Sword of Salvation, Ch.108

5
3
Deskripsi

Ch. 108 — An Ultimatum of the End

DALAM Istana Kerajaan Besar Maxesonia, Glazzier menjabat tangan Vega sebagai simbol finalisasi berdirinya pasukan independen Benua Barat. Jika harus dipersingkat, intinya mereka menarik semua bekas anggota Sterminatore dari semua negeri. Sebab itu, Vega sendiri yang datang ke Maxesonia karena Glazzier sangat berjasa besar dalam terbentuknya pasukan independen.

Jika Glazzier bukan pemangku singgasana, adalah hal ideal membuatnya jadi pemimpin pasukan independen. Namun, Glazzier seorang raja; menjadikannya pemimpin pasukan independen akan menimbulkan penolakan dari semuanya. Karena itu, saat ini pasukan independen masih belum memiliki pemimpin tetap. Vega sendiri yang mengambil komando sampai Mariel kembali.

Jabat tangan itu mengakhiri pertemuan mereka. Glazzier menemani Vega keluar dari istananya. Mereka mirip dalam banyak hal, yang berbeda hanya gender dan usia. Setelah penguasa Kerajaan Celtekhna, Vega paling dekat dengan Glazzier. Dagnel dan Glazzier adalah dua orang yang tak membuat Vega perlu menguras banyak tenaga untuk membuat mereka mengerti.

"Sekali lagi terima kasih atas bantuanmu, Raja Glazzier."

"Jika demi stabilitas dan kedamaian benua ini, tak ada yang takkan kulakukan," tambahnya. "Setelah Mariel kembali, kita akan mengadakan pertemuan dewan."

"Tentu saja," gumam Vega disertai anggukan. Kemudian pemimpin Kerajaan Urakhna itu langsung berbalik dan meninggalkan teras depan istana. Namun, tiba-tiba kakinya terhenti tepat saat ia mengambil langkah yang ketiga. Portal dimensi telah muncul belasan meter di hadapan Vega.

Baik Glazzier maupun Vega langsung bersiaga. Mereka telah hapal prana Mariel, dan portal itu sama sekali tak meradiasikan prana pemuda itu. Walaupun sejauh ini mereka hanya tahu dua pengguna portal dimensi (Mariel dan Vega), tapi tak menutup kemungkinan kalau ada yang lain. Mereka harus mempertimbangkan kemungkinan terburuk.

Namun, tampaknya kesiagaan itu sama sekali tak diperlukan. Orang yang keluar dari portal itu tak lain adalah Mariel. Dan dia tak sendiri. Shin serta Marryphimia menyusul di belakangnya. Vega ingin menghamburkan diri dalam pelukan pemuda itu. Namun, ia punya sikap yang harus ia jaga. Terlebih lagi, atmosfer di antara mereka sangat jauh dari kata rileks.

"Kebetulan sekali kau di sini juga, Vega, kami jadi tak harus mencarimu lagi." Mariel berkata sebelum Vega maupun Glazzier sempat membuka mulut. "Aku tahu ada banyak yang mau kau tanyakan dan perlu dibicarakan, tapi saat ini bukan waktu yang tepat. Aku sudah me—"

Mariel tiba-tiba menghentikan ucapannya.

Tak ada yang bertanya kenapa. Itu tak diperlukan. Keterkejutan di wajah mereka menjelaskan semuanya. Mata mereka menengadah sebagaimana mata Mariel. Tanah telah bergetar, dan atmosfer langit juga berguncang. Seisi planet seakan dihentakkan. Tak satu pun dari mereka berlima yang panik, tapi hal yang sama tak bisa diberlakukan terhadap warga sipil.

Aurora perlahan-lahan mewarnai langit, padahal matahari masih bersinar seperti seharusnya. Pada saat yang bersamaan, para prajurit dan orang-orang istana berdatangan memandang ke atas dengan panik dan bingung.

                                °•°•°• ⁋⸸¶ •°•°•°

Dr. Lergen tersenyum puas melihat Romero, Bezigha, Enkara, Redkarna, dan Gillea menggunakan wujud iblis. Pupil mata mereka jadi vertikal, dan kuku-kuku mereka menghitam kelam. Dan yang membedakan mereka dengan iblis kelas atas lainnya, ada simbol tiga tanduk hitam seperti trisula di dahi mereka.

Mereka setara iblis primordial tanpa perlu menggunakan kekuatan spirit, batin Lergen sembari mengalihkan pandangan pada jantung raksasa di tangannya.

"Dokter." Enkarna menghampiri Lergen. "Apa yang akan kau lakukan dengan jantung itu? Apa gabungan dari jantung-jantung yang tersisa itu bisa berfungsi?"

Lergen mengedikkan bahu. "Aku tidak tahu," tukasnya tanpa beban. "Seperti yang kau lihat, kekuatannya tak stabil. Jika pun ini bisa berfungsi, ini tak bisa digunakan pada manusia. Barangkali akan kugunakan pada iblis kelas rendah."

Dari ekor matanya, Lergen melihat Enkara mengernyit. Entah apa yang dia pikirkan, sang dokter tidak tahu. Pun itu tak penting lagi. Yang jelas, apa yang baru saja ia katakan tak sepenuhnya benar. Dalam mode origin, Lergen akan bisa menyerap jantung tersebut untuk memperkuat dirinya. Namun, itu hanya akan ia lakukan jika tak menjumpai iblis yang menarik.

"Enkara, Lergen, ayo pergi." Romero menyeru, dia dan yang lainnya langsung melangkah tanpa menunggu mereka berdua. "Siegra sudah menekankan kita harus ke rumahnya setelah semua operasi selesai."

Mereka meninggalkan ruangan tanpa menutup pintu.

"Itu keputusan yang tepat, Dokter."

Enkara berbalik setelah mengatakan itu, melangkah menyusul Romero dan yang lainnya.

Lergen mengabaikan komentar sang raja. Ia memasukkan jantung besar tersebut ke dalam kotak kristal, menyandangkannya ke punggung. Barulah kemudian Lergen menyusul Enkara. Mereka melangkah menuju kediaman pemimpin mereka.

Dan tepat saat Romero membuka pintu rumah, seantero pulau bergetar. Bukan pulau saja, tapi udara dan atmosfer planet juga. Siegra, Ethera dan Kirayuki bergegas keluar. Lergen menyadari kalau Siegra jadi lebih kuat dalam mode biasa, tapi perhatiannya dengan cepat teralihkan pada aurora yang mewarnai langit.

"Ini lebih cepat dari yang kubayangkan," gumam Siegra dengan kening mengernyit.

Mendengar gumaman itu, Lergen dan yang lainnya langsung mengalihkan pandangan pada pria itu.

Sebelum meninggalkan labnya sekitar dua jam lalu, Siegra menuntut Lergen untuk menyelesaikan tugasnya dengan cepat. Keseriusan di wajah pria itu jelas menunjukkan ada hal yang tak beres. Lergen tidak tahu apa yang tadi Siegra lihat, yang jelas itu bukan hal yang kecil.

"Ada apa, Siegra?"

Pertanyaan Romero adalah pertanyaan yang ingin mereka semua tanyakan. Siegra menghela napas panjang, mulutnya lantas membuka. Lergen dan yang lain mendengar dengan serius setiap kata yang keluar dari mulutnya. Semakin banyak Siegra berbicara, semakin tegang wajah Romero dan yang lainnya.

Namun, bibir Lergen perlahan melengkung. Dalam hati ia tertawa gembira. Ini kesempatan yang bagus untuk mengetes kekuatan Ethereal Heart milikku, gumamnya.

                                °•°•°• ⁋⸸¶ •°•°•°

Nessthanovla membatalkan niatnya untuk meningkatkan jumlah pasukan elitenya. Ia menarik jiwa-jiwa mereka dan mengubahnya jadi empat bola energi, dan masing-masing bola energi itu dia berikan pada Lilith, Killiel, Noath, dan Cainabel. Mereka empat iblis primordial yang tersisa selain dirinya.

Selagi Lilith dan yang lainnya mempersiapkan diri mereka, Nessthanovla menghancurkan akses yang menghubungkan dunia atas dan dunia bawah. Akibatnya iblis takkan bisa muncul kembali ke dunia atas. Itu hal yang buruk bagi para iblis dan Nessthanovla sendiri, tapi saat ini akses tersebut memang perlu dihancurkan.

Menggelikan bagi Nessthanovla untuk bekerja sama dengan Siegra dan yang lainnya. Namun, ia tidak bebal. Nessthanovla mengerti kalau ia tak punya pilihan lain. Ia masih ingat ucapan Ruthlemia, dan tak sedikit pun ia meragukan kebenarannya. Harga dirinya memang sedikit tercoreng, tapi harga diri tak berarti apa-apa jika ia mati.

Setelah menyerap semua miasma hitam yang menyelimuti pulau tempatnya tinggal, Nessthanovla beranjak dari satu-satunya bangunan yang ada di pulau. Lilith dan yang lainnya sudah berada di luar saat ia keluar dari pintu. Ia mengangguk pada Lilith, secara tak langsung menyuruhnya membuka jalan ke Benua Barat.

Cainabel, Killiel, dan Noath tak mengatakan apa pun. Lilith mengangguk, tangan kirinya ia rentangkan. Dan sejurus kemudian, ular besar menyeruak dari sana. Kepala ular itu bahkan lebih besar dari bangunan tempat mereka tinggal. Kekuatan ular itu setara dengan rata-rata super devil.

"Kita akan benar-benar bergabung dengan Siegra dan Merlin?" tanya Cainabel memastikan.

Dari keempat bawahannya, hanya Cainabel yang sangat keberatan. Iblis betina berambut perak itu benar-benar tak menyukai manusia. Killiel dan Noath—dua iblis jantan yang memiliki model rambut yang sama, bahkan warnanya juga sama-sama hitam—tak begitu peduli. Sementara itu, Lilith tak pernah mempertanyakan setiap keputusan Nessthanovla.

Namun, sebelum Nessthanovla sempat merespons, pulau tempat mereka berdiri tiba-tiba bergetar. Begitu juga dengan udara dan atmosfer planet. Selang beberapa detik, aurora mulai mewarnai langit meski matahari masih bersinar. Dan tepat pada detik kedua puluh, hologram raksasa memenuhi langit.

Kening Nessthanovla langsung mengernyit.

                          °•°•°• ⁋⸸¶ •°•°•°

Mariel mengernyit melihat hologram Anzu yang seakan memenuhi langit. Sayap di punggungnya telah menciut jadi sepuluh pasang. Namun, model sayapnya telah berubah jadi seperti sayap spirit dewa kebajikan. Warnanya masih abu-abu, tapi setiap sayapnya telah berlapiskan energi putih keemasan.

"Anzu...?"

Gumaman itu keluar dari mulut Vega, dan pada saat yang bersamaan hologram raksasa Anzu membentangkan kedua tangannya.

"Namaku Anzu, penguasa alam semesta."

Suara itu menggema memenuhi seluruh penjuru planet. Suaranya sarat akan otoritas, seperti dewi yang memutuskan perkara di antara manusia. Tak tersirat sedikit pun kelembutan padanya. Hanya kekuatan, kekuatan, dan kekuatan. Anzu telah jadi lebih kuat dari sebelumnya.

"Wahai makhluk fana, dengarkanlah. Hari ini, detik ini juga, kuumumkan kalau hari akhir bagi kalian akan tiba esok hari. Matahari dan bulan akan kudekatkan. Tartaros dan Edevalha akan kuperlihatkan. Kebaikan dan keburukan tak lagi berarti. Segala angan-angan kalian akan berakhir. Semesta ini akan hancur, dan setiap jiwa yang ada akan musnah. Ini ketetapanku, dan tak ada dari kalian yang bisa mencegahnya."

Tak ada satu pun yang mengekspektasikan ultimatum itu. Semua yang mendengar terdiam dengan reaksi yang berbeda-beda di wajah. Bagi manusia biasa, ketakutan dan keputusasaan menyelimuti wajah mereka, apalagi saat matahari tiba-tiba meredup dan jadi lebih besar. Tak satu pun dari mereka yang meragukan kedewaan pemilik suara.

Orang-orang seperti Shin memasang raut wajah yang berbeda. Tak ada ketakutan dan keputusasaan. Walaupun keringat dingin memenuhi pelipisnya, ekspresinya jauh dari kata "takut" atau "putus asa". Justru sebaliknya. Ketertarikan dan semangatnya meningkat. Shin tak bisa mengelak kalau sosok hologram itu mustahil dia kalahkan, tapi itu justru jadi alasan yang membuat darahnya membara.

Vega mendecih, meludah ke kiri. Keterkejutannya sudah menghilang, tergantikan amarah yang mendalam. Sementara itu, Marryphimia melengkungkan bibirnya. Tak perlu dipertanyakan lagi alasannya apa. Marryphimia benar-benar terkesima. Hal seperti itu melampaui apa yang dia inginkan.

Glazzier seperti Mariel, keningnya mengernyit. Ia khawatir dengan kepanikan yang melanda kerajaannya.

"Hari ini hari terakhir kalian bisa menikmati hidup, dan malam ini malam terakhir untuk kalian tidur. Saat matahari dan bulan terbit berdampingan dari utara besok hari, api Tartaros akan membakar keempat penjuru semesta. Bintang-bintang akan musnah. Ruang semesta akan menciut. Para malaikat akan turun memusnahkan kehidupan. Tempat ini, tanah ini...takkan ada yang tersisa selain Benua Barat. Dari Benua Barat semesta bermula, dan dari situ semesta berakhir. Tak ada yang akan tersisa selain aku yang menguasai semesta."

Hologram Anzu langsung memudar setelah kalimat terakhirnya menggema ke seluruh penjuru planet. Getaran pada tanah dan udara juga menghilang. Pun aurora telah memudar. Yang tersisa hanyalah matahari yang memucat dengan ukuran yang jadi sepuluh kali lebih besar. Senyap menyelimuti seluruh area istana.

"Kukira tak perlu lagi kujelaskan alasanku ke sini," kata Mariel memecah keheningan yang membuat napas tercekat. "Itu alasan aku ke sini. Vega, Glazzier, aku perlu bantuan kalian untuk menggagalkan niat Anzu. Kita tak bisa membiarkannya berlagak seperti dewa."

                            —Pulau Avalon

Suara itu telah lenyap, hologram tadi juga menghilang, dan efek getaran serta aurora pun telah sirna.

Namun, Selena masih terdiam dengan wajah menengadah. Bukan dirinya saja, Merlin juga. Rhineyra dan Athrecia yang telah berhenti bertarung pun belum mengalihkan pandangan mereka dari langit. Rasa tak percaya akan apa yang mereka lihat dan dengar masih mewarnai wajah mereka berempat.

Keheningan yang menyelimuti mereka baru terhenti setelah hampir satu menit. Itu pun bukan karena ada yang membuka mulut, melainkan karena Athrecia yang jatuh terduduk. Sebagai penyihir, dia menyadari apa yang baru saja dilakukan Anzu adalah sihir yang tak mampu dia lakukan. Athrecia belum berada di level di mana sihirnya bisa memengaruhi seantero planet.

Merlin bisa melakukan sihir yang serupa. Ia bisa menggetarkan seluruh permukaan planet dan membuat hologram dirinya di atmosfer. Memerlukan waktu, memang, tapi dia bisa. Namun, membawa matahari mendekat dan membuat panasnya meredup? Bahkan Merlin pun tak bisa. Itu berada di luar kemampuannya. Matahari berbeda dengan bulan.

"Tak salah lagi dia yang mencuri Caliburn dariku," gumam Selena beberapa saat setelah Athrecia jatuh terduduk. "Nona Merlin, bagaimana kita akan menghadapinya?"

Pertanyaan Selena mengakhiri lamunan Merlin. Namun, ia tak lantas menjawab pertanyaan itu. Pandangan penyihir legendaris itu tertuju pada segel yang telah ia selesaikan. Sebelumnya ia yakin segel itu mampu menahan siapa pun masuk; kekuatan sarung pedang Sword of Salvation tak bisa diabaikan. Namun, sekarang Merlin jadi ragu.

"Itu pertanyaan yang sulit."

Empat kata yang keluar dari mulut Merlin itu sudah cukup bagi Selena sebagai jawaban. Jangankan Athrecia, dirinya, atau Rhineyra, bahkan Merlin telah kehilangan keyakinan. Selena juga yakin kalau Anzu melampaui semua dewa yang pernah ada. Jika semua dewa disatukan jadi satu dewa, belum tentu dewa itu bisa berbuat banyak terhadap Anzu.

"Pilihan kita hanya dua," tambah Merlin. "Mati dalam keadaan pasrah, atau melakukan yang kita bisa lalu mati. Atau...barangkali ada alasan kenapa kau memiliki sarung pedang itu, Selena. Mungkin aku terlalu mengharapkan keajaiban, tapi kupikir kau kunci keselamatan dunia ini."

Selena terdiam sejenak mendengar pendapat sang penyihir. Pikirannya spontan mengulas pertarungan kakeknya dan Mariel dalam memperebutkan sarung pedang Sword of Salvation. Pertarungan itu berakhir dengan sarung pedang yang terlempar ke tubuhnya, menjadi satu dengan jiwa dan raganya. Saat itu Selena berpikir kalau itu hanya kebetulan, tapi....

Selena mengepalkan kedua tangan, wajahnya kembali menengadah. Hal-hal tak penting telah lenyap dalam pikiran sang gadis. Saat ini hanya ada satu pertanyaan yang memenuhi kepalanya: apa semesta menghendaki peran tertentu baginya? Apa pendapat Merlin memiliki nilai kebenaran?

"Master, kau punya rencana?" Rhineyra menghampiri Merlin dan Selena, dia sudah kembali ke mode biasa. "Wanita itu...kukira dia bisa membunuh kita semua pada saat yang bersamaan."

"Aku benci mengatakan ini," Athrecia juga menghampiri mereka, "tapi aku tak punya pilihan lain. Aku akan mendengarkan instruksimu, Merlin. Monster itu...dia bisa merealisasikan ancamannya, dan aku tahu tak ada yang bisa kulakukan untuk mencegahnya."

Baik Rhineyra maupun Athrecia sama-sama menanyakan pertanyaan yang serupa dengan Selena. Dan seperti sebelumnya, Merlin tak bisa memberi jawaban. Dia tak punya jawaban jika hanya dengan mereka berempat.

"Satu-satunya yang bisa kita lakukan hanya berharap...berharap agar Anzu tak bisa mengambil kekuatan Selena." Merlin berkata dengan ekspresi serius, tapi kemudian pandangannya seakan menerang jauh. "Atau...."

Merlin tak menyelesaikan ucapannya. Rhineyra menekannya dengan meminta sang penyihir melanjutkan ucapannya. Namun, sebelum Merlin sempat mengeluarkan kata-kata lain, lingkaran sihir besar muncul tepat di tempat Athrecia jatuh terduduk tadi. Lingkaran sihir itu memunculkan sembilan orang: Siegra, Ethera, Romero, Lergen, Kirayuki, Bezigha, Gillea, Enkara, dan Redkarna.

Tepat sedetik setelah itu, tanah bergetar. Dan belasan meter di kiri Merlin keluar kepala ular raksasa. Kepala ular itu membuka dengan cepat, dan dari dalam mulut itu keluarlah Nessthanovla, Lilith, Cainabel, Killiel, dan Noath. Kekuatan yang tubuh mereka radiasikan tidak kalah dengan kekuatan Siegra dan sekutunya.

Di antara kelompok Siegra dan Nessthanovla, sebuah kantung semar menyeruak keluar. Ellioth keluar sendiri dari dalam kantung semar. Namun, ada yang berbeda darinya. Terdapat total sembilan simbol naga pada wajahnya. Tiga di dahi, empat di pipi, satu di hidung, dan satu lagi di bawah bibir. Walaupun sendiri, Ellioth datang dengan persiapan penuh.

"Kukukuku. Aku tak pernah berpikir hari ini akan tiba. Bagaimana mungkin semua pemangku kekuatan berkumpul di satu tempat? Ini benar-benar membuatku bergairah." Dr. Lergen yang pertama bersuara, keberaniannya tak perlu dipertanyakan. "Tapi sayang sekali, aku tak melihat Glazzier di ma—!"

Mulut Lergen tertutup paksa, dan dalam sekejap dia sudah jatuh berlutut.

Bukan Lergen saja, tapi semuanya. Termasuk Merlin, Ellioth, Siegra, dan bahkan Nessthanovla juga. Tekanan yang luar biasa besar memaksa semuanya jatuh berlutut. Itu bukan gravitasi, juga bukan tekanan udara. Melainkan tekanan ruang yang membuat semuanya tak bisa bergerak. Bahkan Rhineyra yang kekuatannya berbasiskan ruang juga tak terkecuali.

Yang tak jatuh berlutut hanya Selena sendiri; sarung pedang Sword of Salvation menegasikan semua kekuatan yang menyasar dirinya.

Nessthanovla menggemeretakkan gigi-giginya. Begitu juga dengan Ellioth dan Merlin. Walaupun mereka tak berkomunikasi, tapi pikiran mereka sama. Keempatnya akan bisa melepaskan diri dari pengaruh tekanan ruang dengan menggunakan mode terkuat mereka. Namun, sebelum keempatnya sempat melakukan itu, tekanan ruang yang memaksa mereka berlutut telah lenyap begitu saja.

"Siapa yang menyangka kalian sampai berlutut begitu hanya untuk menyambut kami."

Suara itu tidak datang dari arah mata angin mana pun, tetapi dari atas.

Siegra dan yang lainnya spontan mendongak, dan mata mereka langsung beradu pandang dengan Mariel, Vega, Glazzier, Marryphimia, dan Shin. Shin memasang cengiran lebar, wajahnya puas melihat Gillea dan Merlin berlutut. Sementara itu, Mariel hanya tersenyum terhibur. Mereka berdiri di udara, Mariel di tengah-tengah.

Di sisi lain, Siegra, Nessthanovla, Ellioth, dan Merlin melebarkan mata mereka. Ruthlemia telah mengatakan Mariel telah mati, spiritnya telah diambil. Tak ada yang dapat hidup saat spirit dalam jiwa mereka diambil. Namun, walaupun auranya berubah, yang mereka lihat benar-benar Mariel Allvar.

Satu pertanyaan melintas serentak dalam kepala mereka: bagaimana dia masih hidup?

"Mariel! Aku tahu kau akan datang!" Mengabaikan apa yang baru saja terjadi, Selena berseru dengan lantang. Ekspresimya jadi cerah, dia seperti mendapatkan nyawa baru. "Tapi kau tahu, bukannya aku yang harus kau datangi sebelum mereka?"

Selena sangat senang melihat Mariel, tapi ia tak bisa menyembunyikan wajah cemberutnya, apalagi saat Vega tersenyum penuh kemenangan padanya.

                               °•°•°• ⁋⸸¶ •°•°•°

Di atas Cakram Teratai Primordial, Anzu duduk dengan kaki kanan menyilang di atas kaki kiri. Ia duduk di atas singgasana emas yang berselimutkan energi suci. Matanya dalam keadaan tertutup sedari tadi. Namun, kedua mata itu langsung membuka saat empat individu berlutut beberapa meter di hadapannya.

"Yang Mulia, semua persiapan sudah siap."

White, selaku pemimpin dari keempat pilar pasukan Anzu, memberi laporan. Di sampingnya ada Black, Red, dan Blue. Mereka naga surgawi yang sebelumnya diserap Ruthlemia. Anzu membebaskan dan memperkuat mereka untuk jadi pasukannya.

Di belakang keempat naga berwujud manusia itu, ada seratus malaikat bersayap enam belas. Dan di belakang malaikat bersayap enam belas, ada seribu malaikat bersayap empat belas. Dan di belakang mereka lagi ada 10.000 malaikat bersayap dua belas. Mereka semua pasukan yang Anzu siapkan untuk menghancurkan planet pusat semesta.

"Bagus, kalau begitu akan kumulai penyusutan semesta."

                         —End of Chapter 108—

Thank you for reading ^^

###>Next, Chapter 109: The Last Night [Rabu, 18 Oktober 2023 | 20.00 WIB]

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Sword of Salvation, Ch.109
3
0
Ch. 109 — The Last Night
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan