Aksara Senada

745
149
Deskripsi

Blurb 

 

Mereka pernah bersama. Membangun rumah tangga berdua, sebelum kemudian berempat dengan anak-anaknya. Bahagia, sudah pasti di depan mata. Namun ternyata, segalanya tak mudah. 

Perceraian menjalani jalan tengah, yang diambil tuk meredakan masalah.

Jangan tanyakan mengapa, sebab Aksa hanyalah anak muda yang putus asa. Sementara istrinya pun, tak berkata apa-apa. Nada menerimanya begitu saja. 

Bertahun-tahun berlalu. Entah kenapa, benang merah itu enggan menjauh.

 

P r o l o g 

 

Semburat jingga memayungi kepala begitu kaki-kakinya melangkah keluar dari mobil. Semilir angin yang ketika siang berembus sejuk, kini menjelma bak gigil yang menusuk. Ada ragu yang terlintas di kedua netra kala tatapnya memaku sebuah bangunan sederhana berpagar kayu di depan sana. Rumah berbata merah tanpa dengan atap yang telah berkarat, menyandra irisnya yang serupa jelaga.

Sanggupkah ia melangkah ke sana?

Melewati halaman asri yang ditumbuhi bunga-bunga dan rumput hijau yang tak rata. Mengucapkan salam, lalu bertemu bagian dari jiwa-jiwanya yang ia titipkan di sana selama ia berdalih melanjutkan pendidikan. 

Haruskah?

Kedua telapak tangannya mengepal.

Rahangnya mengerat.

Meneguk ludah susah payah, ia pejamkan mata demi menetralkan gemuruh di dada.

Ia sudah mengabarkan kepulangannya. Tetapi, bukan menetap yang akan ia pilih. Ia hanya akan singgah, sebelum kemudian pergi. 

Pergi?

Benar. 

Ia ke sini hanya tuk mengakhiri.

“Lho, Nak Aksa?”

Pendar cakrawalanya berganti. Suara dari pria yang menjabat tangannya hampir enam tahun lalu memenuhi gendang telinga. “Bapak?” tak lagi menatap rumah itu sebagai atensi. Kini, pandangannya beralih pada mertuanya yang datang dari sisi kiri. Membawa bungkusan plastik bening yang isinya berupa anti nyamuk dan beberapa bungkus obat pereda masuk angin. Dadanya seperti dipukul kuat. Antusias di wajah itu, justru memecut hatinya. “Bapak dari mana?” ia datang dan menyalami. Mengaturkan permohonan maaf dalam hati, ia mencium punggung tangan itu dengan khidmat.

“Bapak dari warung. Beli anti nyamuk, sama ini,” ia menunjuk kantungan bening itu sambil tersenyum. “Bapak masuk angin. Di sini tiap pagi hujan terus. Nak Aksa sehat ‘kan?” pria paruh baya itu membuka pagar kayu rumahnya dengan mudah. Dengan senyum tulus yang sampai ke mata, ia menanti menantunya untuk masuk bersamanya. “Anak-anakmu pasti seneng Ayahnya udah pulang,” ia berkata dengan intonasi tak kala bahagia. “Udah selesai toh, sekolahnya? Nggak bakal pergi-pergi lagi ‘kan?”

Pantofel hitam itu berhenti melangkah. 

Hatinya teremas kencang, saat menyadari tak ada yang berubah dari raut antusias dalam menyambutnya. Pandangannya menjangkau jauh ke depan, pada pintu rumah yang telah terbuka. Mereka hanya tinggal mengucap salam. Dan siapa pun bisa mendengar dan bergegas datang. 

“Istrimu udah tahu kamu pulang hari ini? Atau sengaja mau bikin kejutan?”

“Pak?” panggil Aksa tak lagi mampu menahan diri. Dengan tekad yang berhasil ia reguk kembali, ia pun mengayunkan kaki-kakinya. Mereka tiba di depan pintu tanpa salam yang menyertai. Aksa hanya tak ingin melambungkan harap sang mertua terlalu tinggi. Ia yang datang hari ini, bukanlah sebagai menantu yang ingin dikasihi. “Saya ingin mengembalikan Nada ke Bapak.”

Raut bahagia itu berangsur memudar.

Sendi-sendi yang terasa nyeri ketika ia bawa berjalan, tak sebanding dengan keterkejutan yang kini ia rasakan. Matanya melebar seketika. Menantu yang tiga tahun lalu datang ke sini untuk menitipkan anak dan cucu-cucunya ketika hendak melanjutkan pendidikan ke luar negri, ternyata tak datang untuk kembali. 

“Saya nggak bisa melanjutkan pernikahan kami.”

Dan kebetulan, Nada berada di sana.

Ia tadi mengintip dari balik jendela, ketika mobil hitam itu terparkir di depan rumah. Ia tahu suaminya akan segera pulang. Walau tak tahu pasti kapan kemari. Namun, ketika mengintip kendaraan roda empat tersebut, ia paham hari ini akan tiba. Setelah menjalani tiga tahun hidup terpisah, ia pikir akhirnya mereka berkumpul juga.

Tetapi rupanya, ia keliru.

Ikatan mereka benar-benar telah terentang jauh.

Padahal, ia sudah siap menyambut pria itu. Dengan anak perempuan mereka dalam gendongan dan anak laki-laki mereka yang tengah menggenggam sebelah tangan. Namun ternyata, ia justru diceraikan.

“Bapak pernah bilang, kalau sudah nggak ingin bersama lagi, saya harus kembalikan Nada ke Bapak. Dan saya datang kemari untuk mengembalikan Nada.”

 Dan yang bisa Nada lakukan adalah menatap pria itu lamat-lamat. 

Netra beningnya berkaca-kaca. Pelukannya pada sang putri menguat. Begitu pun dengan genggaman tangannya untuk sang putra. 

“Saya ingin menceraikan Nada, Pak.”

Bukan mimpi.

Apalagi ilusi.

Inilah fakta yang harus dijalani.

Bahwa penantiannya selama tiga tahun ini, hanya dibalas dengan keinginan tuk berpisah. 

Lalu, bagaimana dengan anak-anaknya?

*** 

 

Kau paksa mimpi itu menjauh

Kau putus benang merah jambu

Katamu, rindu itu tak lagi utuh

Katamu, cinta kita telah layu

Bertahun kumenunggu

Ribuan hari yang lewat dengan memikirkanmu

Tetapi ternyata, segalanya sia-sia

Kau menginginkan berpisah

Lalu aku, harus apa?

Kupungut serpihan lara

Mendekapnya dalam dada

Rupanya, takdir memang tak ingin kita bersama … 

 

*** 

 

Geengsss… hallo …

Hahaha kageett yaaa?

Setelah ngilang lama, malah nggak jelas gin ikan, ya hahaha

 

Sori, ya, jadi beberapa minggu terakhir aku sakit. Gerd aku kambuh dan yaa lumayan lama pemulihan. Dan waktu pelan2 narik laptop lagi, aku malah pengin ngebuat sesuatu yang genre akuuu hahaha

 

Nggak ada satu pun tokoh yang saling berkaitan, baik dari Klan Hartala yg bisa diajak bersyair-syair ria. Maklumlah, orang kaya tuh sedihnya di luar nalar hahhaa

 

Dan sebenarnya ini tuh, plot yang aku mau ada di Season 3 Dream Partner lhooo. Hahaha iyaaaa … jadi, awalnya Dream Partner season 3 itu, mau aku akhiri dengan perceraian Lana – Reno. Terus, niatnya buat lanjutan hidup mereka after divorce. Tapiiiii … setelah kupikir2 lagiii, kok yaaa eneg bangeett akuu ketemunya Reno lagi Reno lagi. Ogah, ah, gumoohh aku lama-lama. Wkwkwk …

Makanya, terciptalah dongeng ini, demi memberi makan rasa laparkuuu atas derita hidupp para tokoh yang perlu dilibas abiiss hahaha

 

Ya, udah sih gitu ajaa yaaa.

Buat dongeng lainnya, sabaarrrrr

Aku mau ngerjain ini dulu aja, sekalian penyembuhan. Jujuuuurrr, sakit terakhir kemarin itu, beneran luaarr biasa rasanya. Sampai-sampai, ya, aku bikin wasiat di notes kecil wkwkk … pokoknya gitu deh, yaaa see uu semuanyaa  

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori karya
Aksarasenada
Selanjutnya Aksara Senada ; Satu
782
113
Yesss, gimanaa udah baca prolog 'kan?nah, ayok kita lanjutkan cerita dengan genre favorit aku iniii hahahahappy reading semuaa
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan