
“Kamu benar-benar harus memimpin perusahaan, Raja. Usiamu sudah sangat cukup dan om yakin kamu sudah lebih dari mampu untuk memimpin perusahaan peninggalan kakekmu. Berada di belakang layar saja, kamu bisa membuat perusahaan semakin maju. Akan lebih baik lagi kalau kamu terjun langsung.”
“Sudah cukup usia juga untuk menikah. Tahun depan, usiamu sudah tiga puluh tahun. Kapan kamu mau kasih ibu cucu?”
Raja terkekeh geli saat sang ibu ikut-ikutan bicara padanya. “Om Ridwan sedang membahas perusahaan, Bu, bukan jodoh untuk Raja. Tidak nyambung.” Raja menggeleng.
“Apanya yang ‘tidak nyambung’?! Justru nyambung-nyambung saja. Nanti yang jadi penerus perusahaan setelah kamu tua siapa lagi kalau bukan cucu ibu? Kamu mau, perusahaan peninggalan kakekmu itu direbut sama anak wanita itu?”
Senyum Raja perlahan luntur. ‘Wanita itu’ yang ibunya maksud pasti istri siri mendiang ayahnya. Raja punya satu saudara seayah dari ‘wanita itu’. Apakah anak itu satu-satunya saudara seayah Raja? Raja sangsi. Pasalnya, ayahnya itu doyan selingkuh dan menebar benih. Bisa saja yang ketahuan hanya anak dari wanita itu, karena wanita itu dinikahi sang ayah walaupun secara siri. Wanita bernama Weni Amanda, si wanita yang saat ini sedang mencari masalah dengan keluarga Jagapati.
“Wanita itu menuntut harta warisan yang diberikan ayahmu. Pria itu benar-benar!” Sang ibu kembali bersuara dengan geram.
Raja menatap sang ibu, Magani Sari. Garis-garis tipis di sekitar mata sudah menghiasi wajah ayu itu. Menandakan jika usianya sudah tak muda lagi.
“Apa yang ada di otak Herjuno saat memalsukan surat perjanjian pemegang saham dan memberikannya pada wanita itu untuk dijadikan warisan?! Sudah mati saja masih buat masalah.”
Senyum Raja kembali terbit. Kali ini senyum kecut.
Herjuno Jagapati. Pria itu adalah ayahnya, dan baru meninggal belum genap satu tahun. Sejak Raja kecil, Raja sudah kenyang disuguhkan semua masalah yang disebabkan sang ayah. Herjuno kerap kali membuat masalah, terlebih soal wanita. Kakek Raja dan Magani selalu menjadi pihak yang membereskan masalah yang dibuat pria itu.
Nama besar keluarga Jagapati bisa rusak sejak dulu jika saja kakek Raja dan Magani abai, dan perusahaan advertising yang sudah dibangun keluarga Jagapati puluhan tahun, bisa benar-benar hancur karena image anak sulung dari keluarga Jagapati yang doyan selingkuh dan gonta ganti pasangan. Entah sudah berapa banyak uang yang dikeluarkan, Jaya Jagapati – Kakek Raja –, untuk menghilangkan pemberitaan tentang kabar perselingkuhan Herjuno, anak laki-laki satu-satunya yang malah jadi beban daripada jadi pelindung keluarga.
“Bu, orang yang ibu bilang buat masalah adalah orang yang ibu cintai,” ucap Raja sedikit menyindir.
Raja sudah berkali-kali meminta Magani untuk melepaskan Herjuno. Apa pun sebutan untuk anak korban perceraian, Raja ikhlas menyandangnya daripada melihat ibunya menderita hampir setiap malam menangisi kelakuan bejat Herjuno.
Namun selalu saja atas dasar cinta yang menjadi alasan ibunya mempertahankan Herjuno. Bisa dikatakan Magani terjebak cinta buta. Rela menderita asalkan dia tetap menjadi istri Herjuno. Magani selalu mengatakan pada Raja jika Herjuno pasti bisa berubah.
Akhirnya, Raja tidak dapat berbuat apa pun. Maka dari itu, sejak lulus SMA, Raja memutuskan memilih berkuliah ke luar negeri agar tak melihat dengan langsung penderitaan sang ibu. Setidaknya, selama ini Herjuno tidak pernah menggunakan kekerasan. Herjuno cenderung jarang berada di rumah. Mungkin sibuk menebar benih daripada bekerja. Perusahaan JCA ( Jagapati Creative Advertising ) memiliki CEO, tapi seperti tidak memiliki. Sebelum meninggal, kakek Raja lah yang masih memimpin dan menggerakkan perusahaan, dibantu dua menantunya dari kedua anak perempuan pria tersebut. Salah satunya adalah Ridwan yang saat ini menjabat sebagai CEO.
Raja pernah mendengar kabar jika Herjuno adalah cinta pertama Magani. Ibunya adalah gadis desa polos yang memiliki harta melimpah dari perkebunan orang tuanya. Ayah Magani dan Jaya Jagapati bersahabat sejak kecil. Namun mereka terpisah setelah ayah Magani menikah dan pindah ke sebuah desa. Menjalani kebun buah milik keluarga dari ibu Magani.
Setelah anak-anak mereka sama-sama dewasa, Jaya dan ayah Magani dipertemukan lagi. Kebetulan saat mereka bertemu, Jaya bersama dengan Herjuno, sementara ayah Magani bersama anak satu-satunya, yaitu Magani Sari.
Saat itu perusahaan keluarga Jagapati hampir bangkrut. Namun karena bantuan dana dari ayah Magani yang menanam modal di perusahaan itu, Perusahaan keluarga Jagapati terselamatkan. Perusahaan yang tadinya adalah perusahaan keluarga, berubah jadi perusahaan milik dua keluarga setelah saham yang didapat dari keluarga Magani.
Herjuno dan Magani dinikahkan setelah orang tua mereka melihat ketertarikan di antara keduanya sejak saat pertemuan pertama mereka. Kebetulan saat itu Magani baru lulus SMA dan sudah cukup usia. Jaya bersyukur karena sahabatnya tersebut mau menerima Herjuno sebagai menantu. Jaya berharap jika anak sulungnya yang sejak remaja sudah doyan buat masalah itu, bisa berubah menjadi lebih baik setelah menikah dengan Magani yang terkenal lembut dan santun. Mungkin karena keteledorannya yang tidak mendidik Herjuno dengan baik sejak sang istri meninggal, membuat kelakuan Herjuno menjadi tak terkendali saat remaja.
Beberapa tahun berlalu setelah pernikahan Herjuno. Ayah dan ibu Magani meninggal dalam sebuah kecelakaan. Perkebunan keluarga ibu Magani otomatis menjadi milik Magani, karena ia satu-satunya keluarga yang tersisa.
Hal itu dimanfaatkan Herjuno meminta sejumlah uang pada sang istri dengan alasan agar perusahaan Jagapati semakin maju. Magani yang pada dasarnya memiliki hati yang murni dan pendidikan yang tidak setinggi Herjuno, tidak curiga sedikitpun dan mengikuti apa yang diinginkan sang suami. Setiap uang hasil panen perkebunan, selalu sebagian ia berikan pada Herjuno. Namun Magani tidak tahu saja, jika Herjuno menggunakan uang tersebut untuk pergi ke kelab malam dan berselingkuh. Herjuno terpaksa membohongi sang istri karena Jaya Jagapati selalu mengawasinya. Herjuno tidak bisa lagi diam-diam mengambil uang perusahaan.
Jaya ternyata tahu jika Herjuno tidak pernah berubah dan selama ini pura-pura setia pada Magani. Namun karena Jaya sangat menyayangi menantu dan cucunya yang saat itu sudah berusia empat tahun, ia tidak ingin Magani memutuskan meninggalkan Herjuno dan membawa Raja, cucu kesayangan Jaya.
Setelah tahu bagaimana piciknya sang anak, Jaya mulai memiliki rencana untuk melibatkan Magani secara langsung ke dalam perusahaan. Meminta Magani masuk perguruan tinggi agar suatu saat dapat masuk ke dalam perusahaan dengan posisi penting. Karena sebenarnya Magani mempunyai saham yang besar karena tanam modal mendiang ayahnya dulu.
Magani Sari menghela napas panjang. “Ibu tidak bisa mengelak.”
Raja memperhatikan sang ibu yang saat ini tatapannya kosong. Raja menelan saliva susah payah. Ia jadi tidak enak sendiri setelah mengatakan itu.
“Maaf, Raja tidak bermaksud membuat Ibu menyesal menikah dengan—” Raja menghentikan ucapannya saat melihat gelengan kepala Magani.
“Ibu tidak menyesal menikah dengan Herjuno. Percayalah. Karena kalau ibu menyesal, itu berarti ibu menyesal punya anak seperti kamu. Bagi ibu kamu segalanya, Raja.”
Mata Raja berkaca-kaca saat merasakan usapan lembut di punggung tangannya. Tak ada bedanya dengan mata Magani yang saat ini menatap sang anak penuh rasa sayang. Mereka duduk berdampingan di sofa ruang keluarga rumah Jagapati yang sudah ditinggali Magani selama bertahun-tahun setelah menikah dengan Herjuno.
“Ehm… suasananya jadi mendung. Buat saya jadi mau meneteskan air mata, Mbak Gani. Apakah di sini ada yang mengiris bawang bombay?”
Magani dan Raja terkekeh geli setelah mendengar suara Ridwan yang mencoba membangun candaan.
“Mas Ridwan, apa ada lagi yang mau dikenalkan buat jadi calon menantu saya?”
“Bu…” Raja merengek pada sang ibu.
“Sebenarnya kemarin ada yang mau saya kenalkan, tapi belum apa-apa, Raja sudah menolak lebih dulu, Mbak.”
“Raja!”
“Om, kenapa dikasih tahu ke Ibu?!” protes Raja setelah mendapat delikan galak ibunya.
“Om tidak bisa berbohong sama Ibu kamu, Raja.” Ridwan mengedikkan bahu dengan binar geli ke arah sang keponakan yang jika tidak didesak untuk mendekati wanita, bisa jadi bujangan tua.
Padahal keponakannya ini tampan tidak kira-kira. Setiap pertemuan keluarga yang diadakan satu bulan sekali di restoran tertentu, banyak sekali wanita yang melirik Raja. Tapi sejauh Ridwan mengenal Raja, Ridwan tidak pernah tahu jika Raja pernah memiliki hubungan romantis. Keponakannya ini memiliki pemikiran yang lempeng-lempeng saja seperti jalan tol.
Apakah Raja memutuskan untuk hidup selibat?
“Mas, tolong atur pertemuan Raja dan wanita itu—”
“Bu~ —”
“Tidak ada bantahan, Raja!”
Raja mengerang frustrasi. Ia menyugar rambut kesal.
“Bertemu saja dulu seperti biasa, kalau tidak cocok, ibu tidak akan memaksa kamu untuk menikah sama dia. Toh selama ini seperti itu kan?”
Raja menghela napas pasrah. Ia menyandarkan punggung pada sandara sofa, dan memilih —mungkin— akan mengikuti keinginan sang ibu. Sudah Raja katakan, ia paling tidak bisa membantah Magani.
Sudah hampir dua tahun ini setelah ia pulang kembali ke Indonesia, sang ibu selalu mengadakan kencan buta untuknya. Namun sudah bisa ditebak, semua berakhir gagal. Semua itu sebenarnya tak jauh dari campur tangan Raja yang membuat dirinya terlihat membosankan di mata para wanita tersebut. Raja akan cenderung diam saat pertemuan, dan memilih membuka suara dan menjawab dengan singkat dan tanpa minat saat para wanita itu membangun sebuah percakapan.
Setelah putus dari cinta pertamanya disaat berkuliah di Inggris, Raja tidak memiliki niat untuk kembali menjalin kisah romantis.
Wanita itu memutuskan Raja karena merasa Raja selalu sibuk belajar, terlalu serius, dan membosankan. Raja bahkan akan cenderung menghindar jika mantan kekasihnya itu mencoba bermesraan dengannya. Wanita itu menganggap jika Raja tidak tertarik padanya. Padahal yang sebenarnya, Raja hanya ingin melindungi wanita itu dari hubungan yang hanya berdasarkan hasrat dan nafsu. Raja tidak ingin seperti sang ayah yang menganggap wanita hanya objek untuk ‘bersenang-senang’.
Mungkinkah Raja tidak ingin dekat lagi dengan wanita karena trauma dan takut diputuskan lagi?
Raja tidak memahami dirinya. Hasratnya pada wanita seakan mati. Setidaknya sebelum dua bulan yang lalu ia bertemu wanita bernama Velindira.
Velindira… Namanya masih sangat Raja ingat. Bukan hanya itu, wajah dan senyum cerahnya tersimpan di kepala Raja.
Wanita itu… bagaimana ya sekarang kabarnya?
“Sesuai perintah Mbak Gani, saya akan meminta pada papanya Zahra untuk mengatur pertemuan mereka.”
“Namanya Zahra? Nama yang bagus.”
Raja kembali menghela napas pasrah saat melihat binar terang di mata sang ibu.
“Jadi, Raja, kapan kamu mau masuk ke dalam perusahaan secara resmi?” Ridwan bertanya serius. Kembali ke pembicaraan awal setelah intermezzo tentang jodoh untuk Raja, dan berakhir Raja akan melakukan kencan buta lagi dekat-dekat ini.
“Raja masih harus memperhatikan perkembangan Perfect Bubbles, Om.”
“Mau sampai kapan? Bukankah Perfect Bubbles sudah berjalan dengan baik? Sampai hasilnya diminta bagi dua juga sama wanita tidak tahu malu itu.” Magani berseru kesal. Menyebutkan usaha car wash yang baru dibangun sang anak beberapa bulan setelah kembali ke Indonesia. Usaha itu dibangun Raja dengan gaji yang dikumpulkannya saat bekerja di Inggris sebagai karyawan salah satu perusahaan advertising.
Magani membuang napas kasar. Bukan usaha yang dimiliki Raja yang membuatnya kesal, tapi wanita yang mana adalah istri siri mendiang suaminya. Wanita itu juga meminta bagian dari penghasilan Perfect Bubbles, karena merasa jika car wash yang dibangun Raja, modalnya berasal dari Herjuno.
Dasar wanita sinting dan mata duitan!
“Ibu bukan meremehkan usaha yang kamu bangun, tapi sebaiknya, kamu mencari orang untuk memegang Perfect Bubbles, agar kamu dapat sepenuhnya menjadi Direktur Utama JCA. Bukan berarti ibu meminta kamu melepaskan sepenuhnya Perfect Bubbles. Kamu bisa mengontrolnya dari jauh. Herjuno—Maksud ibu, ayah kamu sudah dengan lancang memasukkan beberapa anggota keluarga wanita itu ke dalam perusahaan. Ayahmu memberikan mereka posisi yang tinggi, padahal mereka rata-rata tidak memiliki kemampuan yang layak di bidangnya. Ibu tidak ingin perusahaan turun temurun Jagapati hancur karena keteledoran ayahmu. Ibu sudah berjanji pada Kakekmu, untuk dapat mempertahankan JCA sampai selamanya. Ibu yakin kalau Raja-nya ibu sangat mampu menjalankan JCA dan Perfect Bubbles secara bersamaan. Kemampuanmu selama ini benar-benar luar biasa.”
“Jadi desain grafis sekaligus copywriting paruh waktu untuk JCA saja sukses membuat para client puas dengan hasilnya, Mbak. Memang benar-benar keturunan Papa Jaya.” Ridwan menimpali ucapan ipar istrinya tersebut. Memuji Raja dan mendiang mertuanya yang sama-sama memiliki banyak ide brilian. Apakah itu gen? Tapi kenapa Herjuno berbeda? Mendiang kakak iparnya tersebut pintar, pintar menghabiskan uang dan membuat masalah.
Ridwan bersyukur sifat Raja bertolak belakang dengan Herjuno.
Raja adalah sosok nyata anak berbakti yang diinginkan setiap orang tua. Ridwan tidak berlebihan mengatakan hal itu. Keponakannya tersebut walaupun anak tunggal, tapi sudah biasa mandiri dan tidak suka merepotkan orang. Ridwan bangga memiliki keponakan seperti Raja.
Sepertinya Raja benar-benar belajar di negeri orang sana. Kuliah jurusan desain grafis sekaligus jurusan bisnis di universitas terkenal di Inggris. Menyerap sebaik-baiknya semua ilmu yang ia dapat sampai mendapat gelar sarjana dalam waktu singkat. Ditambah lagi, pengalaman kerja yang didapat Raja di negara tersebut. Masuk ke dalam agensi periklanan terkenal di sana dan menduduki posisi yang penting. Belum lagi pengalamannya menjadi karyawan paruh waktu car wash saat berkuliah, membuat Raja akhirnya memutuskan membangun usaha car wash dari apa yang ia pelajari di tempat itu.
Dengan kemampuannya itu, Ridwan sangat yakin Raja bisa membuka perusahaan sendiri. Buktinya, car wash yang baru dijalani sang keponakan sudah terbilang sukses dan sudah memiliki banyak pelanggan tetap.
“Jadi bagaimana, Ja?” tanya Ridwan kembali setengah mendesak.
“Nanti Raja pikirkan lagi.”
“Harus segera dipikirkan!”
Raja kembali menghela napas pasrah melihat delikan galak sang ibu, yang disusul tawa lepas Ridwan.
“Oh iya, Mas Ridwan, besok kita jadi bertemu sama Pak Setiadi Handoyo? Beliau akan mewakili kita, bukan, untuk kasus surat-surat palsu yang dibawa wanita itu?”
“Kesehatan Pak Setiadi beberapa waktu ini sedang kurang baik, Mbak.”
Magani menghela napas panjang. Dahinya berkerut dengan ekspresi wajah sarat akan pikiran yang berat.
“Tapi, Mbak tenang saja, Pak Setiadi mengatakan Mbak tidak perlu khawatir atas masalah surat-surat palsu tersebut. Besok kita akan bertemu dengan Pak Setiadi dan salah satu pengacaranya di firma hukum Beliau. Beliau mengatakan, jika pengacara tersebut sudah menangani berbagai kasus dan sangat serius dalam bekerja. Sepertinya, jika dilihat dari pujian Beliau pada pengacara tersebut, hasilnya tidak akan mengecewakan.”
Magani menyandarkan punggung pada sandaran sofa. “Saya berharap seperti itu, Mas. Semoga semua lancar dan terbongkar dengan segera.” Magani menggeleng tak habis pikir. “Herjuno benar-benar memalsukan dokumen-dokumen tersebut dengan amat sangat rapi. Kenapa dia memiliki keahlian memalsukan tanda tangan dengan amat sangat baik? Bukankah luar biasa sekali keahlian pria itu, Mas Ridwan?” sindir Magani, yang dibalas Ridwan tawa renyah.
Raja hanya mendengarkan dengan saksama apa yang ibu dan omnya bicarakan. Keluarga mereka sedang mendapat serangan dari istri siri sang ayah, yang meminta pembagian harta yang adil. Apalagi sebelum meninggal, Herjuno memberikan surat warisan untuk wanita tersebut dan anaknya, yang mana adalah adik Raja. Bukankah ini sangat menggelikan? Sepertinya wanita itu tidak punya malu sama sekali. Setelah merebut suami orang, dia juga ingin menguasai harta Jagapati?
Sebenarnya bukan sepenuhnya salah wanita tersebut, karena jika Herjuno tidak menikahinya, wanita itu mungkin tak bisa menuntut seperti wanita-wanita lain yang pernah singgah di hidup Herjuno, yang biasanya hanya dijadikan objek kepuasan semata.
***
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
