Nyala Rahasia ; Lima

865
147
Deskripsi

duh, udah lama yaa aku nggak mengunjungi Pak Ketum sama Mbak Nyala?

maaf yees, bulan Mei beneran sibuk banget di dunia nyata. moga, bulan Juni ini bisa update rutin kayak yang udah2 yaaa

yukyuk, ketemu Pak Ketum lagi tengah malam

happy reading …

Harian Republika.com

7 Fakta Menarik Mengenai Harun Dierja Aminoto, Ketua Umum Partai Nusantara Jaya. Digadang-gadang, Akan Menjadi Pasangan Irawan Pramoedya Pada Pemilu 2024. Salah Satu Faktanya, Beliau Belum Menikah. Yuk, Kita Simak Fakta Selengkapnya!

Liputan7SCVT

Makan Malam Bersama Dengan Sejumlah Ketua Umum Partai Politik, Publik Menyoroti Bakal Calon Wakil Presiden Untuk Mendampingi Irawan Pramoedya. Ada Harun Dierja Aminoto Yang Akhir-Akhir Ini Mencuri Perhatian. Akankah Keinginan Publik Terwujud?

Narasi.media

Irawan Pramoedya, Dipastikan Melenggang Menuju Pagelaran Pesta Demokrasi Pada Tahun 2024, Sebagai Salah Satu Kandidat Presiden. Diusung Langsung Oleh Dua Partai Besar,  Partai Demokrasi Pancasila dan Partai Indonesia Merdeka. Irawan Pramoedya Diperkirakan Akan Menjadi Lawan Sengit Bagi Bakal Calon lainnya. Dan Kini, Setelah Koalisi-Koalisi Partai Ramai Terjalin, Nama Pendampingi Sang Bakal Calon Presiden Mulai Diperbincangkan. Nama Harun Dierja Aminoto Menjadi Topik Hangat Dikalangan Politisi. Mungkinkah, Irawan Pramoedya Akan Menggandeng Sang Politisi Muda? Atau Berita Ini Hanya Gimmick Semata Demi Mendongkrang Pamor Irawan Pramoedya?

RumpiHarian.Media

Sosok Harun Dierja Aminoto Mencuri Perhatian. Sejak Kemunculannya Di Kanca Politik, Pria Berusia 37 Tahun itu Telah Membuat Banyak Khalayak Penasaran. Fakta Bahwa Ketua Umum Partai Nusantara Jaya Itu Belum Menikah, Membuat Publik Semakin Bertanya-Tanya Mengenai Wanita-Wanita Yang Pernah Singgah Di Hati Sang Ketua Umum. Muncul Nama Kanika Athalia, Yang Disebut-Sebut Sebagai Mantan Kekasihnya. 

Harun melepas kacamata, kelingkingnya mengusap alisnya yang lebat. Ia berada di kantor partainya hari ini. Setelah dua minggu belakangan sibuk bersafari dengan mengadakan banyaknya pertemuan demi kepentingan politik. 

Dan barusan, kepalanya pusing kala membaca judul-judul headline news diberbagai portal media. Bagi partai, pemberitaan tersebut sangat menguntungkan. Karena hal itu dapat meningkatkan elektabilitas partai yang menurun semenjak kasus yang menimpa mantan ketua umum yang terdahulu.

Namun bagi Harun, pemberitaan-pemberitaan semacam itu sangat merugikannya. Kepiawaan pengguna sosial media menemukan jejak-jejak digital yang pernah ia tinggalkan di masa lalu, benar-benar patut diacungi jempol. Bisa-bisanya, ada yang mengunggah tangkapan layar di akun Path miliknya terdahulu. Beberapa privasinya yang tersebar di sosial media adalah tentang jenis-jenis lagu yang dulu sering ia dengarkan. Keberadaan tempat favorite. Juga, sejumlah tanda yang pernah ia berikan bila tengah bersama Kanika Arthalia. 

Iya, Kanika.

Wanita itu benar-benar mantan kekasihnya.

Berapa tahun mereka bersama?

Lima tahun.

Ya, selama itu.

Lalu, apa yang menyebabkan mereka berpisah?

Tok. Tok. Tok.

Menarik napas panjang, Harun segera mengenyahkan segala pikiran pribadi yang tak ada gunanya itu. Kembali menggunakan kacamata, ia merapikan kerah kemeja yang salah satu kancingnya sengaja ia lepas. “Masuk!” tegasnya memerintah. 

Pintu kayu itu terkuak.

Tak lama berselang, sekretaris Harun yang baru pun muncul dari sana sembari menundukkan sedikit kepala. “Maaf menganggu, Pak. Tapi, Pak Sanusi dan Pak Rahmat ingin bertemu,” wanita itu menginformasikan dengan sopan.

Ah, ngomong-ngomong, sekretaris Harun yang baru merupakan seorang wanita berusia 27 tahun. Walau setengah mati ia mencari laki-laki untuk dijadikan sekretaris, nyatanya yang mendekati kualifikasi yang ia tetapkan adalah Senandung Faura. Selain memang lulusan dari sekolah khusus sekretaris, Faura, juga pernah bekerja sebagai sekretaris kontraktor milik BUMN. Menurut keterangannya, ia terpaksa berhenti setelah tiga tahun bekerja di sana karena menyaksikan affair sang atasan dengan salah seorang staf. Tidak mau terkena imbas dari ketidakprofesionalan mereka, Faura pun memilih mundur.

Kembali kepada Harun yang harus menghadapi para kadernya, ia menekan sebelah kelopaknya. Sangat tahu apa yang akan dibahas oleh dua kader elite itu, Harun mendadak langsung terserang pusing. “Persilakan mereka masuk,” titahnya seraya menutup layar macbook dengan helaan napas kasar. Secara struktural, Harun memang berada dalam tangga piramid paling atas. Namun secara wewenang, Harun tak bisa memutuskan apa pun sendirian. Ia wajib mendengarkan semua masukan anggotanya. “Faura?”

“Iya, Pak.”

“Minta Putra juga masuk ke dalam.”

“Baik, Pak.”

Meja sekretaris dan asisten pribadinya berada di depan ruangannya. 

Kedua stafnya itu jelas memiliki jobdesk yang berbeda. Tetapi, mereka harus saling berkoordinasi untuk mengatur jadwal-jadwalnya.  

Tak berselang lama, para kader yang disebutkan tadi pun memperlihatkan diri. Dengan senyum sapa yang ramah, mereka memasuki ruangan ketua umum mereka.

Dan Harun tahu, inilah saat tuk berdiskusi tentang mahar yang harus dipersiapkan bila partai mereka ingin menerima pinangan Irawan Pramoedya sebagai pasangan bakal calonnya. 

“Baik, mari kita mulai menghitung,” sambut Harun seraya bangkit dari kursinya. 

Tentu saja, tidak ada yang gratis di dunia politik.

Mereka harus membayar.

“Kira-kira, kita punya uang berapa untuk ikut menikmati pesta demokrasi?” sebuah sarkas. Sungguh, Harun jengah. Tetapi, inilah pilihan hidupnya. “Berapa uang yang bisa kita kumpulkan?”

 

*** 

 

Nyala menggigit bibirnya, gugup.

Menatap jam besar yang bertengger di atas pintu masuk lobi, kemudian ia menelan ludah. 

“Beneran nggak sih, Pak Ketum bakal jadi wapres?”

Nyala melirik pada temannya, Adisti.

Pembahasan mengenai ketua umum mereka, tentulah bukan hal baru. 

Hanya saja, sudah dua minggu ini, Nyala selalu merasakan ada denyut aneh yang hinggap di dada kala sosok tersebut mulai menjadi bahan diskusi mereka. Seperti yang terjadi barusan. Di saat ia tengah menatap fokus ke depan demi memastikan supir pribadi ketua umum mereka belum berlarian ke arah parkiran, denyut itu kembali merambat membuat tak nyaman. Ia kian gelisah. Menginginkan sesuatu tetapi rasanya tak tahu apa. 

“Pak Ketum butuh istri nggak sih?” Rani menyambung umpan pertanyaan temannya, dengan pertanyaan lain. 

“Yaa, kagaklah,” timpal Ajeng segera. “Yang bakal jadi ibu Negara ‘kan, cuma istrinya Presiden,” ia terkekeh pelan. “Tapi, kalau kira-kira Pak Ketum kepepet dan butuh pendamping buat maju di Pilpres taon depan, gue siap dinikahin,” lanjutnya terkikik geli.

Yeee … kalau itu juga gue mau kali!”

Hari ini, terlalu banyak pejabat yang berkunjung.

Anggota-anggota DPR dari fraksi Nusantara Jaya, mendadak memperlihatkan wujudnya semua hari ini. Bahkan, Dewan Kehormatan partai pun ikut menyambangi DPP.  Imbas dari pemberitaan media mengenai desas-desus kedekatan ketua umum mereka dengan salah satu bakal calon presiden. Beberapa awak media pun, sudah banyak yang berkerumun di depan pagar. Mereka semua tengah menanti tanggapan partai terkait isu tersebut. Karena semenjak pemberitaan itu muncul di laman-laman media, tak ada tanggapan apa-apa baik dari Irawan Pramoedya, maupun dari partai-partai yang mengusungnya. Hingga, wartawan-wartawan itu pun terus saja memburu kevalidan informasi tersebut pada pihak-pihak yang bersangkutan. Salah satunya adalah mendatangi DPP Nusantara Jaya. 

 Menurut hasil poling yang diunggah di sosial media, ketua umum partai mereka mendapatkan paling banyak suara yang dinilai sangat cocok untuk menjadi pasangan Irawan Pramoedya dalam Pilpres tahun depan. 

“Hasil survey di twitter kayaknya pada salfok ke si Bapak yang belum kewong sih,” tutur Adisti. “Pada silaulah, sama politisi muda yang menawan mata,” imbuhnya meringis. “Mana kalau difoto wartawan, anglenya pas aja. Ganteng di semua sisi,” komentarnya memuji. “Tapi, nggak tahu sih, gimana kalau di foto pakai latar biru. Kira-kira, makin yahud nggak sih?”

“Kalau disandingin sama gue, mah, udah pasti makin yahud, dong,” Rani menyahut semangat. Walau sambil bercanda, namun jemari-jemarinya yang cekatan segera menginput jumlah tamu yang datang hari ini. “Emang, ya, cewek mendang-mending kayak kita, enaknya kalau ngayal tuh, jangan setengah-setengah. Totalitas aja, karena endingnya juga nggak bakalan dapet.” 

“Betul!” Ajeng menyahut setuju. “Langsung aja ngebayangin jadi istrinya Pak Ketum. Hadir didebat Pilpres sambil dadah-dadah cantik. Terus, pake kebaya masuk istana waktu dilantik.”

“Yang enak waktu masa-masa kampanye, dong. Diajak foto warga sambil senyum manis. Terus, bagi-bagi kaos gratis. Atau paling nggak, ikut zumba bareng satu GBK,” Rani menambahkan dengan semangat. “Kelihatannya aja acara santai, ya? Nggak tahunya, sebelum itu harus ada rapat berjilid-jilid. Capek, pusing, tapi harus pura-pura senyum ramah.” 

Sekarang sudah jam empat sore, peraturannya mereka tak lagi menerima tamu di jam seperti ini. Dan tamu-tamu yang sebelumnya telah berkunjung, diharapkan paling lama hanya sampai pukul lima sore. Karena para frontliner wajib membuat laporan untuk dikirimkan pada Ketua Bidang Protokoler Partai.

“Ya, dulu ‘kan isunya Pak Rangkuti yang bakal diusung jadi balon Presiden dari partai kita,” Adisti menghela. “Kalau pun sekarang Pak Harun yang maju jadi calon wapres, semua kader pasti udah punya persiapan.”

“Tapi, ya, kalau pun Pak Ketum setuju bakal jadi calon wapresnya Pak Irawan, kayaknya baru kali ini deh ada bakal calon kepala Negara yang belum nikah.” 

Obrolan mereka terus berlanjut. Sudah hampir seminggu ini, topik yang dibicarakan adalah tentang ketua umum partai mereka. 

“Nggak kebayang, gimana seandainya nanti Pak Ketum kepilih jadi wapres. Terus nggak lama setelah itu, dia ngumumin pernikahan. Duh, pasti bakal viral lagi deh.”

Perbincangan teman-temannya, seketika saja membuat Nyala merasa ciut.

Kehidupannya dengan kehidupan sang ketua umum, tentulah bertolak-belakang. 

Di saat ia masih sempat mengecek jadwal film-film yang tayang di bioskop untuk menghibur diri, ketua umum mereka tengah sibuk melakukan safari politik ke sana kemari. Bertemu dengan orang-orang penting negeri ini, sementara dirinya menyukai mengurung diri di kamar kos bila tak enak hati.

Dunia mereka bagai bumi dan langit.

Pembicaraannya malam itu dengan asisten pribadi sang ketua umum, tidak menghasilkan apa-apa. Putra Fernandi pun, tak mampu menjanjikan apa-apa. Pria tersebut hanya mengatakan akan mengatur ulang jadwal pertemuannya dengan ketua umum mereka. Tetapi, dua minggu telah berlalu, dan tak ada kabar lagi kapan waktu pertemuan itu akan terjadi.

Dan bisa dipastikan, tak akan pernah terjadi.

Nyala, tolonglah, sadar diri.

“La, lo kok diem aja sih?”

Teguran Adisti membuat Nyala mengalihkan sejenak atensi. Di saat teman-temannya sudah duduk di kursi dan siap melakukan closing untuk jumlah tamu hari ini, ia masih saja berdiri. Bukan apa-apa, ia hanya tengah mengamati. 

“Duduk kali, La. Berdiri terus, nanti darah rendah lho,” ledek Rani sambil tertawa.

Nyala hanya tersenyum tipis. Ia belum mengerjakan laporan hariannya. Tetapi hal itu tidak penting sekarang ini. Ada yang akan ia lakukan. “Eumh,” ia raih ponsel yang tergeletak di mejanya. “Bentar, ya, gue mau keluar bentar,” ia menunjuk pintu lobi sambil menggoyang-goyangkan ponselnya. “Mau nelpon.”

“Tumbenan nelpon sampai keluar?” celetuk Rani dengan kening berkerut. “Ada gebetan, ya?”

Para frontliner nyaris seumuran.

Yang paling tua di antara mereka adalah Rani. Usianya 29 tahun. Sudah bertunangan dengan salah seorang ASN yang bekerja di Kementrian Keuangan. Mereka bertemunya di sini. Sang pacar semula adalah tamu yang perlu akses untuk menemui salah seorang elite partai. 

“Gebetan apa sih, Ran?” Nyala berpura-pura meringis. “Gue nelpon bentar, ya?” ia pun bergegas angkat kaki. Ia mengitari meja frontliner dan langsung memburu pintu lobi. Di tengah langkahnya yang menderak cepat, ada jantung yang juga berdebar kuat. “Sebenernya, apa sih yang gue lakuin?” runtuknya sambil berlari.

Benar.

Ia tidak tahu apa yang sebenarnya ia lakukan.

Hanya saja, ketika tadi ia melihat supir pribadi ketua umum mereka mulai berjalan menuju mobil hitam yang biasa digunakan sang ketua umum, Nyala pun bergegas keluar. Ia tengah bertaruh bersama waktu. Bila apa yang ia perkirakan salah, maka Nyala tak akan pernah mencobanya lagi.

Ya, ia tengah bertaruh.

Akankah kenekatannya ini mampu membuatnya bertemu dengan ketua umum partai mereka?

Berpura-pura menempelkan ponsel ke telinga, Nyala berbincang seorang diri hanya demi mengelabuhi dua orang ajudan yang tengah menanti di depan mobil ketua umum partai yang telah terparkir tepat di depan pintu lobi. Sedikit menepi, Nyala memilih menghentikan langkah di balik pilar raksasa. 

“Lo bener-bener udah gila, La,” bisiknya untuk diri sendiri. “Lo lagi nyari mati?”

Tidak.

Ia hanya menagih janji.

Dan tepat ketika ia selesai dengan semua monolog diri, pria yang ia cari-cari memperlihatkan diri. Ditemani asisten pribadi yang setia, serta seorang ajudan berwajah dingin, Harun Dierja Aminoto melangkah keluar dari lobil. Kemudian, sebelum pria itu sampai ke mobilnya, Nyala yang tak waras segera menampakkan diri. 

“Pak!” ia menyerukan panggilan itu di tengah himpitan debar jantung yang menggila. “Saya ingin bicara!” 

Nyala benar-benar gila.

Alih-alih meneruskan tiap kalimat yang telah ia persiapkan, bila pria 37 tahun itu mengabaikannya. Ia justru tertegun lama menatap sang ketua umum yang tak mengenakan kacamata. Irisnya yang malam itu dapat ia lihat dari dekat, kini kembali ia tatap. Namun, bukan itu yang menjadi fokusnya. Melainkan, simbahan keringat di keningnya yang berlipat. Serta, wajah pucat yang buat Nyala sontak menelan ludah.

Ada apa?

Apa ketua umum partai mereka sedang sakit?

Astaga, Nyala jadi merasa bersalah. 

“Siapa kamu?”

Deg.

Tetapi, pertanyaan yang terlontar dari bibir pria itu entah kenapa buat Nyala bergetar marah.

Ternyata, ia telah terlupa.

Rupanya, pria itu benar-benar politikus berdasi yang terlalu mahir mengobral janji.

Baiklah.

Nyala tak akan menemuinya lagi.

 

*** 

yess, udah mulai musim kampanye nih, Mbak Nyala. 

hati2 aja, bakal makin banyak orang partai yang tebar janji wkwkwk

walau pun Mbak Nyala kerja dilingkungan orang2 partai, kayaknya doi polos ya anaknya. ya, walau nggak sepolos Mbak Ami yang nggak mempan digodain Bang Raja, hahaha

okee deh semuanyaa, semoga bisa ketemu secepatnyaa yaaaa

duh, aku kangen lhooo update dua hari sekali kayak dulu2. semogaa bisaa yaaaa

see uuuu

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Nyalarahasia
Selanjutnya Nyala Rahasia ; Enam
858
161
wudiihh, tengah malam lagii inii yaaasorri, belum bisa kasih fast update sama kalian.badan aku tuh lagi jompo banget belakangan ini, kambuh mulu penyakitnya wkwkwkk okee deh, happy reading yaaaa 
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan