariel benar-benar memerlukan istirahat, walaupun sejatinya ia masih cukup kuat untuk beraktivitas berat lagi.
Tanpa prana, kemampuan manusia benar-benar terbatas. Meski Mariel telah berlatih keras di bawah siksaan Lukhiel hampir tiga tahun ini, dibandingkan pengguna prana terlatih ia masih tak ada apa-apanya. Untuk menjadi kuat seperti yang ibunya inginkan, Mariel masih harus menempuh jalan yang panjang. Tak ada metode kilat untuk menjadi kuat.
Menghela napas panjang, Mariel akhirnya bangkit setelah hampir lima menit beristirahat.
Belasan detik kemudian ia sudah berada di samping pusara sang ibu. Rumput-rumput yang tumbuh ia cabuti. Bunga-bunga ia taburkan dengan rapi. Barulah kemudian Mariel berbagi cerita kepada sang ibu. Tentu ia tahu ada kemungkinan sang wanita takkan mendengarnya, tetapi ia tak peduli. Mariel sungguh tak peduli.
———o———
Kerajaan Besar Camelot bisa dibilang berdiri di bagian tengah Benua Barat.
Di batas barat daya hingga barat laut kerajaan berdiri sekutu mereka, Kerajaan Denland. Di sisi utara Camelot ada Kerajaan Mangolla. Dari timur laut hingga sisi timurnya ada Kekaisaran Neiracia yang luas. Kerajaan Urakhna berdiri di arah tenggara. Dan berdiri tegak di selatan Camelot adalah musuh sepanjang sejarah mereka, Kerajaan Besar Celteckna.
Camelot kerajaan yang kuat, baik secara militer maupun ekonomi. Keduanya adalah alasan utama mengapa wilayah mereka tak pernah berhasil dicaplok negeri lain, padahal mereka dikelilingi negeri lain dari segala arah. Dan keduanya juga alasan mengapa Camelot tak berpikir mengekspansi wilayah mereka. Camelot bisa dibilang salah satu kerajaan termakmur di Benua Barat.
Kerajaan Besar Camelot total memiliki delapan kota besar: Pendragon, Londinia, Liveroel, Elchester, Birmithan, Gothhant, Brenthound, dan Britticia. Pendragon berdiri di pusat kerajaan, sementara kota yang paling timur adalah Londinia.
Dan di kota paling timur ini jugalah sekarang Lukhiel berada—tentu saja jari-jarinya tersembunyikan sarung tangan, dan matanya terhalang topi bundar lebar yang ia miringkan ke depan.
Berbeda dengan sebelum-sebelumnya, Lukhiel kali ini datang bukan untuk membeli kebutuhannya dan Mariel. Itu bisa ia lakukan sebelum kembali ke gua. Lukhiel hari ini datang untuk menemui salah satu anggota Serenity yang di waktu kunjungannya lalu meminta bertemu. Walau ia tidak menjadi bagian organisasi itu, mereka kerap berkomunikasi. Jika bukan ia yang mencari mereka untuk memeroleh informasi, merekalah yang mencarinya.
Lukhiel berjalan—dalam langkah yang menurutnya paling normal—pelan menyusuri jalan berbata Kota Londinia.
Celinee, nama setengah manusia setengah iblis yang meminta bertemu dengannya, tidak secara spesifik mengatakan lokasi pertemuan.
Wanita itu hanya meminta bertemu di Londinia. Ia juga tak bisa merasakan keberadaannya; Celinee mantan ninja dari Benua Timur sebelum “diculik” dan dijadikan bahan eksperimen. Dia sangat lihai dalam menyembunyikan hawa keberadaan. Karena itu, sedari tadi Lukhiel hanya berjalan menyusuri jalan-jalan kota.
“Tuan Lukhiel.”
Panggilan yang datang tiba-tiba itu mengejutkan Lukhiel. Ia benar-benar tak merasakan kehadiran pemilik suara—seperti yang bisa diharapkan dari seorang ninja. Namun, Lukhiel tetap tenang ‒ ekspresinya tak sedikit pun menunjukkan keterkejutan. Ia menoleh ke sumber suara setelah hampir dua detik berlalu, bersikap seolah sudah mengekspektasikan kedatangan Celinee.
“Terima kasih sudah datang, Tuan Lukhiel.”
Celinee wanita dengan tinggi 157 cm, berbalutkan baju panjang sepaha tanpa lengan dan kancing. Sabuk berwarna hitam menjadi penutup baju berwarna biru bermotif daun tersebut. Perban putih terlihat membaluti tubuh bagian atasnya, terlihat jelas dari sela-sela baju. Sementara itu, untuk bawahan Celinee hanya mengenakan celana hitam selutut dan perban putih yang membaluti seluruh kakinya. Dan sepasang sandal jerami menjadi alas kaki sang wanita.
Celinee memiliki rambut abu-abu panjang yang dia ikat dengan model ekor kuda. Warna rambut Celinee awalnya hitam, tapi berubah abu-abu sejak jantungnya diganti jantung iblis saat berusia sepuluh tahun. Wanita berkulit putih cerah dengan hidung agak mancung ini telah hidup sebagai setengah iblis hampir dua puluh tahun. Dan karena dia setengah iblis, ciri iblis Celinee hanya akan terlihat saat dia tak menekan kekuatan iblisnya.
“Apa yang mau kau bicarakan?” tanya Lukhiel, memendekkan jarak dengan sang ninja. “Jika memakan waktu yang lama, ayo ke luar. Akan merepotkan jika anggota Sterminatore mencurigaiku.”
Sterminatore ‒ organisasi pemburu iblis satu-satunya di dunia. Mereka memiliki markas di setiap benua dan hampir di setiap negeri. Masing-masing negeri mendanai operasi Sterminatore di negeri mereka. Maka dari itu, tak ada negeri yang aktif memburu dan melenyapkan iblis. Semua negeri telah sepakat memberikan amanat itu pada Organisasi Sterminatore.
Karena itu pula, anggota Sterminatore diberikan akses bebas masuk ke semua negeri yang ada.
Londinia tak terkecuali.
Ada cabang markas Sterminatore di kota ini. Namun, pemburu iblis yang berada di sini tak ada yang berada pada Tingkat 1.
Anggota Sterminatore memiliki enam tingkatan berdasarkan tingkat kekuatan dan pengalaman. Tingkat 5 yang terendah, dan Tingkat 0 yang tertinggi. Di kota ini, anggota Sterminatore yang tertinggi hanyalah Sterminatore Tingkat 2 ‒ jumlahnya pun cuma tiga orang saja.
Namun begitu, Lukhiel tetap tak ingin sampai keberadaannya diketahui. Ia telah berada di luar radar mereka cukup lama. Jika keberadaannya sampai kembali diketahui, Sterminatore akan kembali mengirim sekelompok anggota Tingkat 1 untuk memburu dirinya. Tentu saja ia tidak takut. Lukhiel hanya tak ingin direpotkan.
“Kita bisa bicara sambil berjalan, Tuan.”
“Kalau begitu, ayo.” Lukhiel langsung melangkah melewati sang wanita. “Kita ke arah barat.”
Celinee tidak memberi respons verbal, tetapi ia sudah menyejajarkan langkahnya dengan sang iblis.
“Jadi?”
“Ada laboratorium bawah tanah di tepi utara Kota Birmithan,” mulai Celinee dengan setengah berbisik. “Kami tak bisa menyusup ke dalamnya; dua anggota Sterminatore Tingkat 1 mengawal pintu masuk. Namun, kami sempat melihat salah satu asisten Dokter Lergen di Birmithan. Kami memang belum melihatnya mendatangi laboratorium itu, tapi jelas alasan keberadaannya di Birmithan bukan sekadar jalan-jalan.”
Dokter Lergen adalah orang yang bertanggung jawab di balik terciptanya makhluk setengah iblis setengah manusia.
Dia sendiri juga setengah iblis setengah manusia. Itu pula alasan mengapa dia masih hidup hingga sekarang. Lukhiel belum pernah bertemu pria itu secara langsung. Namun, dari apa yang ia dengar, dokter itu punya kekuatan besar dan sangat lihai bersembunyi. Itulah mengapa sampai sekarang Serenity tak kunjung bisa menghabisi sang dokter.
“Jika benar asisten Dokter Lergen punya urusan di laboratorium itu, dugaan kami selama ini kalau Anathema memiliki relasi dengan Sterminatore terbukti benar. Dokter Lergen memang selalu mengaku bekerja secara independen, tapi tak mungkin dia bisa mendapatkan banyak suplai jantung iblis tingkat atas jika klaim tersebut benar. Kita perlu memasuki laboratorium dan memastikan segalanya, Tuan Lukhiel.”
Anathema adalah organisasi yang menaungi iblis tingkat atas. Pemimpinnya adalah iblis tertua yang pernah Lukhiel ketahui. Dia juga iblis yang dijuluki Primordial Devil sebagaimana halnya Lukhiel. Namun, kekuatannya berada dalam kelas yang berbeda. Mungkin semua iblis tingkat atas—iblis tingkat bawah tak punya akal yang tinggi—setuju kalau dialah iblis terkuat.
Nessthanovla. Nama itu adalah teror bagi manusia mana pun yang pernah membaca atau mencari tahu tentang sejarah.
Maharaja Gilgamesh yang pernah membawa Kerajaan Besar Babilonia menuju kejayaan terbunuh dalam pertempuran melawan Nessthanovla. Hal yang sama terjadi pada Alexander Sang Penakluk – dia tewas setelah menantang Nessthanovla berduel. Bahkan, di antara Primordial Devil pun tak ada yang berani mencari gara-gara dengannya.
Jika Dokter Lergen benar-benar bersekutu dengan Anathema, dan Anathema memiliki hubungan dengan Sterminatore, dunia benar-benar berada dalam bahaya.
Namun, peluang Dokter Lergen mematuhi orang lain mendekati nol. Sementara itu, Nessthanovla tidak suka saat dia tidak dipatuhi. Kedua individu itu tak mungkin bisa duduk semeja. Nessthanovla akan terlebih dulu membunuh Dokter Lergen sebelum sang dokter bisa memainkan lidahnya.
“Kurasa kalian terlalu paranoid.” Lukhiel akhirnya memberi respons. “Nessthanovla tak mungkin akan sudi bekerja sama dengan Dokter Lergen. Dan dari apa yang sejauh ini kuketahui tentang Dokter Lergen, dia akan lebih cenderung memanfaatkan orang lain daripada bekerja sama.”
“Madam Rhemea akan mendengus mendengarmu menyebutnya paranoid, Tuan, tapi saya bisa melihat kalau Anda mungkin benar. Namun, kita harus tetap mengetahui apa isi laboratorium itu. Saya khawatir mereka melakukan eksperimen ‘itu’ di sana.”
“Jika mereka benar-benar anggota Sterminatore, dan asisten Dokter Lergen bekerja sama dengan mereka, aku hanya bisa menduga kalau mereka melakukannya di belakang organisasi. Itu juga menjelaskan mengapa mereka tak berseragam. Tapi aku ragu mereka berkhianat. Kau tahu sendiri kalau Glazzier sangat teliti. Jika kedua orang itu benar-benar berkhianat, Glazzier akan menghabisi mereka dengan kedua tangannya sendiri.”
Glazzier adalah satu-satunya Sterminatore Tingkat 0 di Benua Barat. Di tiap-tiap benua memang hanya ada satu. Sterminatore Tingkat 0 adalah pemimpin utama Organisasi Sterminatore di masing-masing benua. Mereka sangat kuat. Jika Glazzier berada pada satu jalan yang sama dengan dirinya, Lukhiel akan lebih memilih memutar dan mengambil jalan lain. Ia kuat, tapi tak ada jaminan kalau Lukhiel bisa membunuh Glazzier.
“Maksud Tuan?”
“Kemungkinannya mereka menerima tugas dari bangsawan penguasa Birmithan.”
“Tuan berpikir kalau walikota melakukan kegiatan ilegal, dia punya agenda menyelisihi aturan? Saya tak berpikir ada yang berani bermain di belakang Raja Arthur.”
“Mayoritas orang tamak memiliki ketakutan yang berlebih terhadap kematian. Jika ada cara untuk memperlama hidup, mereka akan menyambutnya dengan sumringah. Itu juga, kan, yang mendasari Dokter Lergen memulai eksperimen mengubah manusia menjadi setengah iblis? Itu pula alasan mengapa sangat sedikit negeri yang bersungguh-sungguh memburu Dokter Lergen. Tujuan akhir dokter itu memberi mereka daya hidup iblis tanpa mengubah manusia menjadi setengah iblis.”
Celinee mengepalkan kedua tangan mendengar penjelasan sang iblis. Dia sendiri adalah korban eksperimen. Dibandingkan Lukhiel, Celinee lebih memahami apa makna dari ucapannya. Meski tujuan Dokter Lergen terdengar mulia, tetapi jalan untuk menggapainya dipenuhi kekejian. Sebagai salah satu korban, sangat wajar jika Celinee merasa marah mendengar ucapannya.
“…Mayoritas penguasa hanya memusuhi Dokter Lergen di depan publik; di belakang publik mereka dengan sukarela mendukung makhluk itu. Lantas, bagaimana dengan Dewan Sterminatore? Apa mereka secara diam-diam mendukung Dokter Lergen?”
Dewan Sterminatore adalah petinggi Organisasi Sterminatore secara keseluruhan. Mereka berada di Benua Utara, dan di sana jugalah markas pusat organisasi berada. Dewan Sterminatore diisi orang-orang tua yang sebelumnya berposisi sebagai Sterminatore Tingkat 0. Lukhiel tidak tahu berapa jumlah mereka sekarang, tapi satu dekade lalu Dewan Sterminatore diisi enam orang.
“Kau harus pergi ke Benua Utara dan menyelidiki mereka secara langsung untuk mendapatkan jawabannya.”
“…”
Serenity adalah organisasi kedua yang paling dimusuhi Sterminatore. Hanya Anathema yang mengungguli mereka. Karena itu pula, tidak ada anggota Serenity yang dikirim ke Benua Utara. Rhemea takkan mau mengirim anggotanya ke tempat paling berbahaya bagi mereka. Sangat wajar Celinee tak menemukan kata untuk membalas ucapan sang iblis.
“Sebaiknya kita kembali pada inti pembicaraan,” lanjut Lukhiel hampir setengah menit kemudian. “Berapa banyak anggota yang kau bawa?”
“Kami hanya bertiga, Tuan. Aku meminta mereka untuk tetap mengawasi asisten Dokter Lergen.”
“Kalau begitu, mari bergegas. Kita perlu menangkap beberapa iblis kelas bawah sebagai umpan bagi kedua Sterminatore Tingkat 1 itu.”
Iblis oleh Sterminatore dibagi ke dalam dua golongan: iblis kelas atas dan iblis kelas bawah. Kedua golongan itu kemudian dibagi ke dalam beberapa kelas. Primordial Devil, Super Devil, dan Ultimate Devil; ketiganya merupakan kelas-kelas untuk golongan iblis kelas atas. Dan berikut adalah kelas-kelas untuk iblis kelas bawah dari yang terkuat hingga terendah: Rare Devil, Extra Devil, dan Lesser Devil.
Walaupun ada wujud fisik dari gerbang yang menghubungkan dunia bawah dan dunia atas, tetapi tak ada lagi iblis yang benar-benar keluar dari gerbang yang dikawal dua Primordial Devil itu. Entah sejak kapan, Lukhiel tidak tahu. Namun, sejauh yang ia ketahui, itu telah berlangsung lebih dari seribu tahun. Iblis muncul ke dunia atas di sekitar tempat terjadinya sebuah kematian manusia pada malam hari. Jika matinya pada siang hari, iblis takkan bisa muncul.
“Aku tak lihai merasakan keberadaan iblis saat mereka menekan hawa keberadaan,” lanjut Lukhiel sembari berbelok ke jalan di antara dua bangunan. “Aku mengandalkanmu menemukan mereka.”
Celinee mengangguk, dan mereka lantas mempercepat langkah.
Lukhiel punya firasat kalau urusan ini takkan bisa diselesaikan hanya dalam tiga hari. Ia tak mengatakannya pada Celinee karena berharap firasatnya tidak benar. Namun, sejak kapan firasatnya salah? Karena firasatnya belum pernah salah makanya Lukhiel memutuskan melatih Mariel.
Namun, Lukhiel tetap berharap ini takkan menjadi masalah yang berkepanjangan.
Meski ia bukan iblis berjuluk Primordial Devil termuda, Lukhiel barangkali yang terlemah. Ia tidak tahu jika ia bisa mengatasi individu sekaliber Raja Arthur IV. Yang jelas, ia takkan bisa meregenerasi tubuhnya jika sampai terkena pedang suci Excalibur. Dari total tiga belas senjata suci (yang katanya) peninggalan para dewa, Excalibur termasuk salah satu yang paling berbahaya.
Lukhiel bisa menang melawan pengguna “Sword of Salvation” karena wanita itu belum menguasai pedang suci ketiga belas tersebut. Wanita itu bahkan tidak tahu nama pedang yang dijuluki “Sword of Salvation”. Dia dan Raja Arthur IV berada dalam kelas yang berbeda.
Karena itu, Lukhiel berharap masalah tak sampai membuat mereka berurusan dengan sang raja.
———o———
Tiga hari berlalu dengan cepat.
Untuk kali kesekian, Mariel berdiri di hadapan sang iblis untuk melanjutkan latihan. Walau begitu, hari ini Mariel tidak bisa rileks. Lukhiel tak berbasa-basi. Setelah meletakkan barang bawaan sekembalinya dari kota kurang dari sepuluh menit lalu, Lukhiel langsung menyuruhnya keluar dan bersiap-siap. Sang iblis tak menjelaskan mereka akan latihan apa.
“Kita akan sparing hari ini,” kata Lukhiel sebelum Mariel sempat membuka mulut untuk bertanya. “Kita akan sparing sampai kau tak bisa lagi bergerak. Setelah itu aku akan mengajarkanmu menggunakan prana. Sudah saatnya aku meningkatkan latihanmu ke level yang lebih tinggi.”
Mariel membiarkan bibirnya melengkung tipis. “Hanya masalah waktu sampai Master mengatakan itu,” komentarnya. “Tapi ada apa? Aku mengira Master baru akan mengajarkanku menggunakan prana dalam satu atau dua tahun lagi.”
“Itu rencana awalku.” Lukhiel tak berkilah. “Tapi, kau perlu menjadi kuat secepat mungkin. Tanpa menguasai cara menggunakan prana, kau takkan bisa menghubungkan diri dengan spirit dalam dirimu. Kau takkan menjadi benar-benar kuat tanpa menggunakan kekuatan spirit.”
Lukhiel memang tak memberi Mariel buku tentang prana, tetapi buku tentang spirit ada. Jadi, ia sangat mengerti apa yang sang master katakan. Ia sangat-sangat paham.
Secara teori, spirit adalah jiwa para makhluk yang hidup pada masa dewa-dewi—termasuk dewa-dewi itu sendiri. Manusia sekarang adalah makhluk yang berkembang setelah era para dewa itu berakhir. Maka dari itu, setiap jiwa manusia yang lahir pasti selalu dibersamai oleh seorang/seekor spirit.
Memang, tak ada bukti dalam sejarah yang menunjukkan era itu pernah ada di dunia atas ini. Namun, tak ada satu pun teori lain yang menentang teori tersebut.
Keberadaan tiga belas senjata suci bahkan diklaim sebagai peninggalan mereka. Lebih dari itu, kekuatan spirit benar-benar nyata. Manusia bisa menjadi luar biasa kuat karena kekuatan para spirit. Itu sudah cukup diterima sebagai bukti.
“Tapi itu belum menjawab pertanyaanku,” tegas Mariel. “Ada apa? Kenapa kau ingin aku jadi kuat secepat mungkin?”
Lukhiel hanya tertawa, tetapi dengan cepat ekspresinya menjadi serius. “Hari di mana kau bisa membuat tubuhku berdarah, pertanyaan itu akan kujawab. Sekarang fokuskan dirimu, kita akan sparing.”
“Sepertinya tak ada yang bisa kukatakan untuk meyakinkan Master.”
Mariel menarik napas dalam-dalam, kakinya terbuka memasang kuda-kuda. Ia telah berlatih hampir tiga tahun, tetapi belum sekali pun melakukan sparing. Selama ini ia hanya berkelahi dengan para binatang, terutama para predator. Ini pertarungan nyatanya yang pertama. Mariel tak ingin mengecewakan.
“Maju!”
Dengan seruan itu, Mariel berlari memotong jarak di antara mereka. Ia membuka pertarungan dengan gaya. Mariel langsung melompat melayangkan kepalan tangan kanan pada wajah sang iblis. Sang master selama ini selalu tertawa melihat dirinya bergulat dengan para binatang, ia akan gunakan kesempatan ini untuk membalasnya.
Namun, sebelum pukulan Mariel sempat mengenai target, kaki kiri sang iblis telah terlebih dahulu menghantam sisi kiri badannya. Tendangan itu tidak pelan; Mariel sampai terpental lalu terseret hingga belasan meter. Untungnya tulang Mariel tidak retak; Lukhiel masih tahu cara menahan diri.
“Itu cara terburuk membuka serangan,” komentar Lukhiel yang kaki kirinya masih di udara. “Serangan pembuka yang seperti itu hanya bekerja pada lawan yang tak secara signifikan lebih kuat darimu.” Lukhiel menjatuhkan kakinya dan memperpendek langkah dengan sang murid. “Berdiri. Coba bertarung dengan strategi sebagaimana kau mengalahkanku dalam permainan catur.”
Mariel telah melakukan hal yang sembrono. Tetapi itu bisa dimengerti. Ia terlalu bersemangat untuk memberi pelajaran pada sang iblis. Ia ingin membuka pertarungan dengan gaya. Itu bekerja pada singa hutan, harimau, dan badak hitam. Jadi, Mariel melupakan fakta kalau yang ia hadapi adalah iblis berjuluk Primordial Devil.
“Itu kau yang memintanya, Master.” Mariel berdiri dalam hitungan detik. “Aku akan menyerangmu dengan serius.”
“Bagus. Tapi pastikan kau tetap menjaga pertahananmu. Hanya karena kau tahu aku takkan membuatmu terluka kelewat parah bukan berarti kau bisa mengabaikan pertahanan. Pertarungan yang sesungguhnya akan membuatmu terbunuh jika kau sedikit saja membuka ruang untuk diserang lawan.”
Mariel mengangguk mengerti. Gurunya memang kejam dalam latihan, tetapi semua yang dia lakukan benar-benar demi perkembangan Mariel. Lukhiel juga cukup berpengetahuan dan memiliki pengalaman yang tak perlu diragukan lagi. Ia selalu mendengar dengan saksama petuah yang sang master berikan dan menerapkannya sebaik mungkin.
“Maju!”
Mariel menjawab perintah itu. Tubuhnya menyongsong maju dengan kecepatan paling tinggi yang tubuhnya mampu. Hanya keseriusan yang mewarnai ekspresinya. Ia melesat dalam garis lurus, kepalan tangannya juga mengayun lurus. Lukhiel sudah mengantisipasi. Tetapi tiba-tiba Mariel merendahkan tubuhnya dan meluncur melewati sisi kiri tubuh sang iblis.
Ia tidak tahu jika ia berhasil mengecoh sang master atau tidak. Pun Mariel tak membiarkan hal itu mengganggunya. Ia segera berdiri, berbalik, dan langsung menyerang Lukhiel dari belakang. Cara ini bekerja pada predator berukuran besar, Mariel berharap bisa sedikit memberi kejutan pada sang master. Ia memanfaatkan posturnya yang kecil untuk mengambil keuntungan.
Tetapi harapan hanyalah sebatas kata kosong yang tak bermakna bila tak didukung kekuatan yang memadai. Dan Mariel tidak memiliki kekuatan tersebut. Lukhiel hanya bergeser selangkah lalu berputar, dan pukulan Mariel berhasil dia hindari dengan sempurna.
Mariel tidak terkejut. Sangat mudah membayangkan sang iblis dapat menghindar. Karena itu, ia langsung mengambil tindakan dengan cepat. Memanfaatkan momentum yang membuat tubuhnya terdorong ke depan, ia menjatuhkan diri hingga kedua telapak tangan di tanah. Kemudian melepaskan tendangan ke samping dengan keras, menyasar sang iblis yang hendak menyerang.
Lukhiel memblok tendangan kedua kaki itu dengan mudah.
Namun, sebelum sang master memanfaatkan keadaan dan menendang kedua tangannya, Mariel memutar tubuhnya lalu berjungkir balik menjauhi Lukhiel. Ia tak mencoba mengulur waktu untuk melegakan napas; Mariel kembali menyerang, dan kali ini langsung dari depan. Paling tidak, ia perlu mencoba membangun momentum dengan serangan frontal.
Lukhiel memblok pukulan demi pukulan yang Mariel layangkan. Tendangannya juga diblok. Lukhiel tak bergerak dari tempatnya, dan ia juga hanya menggunakan tangan saja. Mariel tak mampu mendaratkan serangan walau hanya sekali. Ia terus-menerus menyerang secara beruntun dan agresif, tetapi Lukhiel terus memblok dengan efisien.
Pada detik ini Mariel tak punya pilihan selain bermain kotor. Mereka bertarung di area terbuka. Tak ada apa pun yang bisa dimanfaatkan. Lukhiel agak gila memintanya bertarung seperti bermain catur. Dalam catur, pion bisa membunuh bidak ratu, di dunia nyata? Lebih dari itu, ia tak punya bidak untuk dimainkan. Mariel terpaksa bergantung pada trik kotor demi menunjukkan perkembangan.
Mariel membungkuk menghindari tendangan sang master. Saat membungkuk ia memanfaatkan kesempatan untuk mengeruk permukaan tanah. Tanah yang ia remas itu ia sembunyikan dalam kepalan tangan. Kemudian Mariel berguling ke kiri, menghindari pijakan kaki yang Lukhiel layangkan. Sang master sepertinya mulai bosan bertahan. Gerak-geriknya menunjukkan dia ingin menyerang.
Situasi akan memburuk bagi Mariel jika ia biarkan sang master menyerang. Ia masih belum melupakan rasa sakit yang ia terima di awal. Karena itu Mariel tak menjeda waktu. Setelah berdiri ia langsung melesat menyerang sang master. Mariel kembali melepaskan rentetan tinju seperti yang sudah-sudah. Bedanya, kali ini ia memiliki objekif yang lain.
Setelah beberapa lama melepaskan rentetan serangan (yang kesemuanya diblok dengan mudah), Mariel akhirnya menemukan kesempatan. Bersamaan dengan Lukhiel yang menepis tendangan memutarnya, celah terbuka dan Mariel tak menyia-nyiakan itu. Ia langsung melemparkan tanah berpasir di tangannya ke wajah sang master.
Namun, tiba-tiba Lukhiel lenyap dari hadapan Mariel.
Tanah berpasir yang Mariel lempar hanya mengenai udara kosong, ia memandangnya dengan keringat dingin memenuhi pelipis. Ia bisa merasakan seseorang di belakangnya. Lukhiel bukannya menghilang; dia bergerak terlampau cepat untuk mata Mariel ikuti. Lebih dari itu, ia merasakan firasat buruk yang nyata.
“Dengan melakukan itu, artinya kau sudah mempersiapkan diri untuk yang terburuk, kan?”
“Ma-Master, ma-mari kita bicarakan ini baik-baik.”
“Kita bisa lakukan itu nanti. Untuk sekarang, cobalah bertahan dengan mengerahkan segala yang kau punya.”
…Mungkin seharusnya ia tak melemparkan tanah berpasir itu?
…
Tiga jam kemudian, Mariel telah terkapar tak berdaya ‒ ia sudah terlalu lelah untuk bergerak dan napasnya juga seakan sudah habis.
“Kerja bagus.” Lukhiel berhenti empat langkah di kiri Mariel. “Staminamu sudah jauh meningkat. Dan untuk ukuran manusia biasa, kau sudah tergolong cepat. Kau cukup kuat untuk menghadapi sekelompok manusia biasa.”
“Aku bahkan tak merasa senang dengan pujian itu, Master.”
Tidak mungkin Mariel senang dengan pujian, tidak setelah ia dibuat tak berdaya seperti tadi. Mariel terlalu lemah. Ia tak bisa membayangkan apa jadinya jika manusia tak bisa menggunakan prana. Mungkin dunia sudah berada dalam genggaman para iblis dan para manusia akan dikandangkan seperti ternak. Itu benar-benar mengerikan.
Tapi kalau semua iblis seperti master….
“Tapi karena itu pujian dari Primordial Devil seperti Master, kukira aku harus merasa tersanjung.”
“Sekali lagi kujelaskan, aku sudah tak sekuat tiga ratus tahun lalu. Mungkin saat ini aku adalah Primordial Devil terlemah. Jangan menjadikanku patokan kekuatan. Tapi mari kesampingkan itu. Seperti yang tadi kubilang, setelah beristirahat aku akan mengajarimu menggunakan prana.”
“Aku akan ingat itu. Dan Master, aku sedang beristirahat. Apa kau datang mau bilang waktu istirahatku sudah habis, begitu?”
“Oh! Aku akan senang mengatakannya, tapi bukan. Aku hanya mau memberitahumu tentang prana; kau bisa mendengarnya sembari tetap rebahan seperti itu.”
“Baguslah. Aku baru saja berpikir untuk menendang bokongmu saat nanti Master tertidur.”
“Ha-ha-ha. Lakukan itu, dan kau akan terbangun dalam keadaan tergantung di atas segerombol buaya. Sekarang dengarkan baik-baik.”
Lukhiel menjeda lalu mendudukkan diri.
“Semua makhluk berjiwa memiliki prana,” mulai sang iblis. “Prana adalah gabungan dari energi fisik dan energi spiritual. Jika kau kehabisan prana, tubuhmu akan lemah dan dalam situasi terburuk kau bisa mati.”
“Meski semua makhluk berjiwa memiliki prana,” lanjut Lukhiel, “tak semua orang bisa menggunakannya. Ada yang namanya ‘gerbang kekuatan’ yang mengunci prana agar tak keluar dari tubuh. Dikatakan, gerbang itu muncul karena keberadaan spirit. Karena itu, prana diperlukan untuk bisa bersinergi dengan spirit. Dan untuk bisa menggunakan prana, seseorang harus membuka gerbang tersebut.”
“Bagaimana dengan iblis?” tanya Mariel, teringat akan buku tentang spirit yang sudah ia baca. “Iblis tidak memiliki spirit di dalam diri mereka. Apa artinya Master bisa menggunakan prana sejak awal?”
“Pertanyaan bagus,” puji Lukhiel. “Dan seperti dugaanmu, iblis bisa menggunakan prana sejak awal. Iblis tidak memiliki spirit, fakta itu sebetulnya sedikit salah. Kau sudah tahu kalau iblis terlahir dari jiwa manusia yang memasuki dunia bawah. Dan yang harus kau pahami, spirit yang membersamai jiwa tersebut melebur ke dalam jiwa itu dan terlahirlah iblis. Setidaknya, itu menurutku. Kekuatanku merepresentasikan spirit yang dulu kumiliki semasa menjadi manusia.”
“…Karena itu makanya iblis menjadi kuat tanpa perlu berlatih.”
“Benar sekali. Tapi mari kita kembali ke topik pembicaraan.”
Mariel mengangguk.
“Apabila ‘gerbang kekuatan’ sudah terbuka, prana akan mengalir ke seluruh tubuh mengikuti sistem peredaran darah. Karena itu juga, dari semua organ, hanya jantung yang tak bisa diregenerasikan. Dengan prana yang mengalir ke seluruh tubuh, kekuatan fisikmu akan meningkat pesat. Jika kau berlatih dengan keras, berlari secepat angin bukan lagi hal yang mustahil untuk dilakukan.”
Mariel spontan mendudukkan diri setelah mendengar hal itu. Ia menghadap Lukhiel dengan cepat. Raut wajahnya tak coba menyembunyikan antusiasme tinggi yang meluap-luap. Ia seperti balita di hadapan mainan kesukaannya. Tetapi itu tak mengherankan. Menjadi kuat adalah hal pertama yang paling harus Mariel usahakan.
“Ada banyak kegunaan prana,” lanjut Lukhiel. “Tapi untuk sekarang, kita fokuskan pada hal yang tak berhubungan dengan spirit.”
Mariel mengangguk, sama sekali tak keberatan. Ia sudah mengerti metode sang master. Lukhiel melatihnya dalam tiga tahap: fisik, prana, spirit. Ia sudah difokuskan pada fisik selama hampir tiga tahun. Sekarang Lukhiel ingin memfokuskannya pada prana. Mungkin dalam dua sampai empat tahun ia akan dialihkan untuk menggunakan kekuatan spirit yang ada dalam dirinya.
“Prana bisa digunakan untuk berjalan di atas air dan berbagai objek cair lainnya. Para ninja dari Benua Timur menggunakan prana untuk berjalan pada langit-langit ruangan. Mereka juga punya yang namanya ninjutsu dan ninja art. Di Benua Selatan, prana digunakan sebagai energi sihir. Di Benua Utara, prana digunakan secara berbeda lagi. Namun, dari kesemuanya, bisa kubilang, tak ada yang bisa mengaplikasikan penggunaan prana lebih baik dari para ninja.”
“Di benua ini,” lanjut Lukhiel, “para petarung memfokuskan diri pada pengonversian prana menjadi elemen tertentu. Seseorang bisa menciptakan dan mengendalikan api, air, tanah, petir, dan bahkan angin dengan prana. Namun, seseorang umumnya hanya bisa menciptakan satu elemen saja. Ketika seseorang sudah bisa menciptakan air, menciptakan elemen lain akan sesulit menyatukan air dan minyak. Baik para ninja maupun penyihir, kesulitan ini menghantui semuanya. Para iblis juga begitu.”
“Master mengatakan ‘umumnya’, berarti ada pengecualian?”
“Apa kau pernah menemukan nama ‘Merlin’ dalam buku-buku yang pernah kau baca?”
“Merlin…yang membantu Maharaja Arthur mendirikan Camelot?”
Lukhiel mengangguk. “Merlin adalah satu-satunya orang yang bisa melakukan segalanya dengan prana. Dia bisa menciptakan berbagai elemen. Dia bisa menciptakan es, lava, dan bahkan mengontrol cuaca. Dia lebih tua dari iblis tertua sekalipun. Mungkin dia bisa menjawab pertanyaanmu tentang dewa. Namun, setelah Raja Arthur tewas di tangan Modred, Merlin menghilang. Hingga kini, tak ada jejak tentangnya.”
“Ah,” lanjut Lukhiel. “Di salah satu pulau yang aku sendiri tidak tahu di mana, ada yang namanya Menara Babel. Beberapa penyihir memercayai kalau Merlin berada di sana. Namun, tak pernah ada yang bisa membuktikannya. Karena itu, orang-orang beranggapan kalau Merlin sudah tewas. Tapi aku takkan terkejut jika dia masih hidup. Jika itu berhubungan dengan Merlin, tak ada yang bisa kita bilang benar-benar mustahil.”
“Sekarang kita balik lagi ke topik awal,” lanjut Lukhiel sebelum Mariel sempat memberikan respons terkait penjelasannya. “Petarung di benua ini memfokuskan diri mengonversikan prana menjadi lima elemen dasar. Petir adalah elemen yang paling jarang, dan api adalah elemen yang paling umum. Elemenku angin. Kau pun harus mempertimbangkan akan memilih elemen apa.”
Petir adalah elemen yang paling destruktif. Itu bisa menghancurkan apa saja yang dikenainya. Petir yang lemah bisa dinetralisir oleh tanah, tetapi petir yang kuat menghancurkan apa saja. Jika ingin fokus pada kekuatan destruktif, Mariel harus memilih petir sebagai elemennya.
Api adalah…api. Mariel tidak perlu berpikir banyak mengenai elemen ini. Ia sangat mengerti bahayanya api seperti apa. Yang jelas, ia takkan memilih elemen ini. Menggunakan elemen api berisiko besar merusak lingkungan. Pun itu akan mengganggunya jika ia diharuskan berada dalam situasi yang mengharuskannya menyerang secara sembunyi-sembunyi.
Tanah sangat berguna dalam berbagai hal, tetapi elemen ini kurang fleksibel. Mariel ingin menjadi petarung yang mengandalkan kecepatan; elemen tanah tidak cocok dengannya.
Hal yang sama berlaku pada elemen air.
Petir atau angin. Mariel tidak bisa memilih selain satu dari keduanya.
Itu kesimpulan yang Mariel dapatkan tentang elemen yang harus ia pilih.
“Tapi sebelum ke sana, pertama sekali kita akan membuka ‘gerbang kekuatan’ milikmu. Apa kau sudah siap, atau masih memerlukan waktu beristirahat?”
Ah, benar juga. Berpikir akan menggunakan elemen apa untuk ia gunakan tak berguna jika ia belum bisa menggunakan prana. Pertama sekali ia harus memastikan “gerbang kekuatan” miliknya dalam keadaan terbuka.
“Aku sudah siap, Master.” Mariel memutuskan.
“Bagus. Kalau begitu kuberi kau dua pilihan: mau cara yang mudah atau sulit?” tanya Lukhiel tanpa basa-basi, senyum tak menyehatkan bersemi di wajah sang iblis.
Mariel menelan ludah. Lukhiel adalah iblis, ia takkan melupakan fakta itu. Mudah bagi dia bisa jadi sulit, dan sulit bagi dia bisa jadi mudah. Namun, ada pula kemungkinan kalau mudah benar-benar mudah dan sulit benar-benar sulit.
“Kau takkan menjelaskannya sampai aku memilih?”
“Tentu saja. Tak ada serunya kalau kuberi tahu.”
Mariel mengelap keringat di pelipis, menarik napas dalam-dalam. “Yang mudah,” jawabnya, memutuskan memilih pilihan yang normal untuk dipilih.
“Kalau begitu berdirilah. Aku akan memukulmu dengan begitu keras sampai jantungmu berhenti sejenak, kemudian akan kupenuhi jantungmu dengan pranaku. Dan dalam sekejap kau akan bisa menggunakan prana.”
“Ka-Kalau pilihan yang sulit?”
“Kau hanya perlu bermeditasi sampai kau bisa merasakan keberadaan ‘gerbang kekuatan’ di dalam dirimu. Yang sulit dalam proses ini adalah waktu yang lama. Ada kemungkinan kau baru merasakannya setelah setengah tahun.”
Mariel tak bisa mengatakan ia telah membuat pilihan yang tepat, tetapi ia juga tak bisa mengatakan pilihannya salah.
“Sekarang berdiri dan persiapkan dirimu untuk rasa sakit yang tak terbendung.”
…Er, mungkin seharusnya ia memilih opsi yang sulit?
—End of Chapter 2—
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰